Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Emergency atau gawat darurat merupakan suatu kondisi yang bersifat mengancam jiwa
dan membutuhkan pertolongan dengan segera, serta dapat terjadi pada siapa saja, kapan saja,
dan dimana saja (Susilowati, 2015) (Meriam-Webster, 2016). Fraktur merupakan salah satu
kondisi darurat yang membutuhkan pertolongan dengan segera guna menghilangkan
ancaman nyawa korban (Furwanti, 2014).
Fraktur termasuk dalam cedera muskuloskeletal (Smith dan Stahel, 2014). Fraktur
memerlukan perlakuan dengan segera dan tepat, karena penanganan yang kurang tepat atau
salah akan mengakibatkan komplikasi lebih lanjut, seperti infeksi, kerusakan saraf dan
pembuluh darah, hingga kerusakan jaringan lunak yang lebih lanjut (Lukman dan Ningsih,
2013). Adapun komplikasi terparah yang dapat terjadi pada fraktur adalah kematian (World
Health Organization (WHO) dalam Widyastuti, 2015).
Menurut Wong dkk (2015) kejadian cedera fraktur yang tidak segera dicegah akan
menimbulkan beban yang cukup dan kecacatan di seluruh dunia. Kejadian tersebut
berhubungan dengan penurunan angka kesehatan dan kualitas hidup seseorang. Masalah
cedera tersebut ternyata memberikan 3 kontribusi pada kematian yang dapat diproyeksikan
meningkat dari 5,1 juta menjadi 8,4 juta atau setara dengan 9,2% dari kematian secara
keseluruhan dan diestimasikan menduduki peringkat ketiga disability adjusted life years
(DALYs) pada tahun 2020 (WHO, 2016). Menurut Kemenkes RI (2014) penyebab disabilitas
di dunia mencapai 45 per 6.437 populasi ini dialami oleh semua usia.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimanakah konsep dasar fraktur ?
1.2.2 Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan gawat darurat pada fraktur ?

1
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui konsep dasar fraktur
1.3.2 Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan gawat darurat pada fraktur

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Fraktur

2.1.1 Definisi Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas atau kesenambungan tulang dan sendi,


baik sebagian atau seluruh tulang termasuk tulang rawan. Luka dan fraktur dapat
menyebabkan perdarahan . Perdarahan adalah keluarnya darah dari ruang vaskuler
( BTCLS-GADAR Medik Indonesia, 2013).

Fraktur adalah Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang dan ditentukan


sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi ketika tulang dikenai stress yang lebih besar dari
yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrim, meskipun
tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan
lunak, perdarahan ke otot dan sendi, rupture tendo, kerusakan saraf, dan kerusakan
pembuluh darah. Organ yubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh
fraktur atau akibat fragmen tulang ( Smeltzer and bare, 2002).

2.1.2 Klasifikasi Fraktur

1) Menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar di bagi menjadi
2 antara lain:
a. Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada
fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak
sekitar trauma, yaitu:
i. Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
ii. Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.

3
iii. Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
iv. Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur terbuka (opened)
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang
memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk
ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.
Derajat patah tulang terbuka :
i. Derajat I
a) Luka < 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
c) Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau koinutif ringan
d) Kontaminasi minimal
ii. Derajat II
a) Laserasi > 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
c) Fraktur kominutif sedang
d) Kontaminasi sedang
iii. Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan
neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas :
a) IIIA: Fragmen tulang masih dibungkus jaringan lunak
b) IIIB: Fragmen tulang tak dibungkus jaringan lunak terdapat pelepasan lapisan
periosteum, fraktur kontinuitif
c) IIIC: Trauma pada arteri yang membutuhkan perbaikan agar bagian distal
dapat diperthankan, terjadi kerusakan jaringan lunak hebat.

4
2) Menurut derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Patah tulang lengkap (Complete fraktur)
Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang lainya, atau garis
fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen tulang
biasanya berubak tempat.
b. Patah tulang tidak lengkap ( Incomplete fraktur )
Bila antara oatahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi patah yang
lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut green stick. Menurut Price dan
Wilson ( 2006) kekuatan dan sudut dari tenaga fisik,keadaan tulang, dan jaringan
lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada
fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.
3) Menurut bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma ada 5 yaitu:
a. Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya malintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu
tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga.
c. Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di sebabkan oleh trauma
rotasi.
d. Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong
tulang kearah permukaan lain.
e. Fraktur Afulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada
insersinya pada tulang.
4) Menurut jumlah garis patahan ada 3 antara lain:
a. Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
c. Fraktur Multiple : fraktur diman garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang
sama (Mansjoer: 2000).

5
2.1.3 Manifestasi Klinis

Menurut Brunner dan Suddarth (2002), manifestasi klinik dari faktur yaitu:
a. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme
otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
b. Bengkak/edama
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah
fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya, atau sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur.
c. Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan
sekitarnya, atau akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
d. Pemendekan tulang
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
b. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan saraf, dan terkenanya saraf karena edema.
c. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme otot. paralysis
dapat terjadi karena kerusakan saraf.
d. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya
tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
e. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.
f. Deformitas / Perubahan bentuk

6
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.

2.1.4 Etiologi
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang yang biasanya diakibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kendaraan
bermotor.
Menurut Carpenito (2000) adapun penyebab fraktur antara lain:
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu:
a. Cidera atau benturan
b. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh
karena tumor, kanker dan osteoporosis.
c. Fraktur beban
Fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru saja menambah tingkat
aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan bersenjata atau orang- orang
yang baru mulai latihan lari.

7
2.1.5 Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu
tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak
sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan
biasanya timbul hebat setelah fraktur. Selsel darah putih dan sel anast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan
terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel
tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh
darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di
tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf
perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan
jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf
maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment (Brunner dan
Suddarth, 2002).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak seimbangan,
fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai
kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah ( Smeltzer dan
Bare, 2001).
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara
lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri
dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan
prawatan diri. Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di
pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan
terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur

8
yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan
selama tindakan operasi (Price dan Wilson: 1995).

2.1.6 Pathway

Kondisi patologis
Trauma langsung Trauma tdk langsung

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang

Perubahan jaringan sekitar Pelepasan histamin

Merangsang nosiseptor
Pergeseran fragmen tulang Spasme otot (reseptor nyeri)

Nyeri Akut
Deformitas Peningkatan tekanan kapiler

Ggn fungsi ekstermitas Pelepasan histamin

Gangguan mobilitas fisik Protein plasma hilang

Edema
Laserasi kulit

Perfusi perifer tidak


Penekanan pembuluh darah efektif

Mengenai jaringan kutis dan Gangguan integritas


sub kutis kulit/jaringan

Perdarahan 9

Risiko Infeksi
Kehilangan volume cairan
Risiko syok

10
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
X-ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera. CT
scan dilakukan untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks, memperlihatkan
fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. Venogram /
Arteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler dan
menggambarkan arus vascularisasi.
b. Laboratorium
Lekosit turun/meningkat, eritrosit dan albumin turun, Hb dan hematokrit cenderung
rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila kerusakan
jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan, Ca meningkat di dalam darah,
trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal sehingga sering meningkat.
Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple,
atau cederah hati.

2.1.8 Penatalaksanaan Medis


1) Penatalaksanaan kedaruratan
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan
pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi
(circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah
lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu tejadinya
kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat
golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan
foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah
terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses
pembuatan foto. Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak
menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila
dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagain tubuh segara sebelum
pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari
kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan

11
dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan
fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan
perdarahan lebih lanjut. Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat
dikurangi dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur.
Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak
oleh fragmen tulang. Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai
sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang.
Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat
kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi
ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada,
atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus
dikaji untuk menntukan kecukupan perfusi jaringan perifer. Pada fraktur terbuka, luka
ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih
dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang
yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan diatas. Pada bagian
gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan dengan lembut,
pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin
harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan
untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
2) Penatalaksanaan bedah ortopedi
Banyak pasien yang mengalami disfungsi musculoskeletal harus menjalani pembedahan
untuk mengoreksi masalahnya. Masalah yang dapat dikoreksi meliputi stabilisasi fraktur,
deformitas, penyakit sendi, jaringan infeksi atau nekrosis, gangguan peredaran darah
(mis; sindrom komparteman), adanya tumor. Prpsedur pembedahan yang sering
dilakukan meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Interna atau disingkat ORIF (Open
Reduction and Fixation). Berikut dibawah ini jenis-jenis pembedahan ortoped dan
indikasinya yang lazim dilakukan :
a. Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang patah
setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang patah
b. Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup, plat, paku
dan pin logam

12
c. Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog) untuk
memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi atau mengganti tulang yang
berpenyakit.
d. Amputasi : penghilangan bagian tubuh
e. Artroplasti : memperbaiki masalah sendi dengan artroskop (suatu alat yang
memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar) atau
melalui pembedahan sendi terbuka
f. Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak
g. Penggantian sendi : penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau sintetis
h. Penggantian sendi total : penggantian kedua permukaan artikuler dalam sendi dengan
logam atau sintetis
i. Transfer tendo : pemindahan insersi tendo untuk memperbaiki fungsi
j. Fasiotomi : pemotongan fasia otot untuk menghilangkan konstriksi otot atau
mengurangi kontraktur fasia (Ramadhan: 2008)
3) Terapi Medis
Pengobatan dan Terapi Medis
a. Pemberian anti obat antiinflamasi seperti ibuprofen atau prednisone
b. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut
c. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot
d. Bedrest, Fisioterapi (Ramadhan: 2008)
4) Prinsip 4 R pada Fraktur
Menurut Price (1995) konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani
fraktur yaitu : rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.
a. Rekognisi (Pengenalan )
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa dan
tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali
dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas
integritas rangka. fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak.
b. Reduksi (manipulasi/ reposisi)
Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen fragmen tulang
yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk

13
memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal.
Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka.
Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak
kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada
kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai
mengalami penyembuhan (Mansjoer, 2002).
c. Retensi (Immobilisasi)
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi,
atau di pertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips, atau
fiksator eksterna. Implan logam dapat di gunakan untuk fiksasi intrerna yang brperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat yang
diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen tulang dengan memasukkan
dua atau tiga pin metal perkutaneus menembus tulang pada bagian proksimal dan
distal dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan
menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk
fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan
pelvis (Mansjoer, 2000).
d. Rehabilitasi
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk menghindari
atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan, harus segera dimulai
melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan
mobilisasi (Mansjoer, 2000).

2.1.9 Komplikasi
a. Komplikasi Awal
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada

14
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartement Syndrom
Sindrom kompartemen berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen jika
tidak ditangani segera. Sindrom kompartemen merupakan masalah yang terjadi
saat perfusi jaringan dalam otor kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan
jaringan. Biasanya pasien akan merasa nyeri pada saat bergerak. Ada 5 tanda
syndrome kompartemen, yaitu : pain (nyeri), pallor (pucat), pulsesness (tidak ada
nadi), parestesia (rasa kesemutan), dan paralysi (kelemahan sekitar lokasi
terjadinya syndrome kompartemen)
3) Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini
terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan
mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi
dan dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang
menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup
dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor),
tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.
4) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang
kurang baik. Hal ini paling sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu
kepala dan leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan
menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang
terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan

15
gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada
pasien merupakan hal yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya
melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat
menahan beban
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
7) Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang
dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous
(infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur
terbuka, luka tembus, atau selama operasi, luka tembak, fraktur tulang panjang,
fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur –
fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko
osteomyelitis yang lebih besar
b. Komplikasi Dalam Waktu Lama
1) Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan
supai darah ke tulang.
2) Non Union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa. Kadang –
kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor – faktor yang dapat
menyebabkan non union adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringan
lunak, pemisahan lebar dari fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat
patologis..
3) Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan
deformitas, angulasi atau pergeseran.

16
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Fraktur

2.2.1 Pengkajian Keperawatan

1. Identitas Pasien
Pada identitas pasien yang perlu di kaji yaitu nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan,
agama, alasan masuk dan diagnose medis .
2. Primary Survey
a. Airway ( Jalan Napas) :
Kaji :
 Bersihan jalan nafas
 Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
 Distress pernafasan
 Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
b. Breathing
Kaji :
 Frekuensi nafas, usaha nafas dan pergerakan dinding dada
 Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
 Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
c. Circulation
Kaji :
 Denyut nadi karotis
 Tekanan darah
 Warna kulit, kelembaban kulit
 Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
d. Disability
Kaji :
 Tingkat kesadaran
 Gerakan ekstremitas
 Glasgow coma scale (GCS
 Ukuran pupil dan respons pupil terhadap cahaya

17
e. Exposure/ control lingkungan
Di Rs klien harus dibuka keseluruhan pakainnya,untuk evaluasi klien. Setelah
pakaian dibuka, penting agar klin tidak kedinginan, harus diberikan selimut
hangat dan diberikan cairan intravena yang sudah dihangatkan.
3. Secondary Survey
1. Kaji riwayat trauma, mengetahui riwayat trauma, karena penampilan luka
kadang tidak sesuai dedngan parahnya cidera, jika ada saksi seseorang dapat
menceritakan kejadiannya sementara petugas melakukan pemeriksaan klien.
2. Kaji seluruh tubuh dengan pemeriksaan fisik dari kepala sampai kaku secara
sistematis, inspeksi adanya laserasi bengkak dan deformitas.
3. Kaji kemungkinan adanya fraktur multiple:
b. Trauma pada tungkai akibat jatuh dari ketinggian sering disertai dengan
trauma  pada lumbal.
c. Trauma pada lutut saat pasien jatuh dengan posisi duduk dapat disertai
dengan trauma panggul .
d. Trauma lengan sering menyebabkan trauma pada siku sehingga lengan
dan siku harus dievakuasi bersamaan.
e. Trauma proksimal fibula dan lutut sering menyebabkan trauma pada
tungkai  bawah.
4. Kaji adanya nyeri pada area fraktur dan dislokasi .
5.Kaji adanya krepitasi pada area fraktur .
6.Kaji adanya perdarahan dan syok terutama pada fraktur pelvis dan femur.
7.Kaji adanya sindrom kompartemen, fraktur terbuka, tertutup dapat menyebabkan
perdarahan atau hematoma pada daerah yang tertutup sehingga menyebabkan
penekanan saraf.

18
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Circulation
a. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan trauma
b. Risiko syok yang dibuktikan oleh hypovolemia
2. Disability
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens pencedera fisik

2.2.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa
No SLKI SIKI
Keperawatan
1. Perfusi perifer Label : perfusi perifer Label : Perawatan Sirkulasi
tidak efektif Setelah dilakukan asuhan Observasi
berhubungan keperawatan selama ... x ... 1. Periksa sirkulasi perifer (denyut
dengan trauma jam, diharapkan perfusi nadi perifer, edema, waktu
jaringan perifer pasien pengisian kapiler, warna, suhu,
menjadi efektif dengan anklebrachial index)
kriteria hasil: 2. Identifikasi factor resiko
- Denyut nadi perifer gangguan sirkulasi (Diabetes,
membaik perokok,orang tua, hipertensi dan
- Warna kulit pucat kadar kolestrol tinggi )
menurun 3. Monitor panas , kemerahan ,
- pengisisan kapiler nyeri, atau bengkak pada
membaik ekstremitas
- akral hangat Terapeutik
- turgor kulit 1. Hindari pemasangan infuse atau
membaik pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
2. Hindari pengukuran tekanan
darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi

19
3. Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet pada area
yang cedera
4. lakukan pencegahan infeksi
5. Lakukan perawatan kaki dan
kuku
6. Lakukan hidrasi
Edukasi
1. Anjurkan berhenti merokok
2. anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan mengecek air mandi
untuk menghindari kulit
terbakar
4. Anjurkan mengguakan obat
penurun tekanan darah ,
antikoagulan,dan penurunan
kolestrol jika perlu
5. Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur
6. Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyeka
beta
7. Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang tepat
(melembabkan kulit kering
pada kaki )
8. Anjurkan program rehabilitasi
vascular
9. Ajarkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi

20
( rendah lemak jenuh, minyak
ikan omega 3)
10. Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan
( rasa sakit yang tidak hilang
saar ostirahat , luka tidak
sembuh , hilangya rasa ).
2. Risiko syok yang Label : Tingkat syok Label : Pencegahan Syok
dibuktikan oleh Setelah dilakukan asuhan Observasi
hipovolemia keperawatan selama ... x … 1. Monitor status kardiopulmonal
jam, pasien tidak ( Frekuensi dan kekuatan nadi ,
mengalami syok dengan frekuensi napas , TD, MAP)
kriteria hasil : 2. Monitor status oksigenasi
1. Kekuatan nadi (oksimetri nadi , AGD)
meningkat 3. Monitor status cairan ( masukan
2. Output urine meningkat dan haluaran , turgor kulit , CRT)
3. Akral dingin menurun 4. Monitor tingkat kesadran dan
4. Pucat menurun respon pupil
5. Mean arterial pressure 5. Periksa riwayat alergi
membaik Terapeutik
6. Tekanan darah sistolik 1. Berikan oksigen untuk
membaik mempertahankan saturasi oksigen
7. Tekanan darah diastolic >94%
membaik 2. Persiapkan intubasi dan ventilasi
8. Tekanan nadi membaik mekanis , jika perlu
9. Pengisian kapiler 3. Pasang jalur IV , jika perlu
membaik 4. Pasang kateter urine untuk
10. Frekuensi nadi menilai produksi urine , jka perlu
membaik 5. Lakukan skin test untuk
Frekuensi napas membaik mencegah reaksi alergi
Edukasi

21
1. Jelaskan penyebab/factor syok
2. Jelaskan tanda dan gejala awal
syok
3. Anjurkan melapor jika
menemukan/merasakan tanda dan
gejala awal syok
4. Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
5. Anjurkan menghindari allergen
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian IV , jika
perlu
2. Kolaborasi pemberian transfuse
darah , jika perlu
3. Kolaborasi pemberian
antiinflamasi , jika perlu

3. Nyeri akut Label : Tingkat Nyeri Label: Manajemen Nyeri


berhubungan setelah dilakukan intervensi Observasi:
dengan agen selama ..x….jam, 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
pencedera fisik diharapkan nyeri akut dapat durasi, frekuensi, kualitas,
diatasi dengan kriteria intensitas nyeri.
hasil: 2. Identifikasi skala nyeri
- Keluhan nyeri 3. Identifikasi respon nyeri non
menurun verbal
- Meringis menurun 4. Identifikasi factor yang
- Sikap protektif memperberat dan memperingan
menurun nyeri
- Kesulitan tidur 5. Identifikasi pengetahuan dan
menurun keyakinan tentang nyeri
Frekuensi nadi membaik 6. Identifikasi pengaruh budaya

22
terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
9. Monitor efek saming penggunaan
analgetik
Terapeutik :
1. Berikan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresure, terapi music,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat atau
dingin, terapi bermain)
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri.
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri

23
4. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
5. Ajarkan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

1.2.4 Implementasi Keperawatan


Dilaksanakan sesuai dengan intervensi.

1.2.5 Evaluasi Keperawatan


a. Evaluasi Formatif ( Merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap klien
terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan )
b. Evaluasi Sumatif ( merefleksikan rekapitulasi dan synopsis observasi dan analisis
mengenai status kesehatan klien terhadap waktu ). ( Poer, 2012 )

24
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas atau kesenambungan tulang dan sendi, baik
sebagian atau seluruh tulang termasuk tulang rawan. Luka dan fraktur dapat menyebabkan
perdarahan . Perdarahan adalah keluarnya darah dari ruang vaskuler ( BTCLS-GADAR
Medik Indonesia, 2013). Fraktur adalah Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi ketika tulang dikenai stress yang lebih
besar dari yang dapat diabsorpsinya.
Menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar di bagi menjadi
2 antara lain: Fraktur tertutup (closed) dan Fraktur terbuka (opened).
Tanda gejala fraktur yaitu : Nyeri, Bengkak/edama, Memar/ekimosis, Pemendekan
tulang, Penurunan sensasi, Gangguan fungsi, Mobilitas abnormal, Krepitasi dan Deformitas /
Perubahan bentuk
Menurut Carpenito (2000) adapun penyebab fraktur antara lain:
a. Kekerasan langsung
b. Kekerasan tidak langsung
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Prinsip 4 R pada Fraktur
a. Rekognisi (Pengenalan )
b. Reduksi (manipulasi/ reposisi)
c. Retensi (Immobilisasi)
d. Rehabilitasi
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan
pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi
(circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi,
baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara terperinci.

25
3.2 Saran
Dengan pembuatan makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu mengerti, memahami
mengenai asuhan keperawatan gawat darurat pada musculoskeletal dengan kasus fraktur dan
bisa mengaplikasikannya ketika praktek di IGD.

26

Anda mungkin juga menyukai