Anda di halaman 1dari 5

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala


Volume 4, Nomor 3: 96-100 E-ISSN : 2540-9492
Juli 2020

PENGARUH JUMLAH MIKROFILARIA PADA ANJING PENDERITA Dirofilaria immitis


TERHADAP ANGKA KEMATIAN NYAMUK Culex quinquefasciatus ISOLAT LAPANG

Effect Of Microfilirae On Dogs With Dirofilaria immitis On the Mortality Rate Of Culex quinquefasciatus With Isolate

Afifah Nur Oriyasmi1, T. Fadrial Karmil2,Winaruddin 3, Farida Athaillah 4, Abdullah Hamzah 5, Ummu Balqis 6, M. Daud AK7
1 Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
2 Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Email: t.fadrialkarmil@unsyiah.ac.id

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah mikrofilaria pada anjing penderita D.
immitis terhadap angka kematian nyamuk Cx. quinquefaciatus isolat lapang. Sampel yang digunakan adalah
empat ekor anjing, tiga ekor anjing yang terinfeksi D. immitis dengan jumlah mikrofilaria tingkat infeksi 330
mf/ml darah, 1.430 mf/ml darah, dan 10.395 mf/ml darah serta satu anjing sebagai control (negatif D. immitis).
Nyamuk Cx. quinquefasciatus yang diinfeksikan dengan berbagai tingkat infeksi mikrofilaria tersebut diamati
angka kematian nyamuk selama 13 hari. Hasil penelitian menujukan bahwa angka k ematian nyamuk Cx.
quinquefasciatus dengan tiga tingkatan infeksi terjadi kematian yang tinggi pada hari ke-10 infeksi berat 31,56
%, sedang 21,7 % dan ringan 15.4 % hal ini disebabkan oleh pergerakan dan aktivitas biologis larva yang dapat
merusak tubulus malpighia. Sehingga dapat disimpulkan Angka kematian nyamuk Cx. quinquefasciatus dengan
jumlah mikrofilaria tinggi (10.395 mf/ ml darah ) adalah 13,1 %, tingkat infeksi sedang ( 1.430 mf/ml darah )
adalah 10,4 % dan tingkat rendah ( 330 mf/ml darah ) adalah 9,1 % serta kontrol 0,2 % . Sehingga semakin
tinggi tingkat infeksi mikrofilaria maka semakin tinggi angka kematian nyamuk.
Kata kunci : Dirofilaria immitis,Mikrofilaria, Nyamuk Culex quinquefasciatus.
.
ABSTRACT
This study aims to determine the effect of the number of microfilariae in dogs with D. immitis to
mosquito mortality. Cx quinquefaciatus isolate field. The samples used were four dogs, three dogs infected with
D. immitis with microfilaria number of infection rate 330 mf / ml blood, 1,430 mf / ml blood, and 10,395 mf / ml
of blood and one dog as control (negative D. immitis) . Mosquito Cx. quinquefasciatus infected with various
levels of microfilaria infection was observed mortality rate for 13 days. The results showed that the mortality
rate Cx. quinquefasciatus with three levels of infection occurs high mortality on day 10 this is caused by the
movement and biological activity of larvae that can damage the tubule malpighia. So it can be concluded
mosquito mortality rate. Cx quinquefasciatus with high microfilariae (10.395 mf / ml blood) was 13.1%,
moderate infection rate (1.430 mf / ml blood) was 10.4% and low level (330 mf / ml blood) was 9.1% and
control 0.2%. So the higher the rate of microfilaria infection, the higher the mortality rate of mosquitoe..
Keyword : Dirofilaria immiti, microfilariae, mosquito Culex quinquefasciatus.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dirofilaria immitis (D. immitis) adalah penyebab penyakit parasit pada anjing yang dikenal
sebagai cacing jantung yang hidup pada ventrikel kanan dan arteri pulmonalis (Aranda et al., 1998).
Infeksi cacing jantung atau dirofilariasis yang disebabkan oleh D. immitis telah tersebar luas di daerah
tropis dan subtropis (Aranda et al., 1998; Bolio Gonzalez et al., 2007). Dirofilaria immitis berada di
ventrikel kanan anjing mengeluarkan mikrofilaria (mf) dan berkembang menjadi larva infektif pada
nyamuk, ketika nyamuk menghisap darah melalui ingesti, larva infektif terletak di proboscis nyamuk
yang akan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk dan akan menginfeksi host jika menghisap darah
host lainnya (Tiawsiriup and Nithuithai, 2006).

96
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Volume 4, Nomor 3: 96-100 E-ISSN : 2540-9492
Juli 2020

Mikrofilaria dapat ditemukan dalam sirkulasi darah anjing reservoir setiap waktu, akan tetapi
angka mikrofilaremik umumnya mengikuti pola periodisitas yang berbeda setiap geografis atau iklim
dalam tubuh vektor (Karmil, 2002). Mikrofilaria dalam darah anjing tidak selamanya dapat dideteksi.
Keadaan ini disebut sebagai occult heartworm infection sebanyak 14,27–37,6% dari anjing penderita
dirofilariosis di Aceh, Jakarta, Bogor dan Bali tergolong occult infection (Karmil, 2002). Kondisi
serupa juga di temukan pada 10–67% anjing yang terinfeksi D. immitis di Korea (Byeon et al. 2007).
Di Indonesia, secara eksperimen telah di ketahui bahwa Ae. aegypti, Ae. albopictus dan Cx.
quinquefasciatus, Ar. subalbatus dapat menjadi vektor D .immitis (Karmil, 1996; Hadi dan Karmil,
1998). Larva D. immitis dapat berkembang menjadi L3 di dalam tubuh nyamuk, genus Culex, Aedes,
Psorophora, Manoinia atau Anopheles. Spesies yang dapat menjadi vektor D. immitis adalah spesies
yang tidak mempunyai buccopharyngeal yang dapat merusak kutikula mikrofilaria sehingga
menghambat perkembanganya menjadi larva infektif (Manfredi et al, 2007).
Menurut Karmil (2002) viabilitas kumulatif vektor D. immitis dipengaruhi oleh angka
mikrofilaremik. Hasil penelitian menggunakan Ae. albopictus isolat lapang daerah Aceh yang
diberikan darah anjing reservoir dengan angka mikrofilaremik 7.200-78.000 mf/ml darah, ternyata
nyamuk yang diberikan darah anjing reservoir dengan angka mikrofilaremik yang rendah lebih
bertahan hidup dibandingkan dengan nyamuk yang di berikan dengan darah anjing reservoir dengan
angka mikrofilaremik tinggi. Pola ini berlaku untuk semua jenis nyamuk, perbedaan angka viabilitas
kumulatif vektor infektif antara jenis nyamuk tergantung dari perbedaan tingkat resistensinya terhadap
mikrofilaria. Di Aceh Cx. quinquefasciatus, Ae. albopictus dan Ae. aegypti daya hidupnya lebih rendah
bila diberikan suplai darah dari anjing reservoir dengan tingkat mikrofilaremik tinggi (78.000mf/ml
darah). Semakin tinggi tingkat mikrofilaremik semakin tinggi angka kematian nyamuk (Karmil, 2002).

MATERIAL DAN METODE PENELITIAN


Penelitian ini bersifat surveilans laboratory pada berbagai tingkat infeksi CHD. Penelitian ini
mengunakan 4 ekor anjing. 3 ekor terinfeksi D. immitis serta 1 ekor negatif D. immitis. Selanjutnaya
dilakukan pemeriksaan mf menggunakan ternik Modified Fadrial Tehnique (MFT) (Karmil, 2002).
Nyamuk yang digunakan adalah Cx. quinquefasciatus isolat lapang yang di ambil di sekitar kampus
Universitas Syiah Kuala yang selanjutnya akan dihisapkan kepada anjing tingkat mikrofilaria 330
mf/ml darah, 1.430 mf/ml darah dan 10.395 mf/ ml darah seta pada anjing kontrol dan akan dihitung
angka kematian nyamuk Cx. Quinquefasciatus. Pada penelitian mengunakan alat berupa spuit, tabung
vacutainer, coolbox, sentrifus makro, tabung sentrifus, pipet tetes, mikroskop, object glass, cover glass,
single chanel mikropipet dan aspirator. Adapun bahan yang di gunakan dalam penelitian ini
berupa es balok, EDTA, darah anjing terinfeksi D. immitis, alkohol 70 %, cairan nano, tissue, dan
kapas.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil pengamatan setelah nyamuk Cx. quiquefasciatus dihisapka darah pada 4 ekor anjing, 3
anjing yang terinfeksi D. immitis dengan jumlah mikrofilaria tingkat ringan 330 mf/ml darah , tingkat
sedang 1.430 mf/ml darah, tingkat berat 10.395 mf/ml darah dan 1 ekor anjing sebagai kontrol (negatif
D. immitis ). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.

97
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Volume 4, Nomor 3: 96-100 E-ISSN : 2540-9492
Juli 2020

35

30

Persentase (%) 25

20
Kontrol
10.395 mf/ml
15
1.430 mf/ml
10 330 mf/ml

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Hari Pengamatan

Gambar 7. Grafik Angka Kematian Nyamuk Cx. Quinquefasciatus


Angka kematian nyamuk kontrol relatif stabil. Sedangkan pada angka kematian nyamuk yang
diinfeksikan pada anjing terinfeksi D. immitis mengalami angka kematian yang berbeda pada setiap
tingkatan infeksi.
Berdasarkan Gambar 1 diatas jumlah angka kematian nyamuk mengalami kenaikan pada hari
ke-1 pada semua tingkat infeksi berat (23,3 %), sedang (16,7 %) dan ringan (13,3 %). Kematian ini
mungkin diakibatkan oleh keberadaan mikrofilaria di dalam tubuh nyamuk. Secara umum pada hari 1
setelah menghisap darah sebagian besar larva dari semua jenis nyamuk berada pada bagian abdomen
dan sisanya larva hidup di bagian kaput dan thoraks (Karmil,2002). Menurut Apperson et al (1989) hal
ini terjadi disebabkan oleh pergerakan dan aktivitas biologis larva dalam tubulus malpighia.
Mikrofilaria dalam midgut akan menimbulkan kerusakan dengan melakukan perporasi untuk mencapai
buluh malpigi yang merusak tempat berkembangnya mikrofilaria dan larva selama berada dalam tubuh
nyamuk (Apperson et al., 1989 ). Adanya larva intra seluler menimbulkan kerusakan umum dan
gangguan fungsi tubulus malphigia yang mengancam kehidupan vektor (Konish, 1989).
Angka kematian nyamuk meningkat kembali pada hari ke-3 pada infeksi sedang 1.430 mf/ml
darah (13,1 %) dan pada hari ke-4 pada infeksi berat 10.395 mf/ml darah (15,8 %) dan ringan 330
mf/ml darah (14.8 %). Pada penelitian Karmil (2002) pada Cx. quiquefasciatus dan Ae. aegypty pada
hari ke-3 masih ditemukan sisa larva hidup di bagian thoraks dan kaput dan bahwa laju kematian vektor
terlihat pada hari 3-4 setelah menghisap darah terjadi akibat peristiwa perforasi dinding usus yang
dilakukan oleh mikrofilaria, untuk bermigrasi dari usus tengah menuju tubulus malphigian. Didalam
tubulus malpighian terjadi perkembangan mikrofilaria yaitu dari larva stadium I (L1) yang berbentuk
sosis sampai menjadi larva stadium II (L2). Selanjutnya larva akan berkembang menjadi III (L3) yang
merupakan bentuk infektif dan keluar dari tubulus malpighi menuju daerah toraks dan terus kedaerah
cephalic nyamuk. (Zulhasril dan Esther, 2008).
Angka kematian tinggi kembali pada hari ke-10 Pada semua tingkatan infeksi berat (31,56 %),
sedang (21,7 %) dan (15,4 %). Menurut Karmil (2002) hal ini terjadi akibat peristiwa perforasi

98
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Volume 4, Nomor 3: 96-100 E-ISSN : 2540-9492
Juli 2020

dinding tubulus malphigi dan dinding usus oleh aksi L3 untuk bermigrasi ke bagian thoraks dan kaput
vektor dan selanjutnya siap untuk pindah ke inang defenitif ini terjadi pada hari ke- 8-10. Pada nyamuk
Ae. albopictus dan Cx. tritaeniorhychus di Jepang angka kematian meningkat pada hari ke-10
disebabkan oleh aktifitas pergerakan larva yang aktif yang dapat menyebabkan kerusakan dan ganguan
buluh malpigi. (Konishi, 1989). Perkembangan larva dalam tubulus malpighi mempunyai efek terhadap
aktivitas terbang nyamuk. Perkembangan larva dalam tubulus malpighi akan mempengaruhi vektor dan
menyebabkan kematian. Penurunan aktivitas terbang pada semua nyamuk yang terinfeksi terjadi pada
saat perkembangan parasit menjadi L2 dalam tubulus malpighi dan juga terjadi pada saat L3
meninggalkan tubulus malpighi. Menurunnya aktivitas terbang spontan sering dihubungkan dengan
kerusakan tubulus malpighi. Kerusakan mekanis pada tubulus malpighi oleh mikrofilaria D. immitis
yang bergerak sangat aktif sehinga menyabakan kematiaan. ( Zulhasril dan Esther, 2008).
Angka kematian nyamuk Cx. quinquefasciatus yang menghisap darah anjing dengan angka
mikrofilaremik (10.395 mf/ml darah) lebih sedikit bertahan hidup dari pada nyamuk yang menghisap
darah anjing dengan angka mikrofilaremik (1.430 mf/ ml darah) dan (330 mf/ ml darah). Nyamuk yang
menghisap darah anjing dengan angka mikrofilaremik (1.430 mf/ml darah) lebih sedikit bertahan hidup
dari pada nyamuk yang menghisap darah anjing dengan angka mikrofilaremik (330 mf/ml darah) dan
nyamuk yang menghisap darah dengan angka mikrofilaria (330 mf/ml darah) lebih banyak bertahan
hidup dari angka mikrofilremik (10.395 mf/ml darah) dan (1.430 mf/ml darah). Tingginya angka
kematian nyamuk pada setiap tingkatan infeksi ini disebabkan oleh migrasi mikrofilaria pada tubuh
nyamuk (Zulhasril dan Esther 2008).
Hasil penelitia Karmil (2002) mengunakan Ae. albopictus isolat lapang Aceh yang diberikan
darah anjing reservoir dengan angka mikrofilaremik 7.200- 78.000 mf/ml darah, ternyata nyamuk yang
diberikan darah anjing reservoir dengan angka mikrofilaremik yang rendah lebih bertahan hidup
dibandingkan dengan nyamuk yang diberikan dengan darah anjing reservoir dengan angka
mikrofilaremik tinggi. Pola ini berlaku untuk semua jenis nyamuk, perbedaan angka viabilitas
kumulatif vektor infektif antara jenis nyamuk tergantung dari perbedaan tingkat resistensinya terhadap
mikrofilaria. Di Aceh Cx.quinquefaciatus, Ae. Albopictus dan Ae. Aegypti daya hidupnya lebih rendah
bila diberikan suplai darah dari anjing reservoir dengan tingkat mikrofilaremik tinggi (78.000 mf/ml
darah). Semakin tinggi tingkat mikrofilaremik semakin tinggi angka kematian nyamuk.

PENUTUP
Kesimpulan
Angka kematian nyamuk Cx. quinquefasciatus dengan jumlah mikrofilaria tinggi (10.395 mf/
ml darah ) adalah 13,1 %, tingkat infeksi sedang ( 1.430 mf/ml darah ) adalah 10,4 % dan tingkat
rendah ( 330 mf/ml darah ) adalah 9,1 % serta kontrol 0,2 %. Sehingga semakin tinggi tingkat infeksi
mikrofilaria maka semakin tinggi angka kematian nyamuk.

Saran
Penelitian selanjutnya dapat mengamati vektor setelah lebih dari 13 hari.

DAFTAR PUSTAKA
Apperson. C.S B. Engber dan J.F. Livine. 1989. Relative Suitability of Aedes albopictus and Aedes
aegypti in North Corolina to Support Development of Dirofilaria immitis, J. Am. Mosq. Ctrl.
Assoc. 5(3): 337-382.
Aranda C, Panyella O, Eritja R, Castella J. 1998. Canine filariasis importance and transmission in the
Baix Llobregat area, Barcelona (Spain). Vet Parasitol, 77: 267–275.

99
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Volume 4, Nomor 3: 96-100 E-ISSN : 2540-9492
Juli 2020

Bolio-Gonzalez ME, Rodriguez-Vivas RI, Sauri-Arceo CH, Gutierrez-Blanco E, Ortega-Pacheco A,


Colin-Flores RF. 2007. Prevalence of the Dirofilaria immitis infection in dogs from Merida,
Yucatan, Mexico. Vet Parasitol, 148: 166–169.
Byeon KH, Kim BJ, Kim SM, Yu HS, Jeong HJ, Ock MS. 2007. A serological survey of Dirofilaria
immitis infection in pet dogs of Busan, Korea, and effects of chemoprophylaxis. Korean
Journal of Parasitology. 45(1):27 – 32.
Hadi, U. K. dan T. F. Karmil. 1998. Studi Peranan Nyamuk Armigeres subalbatus Sebagai Vektor
Dirofilaria immitis. Bulleting Ilmiah GAKURYOU (in press).
Karmil T. F. 2002. Studi Biologis dan Potensi Vektor Alami Dirofilaria immitis sebagai landasan
penyiapan bahan hayati. Disertasi. IPB.
Karmil, T. F. 1996. Perkembangan Mikrofilaria Dirofilaaria immitis Temuan Lokal dalam Tubuh
Nyamuk Aedes aegepti Strai Liverpool yang Diinfeksikan Secara Terkendalai . Thesis.
Program pascasarjana Insitut Pertanian Bogor, 85 hal.
Konishi, E. 1989. Culex tritaeniorchinchus and Aedes albopictus (Diftera: culicidae) as Natural vector
of Dirofilaria immitis (Spirurida: Filariidae) in Miki City. Japan med.Entemol. 26(4):420-424.
Manfredi MT, Di Cerbo A, Genchi M. 2007.Biology of Filarial Worms Parasitizing Dogs and Cats.
Di dalam Cringoli G, editor Mappe Parasitologiche. Department of Pathology and Animal
Health Faculty of Veterinary Medicine University of Naples Federico II. Italy. 39-46.
Tiawsirisup, S. & Nithiuthai, S., 2006, Vector Competence of Aedes aegypti (L.) And Culex
quinquefasciatus (Say) for Dirofilaria imitis (Leidy). http://www.tm.mahidol.ac.th/ .
Zulhasril dan Esther. 2008. Kepekaan Aedes aegypti terhadap Mikrofilaria Dirofilaria immitis. Majalah
Kedokteran FK UKI 2008 Vol XXVI No.2.

100

Anda mungkin juga menyukai