PENCEMARAN UDARA C
Oleh:
Kelompok 1
1. Atikah Syafitri (1910941028)
2. Loli Pratiwi (1910942009)
3. Annisa Farras Aufa (1910942015)
4. Daffa Naufal Rizal (1910943009)
Dosen Pengampu:
Resti Ayu Lestari, S.T, M.T
PENDAHULUAN
Pencemaran udara akan terus berlangsung sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi.
Dengan semakin berkembangnya kehidupan ekonomi, masyarakat akan semakin banyak
menggunakan bahan-bahan berteknologi tinggi yang dapat menimbulkan pencemaran udara
seperti motor dan mobil. Hal ini memberikan kontribusi besar dalam menurunkan kwalitas
udara yang dapat mengganggu kenyamanan, kesehatan dan bahkan keseimbangan iklim
global.
Kualitas udara sangat dipengaruhi oleh besar dan jenis sumber pencemar yang ada seperti
dari kegiatan industri, kegiatan transportasi dan lain-lain. Masing-masing sumber pencemar
yang berbeda-beda baik jumlah, jenis, dan pengaruhnya bagi kehidupan. Pencemar udara
yang terjadi sangat ditentukan oleh kualitas bahan bakar yang digunakan, teknologi serta
pengawasan yang dilakukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pencemaran udara merupakan masalah yang banyak terjadi di kota besar, salah satunya
adalah Kota Surabaya. Pencemaran udara paling banyak diakibatkan oleh kendaraan
bermotor. Salah satu gangguan kesehatan yang dapat timbul akibat pencemaran udara adalah
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Gas SO2 merupakan zat pencemar udara dan
merupakan salah satu faktor risiko kejadian ISPA.
Hasil penelitian ini menunjukkan kualitas udara di Kota Surabaya masih tergolong baik
dengan rata-rata kadar SO2 di Kecamatan Rungkut adalah 11,06 μg/m3, sedangkan kadar
SO2 di Kecamatan Jambangan adalah 6,01 μg/m3. Sementara itu, kejadian ISPA di
Kecamatan Rungkut adalah 12,73 per 1.000 penduduk dan 25,12 per 1.000 penduduk di
Kecamatan Jambangan. Ada hubungan antara kejadian ISPA dengan kadar SO2 di
Kecamatan Rungkut dengan koefisien korelasi 0,42 (nilai p = 0,036). Sebaliknya, di
Kecamatan Jambangan menghasilkan koefisien korelasi -0,45 (nilai p = 0,024) antara
kejadian ISPA dengan kadar SO2.
Pada saat yang sama, tingkat hunian di Kecamatan Jambangan 11.769 jiwa / km 2. Salah
satu faktor penyebab tingginya kejadian ISPA adalah kepadatan hunian. Kepadatan hunian
adalah Mengurangi penyebaran ISPA. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati
pada tahun 2007, Mengenai kepadatan hunian kejadian ISPA di tempat penampungan IDP,
diketahui kepadatan hunian adalah Tinggi akan meningkatkan kejadian ISPA.
Gambar 2 juga memberikan informasi mengenai penurunan kejadian ISPA dari tahun
2013 hingga 2015. Menurunnya insiden ISPA dikaitkan dengan peningkatan program
pengendalian ISPA. Program pengendalian ISPA dimulai pada tahun 1984. Pada tahun 1990,
WHO mengeluarkan rencana pengendalian ISPA global. Program pengendalian ISPA baru
saja dimulai Fokus hanya pada pengendalian pneumonia pada anak di bawah usia 5 tahun.
Kemudian program pengendalian ISPA ditingkatkan dengan Tingkatkan prosedur
pengendalian ISPA selama ≥5 tahun dan persiapkan untuk pandemi influenza dan penyakit
pernapasan Potensi wabah. Pemerintah Indonesia merilis rencana Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) pada 2014 Memberi warga layanan medis yang nyaman.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Infeksi akut yang menyerang salah satu
bagian/lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus,
rongga telinga tengah, pleura) (WHO, 2011). ISPA merupakan penyakit umum yang terjadi
pada masyarakat dan sering dianggap biasa atau tidak membahayakan. ISPA adalah penyakit
saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular yang dapat menimbulkan berbagai
spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala sampai penyakit yang parah dan
mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan dan faktor pejamu.
Sekelompok penyakit yang termasuk ISPA adalah pneumonia, influenza, dan pernapasan
syncytial virus (RSV). Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh virus atau bakteri.).
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi saluran
pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah infeksi saluran
pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari, pada organ pernapasan berupa hidung sampai
gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan
selaput paru.
Salah satu faktor penyebab ISPA juga yaitu keadaan lingkungan fisik dan pemeliharaan
lingkungan rumah. Pemeliharaan lingkungan rumah dengan cara menjaga kebersihan
didalam rumah, mengatur pertukaran udara dalam rumah, menjaga kebersihan lingkungan
luar rumah dan mengusahakan sinar matahari masuk ke dalam rumah disiang hari, supaya
pertahanan udara didalam rumah tetap bersih sehingga dapat mencegah kuman dan
termasuk menghindari kepadatan penghuni karena dianggap meningkatnya terjadinya ISPA
(Maryuni,2010).
2. Iritasi pada mata, hodung, tenggorokan, sinus, dan lainnya bila terpapar
konsentrasi tinggi secara terus menerus
3.1 Kesimpulan
1. Hubungan SO2 dengan kejadian ISPA terjadi di semua lokasi penelitian yaitu
Kecamatan Rungkut dan Kecamatan Jambangan. Hubungan yang terjadi masuk
dalam kategori sedang di dua kecamatan tersebut;
3.2 Saran
2. Selain itu juga untuk mencegah peningkatan pencemaran udara khususnya gas SO2
adalah dengan merencanakan pembangunan transportasi masal yang terintergrasi.
Transportasi masal ini diharapkan dapat menurunkan penggunaan kendaraan pribadi.
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, “Hubungan Kualitas Udara Ambien dengan Kasus ISPA, Bronkitis, Asma di DKI
Jakarta Tahun 2003/2004,” Universitas Indonesia, 2004.
C. Sandra, “Pengaruh Penurunan Kualitas Udara Terhadap Fungsi Paru dan Keluhan
Pernafasan pada Polisi Lalu Lintas Polwiltabes Surabaya,” J. IKESMA, vol. 9, pp.
1–7, 2013.
H. Iqbal, Analisis Data Penelitian dengan Statistik Jakarta. Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
I. Entjang, Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti Bandung, 1991.
J. Zhang and K. R. Smith, “Indoor air pollution: a global health concern,” Br. Med. Bull.,
vol. 68, pp. 209–25, 2003.