Anda di halaman 1dari 11

TUGAS PERTEMUAN VI-VII

PENCEMARAN UDARA C

“Kadar SO2 dan Kejadian ISPA di Kota Surabaya menurut Tingkat


Pencemaran yang berasal dari Kendaraan Bermotor”

Oleh:
Kelompok 1
1. Atikah Syafitri (1910941028)
2. Loli Pratiwi (1910942009)
3. Annisa Farras Aufa (1910942015)
4. Daffa Naufal Rizal (1910943009)

Dosen Pengampu:
Resti Ayu Lestari, S.T, M.T

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang


kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu
dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan daya dukungan bagi
mahluk hidup untuk hidup secara optimal. Namun, saat ini kualitas udara sangat
memprihatinkan akibat pencemaran udara.

Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat


memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain
industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Berbagai kegiatan tersebut merupakan
kontribusi terbesar dari pencemar udara yang dibuang ke udara bebas. Sumber pencemaran
udara juga dapat disebabkan oleh berbagai kegiatan alam, seperti kebakaran hutan, gunung
meletus, gas alam beracun, dll. Dampak dari pencemaran udara tersebut adalah menyebabkan
penurunan kualitas udara, yang berdampak negatif terhadap kesehatan manusia.

Pencemaran udara merupakan masalah yang memerlukan perhatian khusus, khususnya


untuk daerah-daerah kota besar. Pencemaran udara yang ada dapat berasal dari asap
kendaraan bermotor, asap pabrik ataupun partikel-partikel yang lain. Saat ini mulai dilakukan
upaya pemantauan pencemaran udara. Dari hasil pemantauan tersebut diketahui ada beberapa
parameter yang cukup memprihatinkan, diantaranya: debu (partikulat), Sulfur Dioksida
(SO2), Oksida nitrogen (NOx), Carbon dioksida (CO) dan hidrokarbon (HC). Pencemar
lainnya adalah timbal (Pb) yang dikandung dalam bensin (Premium). Keberadaan timbal (Pb)
di udara dapat membahayakan bagi kesehatan manusia.

Pencemaran udara akan terus berlangsung sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi.
Dengan semakin berkembangnya kehidupan ekonomi, masyarakat akan semakin banyak
menggunakan bahan-bahan berteknologi tinggi yang dapat menimbulkan pencemaran udara
seperti motor dan mobil. Hal ini memberikan kontribusi besar dalam menurunkan kwalitas
udara yang dapat mengganggu kenyamanan, kesehatan dan bahkan keseimbangan iklim
global.
Kualitas udara sangat dipengaruhi oleh besar dan jenis sumber pencemar yang ada seperti
dari kegiatan industri, kegiatan transportasi dan lain-lain. Masing-masing sumber pencemar
yang berbeda-beda baik jumlah, jenis, dan pengaruhnya bagi kehidupan. Pencemar udara
yang terjadi sangat ditentukan oleh kualitas bahan bakar yang digunakan, teknologi serta
pengawasan yang dilakukan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Studi Kasus

Pencemaran udara merupakan masalah yang banyak terjadi di kota besar, salah satunya
adalah Kota Surabaya. Pencemaran udara paling banyak diakibatkan oleh kendaraan
bermotor. Salah satu gangguan kesehatan yang dapat timbul akibat pencemaran udara adalah
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Gas SO2 merupakan zat pencemar udara dan
merupakan salah satu faktor risiko kejadian ISPA.

Hasil penelitian ini menunjukkan kualitas udara di Kota Surabaya masih tergolong baik
dengan rata-rata kadar SO2 di Kecamatan Rungkut adalah 11,06 μg/m3, sedangkan kadar
SO2 di Kecamatan Jambangan adalah 6,01 μg/m3. Sementara itu, kejadian ISPA di
Kecamatan Rungkut adalah 12,73 per 1.000 penduduk dan 25,12 per 1.000 penduduk di
Kecamatan Jambangan. Ada hubungan antara kejadian ISPA dengan kadar SO2 di
Kecamatan Rungkut dengan koefisien korelasi 0,42 (nilai p = 0,036). Sebaliknya, di
Kecamatan Jambangan menghasilkan koefisien korelasi -0,45 (nilai p = 0,024) antara
kejadian ISPA dengan kadar SO2.

2.2 Analisa Kasus


1. Kadar SO2
Pada gambar 1 kita bisa lihat bahwa jumlah data di Kecamatan Rungkut lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah data di Kecamatan Jambangan. Perbedaan jumlah data ini
karena stasiun pemantauan tatap di Kecamatan Jambangan baru dibangun pada bulan
Agustus 2013. Sedangkan stasiun pemantauan tetap di Kecamatan Rungkut dibangun pada
tahun 2012.
Pada Agustus 2014, Kabupaten Rungkut memiliki kandungan SO2 tertinggi yaitu 22,94
µg / m3. Pada April 2015 kadar SO2 terendah adalah 0,71 µg / m 3. Gambar 1 memberikan
informasi tentang peningkatan signifikan pada kadar SO2 dari Agustus 2013 hingga Oktober
2014. Berdasarkan hasil wawancara ditemukan bahwa peningkatan kadar SO2 disebabkan
oleh adanya kegiatan pengomposan di dekat stasiun pemantauan. SO2 merupakan pencemar
udara yang mungkin berasal dari aktivitas alam yaitu gunung merapi atau pembusukan
bahan organik. Kemudian pada bulan Oktober 2014 hingga April 2015 kadar SO2
mengalami penurunan yaitu antara 0,71-1,97 µg / m 3. Ini karena ada air yang terkondensasi
di saluran udara, mencegah udara masuk ke detektor. Stasiun pemantauan permanen di
Kecamatan Rungkut terletak di Kebun Bibit Woorejo.
Kadar SO2 di Kecamatan Jambangan cenderung lebih stabil dibandingkan di Kecamatan
Rungkut. Pada bulan September 2014, kadar SO2 dengan kadar SO2 tertinggi adalah 11,54
µg / m3. Sedangkan tahun dengan kandungan SO2 terendah adalah Februari 2014. Pos
pemantauan permanen di Kecamatan Jambangan terletak di halaman kantor Desa Kebonsari.
Kadar SO2 di Kecamatan Rungkut lebih tinggi dibandingkan di Kecamatan Jambangan.
Rata-rata kadar SO2 di Kecamatan Rungkut adalah 11,06 µg / m3, sedangkan rata-rata kadar
SO2 di Kecamatan Jambangan adalah 6,01 µg / m3. Karena gangguan terus menerus dari alat
pemantauan (misalnya, kegiatan pengomposan), tingkat SO2 di Kecamatan Rungkut lebih
tinggi daripada di Kecamatan Jambangan. Pengomposan akan menguraikan bahan organik
dan menghasilkan gas SO2.
Rata-rata kadar SO2 di dua lokasi penelitian pada tahun 2013-2015 termasuk dalam
kategori baik menurut Keputusan Kepala Bapedal No 107 Tahun 1997. Hal ini karena rata-
rata kadar SO2 masih berada di bawah 80 µg/m 3 . Ini tidak berpengaruh pada manusia, tetapi
beberapa tanaman akan mengalami kerusakan akibat kombinasi dengan O3.
2. Kejadian ISPA
Data selanjutnya menunjukkan kejadian ISPA selama tiga tahun (yaitu 2013-2015).
Kasus ISPA tertinggi di wilayah Kecamatan Rungkut terjadi pada Februari 2013 dengan rata-
rata kejadian ISPA 23,33 per 1.000 orang. Sedangkan angka kejadian ISPA terendah terjadi
pada November 2015 dengan rata-rata kejadian ISPA sebesar 6,88 per 1.000 orang.

Puncak kejadian ISPA di Kecamatan Jambangan sama dengan di Kecamatan Rungkut


yaitu Februari 2013. Saat itu angka kejadian ISPA rata-rata 44,54 per 1.000 orang. Hal yang
sama terjadi pada rata-rata kejadian ISPA terendah terjadi pada November 2015.

Angka kejadian ISPA di Kecamatan Jambangan lebih tinggi dibandingkan di Kecamatan


Rungkut. Rata-rata kejadian ISPA Kecamatan Jambangan memiliki 25,12 insiden per 1.000
orang, sedangkan Kecamatan Rungkut memiliki 12,73 insiden per 1.000 orang. 1000
penduduk. Hal ini dikarenakan kepadatan penduduk di Kecamatan Jambangan lebih tinggi
dibandingkan di Kecamatan Rungkut . Kepadatan penduduk Kecamatan Rungkut adalah
5.194 jiwa / km2 .

Pada saat yang sama, tingkat hunian di Kecamatan Jambangan 11.769 jiwa / km 2. Salah
satu faktor penyebab tingginya kejadian ISPA adalah kepadatan hunian. Kepadatan hunian
adalah Mengurangi penyebaran ISPA. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati
pada tahun 2007, Mengenai kepadatan hunian kejadian ISPA di tempat penampungan IDP,
diketahui kepadatan hunian adalah Tinggi akan meningkatkan kejadian ISPA.

Gambar 2 juga memberikan informasi mengenai penurunan kejadian ISPA dari tahun
2013 hingga 2015. Menurunnya insiden ISPA dikaitkan dengan peningkatan program
pengendalian ISPA. Program pengendalian ISPA dimulai pada tahun 1984. Pada tahun 1990,
WHO mengeluarkan rencana pengendalian ISPA global. Program pengendalian ISPA baru
saja dimulai Fokus hanya pada pengendalian pneumonia pada anak di bawah usia 5 tahun.
Kemudian program pengendalian ISPA ditingkatkan dengan Tingkatkan prosedur
pengendalian ISPA selama ≥5 tahun dan persiapkan untuk pandemi influenza dan penyakit
pernapasan Potensi wabah. Pemerintah Indonesia merilis rencana Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) pada 2014 Memberi warga layanan medis yang nyaman.

2.3 Penyebab ISPA

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Infeksi akut yang menyerang salah satu
bagian/lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus,
rongga telinga tengah, pleura) (WHO, 2011). ISPA merupakan penyakit umum yang terjadi
pada masyarakat dan sering dianggap biasa atau tidak membahayakan. ISPA adalah penyakit
saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular yang dapat menimbulkan berbagai
spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala sampai penyakit yang parah dan
mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan dan faktor pejamu.
Sekelompok penyakit yang termasuk ISPA adalah pneumonia, influenza, dan pernapasan
syncytial virus (RSV). Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh virus atau bakteri.).
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi saluran
pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah infeksi saluran
pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari, pada organ pernapasan berupa hidung sampai
gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan
selaput paru.

Salah satu faktor penyebab ISPA juga yaitu keadaan lingkungan fisik dan pemeliharaan
lingkungan rumah. Pemeliharaan lingkungan rumah dengan cara menjaga kebersihan
didalam rumah, mengatur pertukaran udara dalam rumah, menjaga kebersihan lingkungan
luar rumah dan mengusahakan sinar matahari masuk ke dalam rumah disiang hari, supaya
pertahanan udara didalam rumah tetap bersih sehingga dapat mencegah kuman dan
termasuk menghindari kepadatan penghuni karena dianggap meningkatnya terjadinya ISPA
(Maryuni,2010).

a. Hubungan ISPA dengan SO2

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa ada hubungan SO2 dengan


kejadian ISPA di Kecamatan Rungkut maupun di Kecamatan Jambangan. Kategori
kuat hubungan dibagi menjadi tujuh yaitu tidak ada hubungan (r=0), sangat rendah
(0,0< r ≤0,2), rendah (0,2< r ≤0,4), sedang (0,4< r ≤0,7), tinggi (0,7< r ≤0,9), sangat
tinggi (0,9< r ≤1), dan sempurna (r=1). Koefisien korelasi di Kecamatan Rungkut
termasuk dalam kategori sedang dengan nilai positif. Kategori koefisien korelasi di
Kecamatan Jambangan termasuk sedang dengan sifat negatif.

Koefisien korelasi di Kecamatan Rungkut bersifat positif memiliki arti bahwa


semakin tinggi kadar SO2 maka kejadian ISPA semakin meningkat. Faktor resiko dari
kejadian ISPA salah satunya adalah SO2. SO2 akan mempengaruhi keutuhan lapisan
mukosa, peningkatan sekresi mucus dan mengganggu gerak silia sehingga akan
memudahkan terjadinya ISPA. Penelitian yang dilakukan Agustin pada tahun 2004
menunjukkan ada hubungan SO2 dengan kejadian ISPA dengan koefisien korelasi
sebesar 0,92 di Kecamatan Pandemangan. SO2 mudah larut dalam air sehingga akan
berdampak pada iritasi saluran pernapasan bagian atas.

Hubungan kejadian ISPA di Kecamatan Jambangan bersifat negatif memiliki


makna bahwa semakin tinggi kadar SO2 maka kejadian ISPA akan semakin menurun.
Hubungan ini dapat terjadi karena polusi dalam ruangan lebih berpengaruh
dibandingkan dengan polusi udara ambien.

2.4 Dampak Pencemaran SO2 terhadap makhluk hidup

1. Gangguan penyakit pernapasan atau ISPA

Mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan mengganggu gerak silia yang


menginfeksi saluran pernapasan

2. Iritasi pada mata, hodung, tenggorokan, sinus, dan lainnya bila terpapar
konsentrasi tinggi secara terus menerus

3. Mengganggu fungsi paru

SO2 terkonversi di udara menjadi pencemar sekunder seperti aerosol sulfat


dengan ukuran yang sangat halus, kemudian masuk ke dalam saluran pernapasan
yang menyebabkan kerusakan karena aerosol sulfat mempunyai sifat korosif dan
karsinogen. Dalam bentuk gas dapat menyebabkan iritasi paru-paru yang
menyebabkan timbulnya kesulitan bernapas.

4. Menggangu kehidupan ikan dan tanaman

Tingginya So2 di udara merupakan salah hujan asam.Hujan asam disebabkan


oleh belerang (sulfur) yang merupakan pengotor dalam bahan bakar fosil serta
nitrogen di udara yang bereaksi dengan oksigen membentuk sulfur dioksida dan
nitrogen oksida. Zat-zat ini berdifusi ke atmosfer dan bereaksi dengan air untuk
membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang mudah larut sehingga jatuh
bersama air hujan. Air hujan yang asam tersebut akan meningkatkan kadar
keasaman tanah dan air permukaan yang terbukti berbahaya bagi kehidupan ikan
dan tanaman.

5. Gangguang ekosistem (siklus hara

Terganggunya soil nutrient cycling disebabkan banyaknya konsentrasi SO2 di


alam. Ekosistem secara alami dapat mengontrol jumlah SO2 hingga ambang
batas tertentu. Contohnya ketika konsentrasi SO2 yang tinggi nutrisi di tanah
menurun, sehingga berpengaruh dalam jumlah populasi alga dan berngaruh ke
ekosistem yang lainnya. Dan ekosistem tidak bisa dihuni.

6. Membunuh jaringan pada daun

SO2 menyebabkan terjadinya khloris sehingga menyebabkan pinggiran dan


tulang-tulang daun rusak. Khlorisis tersebut diperparah denga kenaikan
kelembabab udara karena SO2 diudara akan berubah menjadi asam sulfat,
sehingga tanaman akan rusak karena aerosol asam sulfat. Kadar SO2 yang tinggi
di hutan menyebabkan noda putih atau coklat pada permukaan daun, jika hal ini
terjadi dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan kematian tumbuhan
tersebut. Kelebihan zat asam pada danau akan mengakibatkan sedikitnya species
yang bertahan. Jenis Plankton dan invertebrate merupakan mahkluk yang paling
pertama mati akibat pengaruh pengasaman.

7. Kepunahan spesies Hewan

Dengan penurunanya pH terjadi serangkaian perubahan kimiawi yang


menyebabkan penurunan laju daur zat makanan dalam sistem perairan. Dengan
demikian, terdapat penurunan jumlah bahan organik dalam suatu daerah dansuatu
pergeseran keadaan oligotropik didanau. Perubahan ekologis mengikuti pengaruh
umum zat toksik terhadap ekosistem.

Sebagaimana tumbuhan, hewan juga memiliki ambang toleransi terhadap hujan


asam. Spesies hewan tanah yang mikroskopis akan langsung mati saat pH tanah
meningkat karena sifat hewan mikroskopis adalah sangat spesifik dan rentan
terhadap perubahan lingkungan yang ekstrim. Spesies hewan yang lain juga akan
terancam karena jumlah produsen (tumbuhan) semakin sedikit. Berbagai
penyakit juga akan terjadi pada hewan karena kulitnya terkena air dengan
keasaman tinggi. Hal ini jelas akan menyebabkan kepunahan spesies.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Hubungan SO2 dengan kejadian ISPA terjadi di semua lokasi penelitian yaitu
Kecamatan Rungkut dan Kecamatan Jambangan. Hubungan yang terjadi masuk
dalam kategori sedang di dua kecamatan tersebut;

2. Koefisien korealasi bersifat positif di Kecamatan Rungkut dan bersifat negatif di


Kecamatan Jambangan.

3.2 Saran

1. Disarankan bagi pemerintah Kota Surabaya untuk memperbaiki atau mengaktifkan


kembali stasiun pemantauan tetap udara ambien yang non aktif. Hal ini akan
membantu mengetahui kondisi kualitas udara ambien di Kota Surabaya yang lebih
luas

2. Selain itu juga untuk mencegah peningkatan pencemaran udara khususnya gas SO2
adalah dengan merencanakan pembangunan transportasi masal yang terintergrasi.
Transportasi masal ini diharapkan dapat menurunkan penggunaan kendaraan pribadi.
DAFTAR PUSTAKA

Achamdani, 2019. PAPARAN NO2 DAN SO2 TERHADAP RISIKO KESEHATAN


PETUGAS STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM (SPBU) DI
KOTA KENDARI. Sulawesi tenggara : Universitas Halu Oleo. Vol.11 No. 4

Agustin, “Hubungan Kualitas Udara Ambien dengan Kasus ISPA, Bronkitis, Asma di DKI
Jakarta Tahun 2003/2004,” Universitas Indonesia, 2004.

Alsagaff Hood, “Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru,” 2009. [Online]. Available:


https://www.belbuk.com/dasardasar-ilmu-penyakit-paru-p-20244.html.
[Accessed: 16-Oct-2017].

B. Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan Jakarta. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran,


2006.

C. Sandra, “Pengaruh Penurunan Kualitas Udara Terhadap Fungsi Paru dan Keluhan
Pernafasan pada Polisi Lalu Lintas Polwiltabes Surabaya,” J. IKESMA, vol. 9, pp.
1–7, 2013.

H. Iqbal, Analisis Data Penelitian dengan Statistik Jakarta. Jakarta: Bumi Aksara, 2006.

I. Entjang, Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti Bandung, 1991.

J. Zhang and K. R. Smith, “Indoor air pollution: a global health concern,” Br. Med. Bull.,
vol. 68, pp. 209–25, 2003.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, “Pneumonia Penyebab Kematian Utama


Balita,”2009.
[Online].Available:http://www.depkes.go.id/article/print/410/pneumonia-
penyebab-kematian-utama-balita.html.

National Geographic Indonesia, “Sumber Polusi di Dalam Rumah,” 2015. [Online].


Available: http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/10/sumber-polusi-di-dalam-
rumah.

N.A. gawpalu.id. Informasi kimia atmosfer gas reaktif sulfur dioksida.


https://gawpalu.id/index.php/informasi/kimia-atmosfer/gas-reaktif/sulfur-
dioksida. Diakses pada 22 Februari 2021 pukul 17.00 wib

S. Notoatmodjo, Pendidikan kesehatan dan Prilaku Kesehatan. Yogyakarta: Andi, 2003.

Anda mungkin juga menyukai