Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN KASUS

Puskesmas Binong
Clinical Exposure III
Osteoartritis (OA)

Amanda Putri Halim


00000022015

Pembimbing:
dr. Christine S.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
TANGERANG, BANTEN
2018
Bab I
Ilustrasi Kasus
Data Pasien
Nama : Ny. W
Usia : 69 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Sudah menikah
Pekerjaan : Pensiun
Alamat : Binong

1.1. Anamnesis
Didapatkan secara : Autoanamnesis pada tanggal 3 April 2018 pukul 09:30 WIB.
Keluhan Utama : Nyeri pada kedua lutut sejak 3 tahun yang lalu.

1.2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluh mengalami nyeri pada kedua lutut sejak 3 tahun lalu. Nyeri pada kedua lutut
seperti ditusuk-tusuk, bersifat hilang timbul dimana timbul hanya ketika lutut digerakkan
seperti pada berjalan dan hilang ketika tidak digerakkan atau pada tidur. Pasien mengaku
nyeri tidak menjalar. Severitas nyeri progresif dimana menjadi semakin hebat. Skala nyeri
pada awalnya adalah 4 dari 10, namun semakin parah selama 1 tahun terakhir dan pada
kunjungan skala menjadi 7 dari 10 dimana 10 adalah angka yang paling nyeri. Terdapat
pembengkakan dan kehangatan namun tidak terdapat kemerahan pada kedua lutut. Pasien
mengalami nyeri disertai kekakuan pada kedua lutut selama kurang lebih 10 menit pada pagi
hari. Kedua lutut selalu mengeluarkan bunyi ketika digerakkan. Rasa sakit pada kedua lutut
membuat pasien kesulitan menjalankan aktivitas sehari-hari pada rumah mulai dari memasak
sampai berjalan.
Ditemukan benjolan-benjolan kecil pada semua sendi jari di tangan kiri dan kanan
dimana tidak ada kemerahan. Pasien mengaku tidak punya riwayat jatuh maupun kecelakaan
pada lutut maupun jari sebelumnya. Pasien mengambil obat yang disediakan puskesmas
namun lupa nama atau bentuk obatnya di mana rasa nyeri lutut menghilang namun hanya
untuk sesaat, sementara kesemutan tidak berubah. Pasien tidak mengalami perubahan gaya
berjalan, demam, maupun ada perubahan BAB & BAK.
1.3. Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien sebelumnya tidak pernah memiliki gejala serupa. Pasien juga mengaku tidak memiliki
riwayat darah tinggi, penyakit gula, asam urat yang tinggi, kolestrol, flek paru, atau penyakit
lainnya. Pasien menyangkal pernah dirawat di rumah sakit ataupun dioperasi.

1.6. Riwayat Alergi


Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat maupun zat-zat lainnya.

1.7. Riwayat Penyakit Keluarga:


Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti pasien. Keluarga juga tidak ada
yang memiliki riwayat darah tinggi, penyakit gula, asam urat yang tinggi, kolestrol, flek paru,
atau penyakit lainnya.

1.8. Riwayat Kebiasaan, Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan:


Pasien sudah tidak menstruasi sejak umur 52 tahun. Pasien tidak pernah mengalami
keputihan. Pasien tinggal di rumah bersama anak perempuannya yang sering pergi untuk
bekerja sehingga pasien biasanya ada di rumah sendirian. Pasien mempunyai kebiasaan
memasak dan membersihkan rumah namun berkurang sejak mengalami keluhan nyeri sendi
lutut. Pasien kerap tinggal di rumah karena rasa sakit baik di lutut, maupun jari tangan ketika
beraktivitas. Pasien tidak merokok, mengkonsumsi alkohol, dan tidak menggunakan jarum
suntik atau obat-obatan lainnya. Pasien memiliki tingkat ekonomi menengah ke bawah dan
saat ini menggunakan BPJS. Pasien mengaku kebersihan lingkungan dan rumahnya lumayan
dijaga dan bersih.

1.9. Pemeriksaan Fisik:


Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Glasgow Coma Scale (GCS) : E4 V5 M6 (15)
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Suhu tubuh : 37°C
Denyut nadi : 72x/menit, kuat angkat, regular, isi cukup
Laju pernapasan : 16x/menit
Berat/tinggi badan : 64 kg / 163 cm
Indeks massa tubuh (IMT) : 23.3 (overweight)
Status generalis
No. Pemeriksaan Hasil
1 Kulit Kulit tubuh tampak normal, tidak terlihat ada
ikterik, dan diskolorasi. Elastisitas dan turgor
normal.
2 Kepala & rambut Kepala normocephal, wajah simetris, rambut
hitam, merata, dan lebat.
3 Mata Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
mata tidak cekung, dan tidak ada keluhan
pandangan kabur.
4 Mulut Tonsil tidak hiperemi dan tidak membesar
(T1/T1). Faring tidak hiperemi. Lidah dan bibir
tampak merah.
5 Hidung Hidung simetris, tidak ada pembesaran concha
dan sinus, tidak ada deviasi septum, tidak ada
nyeri tekan.
6 Telinga Daun telinga simetris, tidak ada benjolan,
secrete, maupun perdarahan, dan kesan tidak
ada gangguan pendengaran.
7 Leher Tidak teraba ada pembesaran kelenjar limfe,
tiroid.
8 Thorax
Inspeksi Simetris pada keadaan statis dan dinamis, tidak
tampak adanya retraksi, iktus kordis tidak
terlihat, tidak ada bekas luka maupun jahitan.
Palpasi Tidak ada nyeri tekan, tactile fremitus simetris.
Perkusi Sonor pada kedua lapang paru, batas antara paru
hati terletak di ICS V.
Auskultasi Cor: Bunyi jantung I dan II reguler, tidak
terdengar murmur dan suara gallop.
Pulmo: Suara napas vesikuler, tidak terdengar
suara napas ronchi dan wheezing.
9 Abdomen Tidak dilakukan
10 Ekstremitas Ekstremitas simetris, akral teraba suhu normal,
CRT < 2 detik, tidak terlihat clubbing finger,
sianosis, dan tidak terlihat edema.
Jari Look & Feel : Terlihat dan teraba nodul
Bouchard pada DIP falang I, II, III, IV dan
V di kedua tangan.
Move : Pergerakkan falang I, II, III, IV dan
V di tangan kiri dan kanan terasa kaku.
Lutut (genu bilateral) Look : Terdapat edema pada kedua lutut
pasien. Tidak ditemukan diskolorasi maupun
rubor.
Feel : Terdapat edema dan nyeri tekan pada
kedua lutut pasien. Tidak ditemukan kalor.
Move: Ditemukan krepitus dan pergerakkan
yang kaku pada kedua sendi lutut. Range of
motion terbatas.

1.10. Resume
Pasien W, 69 tahun, datang dengan keluhan nyeri pada kedua lutut sejak 3 tahun lalu yang
memperparah sejak 1 tahun lalu. Nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk dan hanya timbul jika
digerakkan. Skala nyeri pada awalnya adalah 4 dari 10 yang memperparah menjadi 7 dari
10. Nyeri disertai kekakuan pada kedua lutut selama kurang lebih 10 menit pada pagi hari.
Kedua lutut megeluarkan bunyi ketika digerakkan. Rasa sakit mengganggu aktivitas sehari-
hari. Pasien mengaku tidak punya riwayat jatuh maupun kecelakaan pada lutut maupun jari
sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya nodul Bouchard pada ibu jari,
telunjuk, jari tengah, jari manis, dan kelingking di kedua tangan. Terdapat edema, nyeri
tekan, krepitus dan pergerakkan yang kaku pada kedua lutut pasien yang membuat range of
motion terbatas.

1.11. Diagnosis Kerja dan Diagnosis Banding


Diagnosis kerja : suspect Osteoarthritis genu bilateral
Diagnosis banding : Artritis reumatoid, artritis gout

Bab II
Tinjauan Pustaka

2.1. Definisi
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronik non inflamasi yang berkaitan
dengan kerusakan kartilago sendi.

2.2. Epidemiologi
Mayoritas OA terdapat pada orang yang berumur >60 tahun dan berjenis kelamin perempuan.
Faktor resiko OA adalah peningkatan usia, cedera, obesitas, aktivitas fisik intensitas tinggi,
merokok, serta faktor genetik.

2.3. Etiologi
OA tidak disebabkan oleh 1 hal namun gabungan dari beberapa faktor resiko seperti umur
yang tua, jenis kelamin perempuan, kelainan genetik, menopause, dan obesitas.

2.4. Klasifikasi
Osteoarthritis diklasifikasikan menjadi 2 yaitu OA primer dan sekunder. OA primer bersifat
idiopatik dan biasa dihubungkan dengan proses penuaan. OA sekunder disebabkan oleh
penyakit atau kondisi lainnya seperti pada post-traumatik, kelainan, metabolik, inflamasi,
infeksi, dan lainnya.

2.5. Manifestasi klinis


Manifestasi klinis pasien OA adalah adanya rasa nyeri ketika digerakkan. Rasa kaku pada
sendi yang terkena biasanya kurang dari 30 menit pada pagi hari, gerakan yang terbatas, serta
adanya ketidak stabilan pada sendi. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan Heberden’s nodes
atau Bouchard node’s. Sendi yang umum terkena adalah sendi lutut sebagai penyangga berat
badan, kemudian sendi pinggul, tulang belakang, siku, leher, dan lainnya.

2.6. Patofisiologi
OA primer dimulai dengan proses penuaan yang akan mempunyai efek terhadap menurunnya
kadar proteoglikan di mana cairan sinovial melembek yang mempergampang terjadinya
kerusakan sendi, dan terjadinya fibrilasi kolagen yang menjadi terbuka dan bercabang, Kedua
hal tersebut menyebabkan adanya celah pada permukaan kartilago dan perubahan di mana
permukaan yang tadinya biru dan halus menjadi kuning dan bergranul. Hal ini merangsang
sel kondrosit baik yang muda maupun tua untuk berproliferasi dengan tujuan untuk
meningkatkan produksi matriks. Seiring dengan waktu, produksi matriks tidak dapat
menanggulangi jumlah kartilago yang yang sudah rusak dan erosi karena pergerakan konstan
yang dilakukan individu. Regenerasi sendi juga terbatas karena kurangnya pembuluh darah
pada kartilago.
Erosi kartilago lama-kelamaan akan memperparah sampai adanya paparan subkondral
atau tulang di bawah kartilago. Ada dua efek pada tulang tersebut menurut lokasinya. Pada
bagian sentral atau area tulang yang saling bersentuhan, terjadi eburnasi dan pembentukan
sklerosis. Sementara, terjadi pembentukan kista subkondra dan atrofi pada bagian perfifer.
Kerusakan pada kartilago akan merangsang terjadinya inflamasi pada area tersbut di mana sel
sekitar akan memproduksi enzim yang mempercepat erosi kartilago seperti protease,
metalloprotease, dan kolagenase.
Efusi dan hipertrofi dari membran sinovial akan terjadi di mana membran akan
memproduksi lebih banyak cairan sinovial serta protein yang bersifat mengerosi kolagen.
Hipertrofi terjadi di mana produksi hyaluronate dan mucin diperbanyak yang membuat cairan
sinovial mengental. Kedua hal tersebut menaikkan viskositas dari cairan tersebut akan
menurunkan jangkauan gerak individu.

2.7. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan radiologi dapat menampilkan gambaran OA yaitu pembentukan osteofit,
penyempitan rongga sendi, serta kista subkondral dan sklerosis. Analisa cairan sinovial juga
dapat menegakkan adanya proses inflamasi yang terjadi pada OA.
2.8. Tatalaksana
Menurut Depkes 2011, tujuan terapi pada pasien OA adalah untuk menghilangkan rasa nyeri
dan kekakuan, meningkatkan mobilitas sendi, membatasi kerusakan fungsi, dan mengurangi
faktor penyebab. Terapi nonfarmakologis adalah edukasi pasien, pemberian handuk hangat
untuk mengurangi kekakuan dan rasa sakit, pemakaian sol tambahan untuk meratakan
pembagian tekanan akibat berat badan, dan latihan fisik yang tidak memberi penekanan
berlebih pada lutut seperti berenang atau aerobik. Terapi farmakologis digunakan untuk
menghilangkan, mengurangi rasa sakit, dan meningkatkan fungsi sendi seperti pemberian
paracetamol untuk menghilangi rasa sakit dan NSAID untuk menekan inflamasi. Bedah juga
dapat dilakukan apabila terapi tanpa bedah tidak membantu seperti pemberian cortisone,
osteotomi, dan artroplasti.

2.9. Prognosis
Prognosis tergantung dengan sendi yang terkena dan severitas kondisi. Umur tua, IMT tinggi,
deformitas varus, dan banyak sendi yang terkena dapat mempercepat progresi OA. Pasien
dengan OA yang telah melakukan artroplasi mempunyai kesuksesan 90%.
Bab III
Analisa Kasus

Pasien Ny. W memiliki faktor risiko tinggi untuk osteoartritis (OA) di mana jenis kelaminnya
adalah perempuan dan pasien berumur lebih dari 60 tahun. Wanita yang sudah menopause
mengalami prevalensi terhadap OA yang lebih tinggi dikarenakan adanya defisiensi estrogen
yang mempunyai mekanisme protektif terhadap terjadinya OA.
Pasien mengeluh mengalami rasa sakit pada kedua lutut selama 3 tahun. Sakit pada
sendi lutut diperparah dengan aktivitas dan diperingan dengan istirahat. OA adalah sebuah
penyakit bersifat mekanikal yang diperparah dengan adanya pergerakan. Ketika pasien
berdiri dan bergerak, sendi lututnya akan menanggung beban tubuh. Tekanan yang diberikan
femur kepada tibia serta penggesekan antara kedua tulang akan menyebabkan lebih banyak
erosi pada permukaan sendi yang sudah terkikis. Aktivitas dapat menyebabkan inflamasi
lebih lanjut yang dapat ditandai dengan berbagai komponen. Aspek dolor mengakibatkan
nyeri pada saat pergerakkan. Aspek tumor dapat membuat pembengkakan pada lutut.
Krepitasi juga terasa pada kedua lutut terdengar ketika digerakka yang merupakan ciri khas
dari OA.
Pada pagi hari, pasien mengalami kekakuan pada kedua kaki selama kurang lebih 10
menit. Kekakuan pada pagi hari selama kurang dari 30 menit merupakan salah satu gejala
OA. Sendi bersifat seperti spons di mana ketika pasien berjalan, cairan sinovial akan meresap
dan kembali keluar lagi yang membuat bergeraknya cairan sinovial sehingga debris kartilago
tidak mengendap. Sendi tidak digunakan ketika tidur sehingga pertukaran nutrisi dan
pembuangan waste tidak terjadi. Namun proses inflamasi akan tetap berjalan sehingga ketika
bangun pergerakkan akan menurun karena penumpukkan waste atau debris dalam kasus OA.
Rasa nyeri pada kedua lutut membuat pasien kesulitan menjalankan aktivitas sehari-hari pada
rumah mulai dari memasak sampai berjalan.
Gejala lain yang dipresentasikan pasien cocok dengan manifestasi klinis yang terdapat
pada pasien dengan OA. Ada benjolan-benjolan kecil pada sendi proksimal interphalangeal
atau nodul Bouchard pada falang I, II, III, IV dan V pada kedua tangan . Sendi yang
umumnya dipengaruhi OA adalah lutut yang diikuti dengan pinggul, punggung belakang,
sendi jari, dan lainnya. Pada kasus pasien, sendi yang terkena adalah lutut dan jari. Sendi jari
yang terkena OA ditandai dengan adanya nodul Bouchard pada semua jari di kedua tangan.
Pasien didiagnosa myalgia oleh pihak puskesman namun diagnosa sebenarnya mengarah ke
OA bedasarkan kecocokan gejala pasien sesuai dengan teori. Diagnosa banding rheumatoid
arthritis dapat disingkirkan lewat ciri khas RA yang tidak dimiliki pasien seperti lokasi
penyakitnya yang biasa hanya ada di sendi-sendi kecil seperti sendi jari, rasa kekakuan yang
biasanya 1 jam pada pagi hari, adanya rasa hangat pada pembengkakan sendi pasien, waktu
terkena gejala hanya minggu sampai berbulan, dan tidak adanya deformitas pasien RA khas
seperti swan neck, garis z deformitas, atau boutonniere.
Diagnosa banding gout arthitis dapat disingkirkan lewat ciri khas RA yang tidak
dimiliki pasien GA secara umum seperti lokasi sendi di yang terkena yaitu sendi jempol atau
metatarsophalengeal 1 di mana adanya pembengkakan atau tophus, pasien GA umumnya
tidak merasa kekakuan pada sendi. Selain itu pasien juga tidak mempunyai nilai asam urat
yang tinggi.
Bab IV
Daftar Pustaka

Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson J, Loscalzo J. eds. Harrison's
Principles of Internal Medicine, 18e. New York, NY: McGraw-Hill; 2012. h. 2036-2045

Marcellus S, Siti S, Idrus A, et al. Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Dalam. Bagian
Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/Rumah Sakit Umum Pusat Denpasar. 2002.

S Joewono, I Haryy, K Handono, B Rawan, P Riardi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
IV. FKUI, 2006. h. 1195-1202

Anda mungkin juga menyukai