ANESTESI PADA
PASIEN
COVID19
Anne Meilyn – 01073190048
Pembimbing:
dr. Monika Widiastuti, Sp.An
• Pandemi COVID-19 merupakan infeksi yang
disebabkan oleh virus SARS COV-2, yang ditularkan
dari manusia ke manusia.
•
TINJAUAN
PUSTAKA
CORONA VIRUS
• virus RNA dengan ukuran partikel 120-
160 nm
• Pada manusia biasanya menyebabkan
penyakit infeksi saluran pernapasan,
hingga penyakit yang serius seperti
Middle East Respiratory Syndrome
(MERS) dan Sindrom Pernafasan Akut
Berat/ Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS).
• Transmisi SARS-CoV-2 dari pasien
simptomatik terjadi melalui droplet yang
keluar saat batuk atau bersin.
Manifestasi Klinis
- Saturasi oksigen
Manajemen • Ahli anestesi : anamnesis mengenai riwayat penyakit pasien, serta riwayat kontak erat
dengan pasien COVID-19 dan melakukan PF menyeluruh, evaluasi pemeriksaan lab,
pre-operatif temuan CT scan dan foto thoraks dikonfirmasi sebelum pasien masuk ke kamar
operasi.
pada pasien • Penilaian preoperatif : untuk mengidentifikasi pasien dan prosedur risiko tinggi
terkonfirmasi menerapkan protokol pencegahan standar dengan ketat, dan menerapkan isolasi yang
benar serta langkah perawatan yang aman kepada pasien.
COVID-19 • Langkah-langkah pencegahan standar meliputi (1) tindakan pencegahan universal, (2)
mencuci tangan dengan sabun (3) penggunaan APD (4) penanganan standar
pembuangan limbah medis (5) pembersihan dan disinfeksi peralatan, serta disinfeksi
lingkungan.
Langkah “Donning”
Induksi
Diintubasi oleh dokter yang berpengalaman.
Preoksigenasi (3-5 menit) menggunakan sirkuit tertutup dengan aliran udara minimal, pastikan
mulut dan hidung pasien tertutup dengan facemask.
Dalam penggunaan mask-ventilation dokter harus memegang dengan dua tangan agar tertutup rapat
serta meminta bantuan untuk melakukan bagging, dengan aliran paling rendah dan volume tidal kecil
Pertahankan patensi jalan napas, pastikan onset paralisis telah tercapai sebelum melakukan intubasi,
untuk menghindari batuk.
Gunakan Rapid Sequence intubation (RSI) atau modifikasi dengan Oropharyngeal Airway (OPA).
Sebelum melepas sungkup, selesaikan fase ekspirasi untuk minimalisasi aerosol.
• Penggunaan video-laringoskopi dianjurkan Berikan suplementasi oksigen jika SpO2 <92% dengan target SpO2 <96%.
Pada pasien COVID-19 dengan gagal nafas hipoksemia akut yang tidak
• Tempatkan pemanas dan humidifier (HME) filter antar ujung
merespons terapi oksigen konvensional, gunakan HFNC.
endotracheal tube dan sirkuit. Pada pasien COVID-19 dengan ARDS, gunakan TV 4-8 ml/kgBB dengan
tekanan plateau (Pplat) < 30 cmH2O.
• Penata/asisten anestesi memberikan ETT yang sudah tersambung
Pada pasien COVID-19 dengan ARDS sedang sampai berat, gunakan
dengan filter HME. Masukkan ETT hingga marker hitam tepat di pita tekanan positif akhir ekspirasi (PEEP) tinggi dan posisikan pada posisi
suara. (F:7-7.5mm; M:7.5-8mm) tengkurap (prone) selama 12-16 jam per hari.
Hati-hati dapat terjadinya barotrauma pada penggunaan PEEP > 10 cmH2O.
• Kembangkan balon cuff dengan tekanan udara 20-30 cmH2O segera Penggunaan N2O inhalasi tidak direkomendasikan.
setelah intubasi dilakukan. Jaga pasien dalam posisi semi-terlentang (elevasi kepala tempat tidur 30-
45º).
• Setelah intubasi, sambungkan filter HME dengan sirkuit tertutup
• Memastikan posisi tube dengan memeriksa gerakan kedua dinding
dada atau menggunakan ultrasound
• Hindari auskultasi
• Gunakan pre-cut tape untuk fiksasi ETT
• Lepas glove paling luar setelah intubasi
B. Anestesi Regional
• Sedasi harus dilakukan secara hati-hati
• Oksigenasi dan ventilasi harus dipantau ketat jika pasien
• Gunakan APD tingkat droplet dan kontak yang paling minimal, berada dalam keadaan sedasi.
mengingat kemungkinan merubah tindakan menjadi anestesi • Monitoring CO2 dengan menghindari penggunaan sampling
umum jika anestesi regional gagal. line CO2 secara langsung diganti dengan menghubungkan
konektor ETT 15 mm dan high-efficiency particulate air (HEPA)
• Pencegahan airborne dibutuhkan jika pasien membutuhkan
dan filter heat moisture exchanging (HME) secara langsung ke
oksigen aliran tinggi.
simple face mask atau melalui suction.
• Masker bedah harus digunakan oleh pasien selama tindakan. • Terapi oksigen melalui masker venturi, ventilasi tekanan positif
• Gunakan jarum spinal pencil-point Ini dapat mengurangi risiko non-invasif, dan high flow nasal cannula (HFNC) harus
• Lakukukan ekstubasi dan meminta seluruh staf ruang operasi untuk keluar selain
penata/asisten anestesi
• Gunakan plastik penutup baru menutupi wajah dan dada dengan filter HME yang
terhubung dengan sungkup wajah.
• Setelah ekstubasi, pasang mask dan masker bedah pada pasien. Bila oksigenasi
sudah adekuat, dapat diganti dengan nasal kanul di bawah masker.
• Bersihkan wajah pasien, leher dan dada dengan handrub alkohol. Pastikan mata
pasien terlindungi dari handrub alkohol
• Setelah stabil tempatkan pasien di ruang operasi isolasi untuk perawatan post
anestesi.
Manajemen post operatif
Ekstubasi harus dilakukan di ruang operasi, Pasien tetap di ruang operasi sampai sadar penuh untuk
perawatan post operatif bukan ke post- anesthesia care unit (PACU).
Menggunakan gas O2 aliran rendah, hindari penggunaan O2 aliran tinggi, Non-invasive ventilation,
atau nebulisasi.
Gunakan masker bedah pada pasien yang sadar dan kondisinya stabil.
Setelah pasien kembali ke ruangan, minimal 1 jam semua permukaan yang terkontaminasi seperti
monitor, kabel, dan mesin anestesi agar dibersihkan
Intubasi emergensi pada pasien COVID-19 di luar
kamar operasi
Persiapan alat untuk intubasi :
Indikasi intubasi endotrakeal: 1. Persiapan obat anestesi & vasoaktif
Pasien dengan distress napas akut
2. Akses vena
• RR > 30X/menit,
3. Ventilator
• hipoksemia akut (PaO2/FiO2) <150 mmHg tidak ada
perubahan setelah 2 jam dengan terapi oksigen aliran tinggi 4. Monitoring standar
• Penurunan kesadaran
5. videolarygoscope dengan blade disposable;
• ketidakmampuan patensi jalan napas
6. ETT dengan stylet disposable
7. laryngeal mask disposable;
8. Alat suction
9. peralatan untuk krikotiroidotomi emergensi
2. Wu Z, McGoogan JM. Characteristics of and Important Lessons from the Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Outbreak in China: Summary of a Report of 72 314 Cases
from the Chinese Center for Disease Control and Prevention. JAMA. 2020;323(13):1239–1242.
3. National Health Commission and National Administrative Office of Chinese Tradition Medicine: National Recommendations for Diagnosis and Treatment of Pneumonia
Caused by 2019-nCoV (6th edition).
4. Direktorat jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019. Maret. 2020
5. Wax RS, Christian MD. Practical recommendations for critical care and anesthesiology teams caring for novel coronavirus (2019-nCoV) patients. Canadian Journal of
Anesthesia/Journal canadien d’anesthesie. 2020.
6. World Federation of Societies of Anaesthesiologists. Coronavirus - guidance for anaesthesia and perioperative care providers. 2020.
7. Griffiths MJD, et al. Guidelines on the Management of Acute Respiratory Distress Syndrome. BMJ Open Resp Res. 2019
8. PDPI, PERKI, PAPDI, PERDATIN, IDAI. Pedoman Tatalaksana COVID-19. Edisi 2. Agustus 2020.
9. Erlina B, Fathiyah I, Agus D.S. dkk. Pneumonia COVID-19. Diagnosis dan Tatalaksana di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta, 2020.
10. Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif. Buku Pedoman Penanganan Pasien Kritis COVID-19. 2020.
11. Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Maret 2020. Rekomendasi Standar Penggunaan APD untuk Penanganan COVID-10 di Indonesia. :1–27.
12. Bauer M, Bernstein K, Dinges E, Delgado C, El-Sharawi N, Sultan P, et al. Obstetric Anesthesia During the COVID-19 Pandemic. Anesth Analg. 2020;(April).
13. Butterworth J, Mackey D, Wasnick J. Morgan & Mikhail Clinical Anesthesiology. Clinical Anaesthesiology. 2013.
14. Wax RS, Christian MD. Practical recommendations for critical care and anesthesiology teams caring for novel coronavirus (2019-nCoV) patients. Can J Anaesth. 2020. 81.
Liana Zucco,
THANKYOU