Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

ANESTESI PADA
PASIEN
COVID19
Anne Meilyn – 01073190048

Pembimbing:
dr. Monika Widiastuti, Sp.An
• Pandemi COVID-19 merupakan infeksi yang
disebabkan oleh virus SARS COV-2, yang ditularkan
dari manusia ke manusia.

• 21 januari 2021 didapatkan total kasus sebanyak


99.278.468 kasus.

• Dokter anestesi  risiko tinggi terhadap penularan


PENDAHULUAN karena berperan dalam penanganan jalan napas dan
ventilasi

• Dibutuhkan peningkatan keselamatan praktik medik


yang aman dan protokol pencegahan infeksi yang
tepat untuk manajemen perioperative pada pasien
dengan kasus COVID-19


TINJAUAN
PUSTAKA
CORONA VIRUS
• virus RNA dengan ukuran partikel 120-
160 nm
• Pada manusia biasanya menyebabkan
penyakit infeksi saluran pernapasan,
hingga penyakit yang serius seperti
Middle East Respiratory Syndrome
(MERS) dan Sindrom Pernafasan Akut
Berat/ Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS).
• Transmisi SARS-CoV-2 dari pasien
simptomatik terjadi melalui droplet yang
keluar saat batuk atau bersin.
Manifestasi Klinis

• Asimptomatis hingga kritis : demam, batuk,


dispnea, kelelahan, palpitasi, sakit kepala, diare.

• Kelainan laboratorium hematologi COVID-19 :


leukopenia dan limfopenia.

• Kasus berat ditandai dengan dispnea dan atau


hipoksemia

• Pada kasus sakit kritis, penyakit ini berkembang


menjadi ARDS, syok septik, asidosis metabolik
refrakter, koagulopati, dan kegagalan multiorgan
• Pemeriksaan Penunjang
DIAGNOSIS  Pemeriksaan Radiologi: CT-Scan
opasitas bilateral, konsolidasi subsegmental, lobar atau
• Anamnesis : demam, batuk kering (sebagian kecil berdahak)
dan sulit bernapas atau sesak, nyeri kepala, nyeri otot, lemas, kolaps paru atau nodul, ground- glass opacity.
diare dan batuk darah.  Pemeriksaan swab tenggorok (nasofaring – orofaring)
• Pemeriksaan Fisik:  Bronkoskopi
- Tingkat kesadaran  Pemeriksaan kimia darah
- Tanda vital

- Saturasi oksigen

- PF paru: inspeksi dada asimetris, fremitus


mengeras, redup pada daerah konsolidasi, suara
napas bronkovesikular/bronkial/ronki kasar
Klasifikasi kasus COVID-19
1. Pasien Dalam Pengawasan (PDP)
3. Orang Tanpa Gejala (OTG)
-Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) : demam (≥38ºC) atau riwayat
Seseorang yang tidak bergejala dan memiliki risiko tertular dari
demam; disertai batuk/sesak nafas/sakit tenggorokan/pilek/pneumonia ringan hingga
berat, memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang melaporkan orang konfirmasi COVID-19.
transmisi lokal*. 4. Kontak Erat
-Orang dengan demam (≥38ºC) atau riwayat ISPA dan pada 14 hari terakhir sebelum seseorang yang melakukan kontak fisik atau berada dalam ruangan
timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi COVID19.
atau berkunjung (dalam radius 1meter dengan kasus pasien dalam
2. Orang Dalam Pemantauan (ODP) pengawasan atau konfirmasi) dalam 2 hari sebelum kasus timbul
-Orang yang mengalami demam (≥38ºC) atau riwayat demam; atau gejala pilek/sakit gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.
tenggorokan/batuk dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang
5. Kasus Konfirmasi
meyakinkan dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat
perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal. Kasus konfirmasi adalah pasien yang terinfeksi COVID-19 dengan
hasil pemeriksaan tes positif melalui pemeriksaan PCR.
-Orang yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit
tenggorokan/batuk dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat
kontak dengan kasus konfirmasi COVID-19.
Anestesi pada pasien
terkonfirmasi
COVID19
• Orang yang paling berisiko tertular penyakit ini adalah orang yang kontak erat dengan
pasien COVID-19 termasuk para tenaga medis yang merawat pasien COVID-19.

Manajemen • Ahli anestesi : anamnesis mengenai riwayat penyakit pasien, serta riwayat kontak erat
dengan pasien COVID-19 dan melakukan PF menyeluruh, evaluasi pemeriksaan lab,

pre-operatif temuan CT scan dan foto thoraks dikonfirmasi sebelum pasien masuk ke kamar
operasi.

pada pasien • Penilaian preoperatif : untuk mengidentifikasi pasien dan prosedur risiko tinggi 

terkonfirmasi menerapkan protokol pencegahan standar dengan ketat, dan menerapkan isolasi yang
benar serta langkah perawatan yang aman kepada pasien.

COVID-19 • Langkah-langkah pencegahan standar meliputi (1) tindakan pencegahan universal, (2)
mencuci tangan dengan sabun (3) penggunaan APD (4) penanganan standar
pembuangan limbah medis (5) pembersihan dan disinfeksi peralatan, serta disinfeksi
lingkungan.
Langkah “Donning”

o Gunakan sepatu boots


o Cuci tangan dan gunakan penutup kepala
o Gunakan handrub dan pakai sarung tangan
o Pakai masker N95 menggunakan karet elastik dan jangan menyentuh
permukaan bagian depan dan dalam masker
o Pasang masker dengan ketat hingga tidak ada kebocoran udara. Apabila
terdapat kebocoran udara, gunakan micropore dan tutup bagian yang
bocor
o Gunakan masker bedah (3 layer) di atas masker N95 dan ikatkan,
pastikan permukaan depan N95 ditutupi seluruhnya dengan masker
bedah.
o Gunakan pelindung mata (google)
o Gunakan handrub, pakai gaun bedah/cover all
o Gunakan apron plastik yang digunakan operator di atas gaun
bedah/cover all
o Gunakan face shield
o Pakai sarung tangan 2 lapis
Langkah “Doffing”

o Gunakan handrub/cuci tangan dan lepaskan sarung tangan


paling luar dengan cara dibalik bagian luar menjadi di dalam.
o Lepaskan apron plastik dari sekitar leher, lepaskan ikatan
belakang dengan tanpa memegang bagian depan, gulung dan
buang
o Gunakan handrub/cuci tangan, lepas ikatan gaun
bedah/coverall dan dibuang tanpa mememegang bagian depan.
o Lepaskan face shield.
o Lepaskan masker bedah tanpa memegang bagian depan dengan
melepas ikatan atau memutuskan tali. Gunakan handrub/cuci
tangan
o Lepaskan sepatu boots. Gunakan handrub/cuci tangan
o Gunakan /cuci tangan dan masker bedah
o Pastikan APD dibuang dengan jalur dan aturan yang ditetapkan
rumah sakit.
Ruang Donning dan Doffing terpisah
Persiapan Ruang Operasi
• Jumlah tenaga kesehatan di kamar operasi harus dibatasi seminimal mungkin.
• Hanya peralatan dan obat yang dibutuhkan yang dibawa ke dalam ruang
operasi
o Tim dokter anestesi harus berkomunikasi dengan petugas pencegahan
infeksi di rumah sakit saat melakukan transportasi pasien ke kamar
operasi.
o Kamar operasi dan ruang anteroom dengan sistem tekanan negatif.
o Kamar operasi yang diperuntukkan khusus untuk pasien COVID-19
diberi label pada pintu kamar operasi.
o Kamar operasi harus dipastikan berfungsi baik secara teknis termasuk
aliran laminar dan filter kamar operasi
o Mesin anestesi di kamar operasi COVID hanya diperuntukkan khusus
untuk pasien COVID-19.
o Penyaring sirkuit (Filter) harus diletakkan antara ujung proksimal
endotracheal tube (ETT) dan ujung distal sirkuit. Penyaring juga dapat
ditempatkan pada setiap bagian sirkuit yang terhubung dengan mesin
anestesi. Direkomendasikan untuk mengganti filter setiap 3-4 jam.
o APD untuk dokter anestesi sesuai standar.
Sebelum
operasi Sesudah
operasi

Mesin anestesi Plastik dibuang dan


dibersihkan dan mesin anestesi
dibungkus dengan dibersihkan
menggunakan plastik
Prosedur Anestesi yang dapat menghasilkan aerosol.
Awake fiber-optic Selama fibre-optic intubation, berpotensi menghasilkan aerosol,
Intubation Batuk sangat sulit untuk dihindari.

Ventilasi menggunakan Ventilasi menggunakan masker telah terbukti menyebarkan


masker droplet dalam jumlah kecil. Hal ini diidentifikasi sebagai faktor
risiko dalam penyebaran infeksi SARS di seluruh petugas
Identifikasi Intubasi dan ekstubasi
kesehatan.
Pasien yang tidak mengalami paralisis selama intubasi berisiko
Prosedur menghasilkan aerosol, sedangkan ekstubasi sering dapat
menyebabkan terjadinya batuk yang berisiko aerosol, serta
Berisiko upaya suction dan penggunaan oksigen dengan aliran tinggi
dapat menyebabkan aerosolisasi partikel.
Tinggi Non Invasive Ventilation Dalam percobaan menggunakan Inspiratory positive airway
pressure (IPAP) masih memungkinkan droplet menyebar
meskipun dalam jumlah kecil.
Suction Sputum Suction dapat menyebabkan batuk sehingga berpotensi
menghasilkan partikel aerosol.
Manajemen intra-operatif pada
pasien terkonfirmasi COVID-19

Personil yang diperbolehkan berada di


dalam ruang operasi saat intubasi dan
ekstubasi:
Ahli anestesi yang paling terampil
Penata/asisten anestesi
Staf ruang operasi lainnya
diperbolehkan masuk apabila pasien
sudah terintubasi
Anestesi Umum

Induksi
Diintubasi oleh dokter yang berpengalaman.

Preoksigenasi (3-5 menit) menggunakan sirkuit tertutup dengan aliran udara minimal, pastikan
mulut dan hidung pasien tertutup dengan facemask.

Dalam penggunaan mask-ventilation dokter harus memegang dengan dua tangan agar tertutup rapat
serta meminta bantuan untuk melakukan bagging, dengan aliran paling rendah dan volume tidal kecil

Berikan fentanyl secara perlahan agar tidak merangsang batuk.

Pertahankan patensi jalan napas, pastikan onset paralisis telah tercapai sebelum melakukan intubasi,
untuk menghindari batuk.

Gunakan Rapid Sequence intubation (RSI) atau modifikasi dengan Oropharyngeal Airway (OPA).
Sebelum melepas sungkup, selesaikan fase ekspirasi untuk minimalisasi aerosol.
• Penggunaan video-laringoskopi dianjurkan  Berikan suplementasi oksigen jika SpO2 <92% dengan target SpO2 <96%.
 Pada pasien COVID-19 dengan gagal nafas hipoksemia akut yang tidak
• Tempatkan pemanas dan humidifier (HME) filter antar ujung
merespons terapi oksigen konvensional, gunakan HFNC.
endotracheal tube dan sirkuit.  Pada pasien COVID-19 dengan ARDS, gunakan TV 4-8 ml/kgBB dengan
tekanan plateau (Pplat) < 30 cmH2O.
• Penata/asisten anestesi memberikan ETT yang sudah tersambung
 Pada pasien COVID-19 dengan ARDS sedang sampai berat, gunakan
dengan filter HME. Masukkan ETT hingga marker hitam tepat di pita tekanan positif akhir ekspirasi (PEEP) tinggi dan posisikan pada posisi

suara. (F:7-7.5mm; M:7.5-8mm) tengkurap (prone) selama 12-16 jam per hari.
 Hati-hati dapat terjadinya barotrauma pada penggunaan PEEP > 10 cmH2O.
• Kembangkan balon cuff dengan tekanan udara 20-30 cmH2O segera  Penggunaan N2O inhalasi tidak direkomendasikan.

setelah intubasi dilakukan.  Jaga pasien dalam posisi semi-terlentang (elevasi kepala tempat tidur 30-
45º).
• Setelah intubasi, sambungkan filter HME dengan sirkuit tertutup
• Memastikan posisi tube dengan memeriksa gerakan kedua dinding
dada atau menggunakan ultrasound
• Hindari auskultasi
• Gunakan pre-cut tape untuk fiksasi ETT
• Lepas glove paling luar setelah intubasi
B. Anestesi Regional
• Sedasi harus dilakukan secara hati-hati
• Oksigenasi dan ventilasi harus dipantau ketat jika pasien
• Gunakan APD tingkat droplet dan kontak yang paling minimal, berada dalam keadaan sedasi.
mengingat kemungkinan merubah tindakan menjadi anestesi • Monitoring CO2 dengan menghindari penggunaan sampling
umum jika anestesi regional gagal. line CO2 secara langsung diganti dengan menghubungkan
konektor ETT 15 mm dan high-efficiency particulate air (HEPA)
• Pencegahan airborne dibutuhkan jika pasien membutuhkan
dan filter heat moisture exchanging (HME) secara langsung ke
oksigen aliran tinggi.
simple face mask atau melalui suction.
• Masker bedah harus digunakan oleh pasien selama tindakan. • Terapi oksigen melalui masker venturi, ventilasi tekanan positif

• Gunakan jarum spinal pencil-point Ini dapat mengurangi risiko non-invasif, dan high flow nasal cannula (HFNC) harus

masuknya virus ke sistem saraf pusat. dihindari


• Penggunaan simple mask, dengan aliran oksigen serendah
• Penutup yang menutupi seluruh permukaan alat untuk
mungkin.
meminimalisasi kontaminasi

• Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan.


Emergence
• Berikan antiemetik untuk meminimalisir risiko terjadinya muntah.

• Pastikan emergence dengan pelan dan minimalisir kemungkinan terjadinya batuk.

• Lakukukan ekstubasi dan meminta seluruh staf ruang operasi untuk keluar selain
penata/asisten anestesi

• Gunakan plastik penutup baru menutupi wajah dan dada dengan filter HME yang
terhubung dengan sungkup wajah.

• Setelah ekstubasi, pasang mask dan masker bedah pada pasien. Bila oksigenasi
sudah adekuat, dapat diganti dengan nasal kanul di bawah masker.

• Bersihkan wajah pasien, leher dan dada dengan handrub alkohol. Pastikan mata
pasien terlindungi dari handrub alkohol

• Lakukan doffing APD secara hati-hati.

• Setelah stabil tempatkan pasien di ruang operasi isolasi untuk perawatan post
anestesi.
Manajemen post operatif
Ekstubasi harus dilakukan di ruang operasi, Pasien tetap di ruang operasi sampai sadar penuh untuk
perawatan post operatif bukan ke post- anesthesia care unit (PACU).

Menggunakan gas O2 aliran rendah, hindari penggunaan O2 aliran tinggi, Non-invasive ventilation,
atau nebulisasi.

Gunakan masker bedah pada pasien yang sadar dan kondisinya stabil.

Melakukan sterilisasi kamar operasi

Hindari penggunaan T-Piece atau sirkuit terbuka yang lain.

Ruang perawatan sebaiknya bertekanan negatif.

Setelah pasien kembali ke ruangan, minimal 1 jam semua permukaan yang terkontaminasi seperti
monitor, kabel, dan mesin anestesi agar dibersihkan
Intubasi emergensi pada pasien COVID-19 di luar
kamar operasi
Persiapan alat untuk intubasi :
Indikasi intubasi endotrakeal: 1. Persiapan obat anestesi & vasoaktif
Pasien dengan distress napas akut
2. Akses vena
• RR > 30X/menit,
3. Ventilator
• hipoksemia akut (PaO2/FiO2) <150 mmHg tidak ada
perubahan setelah 2 jam dengan terapi oksigen aliran tinggi 4. Monitoring standar
• Penurunan kesadaran
5. videolarygoscope dengan blade disposable;
• ketidakmampuan patensi jalan napas
6. ETT dengan stylet disposable
7. laryngeal mask disposable;
8. Alat suction
9. peralatan untuk krikotiroidotomi emergensi

* Videolaryngoscope atau fiberscope direkomendasikan karena


dapat menjaga jarak antara airway dari pasien dengan dokter
• Rapid sequence induction direkomendasikan.
• Preoksigenasi 3-5menit dengan sirkuit tertutup

• Pilihan obat induksi: bila hemodinamik baik, midazolam (2-5) mg


dengan etomidate (10-20mg). Fentanyl (100 -150 μg) atau
sufentanil (10-15μg) IV bagi pasien dewasa

• Sistem suction tertutup direkomendasikan.

• Posisi pasien, reverse trendelenberg untuk memaksimalkan


safe apnea time.
• Risiko ketidakstabilan kardiovaskuler, direkomendasikan
induksi dengan ketamin 1-2 mg/kgBB. Pelumpuh otot,
rocuronium 1.2 mg/kgBB diberikan secepatnya
meminimalkan masa apnea dan mengurangi risiko batuk.
• Pastikan pelumpuh otot bekerja maksimal sebelum
melakukan intubasi endotrakeal.
• Pastikan bolus atau infus segera vasopresor untuk
mengatasi jika terjadi hipotensi.
KESIMPULAN
• Ahli anestesi berisiko tinggi terhadap penularan infeksi
• Ruang operasi merupakan lingkungan yang padat dan dapat meningkatkan
risiko penularan termasuk kepada dokter anestesi serta seluruh tenaga medis
yang terkait

Protokol pencegahan infeksi untuk manajemen


perioperatif pada kasus COVID-19 :

• Penggunaan ruang operasi tekanan negatif,

• Transfer pasien yang tepat,

• Alat perlindungan diri yang tepat,

• Prosedur biosafety precautions yang efektif


DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. World Health Organization. Global Surveillance for human infection with coronavirus disease (COVID-19). Interim Guid. 2020;

2. Wu Z, McGoogan JM. Characteristics of and Important Lessons from the Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Outbreak in China: Summary of a Report of 72 314 Cases
from the Chinese Center for Disease Control and Prevention. JAMA. 2020;323(13):1239–1242.

3. National Health Commission and National Administrative Office of Chinese Tradition Medicine: National Recommendations for Diagnosis and Treatment of Pneumonia
Caused by 2019-nCoV (6th edition).

4. Direktorat jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019. Maret. 2020

5. Wax RS, Christian MD. Practical recommendations for critical care and anesthesiology teams caring for novel coronavirus (2019-nCoV) patients. Canadian Journal of
Anesthesia/Journal canadien d’anesthesie. 2020.

6. World Federation of Societies of Anaesthesiologists. Coronavirus - guidance for anaesthesia and perioperative care providers. 2020.

7. Griffiths MJD, et al. Guidelines on the Management of Acute Respiratory Distress Syndrome. BMJ Open Resp Res. 2019

8. PDPI, PERKI, PAPDI, PERDATIN, IDAI. Pedoman Tatalaksana COVID-19. Edisi 2. Agustus 2020.

9. Erlina B, Fathiyah I, Agus D.S. dkk. Pneumonia COVID-19. Diagnosis dan Tatalaksana di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta, 2020.

10. Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif. Buku Pedoman Penanganan Pasien Kritis COVID-19. 2020.

11. Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Maret 2020. Rekomendasi Standar Penggunaan APD untuk Penanganan COVID-10 di Indonesia. :1–27.

12. Bauer M, Bernstein K, Dinges E, Delgado C, El-Sharawi N, Sultan P, et al. Obstetric Anesthesia During the COVID-19 Pandemic. Anesth Analg. 2020;(April).

13. Butterworth J, Mackey D, Wasnick J. Morgan & Mikhail Clinical Anesthesiology. Clinical Anaesthesiology. 2013.

14. Wax RS, Christian MD. Practical recommendations for critical care and anesthesiology teams caring for novel coronavirus (2019-nCoV) patients. Can J Anaesth. 2020. 81.
Liana Zucco,
THANKYOU

Anda mungkin juga menyukai