Anda di halaman 1dari 15

Lembar Pengantar

Ujian Akhir Semester


Final Examination Cover Sheet
Nama Mahasiswa : Syafira Audyna
Student Name

NIM Mahasiswa : 03051170052


Student ID

Nama Mata Kuliah : Klinis Hukum


Course Name

Kelas : 17 Law 1
Class

Dosen : Dr. Japansen Sinaga, S.H., M.Hum.


Lecturer / Tutor

Tanggal Penyerahan : 29-Apr-20


Submission Date

Saya menyatakan bahwa asesmen ujian akhir semester ini adalah merupakan karya saya sendiri, dan belum diserahkan untuk
keperluan nilai kredit akademik di institusi lain, dan menyatakan bahwa penilai dapat mempergunakannya untuk:
I declare that this Final Examination Assessment item is my own work, and has not been submitted for academic credit elsewhere, and
acknowledge that the assessor of this item may, for the purpose of assessing this item

a. Memperbanyak hasil penilaian ujian akhir semester ini dan memberikan salinannya kepada pihak terkait lainnya dalam
Universitas; dan/atau
Reproduce this final examination assessment item and provide a copy to another member of the University; and/or,

b. Menyerahkan salinan dari hasil penilaian ujian akhir semester ini kepada layanan pemeriksaan plagiarisme (untuk disimpan
sebagai arsip dalam pemeriksaan plagiarisme di masa mendatang)
Communicate a copy of this final examination assessment item to a plagiarism checking service (which may then retain a copy of the final
examination assessment item on its database for the purpose of future plagiarism checking).

c. Saya menyatakan bahwa saya telah membaca dan memahami Peraturan Universitas sehubungan dengan Pelanggaran Akademik
Mahasiswa
I certify that I have read and understood the University Rules in respect of Student Academic Misconduct.

Ditanda tangani oleh : Syafira Audyna


Signed by

Tanggal : 29-Apr-20
Date

*Pilih salah satu/Select one


ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGRI POLMAN
NOMOR : 186/Pid. Sus/2016/PN.Pol

MATA KULIAH :
KLINIS HUKUM

DOSEN :
DR. JAPANSEN SINAGA, S.H., M.HUM.

DISUSUN OLEH :
SYAFIRA AUDYNA
17L1

ILMU HUKUM
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN MEDAN
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang hingga saat ini masih
memberikan nikmat iman dan kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas penulisan mengenai “ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGRI
POLMAN , NOMOR : 186/Pid. Sus/2016/PN.Pol “ dengan tepat waktu.
Sekaligus pula penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada Bapak DR. Japansen Sinaga S.H., M.HUM. Selaku dosen mata
kuliah Klinis Hukum yang telah menyerahkan kepercayaannya kepada penulis guna
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Penulis juga sangat berharap dengan adanya makalah ini dapat
memberikan manfaat sekaligus wawasan bagi para pembaca. Selain itu penulis juga
sadar bahwa pada makalah penulis ini masih banyak ditemukan kekurangan, serta
masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis benar-benar menanti kritik
dan saran agar kemudian dapat penulis perbaiki dan penulis tulis di masa yang akan
datang. Sekali lagi penulis menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
disertai saran yang konstruktif.

Medan, 29 April 2020

Penulis

2
PUTUSAN PENGADILAN NEGRI POLMAN
NOMOR : 186/Pid. Sus/2016/PN.Pol

Rabu tanggal 04 Mei 2016 sekitar jam 13. 15 Wita atau pada bulan Mei
2016 bertempat di jalan Manunggal, Kelurahan Pekkabata, Kec. Polewali, Kab.
Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat atau pada tempat-tempat lain yang masih
dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Polewali, yang berwenang memeriksa dan
mengadili, tanpa hak dan melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual,
membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan
narkotika Golongan I berupa narkotika jenis shabu, perbuatan mana terdakwa
lakukan dengan cara sebagai berikut:
- Bahwa awalnya pada hari Rabu, tanggal 04 Mei 2016, sekitar pukul 13.15
Wita,
- terdakwa mendapat telepon melalu telepon genggam dari saksi AZMAN
ALWI Alias AZMAN Bin ALWI dengan maksud menanyakan apakan
terdakwa masih memiliki narkotika jenis shabu untuk dibawakan kepada
saksi ARAFAH Alias DOPING, lalu terdakwa menyampaikan bahwa ia
masih memiliki jenis narkotika shabu di rumahnya.
- Bahwa sekitar pukul 14.10 Wita, saat berada di Jalan Manunggal atau depan
Kantor Bupati Polman, terdakwa yang sedang menunggu kedatangan saksi
AZMAN ALWI Alias AZMAN Bin ALWI dengan kendaraan bermotor
langsung didekati oleh aksi IRSAN. R Bin RINJING dan saksi IRSAL
AGUS SALIM yang kemudian terdakwa berhasil ditangkap dan diamankan
oleh saksi IRSAN. R Bin RINJING dan saksi IRSAL AGUS SALIM, lalu
dilakukan penggeledahan pada diri terdakwa dan ditemukan 1 (satu) saset
plastik narkotika jenis shabu yang kemudia diakui oleh terdakwa bahwa
barang tersebut adalah kepunyaannya. Berdasarkan temuan dan informasi
tersebut, selanjutnya terdakwa dibawa ke rumah kediamannya dan setelah
dilakukan penggeledahan oleh anggota Polisi maka ditemukan 1 (satu) saset
plastic bening berisi narkotika jenis shabu, 1 (satu) buah pipet warna putih

3
yang ujungnya runcing, 4 (empat) plastic bening yang semuanya milik
terdakwa.
- Bahwa berdasarkan berita acara pemeriksaan di Pusat Laboratorium
Forensik Polri Cabang Polewali, yang pada pokoknya menyimpulkan
bahwa 1 (satu) saset plastic bening berisi narkotika jenis shabu, 1 (satu)
buah pipet warna putih yang ujungnya runcing, 4 (empat) plastic bening
termasuk ke dalam daftar narkotika Golongan I Nomor Urut 61 Undang-
Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Dakwaan Jaksa Penuntut Umum.


• Primair: Melanggar Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika.
• Subsidair: Melanggar pasal 111 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika.

Tuntutan Jaksa Penuntut Umum


• Menyatakan terdakwa AMIRUDDIN Alias MAMI Bin LADA bersalah
telah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Dakwaan Primair
pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika.
• Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa AMIRUDDIN Alias
MAMI Bin LADA dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dikurangi
dengan masa penahanan yang telah dijalaninya dengan perintah terdakwa
tetap ditahan dan denda sebesar Rp. 100.000.000,- subsidair 2 (dua) bulan
kurungan, dengan perintah mereka terdakwa tetap dalam tahanan.
• Menyatakan barang bukti berupa 1 (satu) paket narkotika jenis shabu
dirampas untuk dimusnahkan.
• Menetapkanagarterdakwa,jikaternyatadipersalahkandandijatuhipidana,
supaya dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,00,- (dua ribu
rupiah).

4
Putusan Majelis Hakim
1. Menyatakan bahwa terdakwa AMIRUDDIN Alias MAMI Bin LADA
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
“tanpa hak dan melawan hukum menguasai narkotika Golongan I bukan
tanaman”.
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 1 (satu) tahun dan 1 (satu) bulan.
3. Menetapkan bahwa masa penahanan yang telah dijalani terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari lamanya pidana yang dijatuhkan.
4. Memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan.
5. Memerintahkan supaya barang bukti berupa 2 (dua) saset plastik bening
yang berisikan narkotika jenis shabu dengan berat 0,2319 gram; 1 (satu)
buah kaca pireks yang terdapat narkotika jenis shabu dengan berat 0,0027
gram; 1 (satu) buah pipet earna putih yang ujungnya runcing; 4 (empat)
buah plastik bening yang diduga bekas pakai narkotika jenis shabu; 1 (satu)
buah handphone merk Maxtron warna hitam model MG-335 dirampas dan
dimusnahkan; uang tunai sebesar Rp. 300.000,- dalam pecahan lima ribu
rupiah sebanyak 6 (enam) lembar dirampas untuk Negara; 1 (satu) unit
sepeda motor Suzuki FU 150 warna hitam Nopol. KT 5119 IP dikembalikan
kepada yang berhak melalui terdakwa AMIRUDDIN Alias MAMI Bin
LADA.
6. Membebani terdakwa membayar biaya perkara sebanyak Rp. 2.000,00,-
(dua ribu rupiah).

5
Pertimbangan Hakim
Pertama, putusan hakim dalam perkara tindak pidana penyalahgunaan
Narkotika tidak selalu sama, walaupun dengan kasus yang sama akan tetapi hasil
putusan berbeda-beda inilah yang disebut sebagai putusan disparitas, di mana
hakim memutus suatu perkara yang sama namun dengan hasil putusan yang
berbeda. Perbedaan dalam pengambilan putusan tersebut disebabkan adanya
beberapa faktor seperti faktor ekonomi, sosial serta fakta-fakta hukum yang
terungkap dalam persidangan.
Kedua, dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku
penyalahgunaan Narkotika Golongan I adalah dari berbagai aspek yaitu aspek
yuridis dan non yuridis. Pertimbangan hakim yang bersifat yuridis adalah dari Pasal
184 ayat (1) KUHP yaitu berupa keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, barang
bukti serta keterangan terdakwa dan fakta-fakta hukum yang terungkap dalam
persidangan. Sedangkan untuk pertimbangan yang bersifat non yuridis berupa
sikap-sikap terdakwa dalam proses persidangan tersebut, serta faktor usia dan
tanggungjawab.
Ketiga, dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan Rehabilitasi
bagi korban penyalahgunaan Narkotika sesuai dengan ketentuan Pasal 127 ayat (3)
yang menyatakan apabila pelaku penyalahgunaan Narkotika Golongan I terbukti
sebagai korban penyalahgunaan Narkotika maka Penyalahguna tersebut wajib
menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Dalam menentukan
penyalahguna wajib menjalani rehabilitasi harus ada bukti yang membuktikan
bahwa penyalahguna tersebut adalah korban dan bukti-bukti tersebut dapat
diperoleh dengan adanya assessment dari rumah sakit dan atau tempat rehabilitasi
serta adanya keterangan dari ahli yaitu dokter yang memberikan keterangan sejauh
mana kadar ketergantungannya dan adanya pengajuan rehabilitasi dari pihak
terdakwa.
Keempat, kendala yang dialami oleh Hakim dalam menentukan sanksi pidana
bagi pelaku penyalahgunaan Narkotika adalah stigma negative masyarakat terhadap
seorang hakim. Seringkali seseorang yang berprofesi sebagai hakim mendapatkan
tekanan dalam menentukan sanksi pidana yang dianggap tidak adil.

6
Faktor-faktor yang ada pada terdakwa AMIRUDDIN Alias MAMI Bin LADA
yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan berat- ringannya sanksi
pidana yang dijatuhkan kepada pelaku kejahatan narkotika. Beberapa pertimbangan
yang memberatkan terdakwa, antara lain:
- Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat;
- Perbuatannya bertentangan dengan program pemerintah yang tengah giat-
giatnya memberantas narkotika; dan
- Terdakwa sudah pernah dihukum.
Pertimbangan tersebut di atas yang terdapat pada putusan pengadilan yang
dipertimbangkan oleh hakim dalam menjatuhkan beratnya sanksi pidana terdapat 3
(tiga) poin. Selain pertimbangan yang memberatkan terdakwa tersebut di atas, juga
terdapat factor yang dinilai oleh majelis hakim dapat meringankan vonis terhadap
terdakwa, antara lain: terdakwa telah bersikap jujur dan mau mengakui
perbuatannya, terdakwa telah menyesali perbuatannya dan berjanji tidak
mengulangi lagi, terdakwa menjadi tulang punggung dalam menafkahi keluarga.
Faktor lainnya yang turut dipertimbangkan oleh hakim, yaitu faktor
menyangkut tentang narkotika yang digunakan oleh terdakwa dalam melakukan
kejahatan yaitu:
1. Jenis dan jumlah narkotika, merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan
oleh hakim dalam memberikan pertimbangan di dalam menjatuhkanpidana
kepada terdakwa.
2. Golongan berapa yang digunakan oleh terdakwa, hakim dalam memberikan
pertimbangan tidak begitu sulit dalam pembuktian di pengadilan karena
sudah jelas di dalam peraturan perundang-undangan.
3. Peranan pelaku merupakan salah satu faktor yang sangat sulit
pembuktiannya, apakah ia sebagai pelaku ataukah sebagai penyimpan.

7
Analisis Putusan
Tujuan dibentuknya Undang-Undang narkotika nomor 35 tahun 2009 telah
dijelaskan pada pasal 4 yaitu :
a. menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
b. mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari
penyalahgunaan Narkotika;
c. memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;dan
d. menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah Guna
dan pecandu Narkotika
Bersdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Polman NOMOR : 186/Pid.
Sus/2016/PN.Pol, terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan penyalahgunaan narkotika, unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :
• Setiap orang
Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan secara obyektif selama
persidangan, ternyata bahwa terdakwa adalah orang yang cakap, dewasam mampu
berbuat dan menanggung jawabkan perbuatannya secara sehat fisik dan psikisnya,
dan terdakwa dapa menjawab secara lancar atas pertanyaan yang diajukan oleh
majelis hakim, penuntut umum maupun penasihat hukum terdakwa sehingga sesuai
pertimbangan bahwa terdakwa adalah subyek hukum.
• Tanpa hak atau melawan hukum
Terhadap unsur “tanpa hak” mengandung arti bahwa perbuatan tersebut adalah
tidak sesuai menurut hukum, sedangkan perbuatan melawan hukum
(wederechttelijk) adalah telah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan
hukum. Pasal 7 Undang Undang No. 35 Tahun 2009 menegaskan Narkotika hanya
dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau ilmu
pengetahuan dan tehnologi, oleh karenanya penguasaannya harus dengan izin yang
berwenang dalam hal ini dari Menteri Kesehatan R.I. Pasal 36 UURI No.35 tahun
2009 tentang Narkotika menetukan bahwa Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya
dapat diedarkan setelah mendapat izin edar dari menteri.

8
Pasal 38 UURI No.35 tahun 2009 tentang Narkotika menentukan bahwa setiap
kegiatan peredaran Narkotika wajib dilengkapi dengan dokumen yang sah. Pasal
41 UURI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika menetukan bahwa Narkotika
Golongan I hanya dapat dilakukan oleh pedagang besar farmasi kepada lembaga
Ilmu Pengetahuan tertentu untuk kepentingan Pengembangan Ilmu Pengetahuan
dan Tehnologi ; Bahwa berdasarkan uraian fakta di atas maka terdakwa bukanlah
orang yang berhak untuk memiliki Narkotika Golongan I jenis shabu tersebut.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas maka menurut Majelis perbuatan
terdakwa tersebut telah memenuhi unsur tanpa hak atau melawan hukum telah
terpenuhi.

Menurut pendapat saya, pemenuhan rasa keadilan merupakan sifat relative,


karena negara dan masyarakat melihat penjatuhan pidana nakrkotika tersebut, tidak
menurunkan jumlah pecandu narkotika. Pelaksanaan rehabilitasi medis serta social
juga merupakan bentuk penyelesaian penyebaran narkotika agar negara kita bebas
dari narkotika. enjatuhan pidana seharusnya seimbang sesuai dan berkualitas yaitu
penegakan hukum didasarkan pada keilmuan hukum pidana untuk
mengoptimalisasi ilmu hukum tersebut. Putusan hakim dalam bentuk rehabilitasi
medis terhadap pecandu narkotika sesuai dengan salah satu teori putusan hakim,
yaitu teori keseimbangan, dimana terdapat keseimbangan antara syarat-syarat yang
ditentukan undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang tersangkut atau
berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang
berkaitan dengan masyarakat dan kepentingan terdakwa. Salah satu tujuan dari
Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 menyebutkan bahwa menjamin
pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalahguna dan pecandu
Narkotika. Pada putusan pengadilan tersebut hanya dijatuhi hukuman pidana
penjara selama 1 (satu) tahun dan 1 (satu) bulan tidak di rehabilitasi. Jika dikaitkan
dengan penegakan hukum yang efektif, integral, dan berkualitas rehabilitasi
merupakan kewajiban apabila sudah terbukti sebagai pengguna.
Pada kasus ini, banyak pihak yang berpendapat bahwa seseorang yang telah
melakukan tindak pidana lebih dari satu kali , sebaiknya diberikan sanksi pidana

9
dengan sanksi yang memberatkan. Putusan penjatuhan pidana oleh hakim tidak
dapat memberikan efek jera terhadap masyarakat. Disamping hal itu, haruslah juga
diberikan pengobatan rehabilitasi atau tindakan rehabilitasi karena terdakwa hanya
sebagai pemakai atau serig disebut sebagai korban. Rehabilitasi tersebut dilakukan
dengan tujuan : a. Menghilangkan ketergantungan dari pengaruh narkotika
sehingga ia dapat hidup secara normal. b. Menyembuhkan tubuh para pecandu dari
keterikatan narkotika. c. Melengkapi para pecandu dengan ketrampilan demi masa
depan mereka. Sebagaimana yang telah dijelaskan penulis, bahwa tindakan dengan
rehabilitasi bertujuan untuk mewujudkan koordinasi dan kerjasama secara optimal
penyelesaian permasalahan Narkotika dalam rangka menurunkan jumlah Pecandu
Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika melalui program pengobatan,
perawatan, dan pemulihan dalam penanganan Pecandu Narkotika dan Korban
Penyalah gunaan Narkotika sebagai tersangka, terdakwa atau Narapidana, dengan
tetap melaksanakan pemberantasan peredaran gelap Narkotika. Penjelasan tersebut
terdapat dalam Peraturan Bersama Kepala Badan Narkotika Nasional Republik
Indonesia Nomor: PERBER/01/III/2014/BNN Bab III Tujuan Pasal 2.
Terhadap terdakwa yang mengalami ke- tergantungan akibat penyalahgunaan
narkotika, hakim dapat memerintahkan kepada terdakwa untuk menjalani
pengobatan dan/atau pe- rawatan. Kata “dapat”, dapat ditafsirkan bahwa hakim
tidak wajib atau selalu memerintahkan kepada terdakwa untuk menjalani
pengobatan dan/ atau perawatan. Dalam menerapkan ketentuan tersebut hakim
harus bersifat arif dan bijaksana, agar maksud dan tujuan dapat dicapai dengan baik.
Hal ini senada dengan pernyataan Bassiouni bahwa tujuan yang ingin dicapai oleh
pidana adalah melindungi kepentingan sosial, yakni memelihara tertib masyarakat,
per- lindungan warga masyarakat dari kejahatan, kerugian atau bahaya yang tak
dapat dibenarkan yang dilakukan orang lain, memasyarakatkan kembali
(resosialisasi) para pelanggar hukum, memelihara atau mempertahankan integritas
pandangan dasar mengenai keadilan sosial, martabat kemanusiaan dan keadilan
individu. Terungkap dalam perkara ini bahwa terdakwa sebelum ditangkap telah
meng- gunakan narkotika. Hal ini berarti bahwa seharusnya hakim menilai apakah
yang ber- sangkutan dapat dikualifikasikan mengalami “ketergantungan” atau

10
tidak, sehingga ke- padanya diharuskan untuk menjalani peng- obatan dan/atau
perawatan. Pengobatan dan/atau perawatan sendiri merupakan usaha non penal
yang bertujuan agar si pelaku tindak pidana tersebut sembuh dan dapat berperilaku
tidak menyimpang lagi ketika sudah keluar dari lembaga pemasyarakatan. Namun
demikian, masih menjadi pertanyaan siapakah yang harus menanggung biaya pe-
ngobatan dan/atau perawatan tersebut. Mes- kipun yang memerintahkan adalah
hakim, tetapi tidak mungkin hakim yang menanggung biayanya, karena hakim
bertindak dalam menjalankan tugasnya untuk memutus per- kara. Terdakwa juga
tidak mungkin, karena yang bersangkutan hanya menjalankan putus- an hakim.
Oleh karena itu, sudah sewajar- nyalah pemerintah ikut campur dalam hal ini,
dengan konsekuensi biaya atas pengobatan dan/ atau perawatan sebagaimana
digariskan dalam Pasal 47 tersebut harus dibebankan kepada Negara.
Putusan Hakim seharusnya mempertimbangkan kondisi terdakwa dan mengacu
pada tujuan hukum untuk melindungi masyarakat dari kejahatan (social defense),
yang salah satunya dapat dilakukan melalui pemberian rehabilitasi terhadap pelaku
kejahatan. Sanksi yang dijatuh- kan tersebut seyogyanya dapat menimbulkan
penyesalan atas perbuatan dan menciptakan niat untuk tidak mengulangi perbuatan
tersebut sehingga dapat membawa manfaat dan keadilan bagi masyarakat (general
detterence) maupun pelaku itu sendiri (special detterence). Keadilan dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu keadilan bagi individu dan keadilan bagi masyarakat.
Keadilan individu merupakan keadilan yang melekat pada diri si terdakwa. Dengan
tidak dilaksanakannya kewajiban hakim dalam ketentuan Pasal 47 UU No.12
Tahun 1997, maka hal ini akan menimbulkan ketidakadilan bagi si terdakwa,
karena disini hakim dapat secara arif dan bijaksana untuk memberikan treatment
bagi terdakwa yang sudah mengalami ketergantungan. Sedangkan keadilan bagi
masyarakat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengembalikan anggota masyarakat
dalam keadaan yang tidak kembali meresahkan masyarakat yaitu sembuh dari
ketergantungan narkotika dan tidak meracuni masyarakat lainnya karena
penyalahgunaan tersebut.
Tindakan pengobatan dan/ perawatan sebagaimana diatur Pasal 47 Undang-
undang No. 12 Tahun 1997, merupakan salah satu upaya untuk mencegah

11
terulangnya tindak pidana penyalahgunaan narkotika mengingat pengguna
narkotika akan mengalami sindroma ketergantungan setelah mengkonsumsi
narkotika. Dengan tidak dijatuhkannya putusan untuk melakukan tindakan
pengobatan/perawatan, maka tindak pidana cenderung hanya akan terhenti di
lembaga pemasyarakatan saja dan akan terulang kembali ketika terpidana ke-luar
dari lembaga pemasyarakatan. Alhasil, putusan hakim pun akan menjadi sia-sia dan
tidak bermanfaat bagi si pelaku maupun bagi masyarakat. Bilamana kasus
penyalahgunaan narkotika ini dikorelasikan dengan teknik penghukuman dengan
mendasar pada suatu sanksi (pidana penjara), maka pada hakikat-nya Analisis
Putusan Tentang Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika penerapan sanksinya
dapat dikategorikan kurang efektif dan karenanya putusan hakim ini dapat
dikategorikan tidak progresif karena belum sepenuhnya memenuhi nilai kepastian,
keadilan dan kemanfaatan.
kerangka yuridis yang telah ada di dalam UU No. 35 Tahun 2009 seharusnya
digunakan oleh hakim dalam memutus pecandu dan pemakai Narkoba yakni Pasal
127 UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Menempatkan
penyalahguna/pengguna narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi melalui putusan
hakim merupakan alternatif pemberian sanksi pidana yang sangat baik dalam
rangka deferent aspect dan refomaive aspect pelaku penyalahgunaan Narkoba dan
penanggulangan peredaran gelap Narkoba bila dibandingkan dengan menerapkan
pelaku dengan sanksi pidana penjara, sanksi pidana berupa rehabilitasi dilakukan
melalui rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial. Rehabilitasi dimaksud
bertujuan agar pemakai/pecandu peredaran gelap Narkoba terlepas dari
ketergantungan penggunaan Narkoba. Setelah undang-undang narkotika berjalan
selama lebih dari 12 tahun, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan sebuah surat
edaran untuk memberikan petunjuk bagi para hakim, yaitu Surat Edaran Mahkamah
Agung Nomor 04 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban
Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan
Rehabilitasi Sosial yang merupakan revisi dari Surat Edaran Mahkamah Agung
Nomor 07 Tahun 2009. Tentunya Surat Edaran Mahkamah Agung ini merupakan
langkah maju di dalam membangun paradigma penghentian kriminalisasi atau

12
dekriminalisasi terhadap pecandu narkotika. Hukuman penjara bagi penyalahguna
narkotika terbukti tidak dapat menurunkan jumlah penyalahguna narkotika.
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tahun 2010 juga telah
mengatur rehabilitasi terhadap pengguna narkotika, dalam Pasal 110:
a. Tindakan rehabilitasi dikenakan kepada pembuat tindak pidana yang:
1) kecanduan alkohol, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;
dan/atau
2) mengidap kelainan seksual atau yang mengidap kelainan jiwa.
b. Rehabilitasi dilakukan di lembaga rehabilitasi medis atau sosial, baik milik
pemerintah maupun swasta.
Rehabilitasi terhadap pecandu narkotika menganut teori treatment dan social
defence. Rehabilitasi terhadap pecandu narkotika menganut teori treatment sebab
rehabilitasi terhadap pecandu narkotika merupakan suatu proses kegiatan
pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan. Hal
tersebut sesuai dengan pemidanaan yang dimaksudkan pada aliran teori treatment
yaitu untuk memberi tindakan perawatan (treatment) dan perbaikan (rehabilitation)
kepada pelaku kejahatan sebagai pengganti dari penghukuman. Pelaku kejahatan
adalah orang yang sakit sehingga membutuhkan tindakan perawatan (treatment)
dan perbaikan (rehabilitation).

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Kuncoro, Veronica Adityo. 2018. Dasar Pertimbagan Hakim dalam


Menjatuhkan Putusan Pidana Penjara atau Rehabilitasi bagi Pelaku
Penyalahgunaan narkotika.
http://eprints.ums.ac.id/60086/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf
2. Hikmawati, Puteri. 2011. Analisis terhadap Sanksi Pidana bagi Pengguna
Narkotika.
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4
2&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwiUi-
C0qYHpAhVPVH0KHWrUDK04KBAWMAF6BAgDEAE&url=https%3
A%2F%2Fjurnal.dpr.go.id%2Findex.php%2Fhukum%2Farticle%2Fview
%2F220%2F161&usg=AOvVaw0ssTf3ht23rPY1vfQPcw9H
3. Sari, Nur Aulia. 2017. Analisis Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan
Sanksi Pidana pada Kejahatan Narkotika. http://repositori.uin-
alauddin.ac.id/8465/1/NUR%20AULIA%20SARI.pdf
4. Putusan Pengadilan Negeri Polman NOMOR : 186/Pid. Sus/2016/PN.Pol

14

Anda mungkin juga menyukai