Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Polusi udara kota di beberapa kota besar di Indonesia telah sangat memprihatinkan.
Beberapa hasil penelitian tentang polusi udara dengan segala resikonya telah dipublikasikan,
termasuk resiko kanker darah. Namun, jarang disadari entah beribu ribu warga kota yang
meninggal setiap tahunnya karena infeksi saluran pernapasan, asma, maupun kanker paru-
paru akibat polusi udara kota. Meskipun sesekali telah turun hujan, langit di kota-kota besar
di Indonesia tidak biru lagi. Udara kota telah dipenuhi oleh gas-gas yag berbahaya bagi
kesehatan manusia. Diperkirakan dalam sepuluh tahun mendatang terjadi peningkatan jumlah
penderita penyakit paru-paru dan saluran pernapasan. Bukan hanya infeksi saluran
pernapasan akut yang kini menempati urutan pertama dalam pola penyakit diberbagai
wilayah di Indonesia, tetapi juga meningkatnya jumlah penderita penyakit asma dan kanker
paru-paru.
Di kota-kota besar, konstribusi gas buang kendaraan bermotor sebagai sumber polusi
udara mencapai 60-70 %. Sedangkan kontribusi gas buang dari cerobong asap industri hanya
berkisar 10-15 %, sisanya berasal dari sumber pembakaran lain, misalnya dari rumah tangga,
pembakaran sampah, kebakaran hutan dan lain-lain. Sebenarnya banyak polutan udara yang
perlu di waspadai, tetapi organisasi kesehatan dunia (WHO) menetapkan beberapa jenis
polutan yang dianggap serius. Polutan udara yang berbahaya bagi kesehatan manusia,
tanaman, hewan serta merusak harta benda adalah partikulat yang mengandung partikel aspa
dan jelaga, hidrokarbon, sulfur dioksida, dan nitrogen oksida. Semuanya diemisikan oleh
kendaraan bermotor, WHO memperkirakan bahwa 70 % penduduk kota di dunia pernah
menghirup udara kotor akibat emisi kendaraan bermotor, sedangkan 10 % sisanya menghirup
udara yang bersifat marginal.
Akibatnya fatal bagi bayi dan anak-anak. Orang dewasa yang beresiko tinggi,
misalnya wanita hamil, usia lanjut, serta orang yang telah memiliki riwayat penyakit paru dan
saluran pernapasan menahun. Celakanya para penderita maupun keluarganya tidak menyadari
bahwa berbagai akibat negatif tersebut berasal dari polusi udara akibat emisi kendaraan
bermotor yang semakin memprihatinkan. Berdasarkan latar belakang diatas maka di lakukan
praktikum Pengelolaan Lingkungan Terhadap Pencemaran di Udara untuk mengetahui
pengaruh pencemaran di udara terhadap tumbuhan serta untuk mengetahui kebisingan dan
tingkat polusi udara.

1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan debu jatuh.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui alat dan bahan pemeriksaan debu jatuh
2. Mengetahui cara kerja pemeriksaan alat dan bahan debu jatuh
3. Mengetahui hasil pemeriksaan debu jatuh
1.3 Manfaat
Mahasiswa dapat mengetahui alat, bahan, cara kerja dan hasil pemeriksaan debu
jatuh.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Udara

Udara adalah campuran gas yang terdapat pada permukaan bumi. Udara tidak tampak mata,
tidak berbau, dan tidak ada rasanya. Kehadiran udara hanya dapat dilihat dari adanya angin
yang menggerakan benda. Udara termasuk salah satu jenis sumber daya alam karena
memiliki banyak fungsi bagi makhluk hidup.
Kandungan elemen senyawa gas dan partikel dalam udara akan berubah-ubah dengan
ketinggian dari permukaan tanah. Demikian juga massanya, akan berkurang seiring dengan
ketinggian. Semakin dekat dengan lapisan troposfer, maka udara semakin tipis, sehingga
melewati batas gravitasi bumi, maka udara akan hampa sama sekali.
Apabila makhluk hidup bernapas, kandungan oksigen berkurang, sementara
kandungan karbon dioksida bertambah. Ketika tumbuhan menjalani sistem fotosintesa,
oksigen kembali dibebaskan.
Udara adalah atmosfer yang ada di sekeliling bumi yang fungsinya sangat penting
untuk kehidupan di muka bumi ini, dalam udara terdapat oksigen (O2) untuk bernafas,
karbon dioksida (CO2) untuk proses fotosintesis oleh khlorofil daun, dan ozon (O3) untuk
menahan sinar ultraviolet dari matahari (Sunu, 2001).
Udara adalah campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi.
Komponen yang konsentrasinya paling bervariasi yaitu uap air dan CO2, kegiatan yang
berpotensi menaikkan konsentrasi CO2 seperti pembusukan sampah tanaman, pembakaran
atau sekumpulan massa manusia di dalam ruangan terbatas yaitu karena proses pernapasan
(Agusnar, 2007).
2.2 Pencemaran Udara
Pencemaran udara adalah peristiwa masuknya, atau tercampurnya, polutan (unsur-
unsur berbahaya) ke dalam lapisan udara (atmosfer) yang dapat mengakibatkan menurunnya
kualitas udara (lingkungan). Pencemaran udara merupakan kehadiran satu atau lebih
substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan
kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau
merusak properti. Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun
kegiatan manusia. Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas, radiasi atau
polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara. Sifat alami udara mengakibatkan dampak

3
pencemaran udara dapat bersifat langsung dan lokal, regional, maupun global. Pencemaran
dapat terjadi dimana-mana. Bila pencemaran tersebut terjadi di dalam rumah, di ruang-ruang
sekolah ataupun di ruang-ruang perkantoran maka disebut sebagai pencemaran dalam ruang
(indoor pollution). Sedangkan bila pencemarannya terjadi di lingkungan rumah, perkotaan,
bahkan regional maka disebut sebagai pencemaran di luar ruang (outdoor pollution).
Umumnya, polutan yang mencemari udara berupa gas dan asap. Gas dan asap tersebut
berasal dari hasil proses pembakaran bahan bakar yang tidak sempurna, yang dihasilkan oleh
mesin-mesin pabrik, pembangkit listrik dan kendaraan bermotor. Selain itu, gas dan asap
tersebut merupakan hasil oksidasi dari berbagai unsur penyusun bahan bakar, yaitu: CO2
(karbondioksida), CO (karbonmonoksida), SOx (belerang oksida) dan NOx (nitrogen oksida).
2.3 Debu Jatuh
Debu atau Dust adalah partikel padat yang berukuran sangat kecil yang dibawa oleh
udara. Partikel-partikel kecil ini dibentuk oleh suatu proses disintegrasi atau fraktur seperti
penggilingan, penghancuran atau pemukulan terhadap benda padat. Mine Safety and Health
Administration (MSHA) mendefinisikan debu sebagai padatan halus yang tersuspensi diudara
(airbone) yang tidak mengalami perubahan secara kimia ataupun fisika dari bahan padatan
aslinya.
Ukuran partikel debu yang dihasilkan dari suatu proses sangatlah bervariasi, mulai
dari yang tidak bisa terlihat dengan mata telanjang sampai pada ukuran yang terlihat dengan
mata telanjang. Ukuran partikel yang besar akan tertinggal pada permukaan benda atau turun
kebawah (menetap sementara diudara) dan ukuran partikel yang kecil akan terbang atau
tersuspensi diudara. Debu umumnya dalam ukuran micron, sebagai pembanding ukuran
rambut adalah 50-70 micron.
Jenis industri yang menghasilkan debu dan banyak mencemari lingkungan atau udara
adalah seperti konstruksi, agrikultur dan pertambangan. Didalam proses manufaktur, debu
juga dapat dihasilkan dari berbagai aktifitas seperti crushing, grinding, abrasion dan lain-lain.
Banyaknya debu yang dihasilkan oleh aktifitas industri sangat tergantung kepada jenis proses
dan bahan yang digunakan atau diproses.
Debu fibrogenic seperti Kristal silica (free crystalline silica – FCS) atau asbestos
adalah jenis debu yang sangat beracun dan jika masuk kedalam paru-paru dapat merusak
paru-paru dan mempengaruhi fungsi atau kerja paru-paru.
Nuisance dust atau inert dust dapat didefinisikan sebagai debu yang mengandung
kurang dari 1% quartz (kuarsa). Karena kandungan silica yang rendah, nuisance dust hanya
sedikit mempengaruhi kesehatan paru-paru dan dapat disembuhkan jika terhirup. Akan tetapi

4
jika konsentrasi nuisance dust sangat tinggi diudara area kerja maka dapat mengurangi
penglihatan dan bisa menyebabkan masuk kedalam mata, telingga dan tenggorokan sehingga
timbul rasa tidak nyaman dan juga bisa menyebabkan luka pada kulit atau mucous membrane
baik karena aksi kimiawi atau mekanik. Dari sisi occupational health, debu diklasifikasikan
menjadi tiga kategori, yaitu:
 Respirable Dust
 Inhalable Dust
 Total Dust
Respirable dust adalah debu atau partikel yang cukup kecil yang dapat masuk
kedalam hidung sampai pada sistem pernapasan bagian atas dan masuk kedalam paru-paru
bagian dalam. Partikel yang masuk kebagian paru-paru bagian dalam atau sistem pernapasan
bagian dalam secara umum tidak bisa dikeluarkan oleh sistem mekanisme tubuh secara alami
(cilia dan mucous) maka akibatnya partikel tersebut akan tinggal selama-lamanya didalam
paru-paru.
MSHA mendefinisikan respirable dust sebagai fraksi dari airbone dust yang lolos dari
alat saring ukuran partikel dengan karakteristik sebagai berikut:
Aerodynamic diameter, Mikron Percent passing selector
(unit density spheres)
2.0 90
2.5 75
3.5 50
5.0 25
10. 0.0
EPA menggambarkan inhalable dust sebagai debu yang bisa masuk kedalam tubuh
akan tetapi terperangkap atau tertahan di hidung, tenggorokkanm atau sistem pernapasan
bagian atas, ukuran inhalable dust berdiameter kira-kira 10 mikron.
Total dust adalah semua airborne partikel tanpa mempertimbangkan ukuran dan
komposisinya.
Pelepasan debu secara berlebihan keudara dapat menyebabkan gangguan kesehatan
dan juga masalah di industri tersebut, beberapa gangguan dan masalah tersebut diantaranya
adalah:
 Bahaya kesehatan
 Penyakit pernapasan ditempat kerja
 Iritasi pada mata, telinga, hidung dan tenggorokkan

5
 Iritasi pada kulit
 Risiko dust explosion dan kebakaran
 Merusak peralatan
 Mengganggu penglihatan
 Bau yang tidak enak
 Masalah bagi komunitas sekitar pabrik
Perhatian terbesar adalah efek kesehatan pada pekerja karena mereka terpapar secara
berlebihan terhadap debu yang membahayakan. Oleh karena itu untuk mengevaluasi tingkat
bahaya kesehatan ditempat kerja, American Conference of Governmental Industrial
Hygienists (ACGIH)  telah mengadopsi sejumlah standar  threshold limit values (TLV’s) atau
nilai ambang batas (NAB). Nilai TLV digunakan sebagai pentunjuk atau guidance untuk
mengevaluasi bahaya kesehatan. Nilai TLV (NAB) adalah nilai batas paparan selama 8 jam
kerja dimana tidak ada efek kesehatan yang ditimbulkan. MSHA menggunakan nilai TLV
untuk mengevaluasi kesehatan.
Tidak semua debu memberikan dampak kesehatan dengan level yang sama, hal
tersebut tergantung pada faktor-faktor berikut:
 Komposisi debu
o Kimia
o Mineral
o Konsentrasi debu
 Berdasarkan berat: mg dust /m3 udara
 Berdasarkan jumlah: jutaan partikel/cubic foot udara
 Ukuran dan bentuk partikel
 Distribusi ukuran partikel didalam rentang ukuran respirable
 Fiberous atau spherical
 Lama paparan
Paparan yang berlebihan atau waktu yang lama terhadap respirable dust yang
berbahaya (harmful) dapat menyebabkan penyakit pernapasan yang disebut pneumoconiosis.
Penyakit ini disebabkan oleh terkumpulnya atau menumpuknya debu mineral didalam paru-
paru dan merusak jaringan paru-paru. Pneumoconiosis adalah nama umum dari penyakit
paru-paru yang disebabkan oleh debu. Beberapa jenis penyakit pneumoconiosis adalah:
 Silicosis – Silicosis adalah pneumoconiosis yang disebabkan oleh debu kuarsa atau
silca. Kondisi paru-paru ditandai dengan nodular fibrosis (parut pada jaringan paru-

6
paru), mengakibatkan sesak napas. Silikosis adalah penyakit yang irreversible atau
tidak bisa disembuhkan, bahkan tahapan lanjut bersifat progresive meskipun sudah
tidak terpapar lagi.
 Black Lung (Paru Hitam) – paru hitam adalah bentuk pneumokoniosis yang
disebabkan oleh penumpukan debu batubara didalam paru-paru yang membuat
jaringan paru-paru menjadi gelap atau hitam. Penyakit ini juga bersifat progresif.
Meskipun nama penyakit ini banyak dikenal sebagai penyakit paru hitam, namun
nama resminya adalah pneumokoniosis pekerja batubara (coal worker’s
pneumoconiosis (CWP)).
 Asbestosis – Asbestosis adalah suatu bentuk pneumokoniosis yang disebabkan oleh
serat asbes. Dan penyakit ini juga bersifat irreversibel.
Pengendalian debu (dust control) adalah proses pengurangan emisi debu dengan
menggunakan prinsip-prinsip enjineering. Sistem kontrol yang dirancang dengan baik,
dirawat dengan baik dan dioperasikan dengan baik akan dapat mengurangi emisi debu
sehingga mengurangi paparan debu berbahaya bagi pekerja. Pengendalian debu juga dapat
mengurangi kerusakkan mesin, perawatan dan downtime, peneglihatan yang baik (bersih) dan
meningkatkan moral dan semangat kerja para pekerja. Ada tiga sistem pengendalian paparan
debu terhadap pekerja, yaitu:
 Pencegahan
 Sistem kontrol
 Dilusi atau isolasi.
Pencegahan – Pepatah mengatakan ” mencegah lebih baik daripada mengobati”.
Pencegahan terjadinya debu di area kerja juga dapat diterapkan. Meskipun dalam proses
produksi yang massal, dimana bahan baku atau produk yang digunakan menghasilkan debu,
maka tentu saja sistem pencegahan hampir tidak mungkin dilakukan. Namun jika proses
tersebut dirancang secara baik untuk memenimalkan debu, misalnya dengan menggunakan
sistem penanganan yang tidak menimbulkan debu, maka emisi debu dapat dikurangi.
Sistem Kontrol – Setelah semua usaha pencegahan dilakukan secara maksimal, dan
jika masih terdapat debu dari proses tersebut, maka barulah dilakukan pengendalian atau
pengontrolan terhadap debu tersebut. Beberapa teknik pengendalian yang dapat dilakukan
adalah seperti dust collection systems, sistem pwet dust suppression systems, and airborne
dust capture through water sprays.

7
 Dust Collection Systems – menggunakan prinsip ventilasi untuk menangkap debu dari
sumbernya. Debu disedot dari udara dengan menggunakan pompa dan dialirkan
kedalam dust collector, kemudian udara bersih dialirkan keluar.
 Wet Dust Suppression Systems – menggunakan cairan (yang banyak digunakan
adalah air, tapi bisa juga bahan kimia yang bisa mengikat debu) untuk membasahi
bahan yang bisa menghasilkan debu tersebut sehingga bahan tersebut tidak cenderung
menghasilkan debu.
 Airborne Dust Capture Through Water Sprays – menyemprot debu-debu yang timbul
pada saat proses dengan menggunakan air atau bahan kimia pengikat, semprotan
harus membentuk partikel cairan yang kecil (droplet) sehingga bisa menyebar diudara
dan mengikat debu yang berterbangan membentuk agglomerates sehingga turun
kebawah.
Dilution Ventilation – teknik ini adalah untuk mengurangi konsentrasi debu yang ada
di udara dengan mendilusi udara berdebu dengan udara tidak berdebu atau bersih. Secara
umum sistem ini masih kurang baik untuk kesehatan karena debu pada dasarnya masih
terdapat diudara, akan tetapi sistem ini bisa digunakan jika sistem lain tidak diijinkan untuk
digunakan.
Isolation – teknik ini adalah dengan cara memisahkan pekerja dengan udara yang
terkontaminasi, pemisahan bisa dilakukan dengan mengisolasi pekerja kemudian di suplai
dengan udara bersih dari luar. Contoh Supplier air system.

8
BAB III

ISI

3.1 Waktu Dan Pelaksanaan


Materi praktek : Pemeriksaan Debu jatuh

Hari/Tanggal : Senin, 30 November 2017

Waktu : 10.00 – 12.00 WIB

Tempat : Lingkungan Poltekkes Kemenkes RI Padang

3.2 Alat Dan Bahan Debu Jatuh


1. CuSO4
2. Aquades
3. Dust fall collector
4. Corong
5. Oven
6. Desikator
7. Derigen
8. Cawan penguap
9. Kompor listrik
10. Timbangan
3.3 Prosedur Kerja Debu Jatuh
3.3.1 Pengambilan Sampel
1. Pasang alat pada lokasi-lokasi yang mewakili dari suatu daerah yang debunya
akan di ukur
2. Isi derigen dengan 500 ml larutan CuSO4
3. Tempatkan derigen pada alat yang telah di pasang
4. Biarkan selama 1 bulan
5. Cek setiap hari
6. Setelah 1 bulan lakukan analisa di laboratorium
3.3.2 Analisa debu jatuh
A. Jumlah Debu Total
1. Siapkan cawan pengering yang bersihdan beratnya telah di timbang ( w1 )
2. Ambil 250 ml filtrat dan masukkan kedalam cawan pengering
3. Uapkan cawan beserta isinya diatas kompor listrik samapai kering
4. Setelah kering, penguapan dilanjutkan dalam oven dengan suhu 1050C selama
1 jam
5. Masukkan ke dalam desikator selama 15 menit
6. Timbang ( w2 )
7. hitung dengan rumus : ( w2 – w1 ) x 30 x V

9
A x T x 0,250

B. Fraksi Terlarut
1. Siapkan cawan pengering yang telah di timbang ( c1 )
2. Masukkan 250 ml filtrat ke dalam cawan penguap
3. Uapkan cawan sampai lembab
4. Masukkan kedalam oven dengan suhu 1050C selam 1 jam
5. Masukkan ke dalam desikator selama 15 menit
6. Timbang kembali ( c2 )
7. Hitung denga rumus : ( c2 - c1 ) x 30 x V x 1
A x T x 0,250 x Vx
C. Fraksi debu tidak terlarut
1. Bagian filtrat untuk penentuan fraksi terlarut dan tidak terlarut dipindahkan
kedalam gelas ukur 1 L, catat volumenya ( V1 ) bila volumenya kurang maka
tambahkan dengan aquades
2. Masukkan ke dalam gelas piala dan panaskan sampai hampir mendidih untuk
melarutkan bagian-bagian yang terlrut
3. Dinginkan sampai suhu kamar dan kemudian saring dengan cawan buchner
yang dilengkapi denan kertas saring whatman nomor 41. Kertas saring yang
digunakan harus ditimabang terlebih dahulu( B1 )
4. Masukkan kertas saring dengan isinya ke dalam botol timbang ( B2 ) dan
keringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 1 jam
5. Dinginkan botol timbang dengan isinya dalam desikator dan timbang dengan
teliti ( B3 )
6. Hitung fraksi debu tidak larut dengan rumus :
F1 = ( B3 - B2 - B1 ) x 30 x V
A x T x V1

10
BAB IV
HASIL
4.1 Hasil Debu Jatuh
4.1.1 Jumlah Debu Total
D1 = ( w2 – w1 ) x 30 x V
A x T x 0,250
= ( 245,25 – 242,2 ) x 30 x 2,05 L
0,096 x 30 x 0,250
= 187,575
0,72
= 260,52 g/m2/bulan

11
BAB V

PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Pada pratikum debujatuh alat yang di gunakan dust fall collector, corong, derigen,
timbangan, desikator, oven, kompor listrik dan bahan yang digunakan CuSO 4 dan aquades.
Hasil dari pemeriksaan debu jatuh yang didaptkan oleh kelompok 1 yaitu debu total
sebesar260,52 g/m2/bulan. Berdasarka Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 1999 Tentang
Pengendalian Pencemaran Udara kadar debu jatuh yang didapatkan oleh kelompok 1 tidak
melebihi baku mutu.

5.2 Saran
1. Mengurangi pemakaian bahan bakar fosil terutama yang mengandung asap serta gas-
gas polutan lainnya agar tidak mencemarkan lingkungan.
2. Melakukan penyaringan asap sebelum asap dibuang ke udara dengan cara memasang
bahan penyerap polutan atau saringan.
3. Mengalirkan gas buangan ke dalam air atau dalam lauratan pengikat sebelum
dibebaskan ke air. Atau dengan cara penurunan suhu sebelum gas buang ke udara
bebas.
4. Membangun cerobong asap yang cuup tinggi sehingga asap dapat menembus lapisan
inversi thermal agar tidak menambah polutan yang tertangkap di atas suatu
pemukiman atau kita;
5. Mengurangi sistem transportasi yang efisien dengan menghemat bahan bakar dan
mengurangi angkutan pribadi;
6. Memperbanyak tanaman hijau di daerah polusi udara tinggi, karena salah satu
kegunaan tumbuhan adalah sebagai indikator pencemaran dini, selain sebagai penahan
debu dan bahan partikel lain.

12
13

Anda mungkin juga menyukai