PENDAHULUAN
1
Air irigasi yang memasuki tanah mula-mula menggantikan udara yang terdapat dalam pori
makro dan kemudian pori mikro. Jumlah air yang bergerak melalui tanah berkaitan dengan
ukuran pori-pori pada tanah.
Turunnya kualitas tanah akibat pencemaran limbah yang dihasilkan oleh manusia,
baik limbah rumah tangga, industri, maupun pertanian. Salah satu faktor pencemaran tanah
yang paling penting adalah limbah logam berat. Logam berat merupakan istilah yang
digunakan untuk unsur-unsur transisi yang mempunyai massa jenis atom lebih besar dari 6
g/cm3. Merkuri (Hg), timbal (Pb), tembaga (Cu), kadmium (Cd) dan stronsium (Sr) adalah
contoh logam berat yang berupa kontaminan yang berasal dari luar tanah dan sangat
diperhatikan karena berhubungan erat dengan kesehatan manusia, pertanian dan
ekotoksikologinya Pangan yang dikonsumsi sehari-hari merupakan hasil pertanian. Pangan
seharusnya memenuhi kriteria ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal). Salah satu parameter
tersebut, yaitu Aman, termasuk dalam masalah mutu. Mutu dan keamanan pangan
berpengaruh langsung terhadap kesehatan masyarakat dan perkembangan sosial.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui prosedur dari pemeriksaan kimia tanah pada tanah yang tercemar.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui prosedur pemeriksaan C-Organik pada tanah tercemar
2. Mengetahui prosedur pemeriksaan Pb pada tanah tercemar
3. Mengetahui prosedur pemeriksaan K-total pada tanah tercemar
4. Mengetahui prosedur kadar air pada tanah terganggu
1.3 Manfaat
Masiswa dapat mengtahui bagaimana prosedur dan hasil pemeriksaan parameter
kimia tanah pada tanah tercemar.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
b. Irigasi & hujan
c. Pemupukan
d. Adsorpsi / desorpsi
2.2 C-Organik
Menurut Winarso, (2005) Tanah adalah produk transformasi mineral dan bahan
organik yang terletak dipermukaan sampai kedalaman tertentu yang dipengaruhi oleh faktor-
faktor genetis dan lingkungan, yakni bahan induk, iklim, organisme hidup (mikro dan
makro), topografi, dan waktu yang berjalan selama kurun waktu yang sangat panjang, yang
dapat dibedakan dari cirri-ciri bahan induk asalnya baik secara fisik kimia, biologi, maupun
morfologinya.
Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu system kompleks dan
dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman atau binatang yang terdapat di dalam tanah yang
terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor biologis, fisika,
dan kimia. Bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam
tanah, termasuk fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik
didalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus. Kadar C-organik tanah cukup
bervariasi, tanah mineral biasanya mengandung C-organik antara 1 hingga 9%, sedangkan
tanah gambut dan lapisan organik tanah hutan dapat mengandung 40 sampai 50% C-organik
dan biasanya < 1% di tanah gurun pasir. (Fadhilah, 2010)
Budidaya organik nyata meningkatkan kandungan karbon tanah. Karbon merupakan
komponen paling besar dalam bahan organik sehingga pemberian bahan organik akan
meningkatkan kandungan karbon tanah. Tingginya karbon tanah ini akan mempengaruhi sifat
tanah menjadi lebih baik, baik secara fisik, kimia dan biologi. Karbon merupakan sumber
makanan mikroorganisme tanah,s ehingga keberadaan unsur ini dalam tanah akan memacu
kegiatan mikroorganisme sehingga meningkatkan proses dekomposisi tanah dan juga reaksi-
reaksi yang memerlukan bantuan mikroorganisme, misalnya pelarutan P, fiksasi N dan
sebagainya (Utami dan Handayani, 2003).
Tabel 2. Pengaruh perlakuan terhadap kandungan Asam Humat, Asam Fulfat, N Total, dan K tersedia
No. Perlakuan Asam humat Asam fulfat N total (%) K tersedia
(%) (%) (mg/100 gr)
1 Pertanian Organik 1 0,33 a 0,35 a 0,23 a 1,78 b
2 Pertanian Organik 2 0,24 d 0,31 b 0,21 cd 1,17 c
3 Pertanian Non organik 1 0,16 f 0,22 de 0,22 b 2,12 a
4 Pertanian Non organik 2 0,26 c 0,22 de 0,21 cd 0,83 d
5 Pertanian Non organik 3 0,26 c 0,17 f 0,19 e 0,66 e
6 Pertanian Non organik 4 0,17 e 0,25 c 0,17 f 0,60 f
4
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada
beda nyata dengan jenjang 95%
Kandungan c-organik menurut tipe fisiogami yakni kedalaman 0-10 cm memiliki
kandungan C-organik 4 %, kedalaman 10-20 cm adalah 3,38 % dan kedalaman 20-30 cm
adalah 2,52 % dengan harkat sedang sampai tinggi. Fisiognomi II kedalaman 0-10 cm
kandungan C-organik adalah 5,00 %, kedalaman 10-20 cm adalah 2,67 % dan kedalaman 20-
30 adalah 2,38 % dengan harkat sedang sampai tinggi. Fisiognomi III pada kedalaman 0-10
cm kandungan C-organik adalah 5,63 %, kedalaman 10-20 cm adalah 3,89 % dan kedalaman
20-30 cm adalah 3,56 % dengan harkat tinggi hingga sangat tinggi. kandungan C-organik
cenderung menurun dengan semakin dalamnya tanah. Hal ini dapat disebabkan oleh
akumulasi bahan organik yang berasal dari dekomposisi seresah lebih banyak di bagian atas
(supriono dkk, 2009).
Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang berperan
dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal ini dikarenakan bahan organik
dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan
bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik (Anonim 1991).
Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen abiotik dan biotik dalam
ekosistem tanah. Musthofa (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kandungan bahan
organik dalam bentuk C-organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2 persen,
Agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses
dekomposisi mineralisasi maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik
mutlak harus diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain sangat erat
berkaitan dengan KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan dapat meningkatkan KTK tanah. Tanpa
pemberian bahan organik dapat mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan biologi tanah yang
dapat merusak agregat tanah dan menyebabkan terjadinya pemadatan tanah (Anonim 1991).
2.3 Pb
Timbal atau Timbel adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
lambang Pb dan nomor atom 82.
Plumbum (Pb) adalah logam lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat, memiliki
titik lebur rendah, mudah dibentuk, memiliki sifat kimia yang aktif, sehingga bisa digunakan
untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan. Pb dicampur dengan logam lain akan
terbentuk logam campuran yang lebih bagus daripada logam murninya. Pb adalah logam
lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat serta mudah dimurnikan dari pertambangan. Pb
meleleh pada suhu 3280C (6620F), titik didih 1.7400C (3.1640F), bentuk sulfid dan memiliki
5
gravitasi 11,34 dengan berat atom 207,20 (Widowati, 2008). Timbal (Pb) termasuk ke dalam
logam golongan IV-A pada tabel periodik unsur kimia, mempunyai nomor atom (NA) 82
dengan bobot atau berat atom (BA) 207,2 (Palar, 2004).
Menurut Palar (2004), logam timbal (Pb) mempunyai sifat-sifat yang khusus seperti
berikut:
a. Merupakan logam yang lunak, sehingga dapat dipotong dengan menggunakan pisau atau
dengan tangan dan dapat dibentuk dengan mudah.
b. Merupakan logam yang tahan terhadap peristiwa korosi atau karat, sehingga logam
timbal sering digunakan sebagai bahan coating.
c. Mempunyai titik lebur rendah hanya 327, 5°C.
d.Mempunyai kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan logam-logam, kecuali emas
dan merkuri.
e. Merupakan pengantar listrik yang baik.
Dalam bahasa sehari-hari juga disebut Timah hitam, yang harus dibedakan dengan
"timah" yang merupakan unsur kimia lain. Lambangnya diambil dari bahasa Latin Plumbum.
Timbal (Pb) adalah logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi. Keberadaan
timbal bisa juga berasal dari hasil aktivitas manusia, yang mana jumlahnya 300 kali lebih
banyak dibandingkan Pb alami yang terdapat pada kerak bumi. Pb terkonsentrasi dalam
deposit bijih logam. Unsur Pb digunakan dalam bidang industri modern sebagai bahan
pembuatan pipa air yang tahan korosi, bahan pembuat cat, baterai, dan campuran bahan bakar
bensin tetraetil.
Timbal (Pb) adalah logam yang mendapat perhatian khusus karena sifatnya yang
toksik (beracun) terhadap manusia. Timbal (Pb) dapat masuk ke dalam tubuh melalui
konsumsi makanan, minuman, udara, air, serta debu yang tercemar Pb.
2.4 K-total
Kandungan K total di lokasi penelitian sebagian besar berharkat rendah, sedangkan di
beberapa lokasi berharkat sedang, misalnya Pengandon, Cepiring, Kangkung, Gemuh dan
Sukorejo. Di dalam tanah K total terdiri dari kalium tidak dapat dipertukarkan meliputi K
terfiksasi dan K struktural (Kirkman et al., 1994). Umumnya kalium diserap tanaman dalam
bentuk K larut (soluble K) yang berada dalam reaksi keseimbangan dengan K dapat
dipertukarkan (exchangeable K) dan K tidak dapat dipertukarkan (non-exchangeable K).
Bentuk K larut dan dapat dipertukarkan merupakan bentuk K yang cepat tersedia sehingga
sering disebut sebagai K tersedia. Pada umumnya harkat kadar K total tanah lebih tinggi
daripada harkat K tersedia, hal ini disebabkan karena K difiksasi oleh mineral lempung
6
(clay) tipe 2:1, seperti tanah-tanah di Ngampel, Pengadon, Cepiring (lokasi nomor 5, 6, 15,
16 dan 17). Hal sebaliknya terjadi di tanah-tanah pada lokasi nomor 1, 27, 41 dan 42 (Kota
Kendal, Gemuh dan Weleriz), yang menunjukkan harkat K total lebih rendah daripada K
tersediannya. Hal ini disebabkan oleh beberapa aspek tanah dan parameter iklim yang
meliputi:jumlah dan jenis mineral liat, kapasitas tukar kation, daya sangga, kelembaban,
suhu, aerasi dan pH tanah (Havlin et al., 2005). Pada umumnya, Kadar K yang tinggi
disebabkan oleh pemupukan dengan menggunakan pupuk KCl yang dilakukan secara terus
menerus dalam takaran yang berlebihan. Kalium yang berlebihan itu akan terfiksasi oleh
mineral-mineral lempung sehingga tidak mudah hilang dari dalam tanah. Pada kasus di
lokasi nomor 1, 41 dan 42, kadar K tersedia yang tinggi disebabkan oleh karena pH tanahnya
masam sampai agak masam (4,5 – 6). Dalam suasana yang masam maka mineral-mineral
lempung yang menfiksasi/mengikat K ada mudah terlapuk sehingga K yang diikat akan lebih
banyak terlepas dalam larutan tanah sebagai K tersedia. Sedangkan pada kasus di tanah lokasi
nomor 27, peningkatan K tersedia disebabkan oleh seringnya terjadi kebanjiran pada lokasi
ini (hasil pengamatan lapangan/survei). Akibat sering terjadi banjir yang mengenang daerah
ini maka K tersedianya semakin meningkat. Fairhurs dkk., (2007) menyatakan bahwa
penggenangan dapat meningkatkan konsentrasi K terlarut dan mendorong difusi K ke
perakaran, terutama di tanah dengan potensi kecil untuk mengikat K (misal: tanah dengan
dominasi kandungan mineral liat kaolin tipe 1:1).
2.5 Kadar air
Kadar air merupakan pemegang peranan penting, kecuali temperatur maka aktivitas
air mempunyai tempat tersendiri dalam proses pembusukan dan ketengikan. Kerusakan bahan
makanan pada umumnya merupakan proses mikrobiologis, kimiawi, enzimatik atau
kombinasi antara ketiganya. Berlangsungnya ketiga proses tersebut memerlukan air dimana
air bebas yang dapat membantu berlangsungnya proses tersebut (Anonim, 2010).
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan.
Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan tersebut yaitu
berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah (wet basis). Dalam
penentuan kadar air bahan pangan biasanya dilakukan berdasarkan obot basah. Dalam
perhitungan ini berlaku rumus sebagai berikut: KA = (Wa / Wb) x 100% (Taib, 1988).
Teknologi pengawetan bahan pangan pada dasarnya adalah berada dalam dua
alternatif yaitu yang pertama menghambat enzim-enzim dan aktivitas/pertumbuhan mikroba
dengan menurunkan suhunya hingga dibawah titik beku 0oC dan yang kedua adalah
menurunkan kandungan air bahan pangan sehingga kurang/tidak memberi kesempatan untuk
7
tumbuhnya mikroba dengan pengeringan kandungan air yang ada di dalam maupun di
permukaan bahan pangan, hingga mencapai kondisi tertentu (Suharto, 1991).
Berdasarkan kadar air (bobot basah dan bobot kering) dan bahan basah maupun bahan
setelah dikeringkan, dapat ditentukan rasio pengeringan (drying ratio) dari bahan yang
dikeringkan tersebut. Besarnya “drying ratio“ dapat dihitung sebagai bobot bahan sebelum
pengeringan per bobot bahan setelah pengeringan. Dapat dihitung dengan rumus: drying
ratio=bobot bahan sebelum pengeringan/bobot bahan setelah pengeringan (Winarno, 1984).
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan
berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air berat
basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100 persen, sedangkan kadar air
berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100 persen (Anonim, 2010).
Air yang terdapat dalam suatu bahan sesuai dengan yang ada pada Anonim (2010)
terdapat dalam tiga bentuk:
1. Air bebas, terdapat dalam ruang-ruang antarsel dan intergranular dan pori-pori yang
terdapat pada bahan.
2. Air yang terikat secara lemah karena terserap (teradsorbsi) pada permukaan koloid
makromolekulaer seperti protein, pektin pati, sellulosa. Selain itu air juga terdispersi
di antara kolloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang ada di dalam sel. Air
yang ada dalam bentuk ini masih tetap mempunyai sifat air bebas dan dapat
dikristalkan pada proses pembekuan.
3. Air yang dalam keadaan terikat kuat yaitu membentuk hidrat. Ikatannya berifat ionik
sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan. Air ini tidak membeku meskipun
pada suhu 00 C.
Kadar air merupakan pemegang peranan penting, kecuali temperatur maka aktivitas
air mempunyai tempat tersendiri dalam proses pembusukan dan ketengikan. Kerusakan bahan
makanan pada umumnya merupakan proses mikrobiologis, kimiawi, enzimatik atau
kombinasi antara ketiganya. Berlangsungnya ketiga proses tersebut memerlukan air dimana
air bebas yang dapat membantu berlangsungnya proses tersebut (Anonim, 2010).
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan.
Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan tersebut yaitu
berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah (wet basis). Dalam
penentuan kadar air bahan pangan biasanya dilakukan berdasarkan obot basah. Dalam
perhitungan ini berlaku rumus sebagai berikut: KA = (Wa / Wb) x 100% (Taib, 1988).
8
Teknologi pengawetan bahan pangan pada dasarnya adalah berada dalam dua
alternatif yaitu yang pertama menghambat enzim-enzim dan aktivitas/pertumbuhan mikroba
dengan menurunkan suhunya hingga dibawah titik beku 0oC dan yang kedua adalah
menurunkan kandungan air bahan pangan sehingga kurang/tidak memberi kesempatan untuk
tumbuhnya mikroba dengan pengeringan kandungan air yang ada di dalam maupun di
permukaan bahan pangan, hingga mencapai kondisi tertentu (Suharto, 1991).
Berdasarkan kadar air (bobot basah dan bobot kering) dan bahan basah maupun bahan
setelah dikeringkan, dapat ditentukan rasio pengeringan (drying ratio) dari bahan yang
dikeringkan tersebut. Besarnya “drying ratio“ dapat dihitung sebagai bobot bahan sebelum
pengeringan per bobot bahan setelah pengeringan. Dapat dihitung dengan rumus: drying
ratio=bobot bahan sebelum pengeringan/bobot bahan setelah pengeringan (Winarno, 1984).
9
BAB III
ISI
3.1 Waktu Dan Pelaksanaan
3.3.1 Alat
1. Erlenmeyer
2. Timbangan
10
3. Shaker
4. Corong
5. Labu ukur
6. AAS (Atomic Absorbsion Spektrophotometri)
3.3.2 Bahan
1. Sampel tanah
2. Ammonium asetat
3. Aquades
4. Kertas saring
3.3.3 Cara Pemeriksaan Pb Pada Tanah Terganggu
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Timbang sampel tanah sebanyak 2,5 gr
3. Masukkan sampel tanah tersebut kedalam erlenmeyer
4. Tambahkan ammonium asetat sebanyak 50 ml
5. Kemudian shaker larutan tersebut selama setengah jam
6. Lalu diamkan selama 24 jam
7. Setelah itu shaker kembali selama setengah jam
8. Saring larutan tersebut dan masukkan kedalam labu ukur
9. Kemudian paskan dengan aquades hingga batas labu ukur
10. Baca menggunakan AAS (Atomic Absorbsion Spektrophotometri)
3.4 Pemeriksaan K-Total Pada Tanah Tercemar
3.4.1 Alat
7. Erlenmeyer
8. Timbangan
9. Shaker
10. Corong
11. Labu ukur
12. AAS (Atomic Absorbsion Spektrophotometri)
3.4.2 Bahan
5. Sampel tanah
6. Ammonium asetat
7. Aquades
8. Kertas saring
3.4.3 Cara Pemeriksaan K-Total Pada Tanah Terganggu
11
11. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
12. Timbang sampel tanah sebanyak 2,5 gr
13. Masukkan sampel tanah tersebut kedalam erlenmeyer
14. Tambahkan ammonium asetat sebanyak 50 ml
15. Kemudian shaker larutan tersebut selama setengah jam
16. Lalu diamkan selama 24 jam
17. Setelah itu shaker kembali selama setengah jam
18. Saring larutan tersebut dan masukkan kedalam labu ukur
19. Kemudian paskan dengan aquades hingga batas labu ukur
20. Baca menggunakan AAS (Atomic Absorbsion Spektrophotometri)
3.5 Pemeriksaan Kadar Air Pada Tanah Tercemar
3.5.1 Alat
1. Cawan porselen
2. Timbangan
3. Inkubator
4. Desikator
3.5.2 Bahan
1. Sampel tanah
3.5.3 Cara Pemeriksaan Kadar Air Pada Tanah Terganggu
1. Siapkan aat dan bahan yang akan digunakan
2. Prekondisi
a. Panaskan cawan porselen menggunakan inkubator dengan suhu 105oC selama
3 jam
b. kemudian dinginkan cawan porselen tersebut menggunakan desikator
c. setelah itu timbang (W0)
3. Sampling
a. Timbang sampel tanah sebanyak 5 gr
b. Lalu masukkan ke dalam cawan porselen
4. Post kondisi
a. Panaskan cawan porselen yang telah berisi sampel tanah menggunakan
inkubator dengan suhu 105oC selama 3 jam
b. Dinginkan cawan porselen tersebut menggunakan desikator
c. Setelah itu timbang (W1)
12
BAB IV
HASIL
4.1 Hasil
Hasil dari praktikum yang telah dilakukan kelompok 1 didapatkan hasil sebagai
berikut :
4.1.1 C-Organik pada tanah terganggu
No Konsentrasi (PPM) Hasil (Abs)
1. 0 0,000
2. 50 0,266
3. 100 0,331
4. 150 0,387
5. 200 0,454
6. 250 0,564
7. Sampel 0,433
∑Y
Rata-rata Y =
ny
2,002
=
6
= 0,33
∑x
Rata-rata X =
nx
75
=
6
= 12,5
A = Rata-rata Y – b . Rata-rata X
= 0,33 – 0,031 . 12,5
= 0,057
(∑ x .∑ Y )
∑ x . y−
n
b= 2
2 (∑ x )
∑x −
n
(75 . 0,33)
75 . 2,002−
6
b= 2
( 75 )
752−
6
b=0,031
13
Yn−a
mg/kurva =
b
1,98−0,057
= 0,031
= 62,03
mg c kurva
%C =
mg sampel
x 100 x KKA
62,03
= 500 x 100 x 1,79
= 22,20 %
4.1.2 Pb pada tanah terganggu
No Konsentrasi (mg/l) Hasil (Abs)
1. 0 0,00000
2. 1,0 0,075540
3. 2,0 0,12876
4. 3,0 0,17865
5. 4,0 0,24560
6. 5,0 0,29876
7. Sampel 0,0435
Berdasarkan pada perhitungan dari AAS, di dapatkan konsentrasi Pb dalam sampel adalah
0,60419 mg/l .
Berdasarkan pada perhitungan dari AAS, di dapatkan konsentrasi K-Total dalam sampel
adalah 2,99962 mg/l.
14
4.1.4 Kadar air pada tanah terganggu
W0 = 54,06 gr
W1 = 50,09 gr
w 1−w 0
Kadar air = x 100%
sampel tanah
54,06−50,09
= x 100%
5
= 0,794 x 100%
= 79,4%
15
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada praktikum pemeriksaan kimia tanah alat yang digunakan adalah Labu ukur,
Timbangan, Botol pijit, Spektrofotometer, Erlenmeyer, Shaker, Corong, AAS (Atomic
Absorbsion Spektrophotometri), Cawan porselen, Inkubator, Desikator. Dan bahan yang
digunakan adalah Larutan standar, Sampel tanah, K2Cr2O7, H2SO, Aquades, Ammonium
asetat, Kertas saring. Hasil pemeriksaan kimia tanah didapatkan C-Organaik pada sampel
tanah kelompok 1 sebesar 22,20 % masuk kriteria sangat tinggi, Pb pada sampel tanah
terganggu adalah 0,7 mg/l di bawah ambang kritis, K-total pada sampel tanah terganggu
adalah 3 mg/l sangat rendah.
5.2 Saran
Dari pratikum yang telah dilaksanakan hendaknya data yang di ambil dalam
pengukuran haruslah lengkap. Selain itu sebelum melakukan pratikum sebaiknya sudah
menguasai bahan- bahan materi yang akan dipratikumkan sehingga memudahkan untuk
pemahamanya.
16