Anda di halaman 1dari 7

Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 1016-1022 ISBN 978-602-6483-40-9

PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI PULAU


KALIMANTAN

Peat Land Management Based on Local Wisdom in Kalimantan Island

Kadhung Prayoga *
Program Magister Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana, UGM, Yogyakarta
*Surel korespondesi: kadhungprayoga@gmail.com

Abstrak. Sudah sejak lama pemerintah mencanangkan lahan gambut di Kalimantan sebagai salah satu
sentra produksi tanaman pangan di Indonesia mengingat besarnya potensi yang dimiliki. Namun, hingga hari
ini belum terlihat hasil yang diinginkan oleh pemerintah. Kearifan lokal yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat masih kurang digunakan sebagai dasar strategi dalam pengambilan kebijakan, sehingga inovasi
teknologi di lahan gambut tidak bisa diterima masyarakat karena tidak sesuai dengan praktik lokal yang ada.
Penulisan paper ini bertujuan untuk mendokumentasikan kearifan lokal apa saja yang dimiliki oleh petani di
Kalimantan dalam rangka mengelola lahan gambut. Pendekatan yang digunakan dalam penulisan paper ini
adalah pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan datanya adalah studi pustaka untuk mendapatkan data-
data sekunder. Hasil kajian menunjukkan bahwa terdapat beberapa kearifan lokal yang hidup dan
berkembang di wilayah Kalimantan, antara lain: (1) pemanfaatkan gerakan pasang surut air untuk irigasi dan
drainase, (2) penentuan tanaman yang ditanam di sekitar pengairan, (3) konservasi air dengan sistem tabat,
(4) sistem pemilihan lahan, (5) sistem penyiapan lahan dan pengolahan tanah, (6) sistem penataan lahan, (7)
sistem pengelolaan kesuburan tanah, dan (8) cara petani dalam mengenali musim. Jadi, dalam pengelolaan
lahan gambut dibutuhkan kesadaran pemerintah untuk melihat bahwa sebenarnya telah ada berbagai macam
kearifan lokal yang dimiliki petani di Kalimantan. Kearifan lokal ini bisa menjadi strategi dalam mengelola
lahan gambut agar potensinya bisa digunakan secara optimal. Kedepan pemerintah diharapkan juga aktif
dalam melibatkan petani terkait program gambut. Pemerintah hadir bukan untuk mengubah sistem namun
sebagai fasilitator yang mendampingi masyarakat dengan memanfaatkan kearifan lokal yang ada.

Kata Kunci: kearifan lokal, lahan gambut, manajemen, strategi

1. PENDAHULUAN memanfaatkan lahan gambut. Hal ini terjadi karena


lahan gambut memiliki karakteristik yang jauh
Sudah sejak lama pemerintah mencanangkan berbeda dengan sawah maupun tegalan yang
lahan gambut di Kalimantan sebagai salah satu sudah umum ditemui di Indonesia. Butuh waktu
sentra produksi tanaman pangan di Indonesia. yang lama untuk bisa merubah lahan gambut
Langkah ini diambil mengingat besarnya potensi menjadi lahan yang produktif dan cocok untuk
lahan gambut di Kalimantan. Pemerintah merasa kegiatan pertanian. Butuh berbagai perbaikan dan
dengan pemanfaatan lahan gambut secara optimal perlakuan agar sayuran, tanaman semusim,
maka swasembada pangan bisa terwujud. Sejak tanaman tahunan, dan buah bisa tumbuh subur di
tahun 1969 hingga tahun 1999 tellah muncul area lahan gambut. Diperlukan penanganan yang
berbagai program pemerintah seperti Proyek sesuai karena lahan gambut juga berfungsi sebagai
Pembukaan Persawahan Pasang Surut dan Proyek penyangga lingkungan.
Pengembangan Lahan Gambut untuk mencapai Masalah lain yang timbul adalah berbagai
kondisi pangan yang lebih baik. Hingga hari ini telah penolakan terhadap proyek gambut yang
dibuka 5,25 juta hektar lahan gambut yang dikeluarkan pemerintah oleh petani di Kalimantan.
dimanfaatkan untuk areal tanam di Kalimantan Hal ini bisa terjadi karena menurut Sutanto (2002),
(Balittra, 2001). selama ini kiblat dari para pemegang kebijakan
Namun, pengelolaan lahan gambut tidak terkait pembuatan proyek lahan gambut banyak
semudah apa yang dibayangkan. Dalam yang bertentangan dengan pengetahuan dan
perjalanannya berbagai masalah ditemui dalam kearifan lokal petani. Akibatnya terjadi penolakan

© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
1016
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 1016-1022 ISBN 978-602-6483-40-9

dari petani untuk mengadopsi teknologi inovasi yang relevan dengan objek kajian dalam penulisan paper
ditawarkan oleh pemerintah. Kesangsian petani ini.
terhadap hasil produksi dan bahayanya terhadap
alam juga menjadi salah satu alasan kenapa 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
gelombang penolakan dari petani datang begitu
keras. Petani lebih memilih untuk mengelola lahan Kearifan lokal yang hidup dan berkembang di
gambut sesuai dengan praktik-praktik lokal yang wilayah Kalimantan sangat eratkaitannya dengan
selama ini mereka gunakan. pengelolaan lahan gambut. Mengingat mayoritas
Lebih lanjut De Boef et al dalam Sunaryo dan lahan di Kalimantan adalah lahan gambut. Kearifan
Joshi (2003) mengemukakan bahwa gagalnya lokal ini dijadikan masyarakat sebagai pedoman
adopsi inovasi pada masyarakat terjadi bukan dalam bertindak dan mengatur lingkungan.
karena sumber daya manusia yang lemah atau Salah satu kearifan lokal dalam pengelolaan
rancang bangun teknologi yang sukar. Namun, lahan gambut ditemui di daerah Kalimantan Selatan
kegagalan tersebut lebih terjadi karena teknologi yang memanfaatkan gerakan pasang surut air untuk
dan inovasi yang diberikan kepada masyarakat tidak irigasi dan drainase. Masyarakat membuat saluran-
sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi dan budaya saluran air yang mengarah tegak lurus dari pinggir
dari masyarakat. sungai ke arah pedalaman, saluran tersebut dikenal
Petani lahan gambut di Kalimantan pada dengan istilah handil. Sistem handil dikerjakan
dasarnya sudah memiliki bekal untuk mengelola secara gotong royong oleh kelompok-kelompok kecil
lahan gambut. Berbagai kearifan lokal yang yang berjumlah 7 sampai 10 orang (Dariah dan Siti,
diturunkan secara turun-temurun menjadi acuan 2014)
petani dalam mengolah lahan gambut. Sudah sejak Dalam penelitian yang sama juga menjelaskan
lama masyarakat di Kalimantan memanfaatkan untuk skala yang lebih besar masyarakat di
lahan gambut untuk memenuhi berbagai kebutuhan Kalimantan Selatan mengenal adanya sistem anjir.
hidup mereka. Praktek pengelolaan lahan gambut Sistem ini adalah sistem pembuatan saluran yang
yang ada kemudian diturunkan kepada generasi menghubungkan dua sungai besar. Handil sendiri
selanjutnya lewat tradisi lisan, sehingga penulisan dibuat di sepanjang anjir. Disamping itu, dikenal
paper ini bertujuan untuk mendokumentasikan pula adanya saka. Saka merupakan saluran air
kearifan lokal yang dimiliki petani Kalimantan dalam yang lebih kecil dari handil dan merupakan milik
rangka mengelola lahan gambut. Hal ini perorangan.
dimaksudkan agar ke depan lahan gambut bisa Pembuatan handil diawali dengan penebangan
dikelola dengan baik dan sesuai dengan pohon besar untuk membuka lahan. Menurut Idak
pengetahuan yang dimiliki oleh petani. Tujuan (1982), handil dibuat mengarah tegak lurus dari
lainnya adalah agar warisan budaya ini tidak hilang pinggir sungai ke arah pedalaman sejauh 2-3 km
namun bisa diketahui oleh banyak pihak dan bisa dengan kedalaman 0,5-1,0 m, dan lebar 2-3 m.
dijadikan pertimbangan dalam mengambil sebuah terdapat beberapa hal yang mempengaruhi proses
kebijakan terkait proyek lahan gambut. pembuatan handil yaitu kondisi lahan, pasang surut
air dan ketebalan gambut. Pada handil ditemui pula
2. METODE pembuatan kemalir yang berfungsi untuk
memasukkan dan mengeluarkan air pada lahan.
Pendekatan yang digunakan dalam penulisan Proses keluar masuknya air dari handil ke lahan
paper ini adalah pendekatan kualitatif dengan juga bergantung pada pasang surut air. Disaat air
metode deskriptif dan analisis wacana. Penulisan pasang maka air akan mengalir ke lahan sedangkan
paper ini berusaha untuk menjelaskan berbagai saat air surut maka air akan keluar dari lahan
macam kearifan lokal yang digunakan petani dalam menuju sungai.
mengelola lahan gambut di Kalimantan. Teknik Masyarakat di Kalimantan Selatan juga
pengumpulan datanya sendiri menggunakan memiliki suatu kebijakan secara lokal untuk
metode studi pustaka untuk mendapatkan data-data menanami daerah pinggiran handil dengan karet
sekunder. Data sekunder dalam penulisan paper ini dan buah untuk menjadi penguat tanggul agar tidak
berupa bahan-bahan tertulis yang berasal dari longsor. Dalam proses pembuatan kebijakan yang
penelitian terdahulu, jurnal, buku, tesis, disertasi, terkait dengan handil, semuanya berada di bawah
dan berbagai informasi digital yang ada di internet. pimpinan seorang kepala handil. Kepala handil
Analisis menggunakan interpretasi peneliti dengan sendiri dipilih oleh anggota handil dengan sistem
mengacu pada berbagai literatur atau referensi yang musyawarah (Dariah dan Siti, 2014).

© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
1017
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 1016-1022 ISBN 978-602-6483-40-9

Menurut Octora et al. (2010) terdapat sesuatu Beberapa jenis gulma atau tanaman pohon
yang menjadi ciri khas dalam pengelolaan sistem dapat dijadikan indikator adalah purun tikus
handil di Kalimantan Selatan. Pada sistem handil (Eleocharis dulcis) yang menunjukkan kondisi
kepemilikan lahan ditandai dengan adanya jenis sangat masam dan kondisi tumpat air
tanaman seperti karet, cempedak atau durian. (waterlogging), pohon galam (Meleleuca
Dariah dan Siti (2014) menunjukkan bahwa leucadendron) yang menunjukkan kondisi masam,
petani di Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan drainase berlebih, dan tanaman karamunting
mempunyai cara tradisional untuk mengkonservasi (Melastoma malabatricum) serta bunga merah
air dengan tabat bertingkat. Tabat dibuat dengan jambu (Rhododendron singapura) yang
mengambil tanah mineral dan papan kayu untuk menunjukkan gejala bahwa tanah tersebut tidak
dijadikan tanggul penahan air sehingga air dari atas sesuai sebagai tempat budi daya.
yang mengalir dapat ditahan untuk waktu tertentu. Noor (2008) menjelaskan selain indikator
Tabat dibuat pada akhir musim hujan. vegetasi, keadaan air juga dapat menjadi indikator
Pada sepanjang saluran tersier dibuat oleh petani. Apabila air tampak bening dan terang
beberapa tabat dengan jarak menurut elevasi menunjukkan bahwa lahan bertipe sangat masam,
sehingga air di bagian yang tinggi tertahan sebaliknya apabila keruh dan berwarna cokelat
bertingkat hingga ke wilayah yang lebih rendah menunjukan kemasaman yang kurang dan
sampai masuk ke saluran primer atau sekunder. merupakan daerah potensial untuk bercocok tanam.
Metode seperti ini memberikan kemudahan bagi Warna cokelat tua seperti air teh menunjukan
petani untuk mengambil suatu keputusan terkait daerah sekitarnya kawasan gambut tebal.
tanaman uyang harus ditanam. Misalnya padi untuk Temuan lain disampaikan oleh Ar-Riza et. al
yang terletak di bagian bawah dan palawija untuk (2012), petani juga memilih lahan rawa yang dekat
lahan di bagian atas yang relatif sedikit ketersediaan dengan sungai besar untuk bertanam padi, karena
airnya (Noor et al., 2007). wilayah tersebut selalu mendapat kiriman lumpur
Menurut Noorginayuwati et. al. (2006), subur, yang ditandai warna tanah hitam gembur,
pembuatan handil juga dilakukan untuk dan telah banyak ditumbuhi oleh jenis tumbuhan air,
mempertahankan ketebalan gambut. Untuk menjaga seperti kiambang (Salvinia sp) dan eceng gondok
ketebalan gambut, dibuatlah saluran cacing di (Elchornia sp).
bagian tengah lahan untuk membelah lahan menjadi
empat bagian. Salah satu saluran dibuat 3.2 Sistem Penyiapan Lahan dan
memanjang yang bermuara pada saluran besar di Pengolahan Tanah
depan rumah. Saluran keliling ini tidak pernah
ditutup agar pada waktu hujan lebat lahan tidak Penyiapan lahan yang menjadi suatu kearifan
tergenang. Penutupan hanya dilakukan pada lokal bagi petani yang hidup di Kalimantan Selatan
saluran cacing supaya lahan tetap lembab. Tidak dan Kalimantan Tengah adalah penggunaan tajak.
hanya handil, masyarakat yang berada di Tajak merupakan alat yang digunakan untuk
Kalimantan ternyata juga memiliki berbagai kearifan menebas rumput dan berfungsi juga sebagai alat
lokal lainnya guna mengkonservasi lahan gambut. untuk membalik tanah.
Dalam menebas rumput untuk membersihkan
3.1 Sistem Pemilihan Lahan lahan, Noor (2008) mengemukakan bahwa gulma
dan rumput yang terkumpul akan dibentuk
Dalam memilih lahan yang akan digunakan menyerupai bola dan direndam. Proses ini biasa
sebagai tempat budi daya, masyarakat akan disebut dengan memuntal. Setelah gulma dan
memilih berdasarkan kedalaman lumpur dan bau jerami yang berbentuk bola dirasa matang maka
tanah. Kedalaman lumpur menunjukkan kedalaman bola gulma tersebut akan dicacah. Hasilnya
efektif yang layak ditanami. Apabila tanah disebarkan di atas permukaan lahan. Proses ini
mengeluarkan bau yang harum maka menurut bertujuan untuk menurunkan keasaman tanah.
masyarakat tanah tersebut cocok untuk tempat budi Sedangkan Ar-Riza et. al (2012), menyatakan
daya karena tingginya kadar pirit. Selain itu, petani bahwa petani mempersiapkan sawah dengan cara
juga melihat vegetasi yang berkembang di membabat dan membersihkan rumput rawa pada
permukaan lahan sebagai indikator baik tidaknya saat air rawa masih dalam, sehingga kawasan
daerah tersebut dimanfaatkan atau ditanami (Noor, terbuka tersebut memberi peluang berkembangnya
2008) tumbuhan air. Kemudian petani menanam bibit padi
di atas hamparan tumbuhan air tersebut, tanaman

© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
1018
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 1016-1022 ISBN 978-602-6483-40-9

akan tumbuh bagus dan tumbuhan air akan menjadi Petani juga terbiasa menggunakan garam atau air
mulsa yang efektif mengendalikan laju penguapan laut ke sawah saat musim kemarau dan dibilas saat
air tanah, pengendali gulma yang efektif serta memasuki musim penghujan (Noor, 2008)
sebagai sumber tambahan nutrien. Temuan berbeda di sampaikan oleh
Temuan yang sama juga menjelaskan bahwa Firmansyah dan Mokhtar (2011), terdapat suatu
persemaian dilaksanakan dengan dua system: kebiasaan dari petani lahan gambut di Kalimantan
teradak dan semai terapung. Sistem teradak adalah untuk membakar sisa panen dan seresah. Hal ini
sistem persemaian kering pada tempat yang tidak dilakukan karena abu dari sisa pembakaran oleh
terkena genangan air. Sistem semai terapung, petani gambut dinilai sebagai bahan penyubur yang
dilaksanakan di atas lahan yang tergenang air penting dalam bercocok tanam di lahan gambut.
menggunakan rakit dan sebagai media tumbuh bibit Pembakaran hanya dilakukan pada lapisan
maka pada rakit diberi lumpur rawa. permukaan gambut yang masih mentah dan kasar
Selain dua sistem persemaian tersebut di atas, dengan kedalaman 5 cm.
terdapat sistem persemaian yang dinilai juga Proses pembakarannya sendiri secara
merupakan kearifan lokal yang sangat baik. Sistem tradisional melalui beberapa tahapan, antara lain:
tersebut adalah sistem persemaian pindah yaitu 1. Tebang hutan dimulai dari semak-semak.
bibit yang masih muda dipindahkan dari keadaan 2. Membuat parit batas sekeliling kawasan yang
kering ke keadaan basah. Dilakukan dengan cara akan diusahakan, tujuannya agar api tidak
memindahkan gerombolan bibit padi ke tepi sawah menjalar liar.
15 hari sebelum tanam (Ar-Riza dan Noor, 1992). 3. Membuat sumur bor untuk menyiapkan air
Dalam penelitian Ar-Riza et. al (2012), pada saat pembakaran lahan.
diketahui dalam masyarakat petani padi di 4. Sesudah lahan dibakar, maka kayu-kayu atau
Kalimantan memiliki sistem tanam sedepa empat, dahan yang tidak terbakar dikumpulkan di
artinya dalam panjang sedepa yang equivalen sekeliling pohon-pohon besar yang tidak
dengan 1,7 m ditanam bibit 4 rumpun, yang jika terbakar.
jaraknya segi empat sama sisi maka populasi 5. Abu yang sudah jadi segera disiram air agar
tanaman eqivalen dengan 55.363 rumpun/hektar. tidak terbang tertiup angin.
Populasi ini telah dilaksanakan sangat lama dan 6. Setelah hutan terbuka, dilanjutkan dengan
turun temurun. Namun dalam perkembangan membuat bedengan-bedengan, lalu dicangkul
pertanian di lahan lebak, populasi tersebut dinilai merata.
kurang, sehingga muncul sistem tanam sedepa 7. Jika ada tunggul dan akar-akaran maka
lima, atau sedepa tambah satu dan yang terakhir potongan kayu ditumpuk ditempat tersebut,
diperkenalkan sistem tanam dua sembilan yang untuk membakar tunggul/akar.
berarti dalam dua depa ditanam 9 rumpun. 8. Penanaman sayuran mulai dilakukan dengan
menggunakan abu dari pembakaran
3.3 Sistem Penataan Lahan sebelumnya, dicampur pupuk kandang dan
kapur pertanian.
Noor (2008), menemukan sebuah fenomena 9. Setelah 1-2 tahun ditanami maka akan tumbuh
bahwa penataan lahan dimaksudkan apabila petani gulma generasi ke-1 berupa pakis-pakisan.
berkeinginan melakukan diversifikasi tanaman. 10. Tahap selanjutnya adalah dilakukan
Penataan lahan dilakukan dengan membuat pencangkulan, pembersihan dan pembuatan
tukungan yaitu suatu proses untuk meninggikan dan penyempurnaan bedengan dan dilakukan
sebagian tanah. Bibit tanaman tahunan ditanam di pembakaran lagi seperti sebelum tanam tahun
atas tukungan. Tinggi tukungan biasanya dibuat 5- ke-1.
10 cm lebih tinggi dari tinggi maksimal muka air 11. Setelah itu ditanami lagi dengan sayur-mayur
sehingga tanaman tidak terendam atau kebasahan. seperti tahapan sebelumnya. Setelah 4 – 5
tahun akan muncul gulma generasi ke-2 yaitu
3.4 Sistem Pengelolaan Kesuburan Tanah rumput-rumputan.
12. Pembakaran selanjutnya dilakukan setiap
Kesuburan lahan gambut terletak pada hasil memulai tanam, namun yang dibakar hanyalah
biomasa yang dihasilkannya bukan yang terkandung sisa panen dan gulma tanpa membakar
dalam tanahnya. Petani di Kalimantan gambutnya lagi.
memanfaatkan gulma, rumput, dan sisa panen Noorginayuwati et. al (2007) menjelaskan
berupa jerami untuk dikembalikan ke dalam tanah. bahwa pemberian abu pada lahan bukaan baru

© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
1019
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 1016-1022 ISBN 978-602-6483-40-9

memperhitungkan kondisi lapisan gambutnya, 6. Setelah bibit ditanam pada tanah dimana
meskipun umumnya diberikan dengan takaran kumpainya tergulung, diperlukan waktu 1
sebanyak 6 kg/m2. Lahan siap ditanami apabila minggu hingga bibit cukup kuat.
lapisan gambut yang berwarna merah berubah 7. Setelah itu gulungan kumpai tersebut diurai dan
warnanya menjadi abu-abu kekuningan setelah dihamparkan lagi pada lajur semula. Untuk
diberikan abu. Untuk tanah bukaan baru yang agak melindungi bibit tanaman yang masih muda,
bagus, biasanya cukup dengan memberikan abu maka bibit ditutupi dengan ember, setelah
sebanyak 4 kg/m2 warnanya sudah akan berubah kumpai selesai di hampar, maka ember diambil
menjadi abu-abu kekuningan dan siap ditanami. kembali.
Masih dalam penelitian yang sasma, di 8. Semangka dan tanaman merambat lainnya
Kalimantan Tengah petani sayur di memberikan abu memanfaatkan mulsa kumpai sebagai tempat
dan pupuk kandang untuk sayur-sayuran daun mengaitkan sulur dan tempat alas untuk buah
sebannyak 2 kali. Pupuk kandang dan abu ini yang muncul.
langsung ditaburkan di bidang pertanaman pada 9. Setelah tanaman dipanen, maka lahan
musim hujan, tetapi pada musim kemarau biasanya usahatani akan ditanami kembali dengan
dicairkan terlebih dahulu. Bahan organik lain yang kumpai babulu. Bibit kumpai babulu direndam di
dianggap paling bagus dalam meningkatkan air saluran 1-3 hari untuk menumbuhkan akar-
kesuburan lahan gambut yaitu tepung ikan dan akar baru.
tepung kepala udang. 10. Menjelang memasuki musim hujan, kumpai
Hasil berbeda juga dikemukakan oleh yang tertanam akan memanjang mengikuti
Firmansyah & Mokhtar (2011). Ada beberapa petani ketinggian banjir.
di Kalimantan justru tidak membakar lahan. Mereka 11. Kumpai akan tumbuh rapat dan lebat kembali
menjadikan vegetasi alami yang tumbuh di atas dan siap di potong dan dimanfaatkan sebagai
tanah gambut sebagai mulsa. Tujuannya melindungi mulsa lungpar pada musim kemarau tahun
buah tanaman dari persentuhan langsung dengan berikutnya.
tanah. Jika menyentuh langsung ke tanah gambut Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan
yang basah/lembab, maka buah akan mengalami oleh Akbar (2011), terdapat pula beberapa kearifan
pembusukan. Vegetasi alami yang dimanfaatkan lokal yang lekat dengan kehidupan para petani di
adalah kumpai babulu (rumput rawa berbulu). Kalimantan dalam mengenali datangnya musim
Menurut Firmansyah & Mokhtar (2011), kemarau. Untuk masyarakat yang masuk ke dalam
kearifan lokal dengan pemanfaatan vegetasi alami suku Dayak Katunjung merka menjelaskan bahwa
kumpai babulu memiliki beberapa tahapan, yaitu: tanda-tanda yang berhubungan dengan musim
1. Jika musim kemarau kuat, kumpai akan kemarau adalah:
mengendap ke permukaan tanah gambut. 1. Jika di langit bagian timur muncul bintang
Kumpai kemudian mulai dipotong berlajur-lajur. petendo yang sangat cerah, hal itu
2. Kumpai yang telah terpotong berjalur-jalur menandakan bahwa musim kemarau akan
dibiarkan 2-3 minggu hingga mengering. segera berakhir.
3. Kumpai yang telah mengering digulung 2. Kemarau pendek ditandai dengan munculnya
berselingan, yaitu satu lajur digulung lajur bintang petendo di langit bagian barat.
berikutnya dibiarkan, begitu seterusnya. Lajur 3. Banyaknya hewan besar turun ke sungai besar.
kumpai yang digulung, akan terlihat tanah 4. Adanya perkembangan buah yang tidak baik.
gambutnya dan digunakan untuk tempat Hal berbeda dalam pengenalan musim
menanam bibit. kemarau juga dijelaskan masyarakat yang masuk ke
4. Cara penggulungan memerlukan tenaga 2 dalam suku Dayak Lawang Kajang. Penjelasannya
orang, seorang menebas dasar kumpai sebagai berikut:
menggunakan parang lais panjang dan seorang 1. Adanya tanda merah di langit.
lagi menggunakan dua alat pengait untuk 2. Ikan-ikan kecil masuk ke sungai-sungai besar
menarik dan menggulung kumpai yang telah akibat sungai kecil kering.
ditebas dasarnya. 3. Munculnya akar-akar putih di pinggir sungai
5. Setelah gulungan cukup besar atau setelah sebagai tanda musim kemarau akan berakhir.
tergulung sepanjang 10 m maka gulungan Hal berbeda dikemukakan oleh masyarakat
dihentikan, dan beralih lagi ke kumpai Dayak Bakumpay, menurut mereka tanda-tanda
berikutnya. datangnya musim kemarau adalah di saat matahari
mulai bergeser ke Barat. Tanda lainnya adalah

© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
1020
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 1016-1022 ISBN 978-602-6483-40-9

pohon kayu Malibamban dan pohon karet yang Apabila asap terlihat tegak (cagat) agak lama
daunnya mulai berguguran. berarti kemarau akan panjang dan sebaliknya.
Pada saat menjelang musim penghujan atau Selain pengetahuan yang berhubungan
akhir musim kemarau, pembakaran dan dengan peramalan iklim, petani di lahan lebak juga
pembersihan serentak sering dilakukan di ladang- mempunyai pengetahuan lokal mengenai
ladang di sertai dengan pemasangan alat penjerat kesesuaian tanah dengan tanaman, baik ditinjau
ikan yang disebut seha. dari ketinggiannya maupun kandungan humus dan
Noorginayuwati et al, (2006) menyebutkan hal teksturnya.
lain terkait cara petani dalam mengidentifikasi Noorginayuwati dan Achmad (2007) dalam
datangnya musim kemarau. Gejala alam masih penelitiannya menyebutkan bahwa petani di lahan
menjadi indikator utama dalam penentuan lebak, tanah bukaan baru dan dekat hutan
datangnya musim kemarau dan penghujan. Gejala umumnya dianggap sangat subur dan tidak masam,
alam tersebut antara lain: tetapi bila banyak tumbuh galam pertanda tanah itu
1. Apabila ikan-ikan mulai pergi meninggalkan masam. Bila di batang tanaman tersisa warna
kawasan lahan lebak (turun) menuju sungai kekuning-kuningan bekas terendam air (tagar
merupakan pertanda datangnya musim kering. banyu) merupakan pertanda tanah masam. Apabila
2. Apabila ketinggian air semakin menyusut tetapi lahan ditumbuhi oleh kumpai babulu dan airnya
masih ada ikan saluang yang bertahan maka berwarna kuning merupakan ciri tanah masam.
menunjukkan bahwa lahan lebak masih tidak Tanah masam ini masih dapat ditanami ubi
akan kekeringan. negara, atau bila ingin ditanami semangka mereka
3. Bintang Karantika muncul di ufuk barat pada melakukan pengapuran terlebih dahulu. Bila telah
senja hari hingga sesudah waktu maghrib ditanami beberapa kali keasaman akan berkurang
menandakan air di lahan lebak akan mulai karena menurut mereka sisa-sisa rumput yang
kering. Kemunculan bintang ini di ufuk barat tumbuh dan mati menjadi humus. Apabila keasaman
merupakan peringatan kepada petani untuk tanah tidak bisa ditingkatkan mereka akan
segera melakukan penyemaian benih tanaman meninggalkannya dan menganggapnya sebagai
padi (manaradak). tanah yang tidak produktif (tanah bangking).
4. Bintang Baur Bilah yang muncul di sebelah Keadaan lahan lebak oleh petani dibagi
barat juga dijadikan pertanda bagi datangnya menurut keadaan tinggi rendahnya permukaan
musim kering dan dijadikan patokan dalam tanah sehingga dikenal adanya petak rambah, petak
memperkirakan lama tidaknya musim kering. pematang, petak sedang dan petak mungkur.
Baur Bilah adalah tiga buah bintang yang Semangka lebih menyukai tanah yang agak tinggi
bersusun sejajar. dan rata dengan tanah humus yang tebalnya sekitar
5. Tingginya air pasang yang datang secara satu hasta (tanah gambung). Begitu juga dengan
bertahap juga menjadi ciri yang menentukan kacang tanah. Ubi negara menyukai tanah yang
lamanya musim kering. Apabila dalam tiga kali lembahnya sedang dan humus tidak terlalu tebal.
kedatangan air pasang (pasang-surut, pasang- Sedangkan jagung, lombok dan labu menyukai
surut dan pasang kembali), ketinggian air petak mungkur dengan humus tipis dan dekat
pasang pada tahapan pasang surut yang dengan tanah liat.
ketiga lebih tinggi dari dua pasang sebelumnya
biasanya terjadi musim kering yang panjang. 4. SIMPULAN
6. Ada juga yang melihat posisi antara matahari
dan bintang karantika. Apabila matahari terbit Pengelolaan dan pelestarian lahan gambut
agak ke sebelah timur laut dibandingkan posisi menjadi suatu isu yang sentral dewasa ini.
karantika berarti akan terjadi kemarau panjang Mengingat lahan gambut menjadi salah satu
(landang). alternatif jawaban dari masalah kurangnya lahan di
7. Burung putih seperti kuntul dan sejenis bangau Indonesia. Lahan gambut sangat potensial untuk
mulai meletakkan telurnya di semak padang digunakan para petani dalam melakukan kegiatan
parupuk merupakan tanda air akan menyurut bercocok tanam. Namun, sulitnya mengelola lahan
(rintak). Burung putih mengharapkan setelah gambut juga menjadi suatu problem tersendiri. Oleh
telurnya menetas air akan surut sehingga karena itu, kearifan lokal dalam pengelolaan lahan
anaknya mudah mencari mangsa (ikan). gambut yang telah diketahui petani untuk kemudian
8. Ada pula petani yang meramalkan kemarau bisa digunakan sebagai acuan dalam mengelolanya.
dengan melihat gerak asap (mamanduk). Pada dasarnya petani lahan gambut di Kalimantan

© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
1021
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 1016-1022 ISBN 978-602-6483-40-9

telah memiliki berbagai cara tradisional dalam Penelitian. Surabaya: Usaha Nasional.
mengelola lahan gambut, di antaranya yaitu: (1) Dariah, A. & Nurzakiah, S. (2014). Pengelolaan Tata Air
pemanfaatkan gerakan pasang surut air untuk irigasi Lahan Gambut. Dalam: buku panduan. Panduan
dan drainase, (2) penentuan tanaman yang ditanam Pengelolaan Berkelanjutan Lahan Gambut
Terdegradasi. Badan Penelitian dan
di sekitar pengairan, (3) konservasi air dengan
Pengembangan Pertanian.
sistem tabat, (4) sistem pemilihan lahan, (5) sistem Firmansyah, M. A. & Mokhtar, M. S. (2011). Kearifan
penyiapan lahan dan pengolahan tanah, (6) sistem Lokal Pemanfaatan Lahan Gambut Untuk
penataan lahan, (7) sistem pengelolaan kesuburan Usahatani Dalam Mengantisipasi Dampak
tanah, dan (8) cara petani dalam mengenali musim. Perubahan Iklim Di Kalimantan Tengah. Makalah
Meskipun begitu, dalam perkembangannya Workshop Nasional Adaptasi Perubahan Iklim di
untuk mencapai tujuan pemerintah dalam Sektor Pertanian. Bandung.
swasembada pangan pemerintah juga harus Idak, H. (1982). Perkembangan dan Sejarah Persawahan
berperan aktif membantu petani mengembangkan di Kalimantan Selatan. Banjarmasin: Pemda
lahan gambut dalam skala luas. Bantuan finansial Tingkat I. Kalimantan Selatan.
Noor, M., Alwi, M. & Anwar, K. 2007. Kearifan budaya
dan kelembagaan harus diberikan agar petani tidak
lokal dalam perspektif kesuburan tanah dan
kesulitan sebelum menanam maupun sesudah konservasi air di lahan gambut. Dalam Kearifan
panen. Ke depan pemerintah diharapkan juga aktif Budaya Lokal Lahan Rawa. Banjarbaru/Bogor:
melibatkan petani terkait program gambut. Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian.
Pemerintah hadir bukan untuk mengubah sistem Noor, M. (2008). Kearifan Lokal Dalam Pengolahan
namun sebagai fasilitator yang mendampingi Lahan Gambut. Artikel Di Balai Penelitian
masyarakat dengan memanfaatkan kearifan lokal Pertanian Lahan Rawa. Kalimantan Selatan
yang ada tanpa mengubah praktik-praktik lokal Noorginayuwati & Rafieq, A. (2007). Kearifan Lokal dalam
petani dalam memanfaatkan lahan gambut. Pemanfaatan Lahan Lebak Untuk Pertanian di
Kalimantan. Dalam: Kearifan Budaya Lokal Lahan
Rawa. Banjarbaru/Bogor: Balai Besar Sumber
5. UCAPAN TERIMA KASIH Daya Lahan Pertanian.
Noorginayuwati, Rafieq, A., Rina, Y., Noor, M. &
Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada Achmadi. (2006). Penggalian Kearifan Lokal Petani
LPDP yang telah memberikan saya beasiswa untuk untuk Pengembangan Lahan Gambut di
melanjutkan studi S2. Terimakasih juga untuk Kalimantan. Laporan Hasil Penelitian Balittra.
semua teman yang membantu penulisan paper ini BBSDL. Banjarbaru.
serta salam takzim saya untuk UGM dan UB tempat Noorginayuwati, Rafieq, A., Noor, M. & Jumberi, A.
saya menimba ilmu. Semoga paper ini bisa (2007). Kearifan Lokal dalam Pemanfaatan Lahan
Gambut untuk Pertanian di Kalimantan. Dalam:
bermanfaat untuk banyak pihak.
Kearifan Budaya Lokal Lahan Rawa.
Banjarbaru.Bogor: Balai Besar Sumber Daya
6. DAFTAR PUSTAKA Lahan Pertanian.
Octora, Y., Rompas, A., Subahani, E. & Alfons, S. (2010).
Akbar, A. (2011). Studi kearifan lokal penggunaan api Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumberdaya
persiapan lahan: studi kasus di hutan Mawas, Alam di Kawasan Eks PLG. Walhi Kalimantan
Kalimantan Tengah. Jurnal Penelitian Sosial dan Tengah.
Ekonomi Kehutanan, 8(3). Sunaryo & Joshi, L. (2003). Peranan Pengetahuan
Ar-Riza, I. & Dj-Noor, H. (1992). Pengaruh Sistem Ekologi Lokal dalam Sistem Agroforestri. Bogor:
Persemaian terhadap Pertumbuhan Bibit dan Hasil World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia
Padi Rintak. Banjarbaru: Balai Penelitian Tanaman Regional Office.
Pangan. Sutanto, R. (2002). Tantangan Global Menghadapi
Ar-Rhiza, I., Fauziati, N. & Noor, H.D. (2012). Kearifan Kerawanan Pangan dan Peranan Pengetahuan
Lokal Sumber Inovasi dalam Mewarnai Teknologi Tradisional dalam Pembangunan Pertanian.
Budidaya Padi di Lahan Rawa Lebak. Balai Yogyakarta: CPRC.
Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Hlm, 39-48. Strauss, A. & Corbin, J. (2003). Dasar-dasar Penelitian
Balittra, 2001. Empat Puluh Tahun Balittra: Kualitatif. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Perkembangan dan Program Penelitian ke Depan.
Banjarbaru: Deptan. Badan Litbang. Balittra.
Bogdan, R. & Tylor, S.J. (1993). Kualitatif Dasar-Dasar

-----

© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
1022

Anda mungkin juga menyukai