Anda di halaman 1dari 9

PLAGIARISM SCAN REPORT

Date 2020-09-05

Words 600

0% 100% Characters 4376


Plagiarised Unique

Content Checked For Plagiarism

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer Bloch, 1790) TIPE LIAR DAN HASIL DOMESTIKASI Keragaman
iktiofauna mewakili banyaknya sumberdaya genetik yang menjadi salah satu sumber makanan manusia saat ini, Ikan menjadi sumber pokok
pemenuhan nutrisi yang tinggi bagi seluruh manusia sehingga produksi disektor perikanan juga semakin meningkat. Seiring meningkatnya
produksi perikanan, terjadi resiko reduksi keragaman genetik, perlu adanya pengimplementasian konservasi sumberdaya genetik ikan, dalam
hal ini ikan kakap putih , sebagai sumber stok bagi kegiatan perikanan tangkap (Irmawati & Alimuddin, 2019). Sampai saat ini ikan kakap
putih tipe liar maupun hasil domestikasi di Indonesia belum terpetakan dan potensi lestarinya juga belum tersedia. Berdasarkan hasil
pengamatan yang ada dilapangan membuktikan bahwa ikan kakap putih yang ditangkap oleh nelayan hanya dijadikan sebagai hasil
tangkapan sampingan, bahkan dihampir banyak daerah yang ada di Indonesia ikan kakap putih ini hanya dianggap hama bagi kegiatan
budidaya seperti budidaya ikan bandeng dan udang, sehingga berkesan ikan kakap putih ini tidak mempunyai nilai ekonimis (Irmawati et al.,
2019). Ikan kakap putih, Seabass (Lates calcarifer Bloch, 1790) merupakan salah satu ikan yang menjadi kegemaran bagi masyarakat karena
memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, yaitu protein sebesar 20% serta mengandung omega-3 (Rayes, 2013). Menurut Irmawati et al,.
(2019) mengemukakan bahwa di Provinsi Sulawesi – Selatan, benih ikan kakap putih dikenal dengan nama umum salamata. Meskipun
Baramundi atau Seabass kurang diminati di Indonesia, tetapi di luar negeri ikan tersebut memiliki nilai ekonomis tinggi. Kegiatan budidaya
ikan kakap putih di Indonesia masih belum berkembang, dibandingkan dengan negara tetangga seperti Thailand, Singapura, Malaysia.
Kegiatan budidaya ikan kakap putih sudah meningkat pesat melalui media keramba jarring apung (KJA) di laut, Salah satu yang menjadi
faktor susahnya perkembangan budidaya ikan kakap putih di Indonesia yaitu kurang adanya keahlian masyarakat dalam budidaya ikan kakap
putih (Windarto et al., 2019). Produksi budidaya ikan kakap putih sebagian besar masih hasil penangkapan dari laut lepas (Tipe liar), dan
masih kurang diperoleh dari hasil budidaya (Domestikasi). Untuk memenuhi kebutuhan pasar, ikan kakap putih tidak harus diperoleh dari hasil
tangkapan saja, melainkan diperlukan usaha penyedian stok yang mampu memenuhi kebutuhan pasar (Akmal, 2011). Permasalahan
dipenelitian ini ialah Bagaimana keragaman genetik antara ikan kakap putih tipe liar dan hasil domestikasi ?, dengan Hipotesis : Keragaman
ikan kakap putih tipe liar dan hasil domestikasi tinggi dan Keragaman ikan kakap putih tipe liar dan hasil domestikasi tidak tinggi. Oleh karena
itu, maka diperlukan penanda molekuler yang mampu mendeteksi keragaman genetik yang rendah, Penggunaan penanda molekuler berbasis
DNA untuk mendeteksi keragaman yang rendah dianggap tepat, karena memiliki tingkat akurasi yang tinggi dan tidak terpengaruh oleh
lingkungan. Analisis molekuler menggunakan DNA sebagai objeknya diawali dengan proses ekstraksi/ isolasi DNA untuk mendapatkan DNA
yang murni dengan konsentrasi tinggi sehingga dapat digunakan untuk analisis molekuler selanjutnya, seperti PCR, RLFP, dan RAPD.
Ekstraksi DNA dapat dilakukan dengan berbagai metode (Fitriya et al., 2015). Perlu dilakukan optimasi isolasi DNA. Setelah menemukan
hasil isolasi yang optimal, selanjutnya akan di amplifikasi dengan teknik RAPD. Teknik RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)
merupakan salah satu dari beberapa teknik penanda berbasis DNA dengan melibatkan penggunaan mesin PCR (Polymerase Chain
Reaction). Teknik PCR-RAPD digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan genotip normal dan abnormal, berdasarkan perbedaan pada pita
DNA yang dapat teramplifikasi dengan random primer. Pita DNA yang berbeda akan dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui perbedaan
urutan basa DNA antara genotip normal dan abnormal melalui teknik sekuensing. Sekuensing adalah salah satu metode untuk
mengidentifikasi suatu gen yang mensyaratkan pita DNA tunggal, tegas dan terang. Dengan mendapatkan metode isolasi genom DNA dan
teknik PCR-RAPD yang optimal, maka dapat menghasilkan pita DNA dengan kualitas yang sangat baik untuk proses sekuensing pada ikan
kakap putih tipe liar dan hasil domestikasi.

Matched Source

No plagiarism found

ii
ANALISIS KERAGAMAN GENETIK IKAN KAKAP PUTIH
(Lates calcarifer Bloch, 1790) TIPE LIAR DAN HASIL
DOMESTIKASI

MAKMUR
L021181315

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN


DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020

iii
ANALISIS KERAGAMAN GENETIK IKAN KAKAP PUTIH
(Lates calcarifer Bloch, 1790) TIPE LIAR DAN HASIL DOMESTIKASI

Keragaman iktiofauna mewakili banyaknya sumberdaya genetik yang menjadi


salah satu sumber makanan manusia saat ini, Ikan menjadi sumber pokok pemenuhan
nutrisi yang tinggi bagi seluruh manusia sehingga produksi disektor perikanan juga
semakin meningkat. Seiring meningkatnya produksi perikanan, terjadi resiko reduksi
keragaman genetik, perlu adanya pengimplementasian konservasi sumberdaya
genetik ikan, dalam hal ini ikan kakap putih , sebagai sumber stok bagi kegiatan
perikanan tangkap (Irmawati & Alimuddin, 2019).
Sampai saat ini ikan kakap putih tipe liar maupun hasil domestikasi di
Indonesia belum terpetakan dan potensi lestarinya juga belum tersedia. Berdasarkan
hasil pengamatan yang ada dilapangan membuktikan bahwa ikan kakap putih yang
ditangkap oleh nelayan hanya dijadikan sebagai hasil tangkapan sampingan, bahkan
dihampir banyak daerah yang ada di Indonesia ikan kakap putih ini hanya dianggap
hama bagi kegiatan budidaya seperti budidaya ikan bandeng dan udang, sehingga
berkesan ikan kakap putih ini tidak mempunyai nilai ekonimis (Irmawati et al., 2019).
Ikan kakap putih, Seabass (Lates calcarifer Bloch, 1790) merupakan salah satu
ikan yang menjadi kegemaran bagi masyarakat karena memiliki kandungan gizi yang
cukup tinggi, yaitu protein sebesar 20% serta mengandung omega-3 (Rayes, 2013).
Menurut Irmawati et al,. (2019) mengemukakan bahwa di Provinsi Sulawesi –
Selatan, benih ikan kakap putih dikenal dengan nama umum salamata. Meskipun
Baramundi atau Seabass kurang diminati di Indonesia, tetapi di luar negeri ikan
tersebut memiliki nilai ekonomis tinggi.
Kegiatan budidaya ikan kakap putih di Indonesia masih belum berkembang,
dibandingkan dengan negara tetangga seperti Thailand, Singapura, Malaysia.
Kegiatan budidaya ikan kakap putih sudah meningkat pesat melalui media keramba
jarring apung (KJA) di laut, Salah satu yang menjadi faktor susahnya perkembangan
budidaya ikan kakap putih di Indonesia yaitu kurang adanya keahlian masyarakat
dalam budidaya ikan kakap putih (Windarto et al., 2019).

4
Produksi budidaya ikan kakap putih sebagian besar masih hasil penangkapan dari
laut lepas (Tipe liar), dan masih kurang diperoleh dari hasil budidaya (Domestikasi).
Untuk memenuhi kebutuhan pasar, ikan kakap putih tidak harus diperoleh dari hasil
tangkapan saja, melainkan diperlukan usaha penyedian stok yang mampu memenuhi
kebutuhan pasar (Akmal, 2011).
Permasalahan dipenelitian ini ialah Bagaimana keragaman genetik antara ikan
kakap putih tipe liar dan hasil domestikasi ?, dengan Hipotesis : Keragaman ikan
kakap putih tipe liar dan hasil domestikasi tinggi dan Keragaman ikan kakap
putih tipe liar dan hasil domestikasi tidak tinggi. Oleh karena itu, maka diperlukan
penanda molekuler yang mampu mendeteksi keragaman genetik yang rendah,
Penggunaan penanda molekuler berbasis DNA untuk mendeteksi keragaman yang
rendah dianggap tepat, karena memiliki tingkat akurasi yang tinggi dan tidak
terpengaruh oleh lingkungan.
Analisis molekuler menggunakan DNA sebagai objeknya diawali dengan proses
ekstraksi/ isolasi DNA untuk mendapatkan DNA yang murni dengan konsentrasi
tinggi sehingga dapat digunakan untuk analisis molekuler selanjutnya, seperti PCR,
RLFP, dan RAPD. Ekstraksi DNA dapat dilakukan dengan berbagai metode (Fitriya
et al., 2015). Perlu dilakukan optimasi isolasi DNA. Setelah menemukan hasil isolasi
yang optimal, selanjutnya akan di amplifikasi dengan teknik RAPD.
Teknik RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) merupakan salah satu dari
beberapa teknik penanda berbasis DNA dengan melibatkan penggunaan mesin PCR
(Polymerase Chain Reaction). Teknik PCR-RAPD dapat digunakan untuk
mengidentifikasi perbedaan genotip normal dan abnormal, berdasarkan perbedaan
pada pita DNA yang dapat teramplifikasi dengan random primer. Pita DNA yang
berbeda akan dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui perbedaan urutan basa DNA
antara genotip normal dan abnormal melalui teknik sekuensing. Sekuensing adalah
salah satu metode untuk mengidentifikasi suatu gen yang mensyaratkan pita DNA
tunggal, tegas dan terang. Dengan mendapatkan metode isolasi genom DNA dan
teknik PCR-RAPD yang optimal, maka dapat menghasilkan pita DNA dengan

5
kualitas yang sangat baik untuk proses sekuensing pada ikan kakap putih tipe liar dan
hasil domestikasi.

Rumusan Masalah

Tujuan Dan Manfaat

Hipotesis

Variabel independen dan


Variabel dependen

Sampel
Rencana eksperimen

Metode Penelitian

Analisis data

Simpulan dan Saran

Gambar 1. Bagan desain penelitian rencana eksperimen

A. Rumusan Masalah :

6
Bagaimana keragaman genetik antara ikan kakap putih tipe liar dan hasil
domestikasi?

B. Tujuan Dan Manfaat :

Tujuan dari penelitian ini adalah:


1. Menggunakan metode CTAB-DTAB untuk isolasi genom DNA
2. Menganalisis pola keragaman genetik ikan kakap putih tipe liar dan hasil
domestikasi.
Manfaat dari penelitian ini yaitu untuk mengaplikasikan teknik isolasi yang
optimal dalam isolasi DNA ikan kakap putih sehingga kegiatan PCR dan sekuensing
menjadi lebih efektif yang selanjutnya digunakan dalam merakit marka molekuler
pada ikan kakap putih hasil domestikasi dengan karakter morfologi abnormal serta
bermanfaat sebagai bahan evaluasi pada kegiatan domestikasi ikan kakap putih.

C. Hipotesis

Keragaman ikan kakap putih tipe liar dan hasil domestikasi tinggi dan Keragaman
ikan kakap putih tipe liar dan hasil domestikasi tidak tinggi.

D. Rencana Eksperimen

Adapun rencana eksperimen yaitu:

1. Variabel independen dan Variabel dependen


 Variabel Independen : Keragaman Ikan Kakap Putih
 Variabel Dependen : Ikan Kakap Putih tipe liar dan domestikasi

2. Sampel
Sampel ikan kakap putih diperoleh dari beberapa lokasi, ikan kakap putih hasil
domestikasi diperoleh dari Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Barru sedangkan
ikan kakap putih tipe liar diperoleh dari Kabupeten Takalar dan Kabupaten Bone.

3. Metode penelitian

7
SAMPEL

UJI ABNORMALITAS

EKSTRAKSI DNA

PCR-RAPD

ELEKTROFORESIS
(Agar 1%, V = 200, s = 60

FOTO

ANALISIS DATA

KUANTITAS DNA DAN POLA KERAGAMAN


UJI ABNORMALITAS KUALITAS PITA GENETIK

4. Analisis data
 Uji Abnormalitas
 Kuantitas Genom DNA dan Kualitas Pita PCR-RAPD
 Pola Keragaman Genetik

D. Simpulan dan Saran

DAFTAR PUSTAKA

8
Akmal, S. G. 2011. Pembenihan Dan Pembesaran Ikan Kakap Putih (Lates
Calcarifer) Di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut,
Lampung. Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor.

Fitriya, R.T. , Ibrahim, M. & Lisdiana, L. 2015. Keefektifan Metode Isolasi DNA Kit
dan CTAB/NaCl yang Dimodifikasi pada Staphylococcus aureus dan
Shigella dysentriae. LenteraBio. 4(1):87–92.

Irmawati, A. T., & Alimuddin, A. 2019. Budidaya Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer
Bloch, 1790) Berbasis Ekosistem. Dokumen Kebijakan. Hal, 27.
Irmawati, I. , Hasanuddin, U. & Alimuddin, A. 2019. Budidaya Ikan Kakap Putih
(Lates calcarifer Bloch, 1790) Berbasis Ekosistem. Lembaga Penelitian
dan Pengabdian pada Mayarakat., Makassar. 25 p.

Rayes, R.D. 2013. Pengaruh Perubahan Salinitas Terhadap Pertumbuhan dan


Sintasan Ikan Kakap Putih (Lates Calcarifer Bloch). Jurnal KELAUTAN.
16(1):47–56.

Windarto, S., Hastuti, S., Subandiyono, S., Nugroho, R. A., & Sarjito, S. 2019.
PERFORMA PERTUMBUHAN IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer
Bloch, 1790) YANG DIBUDIDAYAKAN DENGAN SISTEM
KERAMBA JARING APUNG (KJA). Sains Akuakultur Tropis:
Indonesian Journal of Tropical Aquaculture, 3(1).

Anda mungkin juga menyukai