Anda di halaman 1dari 87

KARYA TULIS ILMIAH

STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. D DENGAN HALUSINASI
PENDENGARAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TARUSAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN TAHUN 2018

Studi Kasus Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan


Pendidikan Diploma III Keperawatan

Oleh :

MUSPIDAYENTI
Nim : 1714401135

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


STIKES PERINTIS PADANG
2018
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Studi kasus yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Tn. D dengan


Halusinasi Pendengaran di Wilayah Kerja Puskesmas Tarusan Kabupaten
Pesisir Selatan Tahun 2018, ini telah diperiksa, disetujui dan telah
dipertahankan dihadapan Tim Penguji Studi Program Studi D III Keperawatan
STIKes Perintis Padang tahun 2018.

Padang, 30 Juli 2018


Pembimbing

Ns. Yuli Permata Sari, M.Kep


NIK. 1440122078614104

Ketua
Ns. Endra Amalia, M. Kep
NIK. 142012310699301

PERNYATAAN PENGESAHAN PENGUJI

Studi kasus yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Tn. D dengan


Halusinasi Pendengaran di Wilayah Kerja Puskesmas Tarusan Kabupaten
Pesisir Selatan Tahun 2018, ini telah diperiksa, disetujui dan telah
dipertahankan dihadapan Tim Penguji Studi Kasus Program Studi D III
Keperawatan STIKes Perintis Padang tahun 2018.

Padang, 30 Juli 2018


Penguji

Ns. Aldo Yuliano, M.M


NIK. 1420120078509053
ABSTRAK
Skizofrenia merupakan kekacauan jiwa yang serius ditandai dengan kehilangan
kontak pada kenyataan. Berdasarkan presentasi gejala yang terbesar di alami
pasien yakni Halusinasi. Halusinasi merupakan persepsi tanpa adanya rangsangan
apapun panca indera seseorang yag terjadi pada keadaan sadar. Dari pembagian
Halusinasi hal terbanyak yang di alami oleh pasien gannguan Skizofrenia yakni
halusinasi pendengaran dimana hampir 70% kasus halusinasi yang terjadi adalah
halusinasi pendengaran. Biasanya halusinasi pendengaran yang dialami adalah
berupa bisikan-bisikan yang membuat depresinya seorang pasien sehingga ada
yang suka menganiaya, bunuh diri, dan lain sebagainya. Metode dalam penelitian
ini menggunakan studi kasus pada asuhan keperawatan pada Tn. D dengan
halusinasi pendengaran di wilayah kerja Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir
Selatan. Hasil penelitian mendapatkan bahwa pemicu halusinasi pendengaran
yang di derita pasien disebabkan oleh kecelakaan dimasa lampau dan penolakan
cinta yang pada akhirnya membuat pemikiran pasien terganngu dan mendengar
bisikan-bisikan buruk tentang mengapa dia ditolak dimasa lalu. Maka dengan
asuhan perawat dilapangan dihasilkan pasien mampu menghardik bisikan yang
muncul dan mulai bergaul dengan keramaian seperti keluarga. Pasien mampu
mengevaluasi kerja harian, sehingga dapat membantu pasien mengendalikan
halusinasi pendengaran yang sering muncul.
Kata Kunci : Skizofrenia, Halusinasi Pendengaran, Asuhan Keperawatan
ABSTRACT
Schizophrenia is a serious mental disoder characterized by losing contack with
reality. Basep on the presentation of the greatest symptoms experienced by
patients, hallucinations. Hallucinations are parceptions without any stimulation of
the five senses that occur in the conscious state. From the distribution of
hallucinations the most things experinced by patients with schizophrenia are
auditory hallucinations where nearly 70% of the hallucinations that occut are
audotory hallucinations. Usually the auditory hallucinations experienced are in the
form of whispers that depress a patient so that someone likes to abuse, commit
suicide, and so on. The method in this study uses case studies on nursing care in
Mr. D with auditory hallucinations in the work area of the Tarusan. Health Center
in Sounth Pesisir Regency. The results of the study found that the trigger of
auditory hallucinations suffered by the patient think and hear bad whispers about
why he was rejected in the past. So with the care of nurses in the field the patient
is able to rebuke the whisper that appears and start hanging out with the crowd
like family. Patients are able to evaluate daily work, so that it can help patients
control auditory hallucinations that often occur.
Keywords: Schizophrenia, Hearing Hallucinations, Nursing Care
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan Kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan

Studi Kasus yang Asuhan Keperawatan pada Tn. D dengan Halusinasi

Pendengaran di Wilayah Kerja Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir

Selatan Tahun 2018.

Penyusunan Studi kasus ini merupakan salah satu persyaratan dalam

rangka menyelesaikan pendidikan diploma bagi mahasiswa Program Studi D III

Keperawatan, STIKes Perintis Padang. Selama penyusunan Studi Kasus ini dari

awal sampai akhir tidak terlepas dari peran dan dukungan berbagai pihak, oleh

karena itu pada kesempatan ini Peneliti mengucapkan terima kasih kepada.

1. Ibuk Ns. Endra Amalia, M. Kep selaku Ketua Program Studi D III

Keperawatan STIKes Perintis Padang.

2. Ibuk Ns. Yuli Permata Sai, M.Kep selaku pembimbing yang telah

meluangkan banyak waktu untuk membimbing penrliti demi

kesempurnaan studi kasus ini.

3. Bapak Ns. Falerisiska Yunere, M. Kep selaku penguji dalam studi

kasus keperawatan.

4. Bapak dan Ibuk Dosen, Staf Program Studi D III Keperawatan STIKes

Perintis Padang.

5. Terutama buat suami dan anak ku tercinta yang telah memberikan

banyak masukan, dorongan dan bantuan baik moril maupun materil,

i
serta motifasi sehingga Peneliti dapat menyelesaikan Studi Kasus

Penelitian ini.

6. Rekan-rekan senasib dan perjuangan mahasiswa 2017/2018 Program

Studi D III Keperawatan STIKes Perintis Padang, yang telah banyak

membantu Peneliti dalam Menyelesaikan studi kasus ini.

Penulis menyadari bahwa dalam Penulisan Studi Kasus ini masih jauh

dari kata sempurna, dan diharapkan ada kritikan yang membangun, penulis

berharap kiranya Studi Kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Semoga

Tuhan Yang Maha Esa Senantiasa melimpahkan rahmatnya dan karuniaNYA bagi

kita semua

Padang, 30 Juli 2018

Penulis

( Muspidayenti )

ii
DAFTAR ISI

PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR ....................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ......................................................................... 6

C. Tujuan Masalah ............................................................................ 6

D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 7

BAB 2 KAJIAN TEORI

A. Konsep Skizofrenia ...................................................................... 9

1. Pengertian Skizofrenia ........................................................... 9

2. Etiologi .................................................................................. 9

3. Tanda dan Gejala ................................................................... 11

4. Macam-macam Skizofrenia ................................................... 13

5. Klasifikasi .............................................................................. 14

6. Pengobatan ............................................................................ 17

7. Strategi Perawat Komunikasi ................................................ 17

B. Konsep Teori Halusinasi ............................................................. 19

iii
C. konsep dasar asuhan keperawatan pasien dengan halusinasi ..... 31

BAB 3 TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian ................................................................................... 38

B. Analisis Data ............................................................................... 44

C. Rencana Keperawatan ................................................................ 45

D. Implementasi .............................................................................. 47

BAB 4 PEMBAHASAN

A. Pengkajian .................................................................................. 52

B. Diagnosa Keperawatan .............................................................. 54

C. Rencana Keperawatan ............................................................... 55

D. Tindakan Keperawatan .............................................................. 56

E. Evaluasi ..................................................................................... 59

BAB 5 PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................. 66

B. Saran .........................................................................................68

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang

signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO (2016), terdapat

sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena

skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor

biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk, maka jumlah

kasus gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban

negara dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang.

Data Riskesdas (2013), menunjukkan prevalensi ganggunan mental

emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk

usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah

penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti

skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000

penduduk.

Skizofrenia adalah gangguan mental jangka panjang dan berat, yang

ditandai dengan persepsi psikosis-terdistorsi dari dunia nyata. Orang yang

didiagnosis menderita skizofrenia mengalami delusi, halusinasi, bicara tidak

teratur, kurangnya emosi, ketidakmampuan untuk berhubungan dengan orang lain,

dan kesulitan yang signifikan dalam menyelesaikan sekolah, memegang

pekerjaan, atau hidup secara mandiri. Gangguan ini paling mungkin muncul

1
2

selama masa remaja atau dewasa awal. Skizofrenia masih belum sepenuhnya

dipahami oleh para profesional kesehatan mental atau peneliti medis (Frey, 2009).

Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di Indonesia terdapat di daerah khusus

Pasien dengan halusinasi jika tidak segera ditangani akan memberikan dampak

yang buruk bagi penderita, orang lain, ataupun lingkungan disekitarnya, karena

pasien dengan halusinasi akan kehilangan kontrol dirinya. Pasien akan mengalami

panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasinya, pada situasi ini pasien

dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide), bahkan

merusak lingkungan. Untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan dibutuhkan

peran perawat yang optimal dan cermat untuk melakukan pendekatan dan

membantu klien memecahkan masalah yang dihadapinya dengan memberikan

penatalaksanaan untuk mengatasi halusinasi. Penatalaksanaan yang diberikan

antara lain meliputi farmakologis dan non-farmakologis. Penatalaksanaan

farmakologis antara lain dengan memberikan obat-obatan antipsikotik. Adapun

penatalaksanaan non-farmakologis dari halusinasi dapat meliputi pemberian

terapi-terapi modalitas (Direja, 2011).

Gangguan kejiwaan merupakan masalah klinis dan sosial yang harus

diatasi karena sangat meresahkan masyarakat baik dalam bentuk dampak

penyimpangan prilaku maupun semakin tinginya jumlah penderitahan gangguan

jiwa. Penyakit mental ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita dan

keluarganya. Semakin tinggi nya persaingan dan tuntutan dalam memenuhi

kebutuhan dapat menyebabkan seseorang mengalami stress merasa tertekan.

Kebutuhan dapat menyebabkan seseorang mengalami stress maka ia akan


3

cenderung mengalami atau menujukan gejala gangguan kejiwaan sehingga ia

menjadi maladaptif terhadap lingkungan. Gangguan atau masalah kesehatan jiwa

yang berupa proses pikir maupun ganguan senori persepsi yang sering adalah

halusinasi. Halusinasi merupakan persepsi tanpa adanya rangsangan apapun panca

indera seseorang yag terjadi pada keadaan sadar. Halusinasi satu gejala

skizofrenia. Skizofrenia merupakan kekacauan jiwa yang serius ditandai dengan

kehilangan kontak pada kenyataan (Erlinafsiah, 2010).

Peran perawat dalam menangani halusinasi di Rumah Sakit salah satunya

melakukan penerapan standar asuhan keperawatan yang mencakup penerapan

strategi pelaksanaan halusinasi. Strategi pelaksanaan adalah penerapan standar

asuhan keperawatan terjadwal yang diterapkan pada pasien yang bertujuan untuk

mengurangi masalah keperawatan jiwa yang ditangani. Strategi pelaksanaan pada

pasien halusinasi mencakup kegiatan mengenal halusinasi, mengajarkan pasien

menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain saat halusinasi muncul,

melakukan aktivitas terjadwal untuk mencegah halusinasi, serta minum obat

dengan teratur (Akemat dan Keliat, 2010).

Menurut Suliswati, dkk 2005 dalam Abdul, dkk 2013, keperawatan jiwa

adalah pelayanan keperawatan profesional di dasarkan pada ilmu perilaku, ilmu

keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan respons

psiko-sosial yang mal adaptif yang disebabkan oleh gangguan biopsiko-sosial,

dengan menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa melalui pendekatan

proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan, dan

memulihkan masalah kesehatan jiwa klien. Keperawatan jiwa adalah proses


4

interpersonal yang berusaha untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku

sehingga klien dapat berfungsi utuh sebagai manusia.

Fungsi perawat jiwa adalah memberikan asuhan keperawatan secara

langsung dan asuhan keperawatan tidak langsung yang berkualitas untuk

membantu pasien beradaptasi terhadap stress yang dialami dan bersifat terapeutik

(Dalami, 2010). Perawat jiwa dalam menjalankan perannya sebagai pemberi

asuhan keperawatan memerlukan suatu perangkat instruksi atau langkah-langkah

kegiatan yang dibakukan. Hal ini bertujuan agar penyelenggaraan pelayanan

keperawatan memenuhi standar pelayanan. Langkah-langkah kegiatan tersebut

berupa Standar Operasional Prosedur (SOP). Tujuan umum SOP adalah untuk

mengarahkan kegiatan asuhan keperawatan dalam mencapai tujuan yang lebih

efisien dan efektif sehingga konsisten dan aman dalam rangka meningkatkan mutu

pelayanan melalui pemenuhan standar yang berlaku (Depkes RI, 2010).

Hasil penelitian Elita,dkk di Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekan Baru tahun

2010, mencatat bahwa ada sebanyak 1.310 pasien dengan alasan dirawat di rumah

sakit jiwa adalah dengan masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi sebesar

49,77%, gangguan proses pikir: waham sebesar 4,66%, perilaku kekerasan sebesar

20,92%, isolasi sosial sebesar 8,70%, gangguan konsep diri: harga diri rendah

sebesar 7,02%, defisit perawatan diri sebesar 3,66%, dan risiko bunuh diri sebesar

5,27%. Berdasarkan hasil data rekam medik yang diperoleh maka dapat

disimpulkan bahwa persentase gangguan jiwa yang memiliki persentase tertinggi

adalah halusinasi.
5

Data dari Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Jiwa Prof HB Saanin

Padang pada tahun 2016, pasien dengan gangguan jiwa sebanyak 10.365 jiwa

dengan pasien rawat inap baru sebanyak 1.106 jiwa dan pasien lama sebanyak

1.174 jiwa, sedangkan pasien rawat jalan baru sebanyak 4.478 jiwa dan pasien

lama sebanyak 3.607 jiwa dengan skizofrenia sebanyak 2.478 jiwa. Penderita

gangguan jiwa dengan defisit perawatan diri sebanyak 2.956 jiwa (28,5 %) dan

terbanyak pada tahun 2016 adalah di ruang Gelatik sebanyak 534 jiwa. Sedangkan

Maret 2017 didapatkan data pasien dengan gangguan jiwa di 6 Ruangan

diantaranya Ruang Melati sebanyak 41 orang, Ruang Cendrawasih 12 orang,

Ruang Merpati 27 orang, Ruang Flamboyan 16 orang, Ruang Nuri 32 orang dan

di Ruang Dahlia didapatkan 44 orang pasien dengan 21 orang dengan gangguan

defisit perawatan diri.

Dari data Rumah Sakit Jiwa Prof HB Saanin Padang menyatakan bahwa

pasien gangguan jiwa yang terbanyak adalah skizofrenia. Gejala yang ada paling

sering terjadi pada klien dengan skizofrenia adalah halusinasi, dimana sekitar 70

% klien dengan skizofrenia mengalami gejala halusinasi. Di Rumah Sakit Jiwa di

Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa adalah

halusinasi pendengaran, 20% halusinasi penglihatan, dan 10% adalah halusinasi

penghidu, pengecapan dan perabaan (Mamnu’ah, 2010). Maka skizofrenia yang

paling banyak dialami oleh pasien sakit jiwa adalah halusinasi pendengaran. Jika

asuhan keperawatan di Rumah sakit jiwa dapat ditangani oleh para medis

keperawatan lalu bagaimana dengan pasien skizofrenia yang dirawat jalan.


6

Berdasarkan data frekwensi data yang terjadi pada gangguan jiwa di

Puskesmas Tarusan maka peneliti tertarik untuk mengangkat kasus tentang asuhan

keperawatan pada Tn. D dengan halusinasi pendengaran di wilayah kerja

Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan.

B. Rumusan Masalah

“Bagaimana asuhan keperawatan pada Tn. D dengan halusinasi

pendengaran di wilayah kerja Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan ? “

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu mengidentifikasi asuhan keperawatan pada Tn. D

dengan halusinasi pendengaran di wilayah kerja Puskesmas Tarusan Kabupaten

Pesisir Selatan.

2. Tujuan Khusus

a. Mengkaji asuhan keperawatan pada Tn. D dengan halusinasi pendengaran

di wilayah kerja Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan.

b. Merumuskan diagnosa keperawatan dengan masalah asuhan keperawatan

pada Tn. D dengan halusinasi pendengaran di wilayah kerja Puskesmas

Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan.

c. Merencanakan asuhan keperawatan pada Tn. D dengan halusinasi

pendengaran di wilayah kerja Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir

Selatan.
7

d. Melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. D dengan halusinasi

pendengaran di wilayah kerja Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir

Selatan.

e. Mengevaluasi asuhan keperawatan pada Tn. D dengan halusinasi

pendengaran di wilayah kerja Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir

Selatan.

D. Manfaat Penelitian

Terkait dengan tujuan maka tugas akhir ini diharapkan dapat memberikan

manfaat:

1. Akademis

Hasil studi kasus ini merupakan sumbangan bagi ilmu pengetahuan

khususnya dalam asuhan keperawatan Terhadap halusinasi pendengaran pada Tn.

D penderita skizofrenia.

2. Praktis

a. Bagi Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit

Hasil karya tulis ilmiah ini, dapat menjadi masukan bagi pelayanan di

rumah sakit agar dapat melakukan asuhan keperawatan Terhadap halusinasi

pendengaran.

b. Bagi Penulis

Hasil karya tulis ilmiah ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi peneliti

berikutnya, yang akan melakukan studi kasus asuhan keperawatan pada pasien

halusinasi pendengaran.
8

c. Bagi Profesi Kesehatan

Sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dan

memberikanpemahaman yang lebih baik tentang asuhan keperawatan jiwa pada

pasien halusinasi pendengaran.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas tentang konsep teori sebagai landasan dalam

karya tulis ilmiah yang meliputi : 1) konsep dasar skizofrenia, 2) konsep dasar

halusinasi 3) konsep dasar asuhan keperawatan halusinasi.

A. Konsep Skizofrenia

1. Pengertian

Menurut faisal (2008), penyakit Skizofrenia atau Schizophrenia artinya

kepribadian yang terpecah; antara pikiran, perasaan, dan perilaku. Dalam artian

apa yang dilakukan tidak sesuai dengan pikiran dan perasaannya. Secara spesifik

skizofrenia adalah orang yang mengalami gangguan emosi, pikiran, dan perilaku.

Skizofrenia merupakan gangguan psikiatrik yang ditandai dengan disorganisasi

pola pikir yang signifikan dan dimanifestasikan dengan masalah komunikasi dan

kognisi; gangguan persepsi terhadap realitas yang dimanifestasikan dengan

halusinasi dan waham; dan terkadang penurunan fungsi yang signifikan. ( Marni,

2015). Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan banyak terdapat di

masyarakat. Gangguan jiwa ini dapat dialami manusia sejak usia muda dan dapat

berlanjut menjadi kronis. ( Ayub Sani Ibrahim, 2011).

2. Etiologi SKIZOFRENIA

a. Kelompok teori SOMATOGENIK, yaitu teori yang mencari penyebab

skizofrenia dalam kelainan badaniah.

9
10

b. Kelompok teori PSIKOGENIK,dimana skizofrenia dianggap suatu

gangguan fungsional dan sebagai penyebab utamanya adalah konflik,

stress psikologik dan hubungan antar manusia yang mengecewakan.

 Termasuk kelompok SOMATOGENIK

1) Keturunan

2) Endokrin

3) Metabolisme

4) Susunan saraf pusat

 Termasuk dalam kelompok penyebab PSIKOGENIK

1) Gangguan fungsional;tidak ada dasar organik

2) Konflik

3) Stres psikogenik

4) Hubungan antar manusia yang mengecewakan

Terdapat dua teori yaitu dari :

a. Teori ADOLF MEYER

Teori mengatakan bahwa skizofrenia merupakan reaksi yang

salah atau suatu maladaptasi. Oleh karena itu timbul satu disorganisasi

kepribadian sehingga lama-kelamaan orang itu menjauhkan diri dari

kenyataan(autisme).

b. Teori SIGMUND FREUD

Menurut Freud, konsep struktur kepribadian manusia terdiri dari

Id, Ego, dan superego. Khusus mengenai skizofrenia, Freud

berpendapat bahwa:
11

1) Kelemahan ego yang disebabkan oleh faktor-faktor psikogenik

ataupun somatic dapat menimbulkan skizofrenia.

2) Super ego dikesampingkan sehingga Id yang berkuasa serta terjadi

regresi ke fase narsisme( pleasure principal meningkat dan reality

principle menurun) dimana dorongan ingin dipuaskan dengan

segera tanpa memperlihatkan realitas yang ada.

Kelompok sosiogenik mengatakan bahwa timbulnya

skizofrenia dipengaruhi oleh faktor kemiskinan dan beban

psikososial yang berat.

3. Tanda dan Gejala skizofrenia

a. Gejala positif pada skizofrenia

1) Halusinasi

Halusinasi yang timbul pada penderita skizofrenia tanpa adanya

penuruna kesadaran dan keadaan yang sedemikian merupakan gejala yang

hampir tidak dijumpai pada keadaan atau penyakit lain. Halusinasi yang paling

sering terdapat adalah halusinasi auditorik(pendengaran) dapat dalam bentuk

suara manusia, bunyi barang-barang atau siulan.

2) Waham

Waham yang sering tidak logis dan aneh (bizzar).

a) Gangguan pikiran formal positif

Yang paling sering ditemukan adalah pelanggaran asosiasi yaitu ide-

ide berpindah dari subjek lainnya dan sama sekali tidak ada hubungannya
12

atau hubungannya sama sekali tidak tepat dan hal ini tidak disadari oleh

yang bersangkutan.

b) Perilaku aneh

Perilaku aneh yang dikelompokkan pada skizofrenia antara lain

mannerism, ekhopraxia, perilaku stereotipik, negativism, kepatuhan yang

otomotik, katalepsi kaku atau lunak dan sikap tubuh yang aneh.

b. Gejala negatif skizofrenia

1) Ekspresi wajah tidak berubah

Gejala-gejala seperti mutisme (Hambatan abnormal/kesukaran bersuara),

kepatuhan secara otomatis dan fleksibilitas seperti lilin.

2) Penurunan spontanitas gerak.

Banyak penderita skizofrenia menarik diri dari kehidupan sosial dan

bersikap egosentris dengan berkurangnya pembicaraan spontan atau gerakan

dan tidak adanya tingkah laku yang bertujuan, termasuk gerakan-gerakan yang

kurang luwes atau kaku, merupakan spontanitas gerak.

3) Hilangnya gerakan ekspresif

Pendataran afektif menimbulkan gambaran yang khas pada penderita

skizofrenia, dalam bentuk tampak seolah-olah kekakuan(kurang morbiditas).

4) Kontak mata yang minim

Pada penderita skizofrenia terutama pada tipe hebefrenik seringai

seringai wajah sangat khas disertai kontak mata yang minim. Perilaku tersebut

digambarkan sebagai kekanak-kanakan atau bodoh.


13

5) Non Responsivitas Afektif

Penderita skizofrenia dengan pendataran afektif tampak kaku dalam

penggambaran respon wajahnya, yang terlihat dalam bentuk kurangnya respon

gerakan.

6) Afek yang tidak sesuai

Bahwa yang dipikirkan dan dilakukan tidak sesuai dengan suara hati

yang sedang disandangnya.

7) Tidak ada lagu suara.

Pada saat pembicaraan, intonasi tampak monoton, lagu suara dikatakan

tidak sesuai dengan apa yang dipikirkannya dan hati yang sedang

disandangnya.

4. Macam –Macam skizofrenia

Pembagian skizofrenia yang dikutip dari maramis(2005) antara lain:

a) Skizofrenia simplex

Sering timbul pertama kali pada masa pubertas, gejala utama pada jenis

simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan, gangguan

proses berfikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang sekali terdapat.

b) Skizofrenia bebefrenik

Permulaannya perlahan-lahan/sub akut dan sering timbul pada masa

remaja/antara 15-25 tahun gejala yang menyolok ialah gangguan proses

berfikir, gangguan kemauan dan adanya bebefrenik, waham dan halusinasi

banyak sekali.

c) Skizofrenia katatonik
14

Timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun san biasanya akut serta

sering di dahului oleh stress emosional, mungkin terjadi gaduh gelisah

katatanik/stupor katatonik. Pada stupor katatonik penderita tidak menunjukkan

perhatian sama sekali terhadap lingkungannya, emosinya juga sangat dangkal.

Sedangkan pada gaduh gelisah katatonik terdapat hiperaktivitas motorik tetapi

tidak disertai dengan emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi oleh

rangsangan oleh rangsangan dari luar.

d) Skizofrenia paranoid

Merupakan gejala yang agak berlainan dengan jenis –jenis yang lain

dalam jalannya penyakit dan berjalan constant. Gejala lainnya yang mencolok

yaitu waham primer ,disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi.

e) Skizofrenia Residual

Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia denga riwayat sedikitnya

suatu episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala berkembang kearah gejala

negative yang lebih menonjol. Gejala negatif terdiri dari kelambatan

psikomotor, penurunan aktivitas, penumpulan afek, pasif dan tidak ada

inisiatif, kemiskinan pembicaraan ekspresi nonverbal yang menurun, serta

buruknya perawatan diri dan fungsi sosial.

5. Kriteria dan klasifikasi skizofrenia

Sementara itu menurut bleuler yang dikutip dari Maramis (2005), gejala-

gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :

a. Gejala primer

1) Gangguan proses pikiran(bentuk,langkah dan isi pikiran)


15

Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran

yang terganggu terutama ialah asosiasi, kadang-kadang satu idea belum selesai

diutarakan, sudah timbul idea lain. Seseorang dengan skizofrenia juga

mempunyai kecenderungan untuk menyamanakan hal-hal, kadang –kadang

pikiran seakan-akan berhenti, tidak timbul idea lagi. Keadaan ini dinamakan

“Blocking “ biasanya berlangsung beberapa detik saja, tetapi kadang-kadang

sampai beberapa hari.

2) Gangguan efek dan emosi

Gangguan ini pada skizofrenia mungkin berupa :

a) Kedangkalan efek dan emosi (emotional blunting).

b) Parathimi : apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan

gembira, pada penderita timbul rasa sedih atau marah.

c) Paramimi: penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi menangis.

Kadang-kadang emosi dan efek serta ekspresinya tidak mempunyai

kesatuan, misalnya sesudah membunuh anaknya penderita menangis

berhari-hari mulutnya tertawa.

d) Emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat seperti

sedang bermain sandiwara. Yang penting juga pada skizofrenia ialah

hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik

(emotional rapport). Karena terpecah belahnya kepribadian, maka dua

hal yang berlawanan mungkin terdapat bersama-sama, seumpamanya

mencintai dan membenci satu orang yang sama atau menangis dan
16

tertawa tentang suatu hal yang sama ini dinamakan ambivalensi pada

efek.

3) Gangguan kemauan

Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan

mereka tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam

suatu keadaan. Mereka selalu memberikan alasan, meskipun alasan itu

tidak jelas atau tepat atau mereka menganggap hal itu biasa saja dan tidak

perlu diterangkan.

4) Gejala psikomotor

Gejala ini juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan

perbuatan kelompok gejala ini oleh Bleuker dimasukkan kedalam

kelompok gejala skizofrenia yang sekunder sebab didapat juga pada

penyakit lain.

b. Gejala sekunder

1) Waham

Pada skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizar

Mayer–gross membagi waham dalam 2 kelompok: Waham primer timbul

secara tidak logis kedengarannya, dapat diikuti dan merupakan cara bagi

penderita untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain.

2) Halusinasi

Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal

ini merupakan suatu gejala yang hampir tidak dijumpai pada keadaan lain.

Paling sering pada skizofrenia ialah halusinasi cita rasa (gustatorik) atau
17

halusinasi singgungan (Taktik). Halusinasi penglihatan agak jarang pada

skizofrenia lebih sering pada psikosa akut yang berhubungan dengan sindroma

otak organik.

6. Pengobatan

Menurut Luana (2007) pengobatan skizofrenia terdiri dari dua macam,

yaitu:

a. Psikofarmaka

Obat antipsikotik yang beredar dipasaran dapat dikelompokkan

menjadi dua bagian yaitu antipsikotik generasi pertama dan apsikotik

generasi kedua. APG 1 bekerja dengan memblok reseptor D2 di

mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan tuberoinfundibular sehingga

dengan cepat menurunkan gejala positif tetapi pemakaian lama dapat

memberikan efek samping berupa gangguan ekstrapiramidal, peningkatan

berat badan memperberat gejala negatif maupun kognitif. APG 1 dapat

dibagi lagi menjadi potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau

sama dengan 10 mg diantaranya adalah trifluoperazine, fluhenazine,

haloperidol dan pimozide. obat-obat ini digunakan untuk mengatasi

sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri, hipoaktif,

waham dan halusinasi.

7. Strategi Komunikasi Perawat

Menurut Linda Carman (2007) perawat perlu memiliki strategi komunikasi

dalam menghadapi pasien dengan skizofrenia,antara lain:


18

a. Jangan menghakimi, membantah , atau menggunakan logika untuk

menunjukkan kekeliruan.

b. Bersikap netral ketika klien menolak kontak.

c. Pada awalnya, gunakan metode non verbal, seperti mempertahankan

kontak mata, senyum, atau menggunakan ekspresi positif. Setelah

hubungan terbina, perawat diperbolehkan menyentuh klien dengan syarat

klien siap dengan kehadiran perawat.

d. Bicara singkat, dengan kalimat sederhana selama interaksi yang singkat

dan sering.

e. Beri pertanyaan terbuka ketika memandu klien melalui suatu pengalaman.

Beri pertnyaan langsung jika menginginkan informasi.

f. Catat dan beri komentar kepada klien tentang perubahan yang halus dalam

ekspresi perasaan.

g. Berfokus pada apa yang sedang terjadi disini saat ini, dan bicarakan

tentang aktivitas yang didasarkan pada kenyataan.

h. Minta klarifikasi jika klien berbicara secara umum tentang : mereka:

i. Jika perlu, identifikasi apa yang tidak dipahami perawat tanpa menyangkal

klien.

j. Jika perlu, sampaikan penerimaan pada klien meskipun beberapa pikiran

dan persepsi klien yang tidak dipahami oleh orang


19

B. Konsep Teori

1. Pengertian

Gangguan orientasi realiti adalah ketidakmampuan klien menilai dan

merespon pada realitis.klien tidak bisa membedakan rangsangan internal dan

eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan. Klien tidak

mampu memberi respon secara akurat, sehingga tampak perilaku yang sukar

dimengerti dan mungkin menakutkan. ( Marni, 2015).

Salah satu bentuk perilaku yang berhubungan dengan gangguan

orientasi adalah halusinasi. Halusinasi adalah persepsi klien terhadap

lingkungan tanpa stimulus yang nyata artinya klien menginterpretasikan

sesuatu yang tanpa stimulus (rangsangan) dari luar. ( Marni, 2015).

Halusinasi adalah penginderaan tanpa rangsangan eksternal yang

berhubungan dengan salah satu jenis indera tertentu yang khas (Kaplan dan

saddaock,1997) dalam Damaiyanti (2015).

Halusinasi adalah gerakan penyerapan (persepsi) panca indera tanpa ada

rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem panca indera terjadi

pada saat kesadaran individu penuh /baik (Depkes, 2000).

Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptive individu yang

berada dalam rentang neuro biologi (Stuart dan laraia,2005). Halusinasi

adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya

klien mengetripestasikan sesuatu yang tidak nyata tanpa stimulus/rangsangan

dari luar (Stuart, 2007). Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia

dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsanga eksternal


20

(dunia luar). klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa

ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan

mendengar suara padahal tidak ada orang bebicara (Dalami, 2010).

Halusinasi dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi yang salah tanpa

dijumpai adanya rangsangan dari luar (Yosep, 2011). Menurut Direja, (2011)

halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan

rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).

Sedangkan halusinasi menurut Keliat dan Akemat (2010), adalah suatu gejala

gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori

persepsi; merasakan sensasi palsu berupa penglihatan, pengecapan, perabaan

penghiduan, atau pendengaran.

2. jenis-jenis halusinasi

Menurut Yosep (2007) halusinasi terdiri dari delapan

jenis.penjelasan secara detail mengenai karakteristik dari setiap jenis

halusinasi adalah sebagai berikut:

a. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik)

Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara

bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai

sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut

ditujukan pada penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar dan

berdebat dengan suara-suara tersebut.

b. Halusinasi penglihatan (visual, Optik)


21

Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik).

Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran,

menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan.

c. Halusinasi penciuman (Olfaktorik)

Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan

dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau

dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai suatu

kombinasi moral.

d. Halusinasi pengecapan (gustatorik)

Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi

penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi gastorik lebih

jarang dari halusinasi gusatorik.

e. Halusinasi perabaan (faktil)

Merasa diraba, disentuh, ditiup atau sepertiada ulat yang bergerak

dibawah kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis dan skizofrenia.

e. Halusinasi seksual, ini termasuk halusinasi raba.

Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizofrenia

dengan waham kebesaran terutama mengenai organ-organ.

f. Halusinasi kinistetik.

Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang

anggota badannya bergerak-gerak. Misalnya “Phantom phenomenom “

atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limb).


22

Sering pada skizofrenia dalam keadaan toksik tertentu akibat pemakaian

obat tertentu.

g. Halusinasi visceral

Timbulnya perasaan tertentu didalam tubuhnya.

2. Penyebab Halusinasi

1. Faktor predisposisi

Menurut Yosep (2009), faktor predisposisi yang menyebabkan

halusinasi adalah:

a. Faktor Perkembangan

Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol

dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri

sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan

terhadap stress.

b. Faktor Sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayi akan

merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkunganya.

c. Faktor Biokimia

Mempuyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya

steres yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan

dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia.

Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivitasnya

neutrotransmitter otak. Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang


23

berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai

dipahami. Ini ditunjikan oleh penelitian yang berikut:

1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukan keterlibatan otak yang

lebih luas dalam perembangan skizofrenia.lesi pada daerah frontal.

Temporal dan limbik berhubungan dengan prilaku psikotik.

2) Beerapa zat kimia di otak seperti dopamin neutroransmitter yang

belebihan dan masalah pada sistem reseptor dopamin dikaitakan

dengan terjadinya skizoprenia.

3) Pemasaraan vertikal pada dan penurunan masa kortotikal

menunjukkan terjadi atropi yang signifikan pada otak manusia pada

anotomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran

lateral atropi koeteks bagian depan dan atropi atak kecil

(cerebellum) temukan kelain anatomi otak tersebut didukung oleh

otopsi (post-mortem)

d. Faktor Psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah

terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. hal ini berpengaruh pada

ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi

masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam

nyata menuju alam hayal.

e. Faktor Genetik dan Pola Asuh

Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua

skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menjunjukan


24

bahwa fakor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh

pada penyakit ini.

2. Faktor Presipitasi

Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan

halusinasi adalah :

a. Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak yang

mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu

masuk dalam otak yang mengakibatakan ketidakmampuan untu secara

selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk

diinterprestasikan

b. Stress lingkungan

Ambang tolenrasi terhadap stress yang berinteraksi terhadap

stressor lingkungan untuk menentukan terjadi gangguan perilku.

c. Sumber Koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi

stressor.

3. Tanda dan Gejala

Menurut Damaiyanti dan Iskandar ( 2012), perilaku klien yang terkait

dengan halusinasi adalah sebagai berikut:

a. Bicara sendiri.

b. Senyum sendiri.

c. Ketawa sendiri.
25

d. Menggerakkan bibir tanpa suara.

e. Pergerakan mata yang cepat.

f. Respon verbal yang lambat.

g. Menarik diri dari orang lain.

h. Berusaha untuk menghindari orang lain.

i. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.

j. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.

k. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.

l. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.

m. Sulit berhubungan dengan orang lain.

n. Ekspresi muka tegang.

o. Mudah tersinggung, Jengkel dan marah.

p. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.

q. Tampak tremor dan berkeringat.

r. Perilaku panik.

s. Agitasi dan kataton.

t. Curiga dan bermusuhan.

u. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.

v. Ketakutan.

w. Tidak dapat mengurus diri.

x. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.


26

4. Rentan Respon Neurobiologis

Menurut Stuart Sudeen (1989) dalam Muhith (2015) rentang respon

klien ditinjau dari interaksinya dengan lingkungan sosial merupakan suatu

kontinum yang terbentang antara respon adaptif dengan maladatif sebagai

berikut :

a. Respon adaptif

Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial

budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal

jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut,

respon adaptif :

1. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.

2. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.

3. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari

pengalaman ahli.

4. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas

kewajaran.

5. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan

lingkungan.

b. Respon psikososial

1. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.

2. Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan

yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.

3. Emosi berlebihan atau berkurang.


27

4. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas

kewajaran.

5. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang

lain.

c. Repon maladaptif

Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah

yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun

respon maladaptif meliputi :

1. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan

walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan

kenyataan sosial.

2. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal

yang tidak reality atau tidak ada.

3. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.

4. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.

5. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan

diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan

yang negatif mengancam.


28

5. Tahapan Halusinasi

Menurut yosep (2010) tahapan halusinasi ada empat fase,yaitu :

Tahap Karakteristik Perilaku Klien

Tahap 1 a. Mengalami ansietas, a. Tersenyum,

Memberi rasa nyaman kesepian, rasa tertawa sendir

tingkat ansietas bersalah dan b. Menggerakkan

sedang ketakutan bibir tanpa suara

secara umum b. Mencoba berfokus c. Pergerakan mata

halusinasi pada pikiran yang yang cepat

merupakan sesuai dapat d. Respon verbal

kesenangan menghilangkan yang lambat

ansietas e. Diam dan

c. Pikiran dan berkonsentrasi

pengalaman sensori

masih ada dalam

kontrol kesadaran

non psikotik

Tahap II a. Pengalaman sensori a. Terjadi

1. Menyalahkan menakutkan peningkatan

2. Tingkat b. Merasa dilecehkan denyut jantung,

kecemasan oleh pengalaman pernapasan dan


29

berat secara sensori tersebut tekanan darah

umum c. Mulai merasa b. Perhatikan

halusinasin kehilangan kontrol dengan

menyebabkan d. Menarik diri orang lingkungan

rasa aktivitas lain non psikotik berkurang

c. Konsentrasi

terhadap

pengalaman

sensori

d. Kehilangan

kemampuan

membedakan

halusinasi

dengan realitas

Tahap III a. Klien menyerah dan a. Perintah

1. Mengontrol menerima halusinasi ditaati

2. Kecemasan pengalaman sensori b. Sulit

berat (halusinasi) berhubungan

pengalaman dengan orang

halusinasi b. Isi halusinasi lain

tidak dapat menjadi aktraktif c. Perhatian

ditolak lagi c. Kesepian bila terhadap


30

pengalaman sensori lingkungan

berakhir psikotik berkurang,

hanya beberapa

detik

d. Tidak mampu

mengikuti

perintah dari

perawat, tampak

tremor dan

berkeringat

Tahap IV a. Perilaku panik

1. Klien sudah b. Resiko tinggi

dikuasai oleh menciderai

halusinasi c. Agitasi atau

2. Klien panik kataton Tidak

mampu berespon

terhadap

lingkungan
31

6. Penatalaksanaan

a. Farmakoterapi

Obat –obatan untuk terapi halusinasi berupa anti psikotik, haloperidol, dan

lain-lain.

b. Terapi psikososial

Karakteristik utama dari halusinasi adalah rusaknya kemampuan untuk

membentuk dan mempertahankan hubungan sesama manusia, maka intervensi

utama difokuskan untuk membantu klien memasuki dan mempertahankan

sosialisasi yang penuh arti dalam kemampuan klien.

Alternatif :

1) Terapi modalitas

Semua sumber daya di rumah sakit disarankan untuk menggunakan

komunikasi yang terapeutik, termasuk semua (staf administrasi, pembantu

kesehatan, mahasiswa dan petugas intalasi).

2) Terapi kelompok

Terapi kelompok adalah psikoterapi yang dilakukan pada klien bersama-

sama dengan jalan aukusi yang diarahkan oleh seseorang yang tertatih.

3) Terapi keluarga

Tujuan dari terapi keluarga :

a) Menurunkan konflik kecemasan.

b) Meningkatkan kesadaran keluarga terhadap kebutuhan masing-masing

keluarga.

c) Meningkatkan pertanyaan kritis.


32

d) Menggambarkan hubungan peran yang sesuai dengan tumbuh kembang.

Perawat membekali keluarga dengan pendidikan tentang kondisi klien

dan kepedulian pada situasi keluarga.

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pasien dengan Halusinasi

1. Pengkajian

a. Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, tanggal pengkajian, tanggal

dirawat, nomor rekam medis.

b. Alasan masuk

Alasan klien datang di rsj, biasanya klien sering berbicara sendiri,

mendengar atau melihat sesuatu, suka berjalan tanpa tujuan, membanting

peralatan rumah, menarik diri.

c. Faktor predisposisi

1) Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang berhasil

dalam pengobatan.

2) Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan dalam

keluarga.

3) Klien dengan gangguan orientasi bersifat heriditer.

4) Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat mengganggu.

d. Fisik

Tidak mengalami keluhan fisik.

e. Psikososial

1) Genogram
33

Pada genogram biasanya terlihat ada anggota keluarga yang

mengalami kelainan jiwa, pola komunikasi klien terganggu begitupun

dengan pengambilan keputusan dan pola asuh.

2) Konsep diri

a. Gambaran diri : klien biasanya mengeluh dengan keadaan

tubuhnya, ada bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai.

b. Identitas diri: klien biasanya mampu menilai identitasnya.

c. Peran diri: klien menyadari peran sebelum sakit, saat dirawat

peran klien terganggu.

d. Ideal diri : tidak menilai diri.

e. Harga diri : klien memiliki harga diri yang rendah sehubungan

dengan sakitnya.

3) Hubungan sosial : klien kurang di hargai dilingkungan dan

keluarga.

4) Spiritual

a. Nilai dan keyakinan

Biasanya klien dengan sakit jiwa dipandang tidak sesuai

dengan norma agama dan budaya.

b. Kegiatan ibadah

Klien biasanya menjalankan ibadah di rumah sebelumnya,

saat sakit ibadah terganggu atau sangat berlebihan.

c. Mental
34

1. Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak serasi atau

cocok dan berubah dari biasanya.

2. Pembicaraan. Tidak terorganisir dan bentuk yang maladaptif

seperti kehilangan, tidak logis, berbelit-belit.

3. Aktifitas motorik. Meningkat atau menurun, impulsif,

kataton dan beberapa gerakan yang abnormal.

4. Alam perasaan. Berupa suasana emosi yang memanjang

akibat dari faktor presipitasi misalnya sedih dan putus asa

disertai apatis.

d. Afek : afek sering tumpul, datar, tidak sesuai dan ambivalen.

e. Interaksi selama wawancara. Selama berinteraksi dapat

dideteksi sikap klien yang tampak komat-kamit, tertawa

sendiri, tidak terkait dengan pembicaraan.

f. Persepsi

1) Halusinasi apa yang terjadi dengan klien.

2) Data yang terkait tentang halusinasi lainnya yaitu berbicara

sendiri dan tertawa sendiri, menarik diri dan menghindar

dari orang lain, tidak dapat membedakan nyata atau tidak

nyata, tidak dapat memusatkan perhatian, curiga,

bermusuhan, merusak, takut, ekspresi muka tegang, dan

mudah tersinggung.

g. Proses pikir. Biasanya klien tidak mampu mengorganisir dan

menyusun pembicaraan logis dan koheren. Tidak berhubungan,


35

berbelit. ketidakmampuan klien sering membuat lingkungan

takut dan merasa aneh terhadap klien.

h. Isi pikir : keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat

intelektual dan latar belakang budaya klien. Ketidakmampuan

memproses stimulus internal dan eksternal melalui proses

informasi dapat menimbulkan waham.

i. Tingkat kesadaran : biasanya klien akan mengalami disorientasi

terhadap orang, tempat dan waktu.

j. Memori : terjadi gangguan daya ingat jangka panjang maupun

jangka pendek. Mudah lupa, klien kurang mampu menjalankan

peraturan yang telah disepakati, tidak mudah tertarik. Klien

berulang kali waktu, menanyakan apakah tugasnya sudah

dikerjakan dengan baik, permisi untuk satu hal.

k. Tingkat konsentrasi dan berhitung: kemampuan

mengorganisasi dan konsentrasi terhadap realitas eksternal,

sukar menyelesaikan tugas, sukar berkonsentrasi pada kegiatan

atau pekerjaan dan mudah mengalihkan perhatian, mengalami

masalah dalam memberikan perhatian.

i. Kemampuan penilaian : klien mengalami ketidakmampuan

dalam mngambil keputusan, menilai dan mengevaluasi diri

sendiri, penilaian terhadap lingkungan dan stimulus.

j. Daya tilik diri : klien mengalami ketidakmampuan dalam

mengambil keputusan. Menilai dan mengevaluasi diri sendiri,


36

penilaian terhadap lingkungan dan stimulus, membuat rencana

termasuk memutuskan, melaksanakan keputusan merasa

kehidupan sangat sulit, situasi ini sering mempengaruhi

motivasi dan insiatif klien.

k. Kebutuhan persiapan pulang :

1. Makan keadaan berat, klien sibuk dengan halusinasi dan

cenderung tidak memperhatikan diri termasuk tidak peduli

makanan karena tidak memiliki minat dan kepedulian.

2. BAK dan BAB : observasi kemampuan klien untuk BAK

dan BAB serta kemampuan klien untuk membersihkan diri.

3. Mandi : biasanya klien mandi berulang-ulang atau tidak

mandi sama sekali.

4. Berpakaian : biasanya tidak rapi, tidak sesuai dan tidak

diganti.

5. Istirahat : observasi tentang lama dan waktu tidur siang dan

malam, biasanya istirahat klien terganggu bila halusinasinya

datang.

6. Pemeliharaan kesehatan : pemeliharaan kesehatan klien

selanjutnya, peran keluarga dan sistem pendukung sangat

menentukan.

7. Aktifitas dalam rumah : klien tidak mampu melakukan

aktivitas didalam rumah seperti menyapu.

p. Aspek medis
37

Obat yang diberikan pada klien halusinasi biasanya

diberikan antipsikotik seperti haloperidol (HLP), chlorpromazine

(CPZ) Triflnuperazin (TFZ) dan anti Parkinson trihenski phenidol

(THP), triplofrazine arkine.

Kemudian data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi

dua macam sebagai berikut :

a. Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini

didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh

perawat.

b. Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh klien

dan keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara perawat

kepada klien dan keluarga. Data yang langsung didapat oleh

perawat disebut sebagai data primer, dan data yang diambil dari

hasil catatan tim kesehatan lain sebagai data sekunder. Format/data

fokus pengkajian pada klien dengan gangguan persepsi sensori

halusinasi (Keliat & Akemat, 2009).

2. Rencana keperawatan

Langkah selanjutnya dari proses keperawatan adalah perencanan

dimana perawat akan menyusun rencana yang akan dilakukan pada klien untuk

mengatasi masalahnya, perencanaan di susun berdasarkan diagnosa

keperawatan (Yosep, 2009).

a. Tindakan keperawatan untuk klien halusinasi pendengaran yaitu :

1) Tujuan tindakan untuk klien adalah sebagai berikut:


38

a) Klien mengenali halusinasi yang di alaminya

b) Klien dapat mengontrol halusinasinya

c) Klien mengikuti program pengobatan secara optimal

2) Tindakan keperawatan

a) Membantu klien mengenali halusinasi

Untuk membantu pasien mengenali halusinasi, kita dapat

melakukan cara berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi

(apa yang di dengar dan dilihat), waktu terjadi halusinasi,

frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan

halusinasi muncul dan perasaan pasien saat halusinasi muncul.

b) Melatih pasien mengontrol halusiinasi

Untuk membantu pasien agar mampu mengontor halusinasi kita

dapat melatih pasien empat cara yang sudah terbukti dapat

mengendalikan halusinasi. Keempat cara tersebut adalah :

a. Menghardik halusinasi

b. Bercakap-cakap dengan orang lain

c. Melakukan aktifitas terjadwal

d. Menggunakan obat secara terarut

b. Tindakan keperawata pada pasien Isolasi sosial adalah :

1) Tujuan tindakan untuk pasien

a) Membina hubungan saling percaya

b) Menyadari penyebab Isolasi sosial

c) Mengetahui keuntugan dan kerugian berinteraksi dengan orang


39

lain

c) Melakukan interaksi dengan orang lain secara bertahap

2) Tindakan keperawatan

a) Membina hubungan saling percaya

1. Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien

2. Berkenalan dengan klien. Perkenalan nama panggilan yang

saudara sukai, tanyakan nama dan nama panggilan klien

3. Menyakan perasaan dan keluhan klien saat ini

4. Buat kontrak asuhan keperawatan, mencakup hal-hal apa yang

saudara akan lakukan bersama klien, berapa lama akan

dikerjakan dan dimana tempatnya

5. Jelaskan bahwa saudara akan merahasikan informasi yang

diperoleh untuk kepentingan terapi

6. Tunjukan sikap empati terhadap klien setiaap saat

7. Penuhi kebutuhan dasar klien bila memungkinkan

b) Menyadari penyebab isolasi sosial

1) Tanyakan siapa saja orang yang satu rumah dengan klien

2) Tanyakan siapa orang yang dekat dengan klien dan apa

Sebabnya.

3) Tanyakan setiap orang yang tidak dekat dengan klien dan apa

sebabnya

4) Mengetahui keuntungan dan kerugiaan berinteraksi dengan

orang lain
40

5) Tanyakan pendapat klien tentang kebiasaan berinteraksi

dengan orang lain

6) Tanyakan apa yang menyebabkan klien tidak ingin berinteraksi

dengan orang lain

7) Diskusikan pada klien keuntungan bila klien memilki banyak

teman dan tidak bergaul akrab dengan mereka

8) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien.

3. Analisa Data

Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status

kesehata klien, kemapuan klien unuk menegelola kesehatan terhadap dirinya

sendiri, dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainya. Data

fokus adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap

kesehatan dan masalah kesehatanya serta hal-hal yang mencakup tindakan

yang dilaksanakan terhadap klien (Potter & Perry, 2005).

Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang klien yang

dilakukan secara sistematis untuk menetukan masalah-masalah, serta

kebutuhan keperawatan dan kesehatan lainnya. Pengumpulan informasi

merupakan tahap awal dalam proses keperawatan. Dari informasi yang

terkumpul didapatkan data dasar tentang masalah-masalah yang dihadapi klien.

Selanjutnya data dasar itu digunakan untuk menentukan diagnosis

keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta tindakan keperwatan

untuk mengatasi masalah-masalah klien. pengumpulan data dimulai sejak

pengkajian ulang untuk menambah/melengkapi data (Prasetyo, 2010).


41

Tujuan pengumpulan data studi kasus dalam Penulisan Tulisan Ilmiah

ini antara lain sebagai berikut :

a. Memperoleh informasi tentang kesehatan klien

b. Untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien

c. Untuk menilai keadaan kesehatan klien

d. Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkah-

langkah berikutnya

Data yang perlu dikaji ada dua tipe sebagai berikut :

1. Data Subjektif

Data yang didapatkan dari pasien sebagai suatu pendapat terhadap situasi

dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa ditentukan oleh perawat, mencakup

persepsi, perasaan, ide pasien tentang status kesehatannya. Misalnya : tentang

nyeri, perasaan lemah ketakuta, kecemasan, frustasi, mual, peasaan malu

(Potter & Perry, 2005).

2. Data Objektif

Data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh menggunakan

pasca indera (lihat, dengar, cium dan raba) selama pemeriksaa fisik. Misalnya :

Frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah, berat badan tingkat kesadaraan

(Potter & Perry, 2005).

Sedangkan data yang diperoleh pada pengkajian yang dilakukan Tn. A

sebagai berikut :
42

a. Data subjektif : klien sering mendengar : “kamu gak bisa membeli

narkoba, kamu miskin dan gara-gara kamu hancur” dan klien sering

berbicara dan tertawa sendiri klien sering mengurung di kamar.

b. Data objektif : bicara atau tertawa sendiri, klien kurang bergairah,

geliseh, lesu sering menyendiri dikamar dan sering melamun

dikamar pandangan mata tidak terarah.

8. Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan keperawatan oleh klien. Hal yang harus

diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah tindakan keperawatan yang

akan dilakukan implementasi pada klien gangguan persepsi sensori : Halusinasi

dilakukan secara interaksi dalam melaksanakan tindakan keperawatan, perawat

harus lebih dulu melakukan :

1. Bina hubungan saling percaya (BHSP).

2. Identifikasi, waktu, frekuensi, situasi, respon klien terhadap halusinasi.

3. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.

4. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap.

5. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara melaksanakan kegiatan

terjadwal.

6. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat.

9. Evaluasi

Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan

keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan sesuai dengan tindakan keperawatan

yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua yaitu evaluasi proses dan
43

evaluasi formatif, dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan evaluasi hasil

atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan yang

telah ditentukan.
BAB III
TINJAUAN KASUS

Untuk mendapatkan gambaran nyata tentang pelaksanaan asuhan

keperawatan pada Tn. D dengan halusinasi pendengaran di wilayah kerja

Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan. Maka penulis menyajikan suatu

kasus yang penulis amati mulai tanggal 12 juli 2018 sampai 15 juli 2018.

A. Pengkajian

1. BIODATA

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. D

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 40 tahun

Status Perkawinan : Belum Menikah

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Pekerjaaan : Wiraswasta

Alamat : Pulau Karam

Tanggal Pengkajian : 12 Juli 2018

Diagnosa Medis : Halusinasi Pendengaran

2. Keluhan Utama

Keluarga pasien mengatakan Tn. D sering bicara sendiri dan

mengatakan karena aku miskin, bodoh tidak ada yang suka kepada ku. Dia

pergi meninggalkan ku bersama orang kaya yang memiliki jabatan tinggi.

44
45

3. Faktor Predisposisi

a. Riwayat gangguan jiwa di masa lalu

Pasien tidak mengalami gangguan jiwa dimasa lalu

b. Trauma masa lalu

pasien pernah ditolak oleh perempuan yang di cintainya.

c. Pernah mengalami benturan fisik

Pasien 15 tahun silam pernah mengalami kecelakaan, dalam

kecelakaan tersebut kepala korban terbentur.

4. Pemeriksaan Fisik

a. Tanda Vital : TD : 130/80 N: 80 x/menit S: 36,5 oC

b. Ukur : TB : 165 cm BB : 68 kg

c. Keluhan Fisik : Tidak ada keluhan fisik

5. Psikososial

a. Genogram : pasien anak ke 4 dari 6 bersaudara. Dari garis keturunan

keluarga tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit jiwa.

b. Persepsi pasien tentang dirinya : pasien tidak menyadari bahwa dia

sakit jiwa.

c. Konsep Diri

1) Gambaran diri : saat ditanya bagian tubuh mana yang disukai,

pasien mengatakan tidak menyukai bagian manapun karena saya

jelek.

2) Identitas : pasien mengatakan seorang laki-laki berusia 40 tahun

dan belum menikah, pasien sebagai anak.


46

3) Peran : pasien mengatakan pasien adalah anak keempat dari enam

bersaudara.

4) Ideal diri : pasien sering mengatakan ingin kaya dan jadi pejabat

serta ganteng. Agar banyak perempuan banyak suka padanya.

5) Harga diri : pasien mengatakan malu karena tidak bisa

menamatkan sekolah dan mendapatkan pekerjaan bagus.

d. Hubungan Sosial

1) Orang yang berarti : pasien mengatakan orang yang berarti adalah

kedua orang tua.

2) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : saat pengkajian

pasien dapat berinteraksi dengan baik dan berespon baik.

e. Spiritual

1) Nilai dan keyakinan : Pasien mengatakan bahwa dirinya adalah

seorang agama islam.

2) Kegiatan ibadah : pasien mengatakan selama dirawat pasien tidak

pernah beribadah.

6. Status Mental

a. Penampilan

Pasien mengatakan “selalu mandi 2 kali dalam sehari, sikat gigi 2 kali

dalam sehari dan memakai sabun”.

b. Pembicaraan
47

Pasien berbicara dengan nada lambat dan lama menjawab pertanyaan

dari perawat. Pasien tidak mampu memulai pembicaraan tanpa diberi

rangsang stimulus.

c. Aktivitas Motorik

Pasien terlihat lesu saat duduk ketika berbicara dengan orang lain,

pasien terlihat saat ngobrol ingin segera pergi.

d. Alam Perasaan

Pasien merasa ketakutan saat suara itu muncul dan khawatir saat

mendengar suara perempuan yang mengatakan sesuatu.

e. Afek

Ketika sedang dilakukan wawancara pertama kali pada tanggal 12 juli

2018 afek atau ekspresi pasien terlihat sesuai dengan stimulus dan

keadaan.

f. Interaksi selama wawancara

Ketika melakukan wawancara dengan pasien, pasien sering menunduk

kontak mata kurang, saat ditanya pasien kooperatif dan jawaban

singkat.

g. Persepsi halusinasi

Pasien mengatakan mendengar suara yang mengatakan pasien itu

miskin, bodoh jelek mana mungkin ada perempuan yang menyukai,

suara itu muncul saat pasien sendiri.

h. Proses Pikir
48

Saat melakukan wawancara pasien tidak mengalami gangguan proses

pikir.

i. Isi Pikir

Ketika melakukan wawancara pasien tidak mengalami gangguan

proses pikir dan tidak mengalami waham.

j. Tingkat Kesadaran

Pada saat wawancara pasien tidak dapat menjawab dimana dia berada,

hari dan tanggal berapa sekarang.

k. Tingkat Konsentrasi dan berhitung

Pasien mampu membaca dan berhitung dengan baik.

7. Pola Kebiasaan Sehari-hari

1. Pola makan dan minum

a. Frekuensi makan /hari : 3 kali sehari

b. Nafsu / selera makan : klien tidak nafsu makan

c. Tampak makan memisahkan diri : klien tidak ada memisahkan diri

saat makan , klien makan dengan keluarga nya

d. Waktu pemberian makan : pagi, siang, dan malam

e. Jumlah dan jenis makan : 1 porsi, jeni nasi + lauk pauk dan sayur

dan klien apa yang dimasak keluarganya dimakan

f. Masalah makan dan minum : klien tidak mengalami kesulitan

makan dan menelan

2. Perawatan diri / personal hygiene

a. Kebersihan tubuh : terlihat bersih


49

b. Kebersihan gigi dan mulut : terlihat bersih

c. Kebersihan kuku dan kaki : bersih dan pendek

3. Pola kegiatan / aktivitas

a. Kegiatan aktivitas klien : mandi, makan, eliminasi, ganti pakaian

dilakukan mandiri

b. Kegiatan ibadah klien : klien terkadang sholat, dan sering orang tua

klien membaca kan Alqura pada klien

8. Pola Eliminasi

1. BAB

a. Pola BAB : 2x/ sehari

b. Karakter feses : lembek

c. Riwayat pendarahan : klien tidak memiliki riwayat pendarahan

d. BAB Terakhir : malam hari

e. Diare : klien tidak mengalami diare

f. Penggunaan laksatif : klien tidak menggunakan laksatif

2. BAK

a. Pola BAK : 5-6 x/sehari

b. Kateter urine : klien tidak menggunakan kateter urine

c. Nyeri / kesulitan BAK : tidak ada rasa nyeri atau kesulitan BAK

9. Pengetahuan Kurang Tentang

Pasien mengatakan tidak tau apa yang dialami pada sakitnya dan

pasien juga tidak tau jenis obat yang diberikan.


50

10. Data Lain – Lain

Tidak ditemukan data penunjang lainnya.

11. Aspek Medik

Diagnosa Medik : Skizofrenia

Terapi Medik : Noprenia 2 mg (1-0-1)

Hexymer 2 mg ( 1-0-1)

Merlopam 2 mg (0-0-1/2)

B. Analisis Data

No. Data Masalah


1. DS : Halusinasi Pendengaran

 Klien sering mendengar suara, kamu

miskin, bodoh, jelek, dan klien sering

mengatakan gara-gara miskin, bodoh,

jelek dia meninggalkan ku dan marah-

marah setelah itu tersenyum sendiri.

DO :

 bicara dan tertawa sendiri

 klien tampak tidak semangat

 klien gelisah

 klien kurang konsentrasi

2. DS : Isolasi Sosial

 Klien mengatakan tidak suka


51

bergabung dengan keluarganya

 Klien mengatakan lebih suka di kamar

menyendiri dari pada gabung dengan

keluarganya

DO :

 Klien terlihat tidak peduli dengan

keluarganya Klien menyendiri di

kamarnya

 Kontak mata klien tidak terarah

3. DS : Harga Diri Rendah

 Klien mengatakan malu karena tidak (HDR )

menyambung sekolah.

 Klien mengatakan malu kepada

keluarga karena tidak bisa menjadi

yang dibanggakan.

DS :

 Klien suka menyendiri.

 Klien terlihat bingung saat disuruh

memilih altenatif tindakan.


52

 Kontak mata tampak kurang.


C. Perencanaan Keperawatan

Hari/Tanggal No. Dx Perencanaan Keperawatan


12 juli 2018 Halusinasi Tujuan dan Kriteria Hasil
Pendengaran Halusinasi :
Tujuan : klien dapat mengontrol atau mengendalikan halusinasi yang dialami
Kriteria Hasil :
 Pasien Kooperatif
 Pasien koopertif bercerita dengan perawat tentang halusinasinya
Menunjukan rasa percaya dirinya kepada orang tua nya dan perawat yang datang ke rumah
klien
Rencana Tindakan Rasional
1. Strategi Pertemuan 1 Tingkah laku klien terkait halusinasinya
 Mengindentifikasi jenis halusinasi menunjukan isi, waktu frekuensi serta
 Mengidentifikasi isi halusinasi situasi dan kondisi yang menimbulkan
 Mengidentifikasi waktu halusinasi halusinasi

53
54

 Mengidentifikasi frekuensi halusinasi


 Mengidentifikasi situasi yang
menimbulkan isi halusinasi
 Mengidentifikasi respon pasien terhadap
halusinasi
 Mengajarkan pasien menghardik
halusinasinya
 Dalam jadwal kegiatan harian pasien
2. Starategi Pertemuan 2
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian  Memantau kemajuan serta
pasien efektivitas pilihan yang dipilih
 Memberikan pendidikan kesehatan dan dilatih bersama dengan
tentang penting nya penggunaan obat klien.
pada pasien  Memudahkan klien dalam
 Menganjurkan pasien memasukan dalam menyukseskan program
jadwal kegiatan harian pasien pengobatan yang optimal bagi
klien
 Menganjurkan keluarga untuk
55

berobat ke puskesmas terdekat

 Membantu klien dalam


membangun hubungan sosial.

3. Strategi pertemuan 3
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian  Membantu klien dalam
pasien melakukan kegiatan harian
 Melatih pasien mengendelikan dengan  Memantau kmajuan efektivitas
bercakap-cakap pada dengan orang lain klien.
 Melatih pasien mengendalikan halusinasi  Membantu klien dalam
dengan melakukan kegiatan yang telah membangun hubungan sosial.
diajarkan perawat
 Menganjurkan pasien memasukan dalam
jadwal kegiatan harian pasien

4. Strategi pertemuan 4  Membantu klien dalam


 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian melakukan kegiatan harian
56

pasien  Memantau kmajuan efektivitas


 Melatih pasien mengendalikan halusinasi klien
dengan melakukan kegiatan yang telah
diajarkan perawat. Menganjurkan pasien
dalam jadwal kegiatan harian pasien

D. Implementasi dan Evaluasi


Hari/Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi
Kamis, 12 Juli Halusinasi Strategi Pertemuan 1 S : Klien mengatakan merasa senang dan
2018 Pendengaran 1. Membina hubungan saling percaya lega bisa menceritakan halusinasinya.
pada pasien Klien mengatakan dirinya mendengar
2. Mengidentifikasi jenis halusinasi suara-suara kamu miskin, bodoh, jelek.
(kalau boleh tahu suara apa yang uda
dengar ?) O : Klien tampak gelisah , tidak
3. Mengidentifikasi isi halusinasi (apa isi semangat/ bergairah
suara yang uda dengar ?) Klien kurang konsentrasi
4. Mengidentifikasi waktu halusinasi
(waktu pada saat apa suara itu muncul A : Klien masih mengalami halusinasi
57

uda ?) pendengaran +
5. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
(berapa kali sehari uda alami bisikan P : Lanjutkan intervensi
suara itu?)
6. Mengidentifikasi situasi yang
menimbulkan isi halusinasi (pada saat
bagaimana suara-suara itu muncul
uda?)

7. Mengidentifikasi respon pasien


terhadap halusinasi (apa yang uda
rasakan pada saat mendengar suara itu
? apa yang bisa uda lakukan?)
8. Mengajarkan pasien cara menghardik
halusinasinya (cara menghardik
halusinasi : saat suara-suara itu
muncul, uda langsung tutup telingga
dengan kedua tangan dan uda bila
58

pergi sana jauh, saya tidak mau


dengar, suara-suara itu palsu, itu tidak
mau, begitu lakukan ya uda sampai
suara-suara itu hilang atau tidak
muncul
9. Menganjurkan pasien memasukkan
cara menghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan harian pasien

Jum’at, 13 Juli Strategi Pertemuan 2 S : Pasien mengatakan halusinasi nya


2018 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian masih jarang muncul, ketika halusinasi
pasien. (apakah uda sudah pakai cara nya muncul klien langsung menghardik
yang telah kita latih menghardik halusinasinya
halusinasinya ? Bagus, sesuai janji O : Klien tampak tenang, gelisah
semalam kita hari ini akan membahas berkurang konsentrasi sedikit lebih baik.
pentingnya penggunaan obat Klien dapat mempraktekan kembali atau
halusinasi mengulannggi cara mengontrol halusinasi
2. Memberikan pendidikan kesehatan yang 1 dan 2 dengan benar
59

tentang penggunaan obat secara A : pasien masih mengalami halusinasi +


teratur (Nah uda obat halusinasi itu P : intervensi dilanjutkan
ada 3 macam yaitu (ZPC warna
orange, THP warna putih, HP merah
jambu) Ketiga macam obat ini dapat
uda gunakan untuk mengendalikan
halusinasi yang uda rasakan. Jika uang
orang tua uda gak ada uda bisa kok
berobat ke puskesmas ya uda)
3. Menganjurkan pasien memasukan
dalam jadwal kegiatan harian pasien.
Bagaimana perasaan uda setelah
latihan hari ini ? jadi sudah dua cara
yang uda pelajari untuk mencegah
suara-suara tu ? Baik, coba lah kedua
cara ini jika suara-suara itu muncul
kembali. Bagaiman kalau kita
masukkan kejadwal kegiatan harian
60

uda.

Sabtu, 14 Juli Strategi Pertemuan 3 S : klien sudah mampu menyebut kan 2


2018 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian cara mengontrol halusinasi
pasien (apakah sudah dipakai dua cara
yang telah kita latih ? bagaimana hasil O : klien tampak tenang, dan
nya? Bagus sesuai janji hari ini kita bersemangat
akan membahas cara mengontrol
halusinasi dengan mengendalikan A : masalah teratasi sebagian
halusinasi dengan bercakap-cakap
dengan orang lain. Cara ketiga untuk
mencegah halusinasi dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain,
jadi kalau uda mendengar suara-suara,
langsung ajak diajak orang tua nya
ngobrol misalnya : tolong, saya mulai
mendengar suara-suara, ayok ngobrol
61

dengan saya
2. Menganjurkan pasien memasukan
dalam jadwal kegiatan harian pasien.
(Bagaimana perasaan uda ? Coba uda
sebutkan 3 cara untuk mencegah
halusinasi yang telah kita latih, wah
bagus ya uda. nah mari kita masukan
dalam ke jadwal kegiatan harian uda.
Besok kita akan membahas cara
mengontrol halusinasi dengan
melakukan kegiatan rumah seperti
menyapu rumah ya da)

Minggu, 15 Strategi Pertemuan 4 S : klien mengatakan bawa dirinya sudah


Juli 2018 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian dapat mengontrol halusinasinya
pasien (apakah suara-suaranya masih
sering muncul ? apakah sudah dipakai O : klien tampak tenang
3 cara yang telah kita latih ?
62

bagaimana hasilnya ? coba saya lihat A : masalah teratasi sebagian


jadwal kegiatan harian uda. Bagus ya
uda. sesuai janji kita, hari ini akan P: intervensi di hentikan karna orang tua
mendiskusikan tentang mengendalikan klien menghentikan kami datang
halusinasi dengan melakukan kegiatan kerumah klien
rumah seperti menyapu uda)
2. Melatih pasien mengendalikan
halusinasi dengan melakukan kegiatan
yang dirumah. (Apa saja yang bisa uda
lakukan di rumah ? wah bagus ya da
banyak yang bisa uda lakukan di
rumah ini. Nah sekarang kita akan
melakukan menyapu rumah ya uda ?
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini penulis akan menguraikan tentang kesenjangan

yang terjadi tinjauan pustaka dan tinjauan kasus dalam asuhan keperawatan pada

Tn. D dengan halusinasi pendengaran di wilayah kerja Puskesmas Tarusan

Kabupaten Pesisir Selatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan,

dan evaluasi.

A. Pengkajian

Pada tahap pengumpulan data, penulis tidak mengalami kesulitan karena

penulis telah megadakan perkenalan dan menjelaskan maksud penulis yaitu untuk

melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien sehingga pasien terbuka dan

mengerti serta kooperatif.

Menurut data yang didapat pasien pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa

Prof HB Saanin lima tahun yang lalu. Namun karena penyakit skizofrenia pasien

tidak terlalu parah akhirnya keluarga memilih untuk merawat pasien dirumah saja.

Dalam rentang penyakitnya Tn. D tidak pernah melukai siapapun dia hanya

sekedar bicara dan senyum-senyum sendiri saat dalam kesendirian. Itulah alasan

keluarga berani merewat pasien dirumah saja tetapi dalam meminum obat pasien

kurang telaten.

Dalam tinjauan pustaka disebutkan jika pasien dengan perilaku kekerasan

mengakibatkan Halusinasi Pendengaran. Dimana Halusinasi timbul karena pasien

63
64

jika mempunyai masalah hanya diam dan dipendam sendiri, kemudian pasien

sering menyendiri dan melamun, disitulah dapat menyebabkan pasien Halusinasi

Pendengaran.

Pada tanda dan gejala dalam tinjauan pustaka masalah yang dituliskan

menurut Hamid (2000) dalam Damaiyanti (2012) perilaku pasien yang terkait

dengan Halusinasi adalah sebagai berikut :

1. Bicara sendiri

2. Senyum sendiri

3. Ketawa sendiri

4. Menggerakkan bibir tanpa suara

5. Pergerakan mata yang cepat

6. Respon verbal yang lambat

7. Menarik diri dari orang lain

8. Berusaha untuk menghindari orang lain

9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan yang tidak nyata

10. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah

11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik

12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori

13. Sulit berhubungan dengan orang lain

14. Ekspresi muka tegang

15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah

16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat


65

Dari beberapa kesenjangan tinjauan pustaka maka dapat disimpulkan

bahwa ada beberapa perilaku pasien yang muncul pada tinjauan kasus, hal ini

sesuai dengan teori menurut Hamid (2000) dalam Damaiyanti (2012), bahwa

tanda dan gejala pasien Halusinasi adalah sebagai berikut :

1. Menarik diri dari orang lain

Pasien suka terlihat menyendiri didalam rumah karena malas berinteraksi

dengan orang lain.

2. Senyum sendiri, suka menyendiri

Pasien sering menyendiri, senyum – senyum sendiri merasa didatangi

seorang perempuan dan mendengar bisikan mengejek pasien.

Dari beberapa kesenjangan antara tinjauan kasus dan teori, maka dapat

disimpulkan bahwa hampir semua yang terdapat dalam tinjauan teori ada

beberapa yang muncul pada tinjauan kasus dengan sedikit dinamika yang lebih

komplek.

B. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan hasil pengkajian pada tinjauan kasus, didapatkan data fokus

pasien sering mendengar bisikan seorang perempuan yang mengejeknya. Bisikan

itu muncul pada saat pasien sendiri. Pada saat muncul bisikan tersebut pasien akan

tampak marah lalu berkomat-kamit sendiri setelah itu tersenyum. Dalam komat-

kamit tersebut perkataan pasien seperti carut marut yang tidak terarah karena

sering berubah tetapi selalu menggunakan perkataan “Bisuak kalo den kayo nyo

nio jo den, caliak lah” yang artinya “ kalau besok saya kaya dia pasti mau sama

saya”.
66

Berdasarkan masalah didapatkan masalah keperawatan sebagai berikut :

1. Hambatan komunikasi verbal: Pasien berbicara dengan nada lambat dan

lama menjawab pertanyaan dari perawat. Pasien tidak mampu memulai

pembicaraan tanpa diberi rangsang stimulus.

2. Penurunan aktivitas motorik: Pasien terlihat lesu saat duduk ketika

berbicara dengan orang lain, pasien terlihat saat ngobrol ingin segera

pergi.

3. Ansietas: Pasien merasa marah saat suara itu muncul dan khawatir saat

mendengar suara perempuan yang mengatakan sesuatu.

4. Hambatan interaksi sosial: Ketika melakukan wawancara dengan pasien,

pasien sering menunduk kontak mata kurang, saat ditanya pasien

kooperatif dan jawaban singkat.

5. Gangguan proses pikir: Pada saat wawancara pasien tidak dapat menjawab

dimana dia berada, hari dan tanggal berapa sekarang.

6. Ketidakpatuhan: Pasien mampu dalam mengantisipasi kebutuhan diri

sendiri namun belum mampu untuk mengatur penggunaan obat. Pasien

mengatakan “saat dirumah jarang minum obat, hanya ingat saja”.

7. Defisit pengetahuan koping: Pasien mengatakan tidak tau apa yang dialami

pada sakitnya dan pasien juga tidak tau jenis obat yang diberikan.

Terdapat 7 masalah keperawatan dalam tinjauan kasus tetapi didalam

tinjauanpustaka terdapat satu masalah yang muncul yaitu halusinasi

pendengaaran.
67

C. Perencanaan

Pasien Halusinasi Pendengaran setelah berinteraksi diharapkan dapat

menunjukkan tanda – tanda percaya pada perawat, ekspresi wajah bersahabat,

menunjukkan rasa saling senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau

menyebutkan nama, menjawab salam, mau mengungkapkan masalah yang

dihadapi, hal ini sesuai teori menurut Keliat (2006). Gangguan Persepsi Sensori :

Halusinasi Pendengaran setelah berinteraksi diharapkan pasien menyebutkan isi,

waktu frekuensi, situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi, respon pasien

saat halusinasi muncul (marah, takut,sedih, senang, cemas, jengkel), setelah

berinteraksi pasien menyebutkan tindakan yang bisa dilakukannya untuk

mengontrol halusinasinya, setelah berinteraksi pasien menyebutkan cara

mengontrol halusinasinya dengan menghardik halusinasinya, hal ini sesuai dengan

teori Keliat (2006).pasien yang Halusinasi Pendengaaran dapat mendemostrasikan

bercakap – cakap dengan orang lain, hal ini sesuai dengan teori menurut Keiliat

(2006). Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran setelah berinteraksi

diharapkan pasien menyebutkan manfaat minum obat, kerugian minum obat,

nama, warna, dosis dan efek samping.

D. Tindakan keperawatan

Tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan

pada situasi nyata implementasi sering kali jauh lebih berbeda dengan rencana

tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan, yang biasa dilakukan perawat

setelah menggunakan rencana tidak tertulis yaitu apa yang difikirkan, dirasakan

itu yang dilaksanakan. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan


68

perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih

dibutuhkan dan sesuai dengan keadaan pasien saat ini. Sesuai dengan teori, pada

saat akan melaksanakan tindakan perawatan membuat kontrak/ janji terlebih

dahulu dengan pasien yang isinya menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan

peran serta yang diharapkan pasien. Kemudian dokumentasi semua tindakan yang

telah dilaksanakan beserta respon pasien, namun direncana tindakan

menggunakan tujuan umum dan tujuan khusus, di implementasi menggunakan

strategi pelaksanaan sesuai dengan kriteria keperawatan.

Pada tanggal 12 Juli 2018 dilakukan SP 1 yang isinya mencakup: perawat

membina hubungan saling percaya dengan pasien, mengidentifikasi jenis, isi,

waktu, frekuensi, respon, dan mengajarkan pasien cara menghardik halusinasi

dalam jadwal kegiatan harian. Dalam pertemuan pertama pasien mau

menyebutkan nama dan asalnya lalu pasien juga mendengar suara bisikan

seseorang yang mengaatakan ia miskin, bodoh, dan jelek, bisikan itu muncul

ketika pasien tidak sedang beraktifitas atau tidak sedang sendirian saat mendengar

suara bisikan itu pasien marah-marah setelah itu tersenyum. Pada pelaksanaan SP

1 pasien tidak ada hambatan yang terjadi saat hasil wawancara respon pasien

secara verbal dari mulai perkenalan pasien mengatakan “ pagi uni, nama saya Tn.

D biasa dipanggil D”, kemudian oleh penulis ditanyakan tentang halusinasi

pasien, pasien menjawab “ mendengar suara yang mengatakan kamu miskin,

bodoh, jelek. Pasien menjawab” pergipergi! kamu tidak nyata, saya tidak mau

dengar dan kamu tidak nyata. Untuk asumsi penulis pasien mampu mengontrol
69

halusinasi dengan cara menghardik dan pasien kooperatif, selanjutnya

menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik ke dalam jadwal kegiatan.

Pada tanggal 13 Juli 2018 dilakukan SP 2 yang isinya mencakup : pasien

mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain, dan

menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dan di dalam

pelaksanaan pasien mampu mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap

dengan teman sekamar saat halusinasi itu muncul “saya mendengar suara-suara

ayo kita berbincang-bincang “. Secara obyektif pasien bisa menyebutkan cara

pertama mengontrol halusinasi, pasien mampu mempraktekkannya. Untuk asumsi

penulis, pasien mampu mempraktekkan dari mulai cara menghardik sampai

dengan cara bercakap-cakap dengan orang tuanya.

Pada tanggal 14 Juli 2018 dilakukan SP 3 yang isinya mencakup :

mengevaluasi latihan bercakap-cakap dengan temannya, melatih pasien

mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan(kegiatan yang biasa

dilakukan pasien setiap hari), menganjurkan pasien memasukkan kegiatan

menghardik dan bercakap-cakap. Pasien mengatakan kepada perawat kegiatannya

saat bangun tidur merapikan tempat tidur, mandi dan mencuci baju. Saat suara itu

muncul saya akan menerapkan kegiatan yang diajarkan oleh perawat agar suara

itu cepat hilang dan pergi. Secara obyektif pasien tampak antusias dalam

menceritakan kegiatan dan pasien tampak tenang. Untuk asumsi penulis, pasien

mampu mempraktekkan cara memasukkan kegiatan yang terjadwal sesuai yang

perawat ajarkan.
70

E. Evaluasi

Belum dapat dilaksanakan karena merupakan kasus semu. Sedangkan pada

tinjauan kasus evaluasi dapat dilakukan karena dapat diketahui keadaan pasien

dan masalahnya secara langsung.

Pada waktu dilaksanakan evaluasi SP 1 pasien dapat mengerti jenis, isi,

waktu, frekuensi, situasi yang dapat menimbulkan halusinasi pasien, respon

pasien terhadap halusinasi, pasien mampu menghardik halusinasi, pasien mampu

memasukkan cara menghardik kedalam kegiatan harian. Pasien cukup kooperatif

dan mampu berlatih apa yang di ajarkan oleh perawat.

Untuk SP 2 pasien dapat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien,

pasien dapat mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap – cakap dengan

orang lain, pasien dapat memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian. Pasien

cukup kooperatif dan mampu berlatih apa yang diajarkan oleh perawat.

SP 3 pasien dapat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, pasien

dapat mengendalikan halusinasi dengan cara melakukan kegiatan, pasien dapat

memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian. Pasien kooperatif dan mampu

berlatih apa yang diajarkan oleh perawat.

Pada akhir evaluasi semua tujuan dapat dicapai karena adanya kerjasama

yang baik antara pasien dan perawat. Hasil evaluasi pada Tn. D sudah selesai

dengan harapan masalah teratasi.

Pada tinjauan teori evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai

efek dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan terus-menerus

pada respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.


71

Evaluasi dapat dilakukan menggunakan pendekatan SOAP. Pada tinjauan kasus,

evaluasi dapat dilakukan karena dapat diketahui keadaan pasien dan masalah

secara langsung, dilakukan setiap hari.


72

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil pengakajian yang dilakukan kepada asuhan keperawatan

pada Tn. D dengan halusinasi pendengaran di wilayah kerja Puskesmas

Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan, maka dapat penulis simpulkan :

1. Pada pengkajian pasien didapatkan adanya Halusinasi pendengaran

yang membisikan hal-hal jelek kepada pasien.

2. Masalah keperawatan yang muncul adalah Halusinasi pendengaran.

3. Dengan melakukan tindakan perencanaan dengaan SPTK ( Strategi

Pelaksanaan Tindakan Keperawatan) dari SP 1 hingga SP 3 pasien

yaitu:

a. SP 1 pasien : pasien dapat mengidentifikasi jenis halusinasi pasien,

isi halusinasi, waktu halusinasi pasien, frekuensi halusinasi pasien,

situasi yang dapat menimbulkan halusinasi pasien, respon pasien

terhadap halusinasi pasien, mengajarkan pasien menghardik

halusinasi, menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik

kedalam kegiatan harian. Pada pelaksanaan hari Kamis 12 Juli

2018 SP 1 pasien mampu melakukan apa yang diperintahkan oleh

perawat seperti cara menghardik halusinasinya dengan cara

“menutup telinga dan mengatakan kamu tidak nyata pergi saja “.

Pasien cukup kooperatif selama satu kali pertemuan.

72
73

b. SP 2 pasien : pasien dapat mengevaluasi jadwal kegiatan harian

pasien, pasien dapat mengendalikan halusinasi dengan cara

bercakap-cakap dengan orang lain, pasien dapat memasukkan

kedalam jadwal kegiatan harian. Pada pelaksanaan hari Jum’at, 13

Juli 2018 sp 2 pasien mampu melakukan apa yang diperintahkan

oleh perawat seperti cara melaksanakan membuat jadwal kegiatan

pasien dari bangun sampai tidur lagi, bercakap-cakap dengan orang

lain dengan cara “membersihkan rumah. Pasien cukup kooperatif

selama 1x pertemuan.

c. Sp 3 pasien dapat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien,

pasien dapat mengendalikan halusinasi dengan cara melakukan

kegiatan, pasien dapat memasukkan kedalam jadwal kegiatan

harian.

B. Saran

Diharapkan harus melakukan pendek atan yang kooperatif kepada klien

dengan dan mengenal asuhan keperawatan pada Tn. D dengan Halusinasi

pendengaran .

1. Bagi Pendidikan Keperawatan

Diharapkan harus melakukan pendekatan yang kooperatif kepada

klien dengan dan mengenal asuhan keperawatan pada pasien halusinasi

pendengaran dan evalusi perkembangan klien.


74

2. Bagi Kepala Desa

Diharapkan harus melakukan data kesehatan untuk mengetahui warga

ada yang mengalami gangguan kesehatan jiwa dan mengatasi masalah

kesehatan jiwa warga dan segera membawa ke puskemas terdekat.


75

Daftar Pustaka

Afnuazi, Ns Ridhyalla, (S.Kep). 2015. Komunikasi Terapeutik dalam


Keperawatan Jiwa.Yogyakarta. Gosyen Publishing
Akemat, (S.Kp, M.Kes). 2007. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta. Buku Kedokteran: ECG
Ballard, Karen A. 2002. Keperawatan Kesehatan Jiwa Psikiatrik. Jakarta. Buku
Kedokteran: ECG
Damaiyanti, Mukhripah, (S.Kep., Ns.). 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa.
Bandung: PT Refika Aditama
Ibrahim, Ayub, Sani, (Prof, Dr, H, Sp, Kj, (K)). 2011. Skizofrenia Spliting
Personality. Tangerang: Jelajah Nusa
Keliat, B. A, dkk. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta :
EGC
Keliat, Budi, Anna, (DR, S.Kp, M.App.Sc). 2005. Proses Keperawatan
Kesehatan Jiwa edisi 2. Jakarta. Buku Kedokteran EGC
Prabowo, Eko. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
Yosep,1.(2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: PT.Refika Aditama
Direja, Ahs.(2011). Buku Ajar Asuahn keperawatan Jiwa. Yogyakarta : salemba
Medika
76

LAMPIRAN

- Lembaran Dinas Pengamatan Kasus.


- Lembaran Konsultasi Bimbingan.
- Daftar Riwayat Hidup.
77
78

LEMBAR KONSULTASI BIMBINGAN

Nama : Muspidayenti

Nim : 1714401135

Pembimbing : Ns. Yuli Permata Sari, M.Kep

Judul : Asuhan Keperawatan Pada Tn. D dengan Halusinasi Pendengaran


di wilayah kerja Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan
Tahun 2018.

NO HARI/TANGGAL MATERI PARAF


1. Kamis, 25 juli 2018 Perbaikan judul, huruf kapital,
bentuk tabel dan kesimpulan.

2.

3.

4.

5.
79

Daftar Riwayat Hidup


Nama : Muspidayenti
Tempat / tgl lahir : Tanjung Balai Karimun, 18 Agustus 1967
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sawah Liat Kampung Tangah
Nagari : Kapuh Utara
Kecamatan : Koto XI Tarusan
Kabupaten : Pesisir Selatan
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Kewargaan : WNI
Pendidikan
SD : SD N 19 Sungai Talang
SMP : SMP N 2 Bayang
SPK : DEP- Kes Padang TP. 1987
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
PNS : 1 Maret 1989
Pang/Gol : Penata III/d
Jabatan : Perawat Penyelia

Anda mungkin juga menyukai