Anda di halaman 1dari 9

MAHASISWA KOREKTOR:

NAMA : ROYNALDO DAMANIK, S.K.M


NIM : 200101018
KELAS :A

MAHASISWA PEMBUAT:
NAMA : dr. NURUL LIDYA AYU
NIM : 200101017
KELAS :A
JUDUL : FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI, Studi Kasus Kontrol di
Puskesmas Sei Tualang Raso Kota Tanjungbalai Tahun 2021

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi

Menurut American Society of Hypertension (ASH) hipertensi adalah suatu sindrom atau
kumpulan gejala kardiovaskular yang progresif sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks
dan saling berhubungan, WHO menyatakan hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik
lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95
mmHg, sedangkan JNC VII berpendapat bahwa hipertensi adalah peningkatan tekanan darah
diatas 140/90 mmHg. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa hipertensi merupakan
peningkatan tekanan darah sitolik yang persisten diatas 140 mmHg sebagai akibat dari kondisi
lain yang kompleks dan saling berhubungan. 13,14,15
2.2 Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu


ipertensi esensial (primer) dan hipertensi sekunder.7

Menurut JNC VII, hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan tabel berikut : 15

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VII

Klasifikasi TD Sistolik TD Diastolik


Normal < 120 mmHg < 80 mmHg
Pre- Hipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg
Hipertensi Stage 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Hipertensi Stage 2 ≥ 160 mmHg ≥ 100 mmHg

2.3 Etiologi

Penyebab pasti dari hipertensi esensial (primer) belum dapat diketahui., sementara
penyebab dari hipertensi sekunder adalah kelainan pembuluh darah, ginjal, gangguan kelenjar
tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldoteronisme), dll. 7

2.4 Faktor Risiko

Faktor risiko hipertensi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaotu faktor risiko yang tidak
dapat diubah (tidak dapat dimodifikasi) dan faktor risiko yang dapat diubah (dapat
dimodifikasi).7

Berikut adalah faktor risiko hipertensi yang tidak dapat diubah, yaitu :

a. Usia
Tekanan darah cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Pada pria meningkat
pada usia 45 tahun, sedangkan pada wanita meningkat pada usia lebih dari 55 tahun.
b. Genetik (riwayat keluarga)
Seseorang dengan riwayat keluarga yang memiliki penyakit hipertensi akan lebih berisiko
untuk menderita hipertensi.
c. Jenis Kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi dibandingkan wanita.

Dan berikut adalah faktor risiko hipertensi yang dapat diubah, yaitu :
a. Obesitas
Seseorang dengan berat badan berlebih memiliki risiko lebih tinggi menderita hipertensi
dibandingkan orang dengan berat badan normal. Penderita obesitas dengan hipertensi
memiliki daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan penderita yang memiliki berat badan normal
b. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan hipertensi, sebab rokok
mengandung nikotin yang dapat menstimulus pelepaan katekolamin. Katekolamin yang
mengalami peningkatan dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung, iritabilitas
miokardial serta terjadi vasokontriksi yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan
darah.
c. Kurangngnya aktifitas fisik
Aktifitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada orang yang tidak aktif
melakukan aktifitas fisik cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih
tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi.
Makin keras usaha otot jantung dalam memompa darah, makin besar pula tekanan yang
dibebankan pada dinding arteri sehingga meningkatkan tahanan perifer yang
menyebabkan kenaikan tekanan darah. Kurangnya aktifitas fisik juga akan meningkatkan
risiko kelebihan berat badan yang akan menyebabkan risiko hipertensi meningkat.
d. Lingkungan (Stres)
Faktor lingkungan seperti stress juga memiliki pengaruh terhadap hipertensi. Hubungan
stress dengan hipertensi melalui saraf simpatis, dengan adanya peningkatan aktivftas
saraf simpatis akan meningkatkan tekanan darah secara intermitten.

2.5 Patofisiologi
Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut
yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk mempertahankan kestabilan
tekanan darah dalam jangka panjang reflek kardiovaskular melalui sistem saraf termasuk sistem
control yang bereaksi segera. Kestabilan tekanan darah jangka panjang dipertahankan oleh sitem
yang mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal.

1. Perubahan anatomi dan fisologi pembuluh darah


Ateroskelrosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai dengan
penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis merupakan proses
multifactorial. Terjadi inflamasi pada dinding pembuluh darahdan terbentuk deposit
substansi lemak, kolesterol, produk sampah seluler, kalsium dan berbagai substansi
lainnya dalam lapisan pembuluh darah. Pertumbuhan ini disebut plak. Pertumbuhan plak
dibawah lapisan tunika intima akan memperkecil lumen pembuluh darah, obstruksi
luminal, kelainan aliran darah, pengurangan suplai oksigen pada organ atau bagian tubuh
tertentu.
Sel endotel darah juga memiliki peran penting dalam pengontrolan pembuluh
darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah vasoaktif local yaitu molekul oksida
nitrit dan peptide endothelium. Disfungsi endothelium banyyak terjadi pada kasus
hipertensi primer.
2. Sistem renin-angiotensin
Mekanisme terjadinya hipertensi adalahh melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I- converting enzyme (ACE). Angiotensin II inilah yang
memiliki peran kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
a. Meningkatkan sekresi Anti- Diuretic Hormone (ADH) dan rasa haus. Dengan
meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan keluar tubuh
(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya volume darah meningkat, yang
pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
b. Menstimulasi sekresi aldosterone dari korteks adrenal. Untuk mengatur volume
cairan ekstraseluler, aldosterone akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan
cara mereabsorbsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan
diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang
pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
3. Sistem saraf simpatis
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis,
yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak kebawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada
titik ini , neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf
pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan kontriksi pembuluh darah.

2.6 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis hipertensi meliputi nyeri kepala saat terjaga, kadang- kadang disertai
mual dan muntah akibat peningkatan tekanan intracranial. Penglihatan kabur akibat kerusakan
retina akibat hipertensi. Ayunan langkah yang tidak mantap karena susunan saraf pusat. Nokturia
karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus. Edema dependen dan
pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler. Gejala lain yang umumnya terjadi pada
penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara tiba-
tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain.

2.7 Diagnosis

Berdasarkan anamnesis, sebagian besar pasien hipertensi bersifat asimptomatik. Beberapa


pasien mengalami keluhan berupa sakkt kepala, rasa seperti berputar, atau penglihatan kabur.
Pada anamnesis dapat pula digali faktor risiko kardiovaskular seperti obesitas, aktifitas fisik yang
kurang, serta riwayat keluarga.

Berdasarkan pemeriksaan fisik, nilai tekanan darah pasien diambil rerata dua kali
pengukuran pada setiap kali kunjungan ke dokter. Apabila tekanan darah ≥ 140/90 mmHg pada
dua atau lebih kunjungan maka hipertensi dapat ditegakkan. Pemeriksaan tekanan darah harus
dilakukan dengan alat yang baik, ukuran dan posisi manset yang tepat (setingkat dengan jantung)
serta teknik yang benar. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memeriksa komplikasi yang
telah atau sedang terjadi seperti pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap, kadar ureum,
kreatinin, gula darah, elektrolit, kalsium, asam urat dan urinalisis. Pemeriksaan lain berupa
pemeriksaan fungsi jantung berupa elektrokardiografi, funduskopi, USG ginjal, foto thoraks dan
ekokardiografi. Pada kasus dengan kecurigaan hipertensi sekunder dapat dilakukan pemeriksaan
sesuai indikasi dan diagnosis banding yang dibuat.

2.8 Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan hipertensi adalah :

 Target tekanan darah < 140/90 mmHg pada penderita hipertensi dewasa < 60 tahun dan
penderita hipertensi dewasa dengan diabetes mellitus atau penyakit ginjal kronik,
sedangkan untuk penderita ≥ 60 tahun target tekanan darahnya adalah < 150/90 mmHg.
 Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler.

Penatalaksanaan hipertensi terdiri dari penatalaksanaan non farmakologi (berupa


modifikasi gaya hidup) dan penatalaksanaan farmakologi.

a. Penatalaksanaan non farmakologi


Modifikasi gaya hidup dalam penatalaksanaan non farmakologi sangat penting untuk
mencegah tekanan darah tinggi. Penatalksanaan non farmakologi pada penderita
hipertensi bertujuan untuk menurunkan tekanan darah tinggi dengan cara memodifikasi
faktor risiko, yaitu :
 Mempertahankan berat badan ideal sesuai Body Mass Index (BMI) dengan
rentang 18,5- 24,9 kg/m2. BMI dapat diketaui dengan rumus membagi berat badan
dengan tinggi badan yang telah dikuadratkan dalam satuan meter. Obesitas yang
terjadi dapat diatasi dengan melakukan diet rendah kolesterol kaya protein dan
serat. Penurunan berat badan sebesar 2,5 – 5 kg dapat menurunkan tekanan darah
diastolic sebesar 5 mmHg.
 Hindari merokok, oleh karena merokok dapat meningkatkan risiko komplikasi
pada penderita hipertensi seperti penyakit jantung dan stroke.
 Olahraga teratur dapat menurunkan tekanan darah sekitar 6-15 mmHg pada
penderita hipertensi.
 Menurunkan stress dengan cara menghindari stress, relaksasi otot, yoga, atau
meditasi yang dapat mengontrol sistem saraf sehingga menurunkan tekanan darah
yang tinggi.
b. Penatalaksanaan farmakologi
Berdasarkan JNC VIII pilihan antihipertensi didasarkan pada usia, ras, serta ada atau
tidaknya gagal ginjjal kronik. Apabila terapii antihipertensi sudah dimulai, pasien harus
rutin control dan mendapat pengaturan dosis setiap bulan hingga target tekanan darah
tercapai. Perlu dilakukan pemantauan tekanan darah, LFG dan elektrolit.
Jenis obat anti hipertensi :
 Diuretic, bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat urin), sehingga
volume cairan tubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi
lebih ringan dan berefek pada turunnya tekanan darsh. Contoh obat golongan ini
adalah bendroflumethiazide, chlorthizlidone, hydrochlorothiazide, dan
indapamide.
 ACE- Inhibitor, bekerja dengan menghambat pembentukan zat angiotensin II (zat
yang dapat meningkatkan tekanan darah). Efek samping yang sering timbul
adalah batuk kering, pusing, sakit kepala, dan lemas. Contoh obat golongan ini
adalah captopril, enalpril, dan lisinopril.
 Calcium Channel Blocker, bekerja dengan cara menurunkan daya pompa jantung
dengan menghambat kontraksi otot jantung (kontraktilitas). Contoh obat golongan
ini adalah amlodipine, diltiazem, dan nitrendipine.
 ARB, bekerja dengan menghalangi penempelan zat angiotensin II pada
reseptornya yang menyebabkan ringannya daya pompa jantung. Contoh obat
golongan ini adalah eprosartan, candesartan, dan losartan.
 Beta Blocker, mekanisme kerjanya melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis
obat ini tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan
pernafasan seperti asma bronchial. Contoh obat golongan ini adalah atenolol,
bisoprolol, dan beta metoprolol.

2.9 Komplikasi

Komplikasi pada penderita hipertensi menurut Corwin menyerang organ- organ vital
antara lain :

a. Jantung
Hipertensi kronis akan menyebabkan infark miokard, kebutuhan oksigen pada
miokardium tidak terpenuhi kemudian menyebabkan iskemik jantung serta terjadilah
infark.
b. Ginjal
Tekanan tinggi kapiler glomerulus ginjal akan mengakibatkan kerusakan progresif
sehingga gagal ginjal. Kerusakan pada glomerulus mengakibatkan aliran darah ke unit
fungsional juga ikut terganggu sehingga tekanan osmotic menurun kemudian
hilangnyakemampuan pemekatan urin yang menimbulkan nokturia.
c. Otak
Tekanan tinggi di otak disebabkan oleh embolus yang terlepas dari pembuluh daraj di
otak, sehingga terjadi stroke. Stroke dapat terjadi apabila terdapat penebalan pada arteri
yang memperdarahi otak, hal ini menyebabkan aliran darah yang diperdarahi otak
berkurang.

KOREKSI :

1. Penulis Tidak mencantumlan sumber refresnsi teori.


2. Agar lebih diperbanyak tinjauan Pustaka yang digunakan, baik dari hasil
penelitian sebelumnya maupun penelitian lainya yang relevan.
3. Agar mencantumkan kerangka teori model penelitian yang dilakukan
4. Narasi Sub Judul pada BAB agar diperjelas, missalny 2.1 Defensi (lebih diperjelas
misalnya menjadi Defenisi Hipertensi)

Anda mungkin juga menyukai