Anda di halaman 1dari 10

MAHASISWA KOREKTOR:

NAMA : dr. Nurul Lidya Ayu

NIM : 200101017

MAHASISWA PEMBUAT:

NAMA : dr. Nisa El Hasanah

NIM : 200101015

JUDUL : FAKTOR RISIKO KEJADIAN DERMATITIS KONTAK, Studi kasus


Kontrol Pada Petugas Cleaning Service di PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate
(BSRE) Tahun 2021.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Akibat Kerja

Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan
lingkungan kerja. Faktor risiko PAK antara lain: Golongan fisik, kimiawi, biologis atau
psikososial di tempat kerja. Faktor tersebut di dalam lingkungan kerja merupakan penyebab
yang pokok dan menentukan terjadinya penyakit akibat kerja. Faktor lain seperti kerentanan
individual juga berperan dalam perkembangan penyakit di antara pekerja yang terpajan.
Penyebab penyakit akibat kerja:

1. Golongan fisik

a. Kebisingan dapat mengakibatkan gangguan pada pendengaran sampai dengan Non-induced


hearing loss

b. Radiasi (sinar radio aktif) dapat mengakibatkan kelainan darah dan kulit

c. Suhu udara yang tinggi dapat mengakibatkan heat stroke, heat cramps, atau hyperpyrexia.
Sedangkan suhu udara yang rendah dapat mengakibatkan frostbite, trenchfoot atau
hypothermia.

d. Tekanan udara yang tinggi dapat mengakibatkan caison disease e. Pencahayaan yang tidak
cukup dapat mengakibatkan kelahan mata. Pencahayaan yang tinggi dapat mengakibatkan
timbulnya kecelakaan.

2. Golongan kimia

a. Debu dapat mengakibatkan pneumokoniosis

b. Uap dapat mengakibatkan metal fume fever, dermatitis dan keracunan

c. Gas dapat mengakibatkan keracunan CO dan H2S

d. Larutan dapat mengakibatkan dermatitis

e. Insektisida dapat mengakibatkan keracunan


3. Golongan infeksi

a. Anthrax

b. Brucell

c. HIV/AIDS

4. Golongan fisiologis

Dapat disebabkan oleh kesalahan kontruksi, mesin, sikap badan yang kurang baik,
salah cara melakukan suatu pekerjaan yang dapat mengakibatkan kelelahan fisik bahkan
lambat laun dapat menyebabkan perubahan fisik pada tubuh pekerja.

5. Golongan mental

Dapat disebabkan oleh hubungan kerja yang tidak baik atau keadaan pekerjaan yang
monoton yang menyebabkan kebosanan

2.2 Penyakit Kulit Akibat Kerja

2.2.1 Pengertian

Penyakit kulit akibat kerja adalah proses patologis kulit yang timbul pada waktu
mrlakukan pekerjaan dan pengaruh-pengaruh yang terdapat didalam lingkungan kerja.
Penyakit kulit akibat kerja sampai saat ini masih menjadi isu kesehatan yang membutuhkan
perhatian dari beberapa stakeholder terkait.1

Penyakit kulit akibat kerja adalah respon inflamasi pada kulit yang terjadi segera
setelah kontak dengan sebuah zat, seperti agent biologi dan kimiawi. Kebanyakan penyakit
kulit akibat kerja adalah dermatitis kontak (92,5%). Lebih dari 2 dekade ini, insidensi
dermatitis kontak berkisar antara 1.3 hingga 1.8 per 10.000 pekerja per tahun.2

2.2.2 Etiologi

Penyakit kulit akibat kerja dapat disebabkan oleh 4 faktor sbb:

1. Faktor kimiawi, dapat berupa iritasi primer, alergen, atau karsinogen.


2. Faktor mekanis/fisik, seperti getaran, gesekan, tekanan, trauma, panas, dingin,
kelembaban udara, dan sinar radioaktif.
3. Faktor biologis, seperti jasad renik (mikroorganisme) hewan dan produknya, jamur,
parasit, virus.
4. Faktor psikologis (kejiwaan) seperti ketidak cocokan pengelolaan perusahaan sering
membuat konflik antara pegawai dan dapat menimbulkan gangguan pada kulit seperti
neurodermatitis.

2.2.3 Anatomi Kulit

Kulit merupakan barier protektif yang memiliki fungsi vital seperti perlindungan
terhadap kondisi luar lingkungan baik dari pengaruh fisik maupun pengaruh kimia, serta
mencegah kelebihan kehilangan air dari tubuh dan berperan sebagai termoregulasi. Kulit
bersifat lentur dan elastis yang menutupi seluruh permukaan tubuh dan merupakan 15% dari
total berat badan orang dewasa. Fungsi proteksi kulit adalah melindungi tubuh dari
kehilangan cairan elektrolit, trauma mekanik dan radiasi ultraviolet, sebagai barier dari invasi
mikroorganisme patogen, merespon rangsangan sentuhan, rasa sakit dan panas karena
terdapat banyak ujung saraf, tempat penyimpanan nutrisi dan air yang dapat digunakan
apabila terjadi penurunan volume darah dan tempat terjadinya metabolisme vitamin D.

Kulit terdiri dari dua lapisan yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang
merupakan lapisan epitel dan lapisan dalam yaitu dermis yang merupakan suatu lapisan
jaringan ikat.

a. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan terluar kulit yang terdiri dari epitel berlapis
bertanduk, mengandung sel malonosit, Langerhans dan merkel. Tebal epidermis
berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal terdapat pada telapak tangan
dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5% dari seluruh ketebalan kulit.
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang
terdalam) yaitu stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum
spinosum dan stratum basale (stratum Germinatum).
b. Dermis
Dermis tersusun oleh sel-sel dalam berbagai bentuk dan keadaan, dermis
terutama terdiri dari serabut kolagen dan elastin. Serabut-serabut kolagen menebal
dan sintesa kolagen akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Sedangkan
serabut elastin terus meningkat dan menebal, kandungan elastin kulit manusia
meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen akan
saling bersilang dalam jumlah yang besar dan serabut elastin akan berkurang
mengakibatkan kulit terjadi kehilangan kelenturanannya dan tampak berkeriput. Di
dalam dermis terdapat folikel rambut, papilla rambut, kelenjar keringat, saluran
keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh darah dan ujung
saraf dan sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah kulit.
c. Lapisan Subkutan
Lapisan subkutan merupakan lapisan dibawah dermis yang terdiri dari lapisan
lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar
dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda.

2.3 Dermatitis Kontak

2.3.1 Definisi

Dermatitis kontak adalah reaksi inflamasi akut atau kronis yang disebabkan oleh zat
tertentu yang kontak dengan kulit. Dermatitis kontak dikelompokkan menjadi dua, yang
pertama adalah Dermatitis Kontak Iritan (DKI) yang disebabkan oleh zat bersifat iritan dan
yang kedua adalah Dermatitis Kontak Alergi (DKA) yang disebabkan oleh alergen yang
menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe IV.3

2.3.2 Etiologi

a. Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis kontak iritan adalah inflamasi akut maupun kronik yang dapat disebabkan
oleh interaksi kulit dengan bahan kimia, biologi maupun agen fisik. Hampir semua bahan
bisa menjadi iritan kulit, jika pemaparannya cukup lama dan / atau konsentrasi bahan cukup
tinggi. Kemungkinan mengembangkan dermatitis kontak iritan (ICD) meningkat seiring
dengan durasi dan intensitas paparan iritan. Faktor lingkungan dapat meningkatkan efek iritan
lainnya. Dermatitis kontak iritan dapat disebabkan oleh variasi udara dan suhu kering, air,
sabun, metal,trauma mikro, trauma mekanik, sarung tangan karet, alkali, asam kuat, dll.

b. Dermatitis Kontak Alergi

Sekitar 25 bahan kimia berpengaruh terhadap setengah dari semua kasus dermatitis
kontak alergi. Bahan yang dapat menyebabkan dermatitis kontak alergi adalah nikel, sarung
tangan karet, tatto, tekstil, pengawet, wewangian, neomycin, kortikosteroid topikal,
benzokain, tabir surya, foto alergi sinar UV, dan akrilat dan metakrilat
2.3.3 Patofisiologi
a. Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis kontak iritan (ICD) adalah peradangan yang timbul dari pelepasan
sitokin proinflamasi dari sel kulit (terutama keratinosit), biasanya sebagai respons terhadap
rangsangan kimiawi. Dermatitis kontak iritan muncul sebagai akibat dari imunitas bawaan
yang diaktifkan tanpa sensitisasi sebelumnya, yang membedakannya dari dermatitis kontak
alergi. Bentuk klinis yang berbeda mungkin muncul. Tiga perubahan patofisiologis utama
adalah gangguan sawar kulit, perubahan seluler epidermis, dan pelepasan sitokin.
Dermatitis kontak iritan kumulatif terjadi akibat iritasi kulit ringan berulang akibat
paparan sabun dan air. Misalnya, frekuensi mencuci tangan lebih dari 35 kali per shift sangat
terkait dengan dermatitis pada tangan di tempat kerja pada pekerja unit perawatan intensif
(rasio odds = 4,13). Demikian pula, sebagian besar kasus eksim "ibu rumah tangga" adalah
dermatitis kontak iritan akibat paparan kulit berulang terhadap iritan kulit tingkat rendah,
terutama sabun, air, dan deterjen.
Pelarut menyebabkan iritasi kulit karena menghilangkan lemak dan minyak esensial
dari kulit, meningkatkan kehilangan air transepidermal dan membuat kulit rentan terhadap
peningkatan efek toksik langsung dari paparan kulit lain yang sebelumnya dapat ditoleransi
dengan baik.
b. Dermatitis Kontak Alergi

- Fase sensitisasi

Alergen atau hapten diaplikasikan pada kulit dan diambil oleh sel Langerhans. Antigen akan
terdegradasi atau diproses dan terikat pada Human Leucocyte Antigen-DR (HLA- DR), dan
kompleks yang diekspresikan pada permukaan sel Langerhans. Sel Langerhans akan bergerak
melalui jalur limfatik ke kelenjar regional, dimana akan terdapat kompleks yang spesifik
terhadap sel T dengan CD4-positif. Kompleks antigen- HLA-DR ini berinteraksi dengan
reseptor T-sel tertentu (TCR) dan kompleks CD3. Sel Langerhans juga akan mengeluarkan
Interleukin-1 (IL-1). Interaksi antigen dan IL-1 mengaktifkan sel T. Sel T mensekresi IL-2
dan mengekspresikan reseptor IL-2 pada permukaannya. Hal ini menyebabkan stimulasi
autokrin dan proliferasi sel T spesifik yang beredar di seluruh tubuh dan kembali ke kulit.

- Tahap elisitasi
Setelah seorang individu tersensitisasi oleh antigen, sel T primer atau memori dengan
antigen-TCR spesifik meningkat dalam jumlah dan beredar melalui pembuluh darah
kemudian masuk ke kulit. Ketika antigen kontak pada kulit, antigen akan diproses dan
dipresentasikan dengan HLA-DR pada permukaan sel Langerhans. Kompleks akan
dipresentasikan kepada sel T4 spesifik dalam kulit (atau kelenjar, atau keduanya), dan
elisitasi dimulai. Kompleks HLA-DR-antigen berinteraksi dengan kompleks CD3-TCR
spesifik untuk mengaktifkan baik sel Langerhans maupun sel T. Ini akan menginduksi sekresi
IL-1 oleh sel Langerhans dan menghasilkan IL-2 dan produksi IL-2R oleh sel T. Hal ini
menyebabkan proliferasi sel T. Sel T yang teraktivasi akan mensekresi IL-3, IL- 4, interferon-
gamma, dan granulocyte macrophage colony-stimulating factor (GMCSF). Kemudian sitokin
akan mengaktifkan sel Langerhans dan keratinosit. Keratinosit yang teraktivasi akan
mensekresi IL-1, kemudian IL-1 mengaktifkan phospolipase. Hal ini melepaskan asam
arakidonik untuk produksi prostaglandin (PG) dan leukotrin (LT). PG dan LT menginduksi
aktivasi sel mast dan pelebaran pembuluh darah secara langsung dan pelepasan histamin yang
melalui sel mast. Karena produk vasoaktif dan chemoattractant, sel-sel dan protein dilepaskan
dari pembuluh darah. Keratinosit yang 6 teraktivasi juga mengungkapkan intercellular
adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan HLA-DR, yang memungkinkan interaksi seluler
langsung dengan sel-sel darah.

2.3.4 Tanda dan Gejala

a. Dermatitis Kontak Iritan

- Makula Eritem, hiperkeratosis, atau fisura mendominasi vesikulasi


- Epidermis tampak mengilap, kering, atau melepuh
- Patch test alergen negatif
Pada individu yang memiliki kebiasaan menggosok daerah yang awalnya terkena dermatitis
kontak iritan dapat berkembang menjadi neurodermatitis sekunder atau lichen simpleks
kronik (likenifikasi).
b. Dermatitis Kontak Alergi

Dermatitis kontak alergi akut ditandai dengan papula dan vesikel dengan dasar
eritematosa. Plak pruritus likenifikasi dapat menunjukkan bentuk kondisi kronis. Orang
dengan dermatitis kontak alergi biasanya mengeluhkan kondisi tersebut dalam beberapa hari
setelah terpapar, di area yang terpapar langsung ke alergen. Alergen tertentu (misalnya
neomisin), bagaimanapun, kurang baik menembus kulit utuh; dalam kasus seperti itu,
timbulnya dermatitis mungkin tertunda hingga seminggu setelah terpapar. Alergi kontak
logam intraoral dapat menyebabkan mucositis yang menyerupai lichen planus, yang
berhubungan dengan karsinoma sel skuamosa intraoral.
2.3.5 Diagnosis
Terdapat beberapa cara diagnosis dermatitis kontak, diantaranya sbb:
a. Anamnesis
Hal-hal yang perlu ditanyakan dalam mendiagnosa penyakit kulit akibat kerja adalah
sebagai berikut:
1. Apakah penderita sudah ada penyakit kulit sebelum bekerja di perusahaan yang
sekarang
2. Jenis pekerjaan penderita
3. Pengaruh libur/ istirahat terhadap penyakitnya
4.Apakah ada karyawan lain yang menderita hal yang sama
5.Riwayat alergi penderita dan keluarganya
6.Standar prosedur di tempat kerja dan bahan-bahan yang digunakan ditempat kerja
7. Bahan yang dipakai untuk membersihkan kulit dan alat proteksi yang dipakai
8.Lingkungan pekerjaan
9.Kebiasaan penderita yang mendorong timbulnya penyakit, dll
b. Pemeriksaan Fisik
Pertama-tama tentukan lokalisasi kelainan apakah sesuai denga kontak bahan
yang dicurigai; yang tersering adalah daerah yang terpajan, misalnya tangan, lengan,
muka atau anggota gerak.
Kemudian tentukan ruam kulit yang ada, kelainan kulit yang akut dapat
terlihat berupa eritem, vesikel, edema, bula dan eksudasi. Kelainan kulit yang kronis
berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, kering dan skuamasi. Bila ada infesi terlihat
pustul. Bila ada penumbuhan tanmpak tumor, eksudasi, lesi verukosa atau ulkus.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah hendaknya dilakukan secara lengkap. Bila ada infeksi bakteri
hendaknya pus atau nanah di biakkan dan selanjutnya dilakukan tes resistensi. Bila
ada jamur perlu diperiksa kerokan dengan KOH 10% dan selanjutnya dibiakkan
dalam media Sabaroud agar.
d. Uji Tempel
Dermatitis akibat kerja sebagian besar berbentuk dermatitis kontak alergi (80%) maka
uji tempel perlu dilakukan untuk memeriksa penyebab alergennya.
No. Jenis Perbedaan DKI DKA
1. Penyebab Iritan Primer Alergen=sensitizer
2. Permulaan penyakit Kontak pertama Kontak berulang
3. Penderita Semua orang Orang yg sudah alergi
4. Kelainan kulit Hebat; eritem; bula; Ringan; kronis; eritem;
batas tegas erosi; batas tidak tegas
5. Uji tempel Eritem berbatas Eritem batas tidak tegas;
tegas, bila uji tempel bila uji tempel diangkat
diangkat reaksi reaksi menetap atau
berkurang. bertambah.

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak


2.5.1 Faktor Eksternal
a. Lama kontak
b. Frekwensi kontak
c. Bahan kimia
d. Suhu
e. Kelembaban
f. Musim
2.5.2 Faktor Internal
a. Jenis kelamin
b. Usia
c. Masa kerja
d. Jenis pekerjaan
e. Riwayat alergi
f. keringat
g, Ras
h. Riwayat penyakit kulit
i. Riwayat atopi
j. Personal hygiene
k. Penggunaan APD
l. Jenis kulit

HASIL KOREKSI :
1. Mohon ketikan dirapikan, baik yang typo maupun margin nya.
2. Untuk kata- kata yang berbahasa asing dibuat huruf format “italic”.
3. Di akhir paragraph masih ada yang belum disertai penomoran daftar pustaka.
4. Sebaiknya faktor risiko dermatitis lebih dirincikan/ dijelaskan lagi bagaimana bisa
menyebabkan dermatitis.

Anda mungkin juga menyukai