Anda di halaman 1dari 42

PENGERTIAN DAN MACAM-MACAM ZAKAT

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Praktek Ibadah

Dosen Pembimbing Praktik Ibadah


Ir. Ahmad Taofik, MP.

Disusun oleh ;
Zulfi Ali Akbar
1157060080

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
1440 H/ 2018 M
BAB I

PEMBAHASAN

A. Pengetian dan Hukum Zakat Dalam Islam


1. Pengertian Zakat
Zakat menurut bahasa artinya bersih, bertambah (ziyadah), dan terpuji.
Jika di ucapkan, zaka al-zar, artinya adalah tanaman itu tumbuh dan
bertambah. Jika diucapkan zakat al-nafaqah, artinya nafkah, tumbuh dan
bertambah jika diberkati.kata ini juga sering dikemukakan untuk makna
thaharah (suci). Allah SWT berfirman :
‫قَ ْد أَ ْفلَ َح َم ْن َز َّكاهَا‬ .B
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu.” (Q.S.
Asy-Syams 9)
Menurut syara’, zakat ialah pemberian tertentu dari harta tertentu kepada
orang tertentu menurut syarat-syarat yang ditentukan. Dinamakan zakat karena di
dalamnya terkandung harapan untuk memperoleh berkat, membersihkan jiwa dan
menumpuknya dengan berbagai kebaikan. Kata-kata zakat itu, arti aslinya ialah
tumbuh, suci, dan berkah. Firman Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 103.
ُ ‫ َك ٌن لَهُ ْم ۗ َوهَّللا‬Q‫ك َس‬ َ ‫ ِّل َعلَ ْي ِه ْم ۖ إِ َّن‬Q‫ص‬
َ َ‫اَل ت‬Q‫ص‬ َ ‫ُخ ْذ ِم ْن أَ ْم َوالِ ِه ْم‬
َ ‫ا َو‬QQَ‫ص َدقَةً تُطَهِّ ُرهُ ْم َوتُ َز ِّكي ِه ْم بِه‬ .C
‫َس ِمي ٌع َعلِي ٌم‬
“Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan
mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu
(menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar,
Maha Mengetahui.” (QS At-Taubah 103)
Zakat menurut istilah agama islam artinya sejumlah / kadar harta tertentu
yang diberikan kepada yang berhak menerimanya, dengan beberapa syarat.
Hukumnya zakat adalah salah satu rukun Islam yang lima, yaitu fardhu
‘ain atas tiap-tiap orang yang cukup syarat-syaratnya. Zakat mulai
diwajibkan pada tahun kedua hijriyah.
2. Hukum Membayar Zakat

Mengeluarkan zakat itu hukumnya wajib sebagai salah satu rukun Islam.
Namun demikian, tidak semua orang yang memiliki harta terkena kewajiban
zakat mal. Mengenai zakat, dapat dijumpai dalam Al-Qur’an di 82 ayat atau
tempat, serta di dalam kitab-kitab hadits. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya
pembahasan mengenai zakat ini. Orang yang menunaikannya akan mendapatkan
pahala, sedangkan yang tidak menunaikannya akan mendapat siksa. Kewajiban
zakat tersebut telah ditetapkan melalui dalil-dalil qath’i (pasti dan tegas) dalam
Al-Qur’an dan Hadits serta telah disepakati oleh para ulama. Ada beberapa syarat
yang harus dipenuhi, baik terkait dengan pemilik harta maupun harta itu sendiri.

B. Syarat dan Rukun Zakat


1. Syarat Zakat

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam masalah kewajiban


zakat. Syarat tersebut berkaitan dengan muzakki (orang yang mengeluarkan
zakat) dan berkaitan dengan harta.
Yang berkaitan dengan muzakki yakni islam dan merdeka. Adapun
anak kecil dan orang gila, jika memiliki harta dan memenuhi syarat-syaratnya-
masih tetap dikenai zakat yang nanti akan dikeluarkan oleh walinya.
Zakat mempunyai beberapa syarat wajib dan syarat sah. Menurut
kesepakatan ulama, syarat wajib zakat adalah merdeka, muslim, baligh,
berakal, kepemilikan harta yang penuh, mencapai nisab, dan mencapai hawl.
a. Syarat Wajib Zakat
Syarat wajib zakat yakni kefardhuannya yang harus dilaksanakan dan
dipenuhi syaratnya, yaitu sebagai berikut:
1) Merdeka
2) Islam
3) Baligh dan Berakal
4) Harta yang dikeluarkan adalah harta yang wajib dizakati
5) Harta yang dizakati telah mencapai nishab atau senilai
dengannya
6) Harta yang dizakati adalah milik penuh
7) Kepemilkan harta yang telah mencapai setahun, menurut
hitungan tahun qamariyah.
8) Harta tersebut bukan merupakan harta hasil utang
9) Harta yang akan dizakati melebihi kebutuhan pokok

b. Syarat-Syarat Sah Zakat


Syarat sah zakat yakni sebuah syarat yang harus dipenuhi agar harta
yang dizakatkan menjadi sah, yaitu sebagai berikut:
1) Niat
2) Tamlik (memindahkan kepemilikan harta kepada menerimanya)

2. Rukun Zakat
Rukun zakat adalah mengeluarkan sebagian dari nisab(harta) yang dengan
melepaskan kepemilikan terhadapnya, menjadiakannya sebagai milik orang
fakir dan menyerahkannya kepadanya atau harta tersebut diserahkan kepada
wakilnya yakni imam atau orang yang bertugas untuk memungut zakat

C. Macam-Macam Zakat
1. Zakat Jiwa (Nafsh / Fitrah)
a. Pengertian Zakat Fitrah

Fitrah ialah sifat asal, bakat, perasaan keagamaan dan perangai.


Sedangkan zakat fitrah adalah zakat yang berfungsi yang mengembalikan
manusia muslim keadaan fitrahnya, dengan menyucikan jiwa mereka dari
kotoran-kotoran (dosa-dosa) yang disebabkan oleh pengaruh pergaulan
dan sebagainya. Zakat fitrah adalah sejumlah harta yang wajib ditunaikan
oleh setiap mukallaf dan setiap orang yang nafkahnya ditanggung olehnya
dengan syarat-syarat tertentu.

Pembayaran zakat fitrah menggunakan makanan pokok (yang


mengenyangkan) menurut tiap-tiap tempat (negeri) sebanyak 3,1 liter atau
2,5 kg. Atau bisa diganti dengan uang senilai 3,1 liter atau 2,5 kg makanan
pokok yang harus dibayarkan. Makanan pokok di daerah tempat berzakat
fitrah itu seperti beras, jagung, tepung sagu, dan sebagainya. Sebagaimana
sabda Rasulallah SAW.

ُ ‫صلَّى هَّللا‬َ ِ ‫ض َرسُو ُل هَّللا‬ َ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ َما قَا َل فَ َر‬ ِ ‫ع َْن اب ِْن ُع َم َر َر‬
‫ير َعلَى‬ ٍ ‫صاعًا ِم ْن َش ِع‬ َ ْ‫صاعًا ِم ْن تَ ْم ٍر أَو‬ َ ‫ط ِر‬ ْ ِ‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم زَ َكاةَ ْالف‬
‫الذ َك ِر َواأْل ُ ْنثَى‬
َّ ‫ْال َع ْب ِد َو ْال ُح ِّر َو‬
“Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitri 1(satu) sha’
dari kurma/gandum atau budak, orang merdeka laki-laki dan perempuan, anak
kecil dan orang tua dari seluruh kaum muslimin. Dan beliau perintahkan supaya
dikeluarkan sebelum manusia keluar untuk shalat ‘ied.” (HR Bukhari, no. 1503;
Muslim, no. 984)

b. Syarat Wajib Zakat Fitrah

Adapun syarat-syarat orang yang wajib membayar zakat fitrah adalah


sebagai berikut :

1) Beragama Islam.
2) Lahir dan hidup sebelum terbenam matahari pada hari penghabisan bulan
Ramadhan.
3) Mempunyai kelebihan harta dari keperluan makanan untuk dirinya sendiri
dan wajib dinafkahi, baik manusia atau binatang, pada malam hari raya
dan siang harinya. Bagi orang yang tidak mempunyai kelebihan seperti itu,
maka boleh menerima dari orang lain sehingga dia dapat membayar zakat
dan mempunyai persediaan makanan.

c. Waktu-Waktu Membayar Zakat Fitrah

Waktu yang wajib membayar zakat fitrah ialah ketika terbenam


matahari pada malam Idul Fitri. Adapun beberapa waktu dan hukum
membayar zakat fitrah pada waktu itu adalah :

1) Waktu mubah, awal bulan Ramadhan sampai hari penghabisan Ramadhan.


2) Waktu wajib, mulai terbenamnya matahari di akhir bulan Ramadhan.
3) Waktu sunah, sesudah sholat subuh sebelum sholat Idul Fitri.
4) Waktu makruh, sesudah sholat Idul Fitri tetapi sebelum terbenam
matahari pada hari raya Idul Fitri.
5) Waktu haram, sesudah terbenam matahari pada hari raya Idul Fitri.

Zakat ini wajib dikeluarkan dalam bulan Ramadhan sebelum shalat


‘ied, sedangkan bagi orang yang mengeluarkan zakat fitrah setelah
dilaksanakan shalat ’ied maka apa yang diberikan bukanlah termasuk zakat
fitrah tetapi merupakan sedekah, hal ini sesuai dengan hadis Nabi saw dari
ibnu Abbas, ia berkata:

‫لَّ َم‬Q‫ ِه َو َس‬Q‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬Q‫ص‬


َ ِ ‫و ُل هَّللا‬Q‫ض َر ُس‬ َ ‫ َر‬Qَ‫ال ف‬Q َ Qَ‫س ق‬ ٍ ‫ع َْن ا ْب ِن َعبَّا‬
‫ا ِكي ِن َم ْن‬Q‫ ةً لِ ْل َم َس‬Q‫ث َوطُ ْع َم‬
ِ َ‫ َّرف‬Q‫و َوال‬Q ِ Q‫ائِ ِم ِم ْن اللَّ ْغ‬Q‫لص‬
َّ ِ‫ط ِر طُ ْه َرةً ل‬ ْ ِ‫زَ َكاةَ ْالف‬
َّ ‫ َد‬Q‫ا بَ ْع‬QQَ‫ةٌ َو َم ْن أَ َّداه‬Q َ‫اةٌ َم ْقبُول‬QQ‫اَل ِة فَ ِه َي زَ َك‬Q ‫الص‬
‫اَل ِة فَ ِه َي‬Q ‫الص‬ َّ ‫ َل‬Q‫ا قَ ْب‬QQَ‫أَ َّداه‬
ِ ‫ص َدقَا‬
‫ت‬ َّ ‫ص َدقَةٌ ِم ْن ال‬
َ

“Rasulullah Saw mewajibkan zakat fitrah itu sebagai pembersih


bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan perkataan
yang kotor dan sebagai makanan bagi orang yag miskin. Karena itu,
barang siapa mengeluarkan sesudah shalat maka dia itu adalah
salah satu shadaqah biasa”. (H.R. Abu Dawud, no. 1609; Ibnu
Majah, no. 1827. Dihasankan oleh Syaikh al Albani)
Melewatkan pembayaran zakat fitrah sampai selesai shalat hari raya
hukumnya makruh karena tujuan utamanya membahagiakan orang-orang
miskin pada hari raya, dengan demikian apabila dilewatkan pembayaran
hilanglah separuh kebahagiannya pada hari itu.
2. Zakat Maal (Harta)
Zakat Maal (harta) adalah zakat yang dikenakan atas harta (maal) yang
dimiliki oleh individu atau lembaga dengan syarat-syarat dan ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan secara hukum (syara). Maal berasal dari
bahasa Arab yang secara harfiah berarti harta. Adapun syarat wajib membayar
zakat mall yaitu sebagai berikut:
a. Syarat Wajib Membayar Zakat Maal
Adapun syarat-syarat wajib seseorang yang akan membayar zakat
maal yaitu sebagai berikut:
1) Beragama Islam
2) Merdeka (bukan budak)
3) Hak milik yang sempurna
4) Telah mencapai nisab
5) Masa memiliki sudah sampai satu tahun / haul (selain tanaman dan buah-
buahan).
6) Lebih dari kebutuhan pokok. Orang yang berzakat hendaklah orang yang
kebutuhan minimal / pokok untuk hidupnya terpenuhi terlebih dahulu.
7) Bebas dari hutang, bila individu memiliki hutang yang bila dikonversikan
ke harta yang dizakatkan mengakibatkan tidak terpenuhinya nishab, dan
akan dibayar pada waktu yang sama maka harta tersebut bebas dari
kewajiban zakat.

b. Macam Zakat Maal


1) Zakat Binatang Ternak

Segala ternak yang dipelihara untuk diperkembang biakkan dan


telah sampai nisab diwajibkan membayar zakatnya. Alasan diwajibkannya
menunaikan zakat hewan ternak seperti unta, sapi dan kambing ialah
karena hewan ini banyak sekali manfaatnya.
a) Syarat Binatang Ternak yang Wajib Di Zakati

Adapun syarat-syarat binatang ternak yang wajib di zakati yaitu


sebagai berikut:

1) Syarat wajib zakat hewan ternak adalah pemiliknya beragama Islam,


mencapai nisab dan sudah sempurna satu haul. Adapun saling
memindahkan hewan ternaknya dengan cara yang salah maka hal itu
tidak menggugurkan haulnya. Dan memindahkan hewan ini dimakruhkan
jika bermaksud melarikan diri dari kewajiban berzakat.
2) Dalam hewan ternak, disyaratkan kepemilikan selama satu haul, jika
kepemilikan hilang sebentar saja sebelum satu haul kemudian kembali
lagi maka haulnya terputus dan dimulai haul yang baru.
3) Hewan ternak yang diwajibkan adalah hewan yang digembalakan.

ُ ‫فِ ْي ُكلِّ َسائِ َم ِة إِبِ ٍل فِ ْي أَرْ بَ ِع ْينَ بِ ْن‬


(‫ت لَبُوْ ٍن )رواه أبو داود‬

“Pada unta yang digembalakan pada setiap jumlah yang mencapi 40


ekor unta, zakatnya adalah 1 ekor bintu labun.” (HR Abu Dawud)

4) Hewan ternak yang diwajibkan bukan hewan yang dipekerjakan.

Hewan ternak yang tidak dipekerjakan, seperti untuk membajak


sawah, mengangkut barang dan lain sebagainya. Di dalam kitab al-
Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Imam an-Nawawi menjelaskan alasan
binatang ternak yang dipekerjakan tidak wajib dizakati:

‫اء فلم‬QQ‫نى للنم‬QQ‫ة ال تقت‬QQ‫ل والمعلوف‬QQ‫والن العوام‬


‫تجب فيها الزكاة كثياب البدن وأثاث الدار‬

“Karena sesungguhnya binatang ternak yang dipekerjakan dan


binatang yang diberi makan dengan cara dicarikan rumput tidak semata-
mata untuk dikembang-biakan, sehingga tidak wajib dizakati
sebagaimana pakaian dan perabot rumah.”
b) Binatang Ternak yang Wajib Di Zakati

Adapun binatang ternak yang wajib di zakati yaitu sebagai berikut:

(1) Unta
Kewajiban zakat unta dijelaskan Nabi dalam haditsnya dari Anas ra.
Menurut riwayat Al-Bukhari yang menyampaikan sabda Nabi yang artinya

”Setiap 24 ekor unta atau kurang, maka zakatnya seekor kambing betina. Untuk
setiap 5 ekor unta, jika jumlahnya 25 sampai 35 ekor, maka zakatnya satu ekor
anak unta betina berumur 1-2 tahun atau satu ekor anak unta jantan berumur 3-4
tahun;jika jumlahnya 36 ekor sampai 45 ekor, zakatnya 46 sampai 60 ekor unta,
zakatnya adalah seekor unta betina berumur 3-4 tahun”. (HR Bukhari)

(2) Sapi atau kerbau


Kewajiban zakat sapi dijelaskan Nabi dalam haditsnya yang
diriwayatkan oleh Mu’adz ra.

َ َ‫هُ ق‬QQ‫ َي هللاُ َع ْن‬QQ‫ض‬


‫ال بَ َعثَنِي‬QQ ِ ‫ل َر‬QQ ٍ َ‫اذ بِ ْن َجب‬QQ‫عن ُم َع‬
‫أ َ َم َرنِي أَ ْن‬QQَ‫لَّ َم إِلَى ْاليَ َم ِن ف‬Q ‫ ِه َو َس‬Q‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬Q ‫ص‬
َ ِ ‫َرسُو ُل هَّللا‬
ْ‫ا أَو‬QQً‫آ ُخ َذ ِم ْن ُك ِّل أَرْ بَ ِعينَ بَقَ َرةً ُم ِسنَّةً َو ِم ْن ُكلِّ ثَاَل ثِينَ تَبِيع‬
(‫تَبِي َعةً (حسن مالك و أبو داود‬

“Rasulullah Saw mengutusku ke Yaman, lalu beliau memerintahkan aku untuk


mengambil zakat berupa seekor tabi’a dari setiap 30 ekor sapi dan musinnah dari
setiap 40 ekor sapi.” (HR Malik, Abu Dawud)
(3) Kambing atau domba
Adapun nisab kambing atau domba yang wajib di zakati yaitu sebagai
berikut:

Tabel 1.1 Nisab Kambing atau Domba yang Wajib Di Zakatkan

Zakat
Nisab
Jenis Umur
40-120 1 ekor domba atau kambing 1 atau 2 tahun
121-200 1 ekor kambing 2 tahun
201-300 2 ekor kambing 2 tahun
301-400 3 ekor kambing 2 tahun

Mulai 400 ekor kambing dihitung tiap-tiap 100 ekor kambing zakatnya 1 ekor
kambing atau domba umurnya seperti tersebut di atas.

2) Zakat Emas dan Perak


Islam telah mensyariatkan wajibnya zakat pada emas dan perak dan
sesuatu yang mengganitkan keduanya, yakni uang. Menurut Abu Zahrah harus
dizakati dan dinilai dengan uang. Harta yang dalam keadaan yang digadaikan
zakatnya dipungut atas pemilik harta, karena barang-barang yang digadaikan tetap
menjadi milik yang menggadaikan.
Zakat emas dan perak yaitu jika waktunya telah mencapai satu tahun dan
telah mencapai nisab emas yang dimilikinya yaitu sebanyak 20 misqal yakni 20
dinar setara dengan 85 atau 96 gram. Sedangkan perak adalah 200 dirham atau
672 gram keatas, dan masing-masing zakatnya 2,5% sebagaimana sabda
Rasulullah SAW.

‫وْ ُل‬Q‫ا ْال َح‬Qَ‫ال َعلَ ْيه‬ ْ ‫إِ َذا َكان‬


َ Q‫ا ِدرْ ه ٍَم َو َح‬Qَ‫َت لَكَ ِمائَت‬ .2
َ ‫ةُ َد َرا ِه َم َولَي‬Q ‫ا خَ ْم َس‬QQَ‫فَفِ ْيه‬
َ Q ‫ْس َعلَ ْي‬
‫يَ ْعنَى‬- ‫ ٌئ‬Q ‫ك َش‬
,‫ارًا‬QQَ‫رُوْ نَ ِد ْين‬Q ‫كَ ِع ْش‬QQَ‫ َحتَّى يَ ُكوْ نَ ل‬- ‫ب‬ َّ ‫فِي‬
ِ َ‫الذه‬
ٍ Qَ‫رُوْ نَ ِد ْين‬Q‫ك ِع ْش‬
‫ا‬QQَ‫ ا َل َعلَ ْيه‬Q‫ار َو َح‬Q ْ ‫ان‬QQ‫إ ِ َذا َك‬Qَ‫ف‬
َ Qَ‫َت ل‬
ٍ ‫ف ِد ْين‬
‫َار‬ ُ ْ‫ْال َحوْ ُل فَفِ ْيهَا نِص‬

“Apabila engkau mempunyai perak 200 dirham dan telah cukup satu tahun maka
zakatnya 5 dirham, dan tidak wajib atasmu zakat emas hingga engkau
mempunyai 20 dinar. Apabila engkau mempunyai 20 dinar dan telah cukup satu
tahun, maka wajib zakat adanya setengah dinar.” (H.R. Abu Daud no. 1573.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

3) Zakat Hasil Bumi (Biji-bijian dan Buah-buahan)


Adapun zakat makanan telah diterangkan dalam Al-Qur’an yang
menyuruh kaum Muslimin untuk mengeluarkan zakat terhadap segala hasil yang
dikeluarkan dari bumi seperti biji-bijian dan buah-buahan. Keduanya wajib
dizakati apabila memenuhi kriteria berikut:
a) Menjadi makanan pokok manusia
b) Memungkinkan untuk disimpan dan tidak mudah rusak / membusuk
c) Dapat ditanam oleh manusia.

Dalam membayar zakat hasil bumi terdapat berberapa ketentuan, yaitu


diantaranya sebagai berikut:

(1) Harta yang Wajib di Zakatkan

Beberapa pendapat ulama tentang harta yang wajib di zakati yaitu sebagai
berikut:

(a) Abu Hanifah, mewajibkan zakat pada segala hasil tanaman/buah-buahan


baik berupa kurma ataupun buah-buahan lainnya. Abu Hanifah memegang
umumnya hadis

،ُ‫ًّا ْال ُع ْشر‬Qª‫ُون أَوْ َكانَ َعثَ ِرًي‬


ُ ‫ت ال َّس َما ُء َو ْال ُعي‬ِ َ‫فِي َما َسق‬
‫ف ْال ُع ْشر‬ ُ ْ‫ح نِص‬ ِ ْ‫َو َما ُسقِ َي بِالنَّض‬
”Pada tanaman-tanaman yang dialiri dengan air hujan dan mata air atau yang
mengisap dengan akarnya, zakatnya sepersepuluh dan yang dialiri dengan kincir
zakatnya seperduapuluh.” (HR. Al-Bukhari no. 1483)
(a) Abu Yusuf dan Muhammad Ibnu Al-Hasan, zakat hanya wajib pada buah-
buahan yang dapat tahan satu tahun.
(b) Asy Syafi’i, zakat hanya wajib pada buah-buahan kurma dan anggur.
Sedangkan Asy-Syafi’i, Muhammad bin Hasan dan Abu Yusuf berhujjah
dengan hadits

‫ط] عن‬QQ‫حيح) [ق‬QQ‫ زكاة) ص‬Q‫ليس في الخضروات‬


‫أنس وطلحة [ت هـ] عن معاذ‬

“Tidak ada zakat dalam sayuran”. (Sahih, diriwayatkan oleh al-Dzaraqutni dari
Anas dan Thalhah).
Abu Hanifah tidak mewajibkan zakat terhadap rumput, tetapi apabila
rumput itu sengaja ditanam dan menghasilkan, wajib pula dibayar zakatnya.
Apabila sayur-mayur itu diperdagangkan, maka wajib zakat dari perdagangan
sayur tersebut. Dalam hal ini sesungguhnya dapat dilihat dari segi lain yaitu dari
segi subjek hukumnya apakah sebagai produser atau sebagai pedagang atau
sebagai produser dan pedagang.

(2) Nisab zakat


Zakat tidak diwajibkan kecuali bila sudah mencapai nisab. Adapun nisabnya
ialah 5 wasaq1 seteleh biji-bijian atau buah tersebut dibersihkan dari tangkai dan
batangnya. Rasulullah bersabda,

ٍ ‫ص َدقَةٌ َحتَّى يَ ْبلُ َغ َخ ْم َسةَ أَوْ ُس‬


‫ق‬ َ ‫ْس فِ ْي َحبٍّ َوالَ ثَ َم ٍر‬
َ ‫لَي‬.....
“....Tidak ada (kewajiban) zakat pada biji-bijian dan buah kurma hingga
mencapai 5 ausâq (lima wasaq)”. [HR Muslim].

Dan juga sebagaimana Firman Allah SWT dalam Al-Quran Surat Al-An’am ayat
141, yang berbunyi:

1
‫ َر‬QQQْ‫ت َو َغي‬ ٍ ‫ا‬QQQ‫ُوش‬ َ ‫ت َم ْعر‬ ٍ ‫أ َ َجنَّا‬QQQ‫و الَّ ِذي أَ ْن َش‬QQQ
َ ُ‫َوه‬
ُ‫ه‬QQُ‫ا أُ ُكل‬QQً‫ َّزرْ َع ُم ْختَلِف‬QQ‫ َل َوال‬QQ‫ت َوالنَّ ْخ‬ َ ‫َم ْعر‬
ٍ ‫ا‬QQ‫ُوش‬
ۚ ‫ابِ ٍه‬Q ‫ َر ُمت ََش‬Q ‫ابِهًا َو َغ ْي‬Q ‫ونَ َوالرُّ َّمانَ ُمت ََش‬QQُ‫َوال َّز ْيت‬
َ ‫ُكلُوا ِم ْن ثَ َم ِر ِه إِ َذا أَ ْث َم َر َوآتُوا َحقَّهُ يَوْ َم َح‬
‫صا ِد ِه‬
ِ ‫ْرفُوا ۚ إِنَّهُ اَل يُ ِحبُّ ْال ُمس‬
َ‫ْرفِين‬ ِ ‫ۖ َواَل تُس‬
”Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya,
zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya).
makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir
miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang yang berlebih-lebihan”. (QS Al-An’am 141)

Ayat ini mempertegas adanya zakat untuk semua hasil bumi, kemudian
dikeluarkan zakatnya sebanyak 10% jika dialiri dengan air hujan atau sungai
dengan cara yang mudah. Tetapi zakatnya hanyalah 5% jika dialiri dengan air
yang dibeli atau mempergunakan upah.

(3) Waktu zakat

Tidak ada kewajiban menunaikan zakat kecuali setelah dipanen. Sebab


sebelum itu biji-bijian dianggap seperti sayuran-sayuran yang tidak wajib dizakati.
Zakat biji-bijian tidak dikeluarkan kecuali setelah biji tersebut matang, lalu dipetik
dan dibersihkan dari kulit dan kotoran. Begitu pula pada buah-buahan, zakatnya
setelah masak di pohon. Apabila pemilik pohon hendak menjual buah-buahnya
sebelum layak dipanen supaya tidak terkena wajib zakat, maka yang demikian itu
dimakruhkan karena ia melarikan diri dari ibadah. Meskipun demikian hukum jual
belinya tetap sah.
Jika biji-bijian dan buah-buahan satu jenis, maka diambil zakat dari jenis
tersebut. Jika pemiliknya mengeluarkan jenis yang lebih baik maka hal itu
diperbolehkan dan tentu saja bertambah pula kebaikannya. Sedangkan jika ia
mengeluarkan jenis yang lebih rendah kualitasnya, maka hal itu tidak sah. Apabila
buah-buahan tersebut terkena bencana, atau dicuri atau hilang maka tidak ada
kewajiban zakat pada pemilik buah tersebut.
(4) Harta Temuan / Terpendam (Rikaz)
Rikaz (harta terpendam) adalah harta pendaman kafir jahiliah
(orang-orang sebelum datangnya islam). Menurut Imam Syafe:i dan Imam
Malik, rikaz yang wajib dizakati hanya jenis emas dan perak. Selain emas
atau perak tidak wajib dizakati.
Menurut pendapat yang masyhur di kalangan Syafi;iyah dan
Malikiyah, nishabnya rikaz sama dengan nishobnya emas dan perak (emas
77,58 gr dan perak 543, 06 gr). Sedangkan zakat yang harus dikelurakan
adalah 1/5 atau 20% untuk rikaz.

(a) Syarat Zakat


Seseorang yang menemukan harta terpendam (yang berupa emas
atau perak) wajib mengeluarkan zakatnya apabila telah menepati syarat
sebagai berikut:
1) Islam
2) Merdeka (bukan budak atau hamba sahaya)
3) Hak milik nishob
4) Mencapai nishob
Zakatnya rikaz tidak disyaratkan haul atau genap setahun. Artinya,
apabila menemukan rikaz dan telah menetapi syarat di atas, maka setelah
dibersihkan dari kotoran (tanah dan lain-lain) wajib segera mengeluarkan
zakatnya tanpa harus menunggu masa satu tahun. Adapun nishobnya, setengah
ulama berpendapat: disyaratkan sampai satu nishob, pendapat ini menurut
mazhab Imam Syafi'i. Pendapat yang lain, seperti pendapat Imam Maliki,
Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad dan pengikut-pengikut mereka: bahwa
nishob itu tidak menjadi syarat.
5) Hasil Tambang (Ma’din)
Ma'din (barang tambang) adalah segala benda berharga yang ditemukan
dari perut bumi, seperti emas, perak, permata, besi, timah, tembaga, dll. Menurut
Imam Syafi'i dan Imam Malik, ma'din yang wajib dizakati hanya jenis emas dan
perak. Selain emas atau perak tidak wajib dizakati. Apabila telah mencapai nishob
maka wajib dizakati sebanyak 2,5%, dan zakat dikeluarkan pada saat barang
tambang itu diperoleh sehingga tidak perlu menunggu sampai satu tahun. Dasar
hukumnya berasal dari Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 35.

‫وبُهُ ْم‬QQُ‫اهُهُ ْم َو ُجن‬QQَ‫ا ِجب‬QQَ‫و ٰى بِه‬Q َ Q‫َار َجهَنَّ َم فَتُ ْك‬


ِ ‫يَوْ َم يُحْ َم ٰى َعلَ ْيهَا فِي ن‬
َ‫َوظُهُو ُرهُ ْم ۖ ٰهَ َذا َما َكن َْزتُ ْم أِل َ ْنفُ ِس ُك ْم فَ ُذوقُوا َما ُك ْنتُ ْم تَ ْكنِ ُزون‬

“Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam,


lalu dibakar dengannya dahi mereka, Lambung dan punggung mereka
(lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu
simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa
yang kamu simpan itu." (QS At-Taubah 35)

Serta sabda Rasulallah SAW dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Bilal
bin Al-Harits ra.

ُ‫لَّى هللا‬Q ‫ص‬ َّ ُ‫ض َى هللاُ َع ْنه‬


َ ِ‫وْ َل هللا‬Q ‫أن َر ُس‬ ِ ‫ث َر‬ ْ ‫ار‬
ِ ‫ع َْن بِاَل ل بِ ْن ال َح‬
َّ ‫ أَ َخ َذ ِمنَ ْال َم َعا ِد ِن ْالقَبَلِيَ ِة ال‬، ‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ‫ص َدقَة‬

“Sesungguhnya Rasulullah SAW mengambil zakat ma’din Qabaliyah.” (HR


Hakim)
Ulama fiqih sepakat bahwa barang tambang wajib dikeluarkan zakatnya,
namun berbeda pendapat tentang jenis barang tambang yang wajib dizakati dan
kadar zakat yang harus dikeluarkan. Menurut pendapat yang masyhur di kalangan
Syafi'iyah dan Malikiyah, nishobnya ma'din sama dengan nishobnya emas dan
perak (emas 77,58 gr dan perak 543,06 gr). Sedangkan zakat yang harus
dikeluarkan adalah 1/4 atau 2,5% (rubu'ul 'uryur) untuk ma'din.
a) Syarat Zakat
Syarat zakat ma’din adalah barang tambang yang dikeluarkan dari bumi
itu berupa emas dan perak, bukan selain keduanya. Dengan demikian besi, timah,
permata, kristal, marjan, zamrud, minyak dan lainnya tidak diwajibkan zakat. Hal
ini menurut pendapat yang kuat yang telah dinashkan oleh Imam Syafi’i. Selain
itu syarat zakat ma’din adalah keberadaan barang telah ditemukan dan telah
dikeluarkan. Menurut pendapat yang paling kuat diantara madzhab Syafi’i, tidak
disyaratkan haul pada barang tambang tersebut. Dan persyaratan ini hanya
dikhususkan untuk barang tambang / ma’din saja. Adapun emas dan perak yang
merupakan harta tunai dan telah dicetak itu berbeda dan disyaratkan sempurna
satu haul untuk zakatnya.

b) Nisab Zakat

Nisab zakat ma’din / harta temuan adalah 20 dinar emas (85 gram) atau
200 dirham perak. Hasil tambang apabila sampai satu nisab (sesuai dengan
nisabnya emas atau perak), wajib dikeluarkan zakatnya pada waktu itu juga
sebesar 2,5%. Waktu diwajibkannya menunaikan zakat adalah sejak barang
tambang itu dikeluarkan dan dilakukan pembersihan dan penyaringan dari tanah
dan kotoran lainnya. Sehingga berat / kadarnya dapat diukur dengan sempurna
tanpa tercampur oleh benda lain.
Apabila ma’din merupakan milik dua orang dan mencapai satu nisab,
maka mereka wajib menunaikan zakatnya. Yang menyebabkan seseorang tidak
berkewajiban menunaikan zakat harta ini adalah apabila harta tersebut hilang
maupun dicuri ataupun apabila penemu barang tambang tersebut memiliki hutang.

6) Harta Perniagaan / Perdagangan


Harta perdagangan adalah harta yang dijual atau dibeli guna memperoleh
keuntungan. Harta ini tidak hanya tertentu pada harta kekayaan, tetapi semua harta
benda yang diperdagangkan. Para ulama bersepakat tentang wajibnya zakat pada
harta perdanganan ini. Yang menjadi dasar hukum zakat bagi barang dagangan
adalah sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah 267.
‫ا‬QQَ‫ ْبتُ ْم َو ِم َّما أَ ْخ َرجْ ن‬Q ‫ا َك َس‬QQ‫ت َم‬
ِ ‫ا‬QQَ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا أَ ْنفِقُوا ِم ْن طَيِّب‬
‫ ِه إِاَّل أَ ْن‬QQ‫يث ِم ْنهُ تُ ْنفِقُونَ َولَ ْستُ ْم بِآ ِخ ِذي‬
َ ِ‫ض ۖ َواَل تَيَ َّم ُموا ْالخَ ب‬ ِ ْ‫لَ ُك ْم ِمنَ اأْل َر‬
‫تُ ْغ ِمضُوا فِي ِه ۚ َوا ْعلَ ُموا أَ َّن هَّللا َ َغنِ ٌّي َح ِمي ٌد‬

“Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu


yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu.
Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu
sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan)
terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya Maha Terpuji.” (Al
Baqarah 267)

Begitu pula berdasarkan hadist Rasulallah SAW yang diriwayatkan oleh


Abu Dawud dan Baihaqi.

‫ ِر َج‬Q‫ا أَ ْن نُ ْخ‬QQَ‫انَ يَأْ ُم ُرن‬Q‫لَّ َم َك‬Q‫ ِه َو َس‬Q‫لّى هللاُ َعلَ ْي‬Q‫ص‬


َ ِ‫وْ َل هللا‬Q‫فَإ ِ َّن َر ُس‬
‫ص َدقَةَ ِمنَ الَّ ِذى نُ ِع ُّد لِ ْلبَي ِْع‬
َّ ‫ال‬

“Setelah itu sesungguhnya nabi saw menyuruh kami mengeluarkan zakat dari
barang-barang yang kami sediakan untuk perniagaan”

a) Syarat Wajib Zakat Harta


1) Harta didapat dengan transaksi jual beli. Adapun jika dimiliki secara
warisan, wasiat, hibah, menemukan dan sebagainya maka barang ini bukan
termasuk harta dagangan, kecuali jika setelahnya pemilik tersebut
memperjualbelikannya.
2) Niat memperjualbelikan harta benda. Jika membeli harta benda dan tidak
berniat untuk memperjualbelikannya, maka harta tersebut bukanlah harta
dagangan.
3) Mencapai nisab. Adapun nisab yang diberlakukan pada harta ini adalah 20
dinar (20 gram emas / 200 gram perak).
4) Sempurna satu haul. Haulnya bermula sejak dimiliknya harta benda
perdagangan melalui transaksi. Jika telah sempurna haulnya, dan harta
dagangan mencukupi nisab maka wajib dizakati. Jika tidak mencukupi
nisab maka tidak wajib untuk menunaikan zakat.
Harta perniagaan yang telah mencapai nisab dan haul maka
dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5%. Jika masa haul telah sempurna pada
harta dagangannya lalu keuntungannya tidak mencukupi nisab, maka ia
tidak wajib menunaikan zakat. Kemudian saat harga barang dagangan naik
hingga mencapai nisab maka ia tidak wajib menunaikan zakat sampai haul
yang kedua datang. Sebab haul yang pertama telah selesai dan ia tidak
wajib zakat. Tidak diwajibkan untuk zakat hingga haulnya sempurna.

7) Zakat Profesi

Zakat profesi merupakan zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi


(hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi dimaksud mencakup profesi
pegawai negeri atau swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, dan
wiraswasta. Jika penghasilannya selama setahun lebih dari senilai 85 gram emas
dan zakatnya dikeluarkan setahun sekali sebesar 2,5% setelah dikurangi
kebutuhan pokok. Dasar dari zakat profesi ini seperti zakat tentang usaha lainnya
yang tertera dalam surat Al Baqarah ayat 267 yang berbunyi:

‫ا‬QQَ‫ ْبتُ ْم َو ِم َّما أَ ْخ َرجْ ن‬Q ‫ا َك َس‬QQ‫ت َم‬


ِ ‫ا‬QQَ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا أَ ْنفِقُوا ِم ْن طَيِّب‬
‫ ِه إِاَّل أَ ْن‬QQ‫يث ِم ْنهُ تُ ْنفِقُونَ َولَ ْستُ ْم بِآ ِخ ِذي‬
َ ِ‫ض ۖ َواَل تَيَ َّم ُموا ْالخَ ب‬ ِ ْ‫لَ ُك ْم ِمنَ اأْل َر‬
‫تُ ْغ ِمضُوا فِي ِه ۚ َوا ْعلَ ُموا أَ َّن هَّللا َ َغنِ ٌّي َح ِمي ٌد‬

“Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu


yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu.
Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu
sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan)
terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya Maha Terpuji.” (Q.S. Al-
Baqarah: 267)
D. Manfaat dan Tujuan Berzakat
Adapun tujuan yang akan dicapai serta manfaat yang akan diperoleh
oleh orang yang berzakat, yaitu sebagai berikut :
1. Membuktikan Penghambaan Diri Kepada Allâh SWT Dengan
Menjalankan Perintah-Nya
Banyak dalil yang memerintahkan agar kaum Muslimin
melaksanakan kewajiban agung ini, sebagaimana Allâh Azza wa Jalla
firmankan dalam banyak ayat, diantaranya :

َّ ‫َوأَقِي ُموا ال‬


َ‫صاَل ةَ َوآتُوا ال َّز َكاةَ َوارْ َكعُوا َم َع الرَّا ِك ِعين‬

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta


orang-orang yang ruku’.” (Q.S. Al-Baqarah/2:43)
Allâh Azza wa Jalla juga menjelaskan bahwa menunaikan zakat merupakan sifat
kaum Mukminin yang taat. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

َّ ‫ا َم‬QQَ‫ر َوأَق‬Q
َ‫اَل ة‬Q‫الص‬ ِ Q‫وْ ِم اآْل ِخ‬QQَ‫اج َد هَّللا ِ َم ْن آ َمنَ بِاهَّلل ِ َو ْالي‬
ِ Q‫ ُر َم َس‬Q‫ا يَ ْع ُم‬QQ‫إِنَّ َم‬
َ‫ش إِاَّل هَّللا َ ۖ فَ َع َس ٰى أُو ٰلَئِكَ أَ ْن يَ ُكونُوا ِمنَ ْال ُم ْهتَ ِدين‬ َ ‫َوآتَى ال َّز َكاةَ َولَ ْم يَ ْخ‬

“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allâh ialah orang-orang


yang beriman kepada Allâh dan hari akhir, serta tetap mendirikan
shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain
kepada Allâh, maka merekalah orang-orang yang diharapkan
termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk” (Q.S At-
Taubah/9:18)

Seorang mukmin menghambakan diri kepada Allâh Azza wa Jalla dengan


menjalankan perintah-Nya melalui pelaksanaan kewajiban zakat sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan syari’at.

Zakat bukan pajak. Zakat adalah ketaatan dan ibadah kepada Allâh Azza
wa Jalla yang dilakukan oleh seorang Mukmin demi meraih pahala dan balasan di
sisi Allâh Azza wa Jalla . Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
َّ ‫ت َوأَقَا ُموا ال‬
َ‫صاَل ةَ َوآتَ ُوا ال َّز َكاة‬ ِ ‫إِ َّن الَّ ِذينَ آ َمنُوا َو َع ِملُوا الصَّالِ َحا‬
ٌ ْ‫لَهُ ْم أَجْ ُرهُ ْم ِع ْن َد َربِّ ِه ْم َواَل خَ و‬
َ‫ف َعلَ ْي ِه ْم َواَل هُ ْم يَحْ زَ نُون‬

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shalih,


mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di
sisi Rabbnya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati” (Q.S Al-Baqarah/2:277)

Juga firman-Nya dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 162, :

ُ ٰ
ِ Q‫ا أ ْن‬QQ‫لَ ِك ِن الرَّا ِس ُخونَ فِي ْال ِع ْل ِم ِم ْنهُ ْم َو ْال ُم ْؤ ِمنُونَ ي ُْؤ ِمنُونَ بِ َم‬
َ Q‫ز َل إِلَ ْي‬Q
‫ك‬
َّ ‫َو َما أُ ْن ِز َل ِم ْن قَ ْبلِكَ ۚ َو ْال ُمقِي ِمينَ ال‬
ِ ‫ونَ بِاهَّلل‬QQُ‫اةَ َو ْال ُم ْؤ ِمن‬QQ‫صاَل ةَ ۚ َو ْال ُم ْؤتُونَ ال َّز َك‬
‫َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر أُو ٰلَئِكَ َسنُ ْؤتِي ِه ْم أَجْ رًا َع ِظي ًما‬

“Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan


orang-orang Mukmin, mereka beriman kepada apa yang telah
diturunkan kepadamu (al-Quran), dan apa yang telah diturunkan
sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan
zakat, dan yang beriman kepada Allâh dan hari Kemudian. Orang-
orang itulah yang akan Kami berikan kepada mereka pahala yang
besar” (Q.S An-Nisa`/4:162)

2. Mensyukuri Nikmat Allâh


Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran surat Ibrahim
ayat 7 :

‫َوإِ ْذ تَأ َ َّذنَ َربُّ ُك ْم لَئِ ْن َش َكرْ تُ ْم أَل َ ِزي َدنَّ ُك ْم ۖ َولَئِ ْن َكفَرْ تُ ْم إِ َّن َع َذابِي لَ َش ِدي ٌد‬

“Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya


jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu,
dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku
sangat pedih” (Q.S Ibrâhim/14:7)
Mensyukuri nikmat adalah kewajiban seorang muslim, dengannya
nikmat akan langgeng dan bertambah. Imam as-Subki rahimahullah
mengatakan :

“Diantara makna yang terkandung dalam zakat adalah mensyukuri


nikmat Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Ini berlaku umum pada seluruh
taklief (beban) agama, baik yang berkaitan dengan harta maupun
badan, karena Allâh Azza wa Jalla telah memberikan nikmat kepada
manusia pada badan dan harta. Mereka wajib mensyukuri nikmat-
nikmat tersebut, mensyukuri nikmat badan dan nikmat harta. Hanya
saja, meski sudah kita tahu itu merupakan wujud syukur atas nikmat
badan atau nikmat harta, namun terkadang kita masih bimbang.
Zakat masuk kategori ini”.

Membayar zakat adalah pengakuan terhadap kemurahan Allâh,


mensyukuri-Nya dan menggunakan nikmat tersebut dalam keridhaan dan ketaatan
kepada Allâh Azza wa Jalla .

3. Menyucikan Orang yang Menunaikan Zakat Dari Dosa-Dosa


Allâh Azza wa Jalla berfirman dalam Al-Quran surat At-Taubah
ayat 103 tentang menyucikan orang yang menunaikan zakat dari dosa-
dosa:

َ ‫ا َو‬QQَ‫ َز ِّكي ِه ْم بِه‬Q ُ‫ َدقَةً تُطَهِّ ُرهُ ْم َوت‬Q ‫ص‬


‫ ِّل َعلَ ْي ِه ْم ۖ إِ َّن‬Q ‫ص‬ َ ‫والِ ِه ْم‬Q َ Q‫ذ ِم ْن أَ ْم‬Q
ْ Q‫ُخ‬
‫صاَل تَكَ َس َك ٌن لَهُ ْم ۗ َوهَّللا ُ َس ِمي ٌع َعلِي ٌم‬
َ

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan doakanlah mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka. Dan Allâh Maha mendengar lagi Maha mengetahui (Q,S
At-Taubah/9:103).

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya


kewajiban membayar zakat dalam ayat di atas berkaitan dengan hikmah
pembersihan dari dosa-dosa.
Terdapat hadits yang menegaskan makna di atas, sebagaimana dalam hadits
Muadz bin Jabal Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :

ْ ‫ئ الخَ ِط ْيئَةَ َك َما ي‬


‫ُطفِئ ُال َما ُء النَّا َر‬ ْ ُ‫ص َدقَةُ ت‬
ُ ِ ‫طف‬ َّ ‫ال‬

“Sedekah itu bisa memadamkan kesalahan sebagaimana air


memadamkan api” (HR. Ahmad 5/231 dan at-tirmidzi no. 2616 dan
dishahihkan al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi)

Ayat di atas mengumpulkan banyak tujuan dan hikmah syar’i yang


terkandung dalam kewajiban zakat. Tujuan-tujuan dan hikmah-hikmah itu
terangkum dalam dua kata yang muhkam yaitu, “Dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka”.

4. Membersihkan Diri dari Sifat Bakhil


Semua itu terkandung dalam firman Allâh Azza wa Jalla dalam
Al-Quran surat At-Taubah ayat 103:

َ ‫ُخ ْذ ِم ْن أَ ْم َوالِ ِه ْم‬


َ ‫ص َدقَةً تُطَهِّ ُرهُ ْم َوتُ َز ِّكي ِه ْم بِهَا َو‬
‫ص ِّل َعلَ ْي ِه ْم‬

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka”
(Q,S At-Taubah/9:103).

Kikir adalah penyakit yang dibenci dan tercela. Sifat ini menjadikan
manusia berupaya untuk selalu mewujudkan ambisinya, egois, cinta hidup di
dunia dan suka menumpuk harta. Sifat ini akan menumbuhkan sikap monopoli
terhadap semua. Tentang hakikat ini, Allâh Azza wa Jalla berfirman dalam Al-
Quran surat Al-Isra ayat 100:
ُ ‫َو َكانَ اإْل ِ ْن َس‬
‫ان قَتُورًا‬
“Dan manusia itu sangat kikir”. (Al-Isrâ`/17:100)
Allâh Azza wa Jalla berfirman dalam Al-Quran surat An-Nisa
ayat 128::

‫ت اأْل َ ْنفُسُ ال ُّش َّح‬ ِ ْ‫َوأُح‬


ِ ‫ض َر‬

“Walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir”. (An-Nisâ`/4:128)

Sifat kikir ini merupakan faktor terbesar yang menyebabkan manusia


sangat tergantung kepada dunia dan berpaling dari akhirat. Sifat ini menjadi sebab
kesengsaraan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ِ ‫ ِة إِ ْن أُ ْع ِط َي َر‬Q ‫ْص‬
‫ َي‬Q‫ض‬ َ ‫ ُد ال َخ ِمي‬Q‫دِّرْ ه َِم َو َع ْب‬Q ‫َار َو َع ْب ُد ال‬
ِ ‫س َع ْب ُد الدِّين‬
َ ‫تَ ِع‬
َ َ‫ك فَالَ ْانَتق‬
‫ش‬ َ ‫س َوإِ َذا ِش ْي‬َ ‫س َوا ْنتَ َك‬ َ ‫ط َس ِخ‬
َ ‫ط ت َِع‬ َ ‫َوإِ ْن لَ ْم يُ ْع‬

“Sengsara hamba dinar, sengsara hamba dirham, sengsara hamba


khamishah ! Bila dia diberi maka dia rela, bila tidak maka dia murka,
sengsara dan tersungkurlah dia, bila dia tertusuk duri maka dia tidak
akan mencabutnya” (H.R al-Bukhari dari Abu Hurairah Kitab al-Jihad
Bab al-Hirasah fil Ghazwi fi Sabilillah no. 2886).

5. Membersihkan Harta yang Di Zakatkan


Karena harta yang masih ada keterkaitan dengan hak orang lain
berarti masih kotor dan keruh. Jika hak-hak orang itu sudah ditunaikan
berarti harta itu telah dibersihkan. Permasalahan ini diisyaratkan oleh
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat beliau menjelaskan alasan kenapa
zakat tidak boleh diberikan kepada keluarga beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam? Yaitu karena zakat adalah kotoran harta manusia.

6. Membersihkan Hati Orang Miskin dari Hasad dan Iri Hati terhadap
Orang Kaya
Bila orang fakir melihat orang disekitarnya hidup senang dengan
harta yang melimpah sementara dia sendiri harus memikul derita
kemiskinan, bisa jadi kondisi ini menjadi sebab timbulnya rasa hasad,
dengki, permusuhan dan kebencian dalam hati orang miskin kepada
orang kaya. Rasa-rasa ini tentu melemahkan hubungan antar sesama
Muslim, bahkan berpotensi memutus tali persaudaraan.
Hasad, dengki dan kebencian adalah penyakit berbahaya yang
mengancam masyarakat dan mengguncang pondasinya. Islam berupaya
untuk mengatasinya dengan menjelaskan bahayanya dan dengan
pensyariatan kewajiban zakat. Ini adalah metode praktis yang efektif
untuk mengatasi penyakit-penyakit tersebut dan untuk menyebarkan rasa
cinta dan belas kasih di antara anggota masyarakat.
Orang yang menunaikannya akan dilipatgandakan kebaikannya
dan ditinggikan derajatnya. Ini termasuk tujuan syar’i yang penting.
Allâh Azza wa Jalla berfirman dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat
261 :

‫ ْب َع‬QQ‫َت َس‬ ْ ‫ ِل َحبَّ ٍة أَ ْنبَت‬QQَ‫بِي ِل هَّللا ِ َك َمث‬QQ‫ َوالَهُ ْم فِي َس‬QQ‫ونَ أَ ْم‬QQُ‫ ُل الَّ ِذينَ يُ ْنفِق‬QQَ‫َمث‬
‫ف لِ َم ْن يَ َشا ُء ۗ َوهَّللا ُ َوا ِس ٌع َعلِي ٌم‬ َ ‫َسنَابِ َل فِي ُك ِّل ُس ْنبُلَ ٍة ِمائَةُ َحبَّ ٍة ۗ َوهَّللا ُ ي‬
ُ ‫ُضا ِع‬

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang


menafkahkan hartanya di jalan Allâh adalah serupa dengan sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus
biji. Allâh melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia
kehendaki. dan Allâh Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha
mengetahui.” (Q.S Al-Baqarah/2:261).

7. Menghibur dan Membantu Orang Miskin


Al-Kâsâni rahimahullah berkata :

“Pembayaran zakat termasuk bantuan kepada orang lemah dan


pertolongan kepada orang yang membutuhkan. Zakat membuat orang
lemah menjadi mampu dan kuat untuk melaksanakan tauhid dan
ibadah yang Allâh wajibkan, sementara sarana menuju pelaksanaan
kewajiban adalah wajib.”
8. Pertumbuhan Harta yang Di Zakatkan
Telah diketahui bersama bahwa di antara makna zakat dalam
bahasa Arab adalah pertumbuhan. Kemudian syariat telah menetapkan
makna ini dan menetapkannya pada kewajiban zakat. Allâh Azza wa
Jalla berfirman dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 276:

‫ار أَثِ ٍيم‬


ٍ َّ‫ت ۗ َوهَّللا ُ اَل ي ُِحبُّ ُك َّل َكف‬ َّ ‫ق هَّللا ُ الرِّ بَا َويُرْ بِي ال‬
ِ ‫ص َدقَا‬ ُ ‫يَ ْم َح‬

Allâh memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah dan Allâh


tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu
berbuat dosa.” (Q.S Al-Baqarah/2:276). Yakni menumbuhkan dan

9. Mewujudkan Solidaritas dan Kesetiakawanan Sosial


Zakat adalah bagian utama dari rangkaian solidaritas sosial yang
berpijak kepada penyediaan kebutuhan dasar kehidupan. Kebutuhan dasar
kehidupan itu berupa makanan, sandang, tempat tinggal (papan),
terbayarnya hutang-hutang, memulangkan orang-orang yang tidak bisa
pulang ke negara mereka, membebaskan hamba sahaya dan bentuk-bentuk
solidaritas lainnya yang ditetapkan dalam Islam. Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda :

َ ‫َمثَ ُل ال ُم ْؤ ِمنِينَ فِي ت ََوا ِّد ِه ْم َوتَ َرا ُح ِم ِه ْم َوتَ َعاطُفِ ِه ْم َك َمثَ ِل‬
‫الج َس ِد ال َوا ِح ِد‬
‫الج َس ِد باِل َسه ِْر َوال ُح َّمى‬ َ ‫إِ َذا ا ْشتَ َكى ِم ْنهُ عُضْ ٌو تَدَاعَى لَهُ َسائِ ُر‬

“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam sikap saling menyayangi,


mengasihi dan melindungi adalah seperti jasad yang satu, bila ada
satu anggota jasad yang sakit maka anggota lainnya akan ikut
merasakannya dengan tidak tidur dan demam” (HR Muslim)

10. Menumbuhkan Perekonomian Islam


Zakat mempunyai pengaruh positif yang sangat signifikan dalam
mendorong gerak roda perekonomian Islam dan mengembangkannya.
Karena pertumbuhan harta individu pembayar zakat memberikan
kekuatan dan kemajuan bagi ekonomi masyarakat. Sebagaimana juga
zakat dapat menghalangi penumpukan harta di tangan orang-orang kaya
saja. Allâh Azza wa Jalla berfirman,

ُ ‫ َك ْي اَل يَ ُكونَ ُدولَةً بَ ْينَ اأْل َ ْغنِيَا ِء ِم ْن ُك ْم ۚ َو َما آتَا ُك ُم الر‬...


ُ‫ ُذوه‬Q‫و ُل فَ ُخ‬Q‫َّس‬
‫ب‬ِ ‫َو َما نَهَا ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوا ۚ َواتَّقُوا هَّللا َ ۖ إِ َّن هَّللا َ َش ِدي ُد ْال ِعقَا‬

“...Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja


di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah
dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan
bertakwalah kepada Allâh. Sesungguhnya Allâh amat keras
hukumanNya.” (Al-Hasyr/59:7)

Keberadaan uang di tangan kebanyakan anggota masyarakat


mendorong pemiliknya untuk membeli keperluan hidup, sehingga daya
beli terhadap barang meningkat. Keadaan ini dapat meningkatkan
produksi yang menyerap tenaga kerja dan membunuh pengangguran.

Orang yang Berhak Menerima Zakat (Mustahiq) dan yang Tidak Berhak
Menerimanya

1. Orang yang Berhak Menerima Zakat (Mustahiq)


Dalam memberikan zakat, baik zakat fitrah maupun zakat maal
harus di berikan kepada orang-orang yang berhak menerima zakat.
Terdapat delapan golongan orang-orang yang berhak menerima zakat
sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran surat At-Taubah ayat
60;

‫وبُهُ ْم‬QQُ‫ين َو ْال َعا ِملِينَ َعلَ ْيهَا َو ْال ُمؤَلَّفَ ِة قُل‬
ِ ‫ات لِ ْلفُقَ َرا ِء َو ْال َم َسا ِك‬ َّ ‫إِنَّ َما ال‬
ُ َ‫ص َدق‬
ُ ‫ةً ِمنَ هَّللا ِ ۗ َوهَّللا‬Q‫يض‬ َ ‫َار ِمينَ َوفِي َسبِي ِل هَّللا ِ َوا ْب ِن ال َّسبِي ِل ۖ فَ ِر‬ ِ ‫ب َو ْالغ‬ِ ‫َوفِي ال ِّرقَا‬
‫َعلِي ٌم َح ِكي ٌم‬
”Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang
dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, orang-orang yang berjuang untuk Allah dan untuk mereka
yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang
diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
(QS At-Taubah 60)
Delapan golongan orang-orang yang berhak menerima zakat,
yaitu sebagai berikut:
a. Fakir
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Amr Radhiyallahu anhuma, ia
berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
bersabda:

.‫ي‬
ٍّ ‫َس ِو‬ ‫ص َد قَةُ لِ َغنِ ٍّي َوالَ لِ ِذى ِم َّر ٍة‬
َّ ‫الَ تَ ِحلُّ ال‬

“Zakat tidak halal diberikan kepada orang kaya dan mereka


yang memiliki kekuatan untuk bekerja.” (Shahih: [Shahiih al-
Jaami’ish Shaghiir (no. 7251)], Sunan at-Tirmidzi (II/81, no. 647),
Sunan Abi Dawud (V/42, no. 1617), dan diriwayatkan dari Abu
Hurairah z: Sunan Ibni Majah (I/589, no. 1839), Sunan an-Nasa-i
(V/99))
Dari ‘Ubaidillah bin ‘Adi bin al-Khiyar bahwa ada dua orang
yang telah bercerita kepadanya bahwa mereka telah menghadap
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta zakat
kepada beliau. Kemudian beliau memperhatikan mereka dan beliau
melihat mereka masih kuat, lalu beliau bersabda:

ٍّ ‫إِ ْن ِش ْئتُ َما أَ ْعطَ ْيتُ ُك َما َوالَ َحظَّ فِ ْيهَا لِ َغنِ ٍّي َو الَ لِقَ ِو‬
ٍ ‫ي ُم ْكتَ ِس‬
‫ب‬

“Jika kalian mau aku akan berikan kalian zakat, namun tidak
ada zakat bagi orang kaya dan mereka yang masih kuat untuk
bekerja.” (Shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 1438)], Sunan
Abi Dawud (V/41, no. 1617), Sunan an-Nasa-i (V/99))
b. Miskin
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

ِ َّ‫ف َعلَى الن‬


ُ‫ ُر ُّده‬Qَ‫ فَت‬,‫اس‬ ُ ْ‫و‬QQُ‫اف الَّ ِذي يَط‬ ِ ‫ َذا الطَّ َو‬Qَ‫ ِكي ُْن بِه‬Q‫ْس ْال ِم ْس‬
َ ‫لَي‬
‫ قَالُوْ ا فَ َما ْال ِم ْس ِكي ُْن يَا َرسُوْ َل هللاِ؟‬,‫َان‬ ِ ‫اللُّ ْق َمةُ َواللُّ ْق َمت‬
ِ ‫ َوالتَّ ْم َرةُ َوالتَّ ْم َرت‬,‫َان‬
‫أ َ ُل‬Q‫ َوالَ يَ ْس‬,‫ ِه‬Q‫ق َعلَ ْي‬ َ ‫هُ فَيُت‬Qَ‫ َوالَ يُ ْفطَ ُن ل‬,‫ اَلَّ ِذي الَيَ ِج ُد ِغنًى يُ ْغنِ ْي ِه‬:‫ال‬
ُ ‫ َّد‬Q‫َص‬ َ َ‫ق‬
َ َّ‫الن‬
‫اس‬

“Bukanlah termasuk orang miskin mereka yang keliling


meminta-minta kepada manusia, kemudian hanya dengan sesuap
atau dua suap makanan dan satu atau dua buah kurma ia kembali
pulang.”
Para Sahabat bertanya, “Kalau begitu siapakah yang
dikatakan sebagai orang miskin, wahai Rasulullah?”

Beliau menjawab,

“Orang miskin adalah orang yang tidak mempunyai sesuatu yang


bisa mencukupi kebutuhannya. Namun tidak ada yang mengetahui
keadaannya sehingga ada yang mau memberinya sedekah dan ia
juga tidak meminta-minta kepada manusia.” ([Shahiih Muslim
II/719, no. 1039), Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari III/341, no.
1479), Sunan an-Nasa-i (V/75), Sunan Abi Dawud (V/39, no.
1615)).

c. Amil
Amil adalah petugas yang mengumpulkan dan menarik zakat,
mereka berhak menerima sejumlah harta zakat sebagai ganjaran atas
kerja mereka dan tidak boleh mereka termasuk dari keluarga
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diharamkan atas
mereka memakan sedekah, sebagaimana yang diriwayatkan dalam
Shahiih Muslim dari ‘Abdul Muththalib bin Rabi’ah bin al-Harits,
bahwasanya ia dan al-Fadhl bin al-‘Abbas pergi menemui Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta agar mereka berdua
dijadikan sebagai amil zakat, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

ِ َّ‫ إِنَّ َما ِه َي أَوْ َسا ُخ الن‬,‫ِآلل ُم َح َّم ٍد‬


.‫اس‬ ِ َ‫ص َدقَةَ الَت َِحلُّ لِ ُم َح َّم ٍد َوال‬
َّ ‫إِ َّن ال‬

“Sesungguhnya zakat itu tidak halal bagi Muhammad dan


keluarga Muhammad, karena ia sebenarnya adalah kotoran
manusia.” (Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 1664)],
Shahiih Muslim (II/752, no. 1072), Sunan Abi Dawud (VII/205, no.
2969), Sunan an-Nasa-i (V/105)).

d. Hamba Sahaya atau Riqab


Diriwayatkan dari al-Hasan al-Bashri, Muqatil bin Hayyan,
‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz, Sa’id bin Jubair, an-Nakha’i, az-Zuhri dan
Ibnu Zaid mereka berpendapat bahwa yang dimaksud dengan budak
adalah al-Mukatab (budak yang telah mengadakan perjanjian dengan
tuannya untuk membayar sejumlah uang sebagai tebusan atas
dirinya). Hal ini juga diriwayatkan dari Abu Musa al-‘Asyari. Dan
ini adalah pendapat Imam asy-Syafi’i juga al-Laitsi. Berkata Ibnu
‘Abbas dan al-Hasan, “Tidak mengapa harta zakat tersebut
dijadikan sebagai tebusan untuk memerdekakan budak.” Dan ini
adalah madzhab Ahmad, Malik dan Ishaq.

e. Fi Sabilillah
Fi Sabilillah yaitu adalah orang berjuang di jalan Allah dalam
pengertian luas sesuai dengan yang ditetapkan oleh para ulama fikih.
Intinya adalah melindungi dan memelihara agama serta meninggikan
kalimat tauhid, seperti berperang, berdakwah, berusaha menerapkan
hukum Islam, menolak fitnah-fitnah yang ditimbulkan oleh musuh-
musuh Islam, membendung arus pemikiran-pemikiran yang
bertentangan dengan Islam. Dengan demikian, pengertian jihad tidak
terbatas pada aktivitas kemiliteran saja.

f. Mu’allaf
Mereka ada beberapa macam. Ada yang diberikan harta zakat
agar mereka masuk Islam, sebagaimana Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam telah memberikan Shafwan bin Umayyah harta dari
hasil rampasan perang Hunain, dan dia ikut berperang dalam
keadaan masih musyrik, ia bercerita, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam tidak henti-hentinya memberiku harta rampasan hingga
akhirnya beliau menjadi manusia yang paling aku cintai, padahal
sebelum itu beliau adalah manusia yang paling aku benci.” (Shahih:
[Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 1588)], Shahiih Muslim (II/754,
no. 1072 (168)), Sunan Abi Dawud (VIII/205-208, no. 2969), Sunan
an-Nasa-i (V/ 105-106)).
Dan di antara mereka ada yang sengaja diberikan harta zakat
agar mereka semakin bagus ke Islamannya dan semakin kuat hatinya
dalam Islam, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa salla ketika perang Hunain, beliau
memberikan seratus ekor unta kepada sekelompok pemuka kaum
ath-Thulaqa’ (orang-orang kafir Quraisy yang tidak diperangi di saat
penaklukan Makkah), kemudian beliau bersabda:

َّ َ‫ َو َغ ْي َرهُ أَ َحبُّ إِل‬،‫إِنِّي َألُ ْع ِط َي ال َّرج َُل‬


ُ‫يَةَ أَ ْن يَ ُكبَّهُ هللا‬QQ‫ َخ ْش‬,ُ‫ي ِم ْنه‬
.‫َار َجهَنَّ َم‬
ِ ‫َعلَى َوجْ ِه ِه فِي ن‬
“Sesungguhnya aku memberi (harta) pada seseorang,
padahal yang lainnya lebih aku cintai daripadanya, hanya saja aku
takut Allah akan memasukkannya ke dalam Neraka.” (Muttafaq
‘alaihi: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/79, no. 27), Shahiih
Muslim (I/132, no. 150), Sunan Abi Dawud (XII/440, no. 4659),
Sunan an-Nasa-i (VIII/103)).

g. Gharim atau Orang yang berhutang


Mereka ada beberapa jenis, ada yang menanggung hutang
orang lain dan manakala telah sampai waktu pembayaran ia
menggunakan hartanya untuk melunasinya sehingga hartanya habis,
ada yang tidak bisa melunasi hutangnya, ada yang merugi karena
kemaksiatan yang diperbuat kemudian dia bertaubat, mereka inilah
yang berhak menerima zakat.
Dalil dalam masalah ini adalah hadits Qabishah bin Mukhariq
al-Hilali, ia berkata,

“Aku sedang menanggung hutang orang lain, kemudian aku


mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
meminta bantuan beliau, beliau berkata, “Tunggulah, jika ada
zakat yang kami dapatkan kami akan menyerahkannya
kepadamu.”

Selanjutnya beliau bersabda:

‫ ٌل تَ َح َّم َل‬Q‫ َر ُج‬:‫ ٍة‬Qَ‫ ِد ثَالَث‬Q‫ لُّ إِالَّ ِألَ َح‬Q‫أَلَةَ الَتَ ِح‬Q‫ إِ َّن ْال َم ْس‬, ُ‫ة‬Q‫ْص‬
َ ‫ا قَبِي‬QQَ‫ي‬
ُ‫ابَ ْته‬Q ‫ص‬َ َ‫ ٌل أ‬Q‫ َو َر ُج‬, َ‫ك‬Q ‫ ْيبَهَا ثُ َّم يُ ْم ِس‬Q ‫ُص‬ِ ‫أَلَةُ َحتَّى ي‬Q ‫هُ ْال َم ْس‬Q َ‫ت ل‬ ْ َّ‫ةً فَ َحل‬Q َ‫َح َمال‬

ٍ ‫ا ً ِم ْن َع ْي‬Q ‫ْب قِ َوام‬


‫ش‬ ِ ‫ َحتَّى ي‬,ُ‫ت لَهُ ْال َمسْأَلَة‬
َ ‫ي‬Q ‫ُص‬ ْ َّ‫ت َمالَهُ فَ َحل‬ َ ‫َجائِ َحةٌ اِجْ ت‬
ْ ‫َاح‬
َ َ‫ َو َر ُج ٌل أ‬,‫ش‬
‫صابَ ْتهُ فَاقَةٌ َحتَّى يَقُوْ َم ثَالَثَةٌ ِم ْن َذ ِوى‬ َ َ‫أَوْ ق‬
ٍ ‫ال ِسدَادًا ِم ْن َع ْي‬
‫ َحتَّى‬,ُ‫أَلَة‬Q ‫هُ ْال َم ْس‬Q َ‫ت ل‬
ْ َّ‫ فَ َحل‬,ٌ‫ة‬Q َ‫ا فَاق‬QQً‫ت فُالَن‬ َ َ‫ ْد أ‬Q َ‫ لَق‬:‫ ِه‬Q‫ ا ِم ْن قَوْ ِم‬Q‫ْال ِح َج‬
ْ َ‫اب‬Q ‫ص‬
ٍ ‫دَادًا ِم ْن َع ْي‬QQ‫ا َل ِس‬QQَ‫ش أَوْ ق‬
َ‫ َواهُ َّن ِمن‬QQ‫ا ِس‬QQ‫ فَ َم‬,‫ش‬ ٍ ‫ا ً ِم ْن َع ْي‬QQ‫ْب قِ َوام‬
َ ‫ي‬QQ‫ُص‬ ِ ‫ي‬
.‫احبُهَا سُحْ تًا‬
ِ ‫ص‬ َ ‫صةُ ! سُحْ تًا يَأْ ُكلُهَا‬َ ‫ْال َمسْأَلَ ِة يَا قَب ْي‬

“Wahai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta tidak


dihalalkan kecuali bagi salah satu dari tiga orang, yaitu orang
yang menanggung hutang orang lain, maka ia boleh meminta-
minta sampai ia melunasinya, kemudian ia berhenti meminta-
minta, orang yang ditimpa musibah yang menghabiskan
hartanya, ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan
sandaran hidup atau beliau berkata, sesuatu yang bisa
memenuhi kebutuhan hidupnya, dan orang yang ditimpa
kesengsaraan hidup sampai tiga orang dari kaumnya yang
berpengetahuan (alim) berkata, ‘Si fulan telah ditimpa
kesengsaraan hidup.’ Ia boleh meminta-minta sampai
mendapatkan sandaran hidup atau beliau berkata: Sesuatu
yang bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Adapun selain tiga
golongan tersebut, wahai Qabishah, maka haram hukumnya
dan mereka yang memakannya adalah memakan makanan yang
haram” (Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 568)],
Shahiih Muslim (II/722, no. 1044), Sunan Abi Dawud (V/49,
no. 1624), Sunan an-Nasa-i (V/96)).

h. Ibnu Sabil atau Musafir


Dia adalah musafir yang berada di suatu negeri dan tidak
memiliki sesuatu apa pun yang bisa membantunya dalam perjalanan,
maka ia diberikan dari harta zakat secukupnya yang bisa diguna-kan
untuk pulang kampung, walaupun mungkin dia memiliki sedikit
harta. Dan hukum ini berlaku bagi mereka yang melakukan
perjalanan jauh dari negerinya dan tidak ada sesuatu apa pun
bersamanya, maka ia diberikan sejumlah harta dari zakat yang bisa
mencukupinya untuk bekal pulang pergi. Dan dalilnya adalah ayat
tentang golongan yang berhak menerima zakat, juga apa yang diri-
wayatkan oleh Imam Abu Dawud, Ibnu Majah dari hadits Ma’mar
dari Yazid bin Aslam, dari ‘Atha’ bin Yasar, dari Abu Sa’id
Radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
‫ ٌل‬QQُ‫ا أَوْ َرج‬QQَ‫ ُل َعلَ ْيه‬QQ‫ اَ ْل َعا ِم‬:‫ ٍة‬QQ‫ َدقَةُ لِ َغنِ ٍّي إِالَّ خَ ْم َس‬QQ‫الص‬
َّ ُّ‫ ل‬QQ‫الَ تَ ِح‬
‫ ِه‬Q‫ق َعلَ ْي‬ ُ ُ‫ ِكي ٌْن ت‬Q‫َاز فِي َسبِي ِْل هللاِ أَوْ ِم ْس‬
َ ‫ ِّد‬Q‫ص‬ ٍ ‫َار ٌم اَوْ غ‬ ِ ‫اِ ْشت ََراهَا بِ َمالِ ِه أَوْ غ‬
.‫فَأ َ ْهدَى ِم ْنهَا لِ َغنِ ٍّي‬

“Zakat itu tidak halal diberikan kepada orang kaya kecuali


lima macam, yaitu amil zakat atau orang yang membelinya dengan
hartanya atau orang yang berhutang atau orang yang berperang di
jalan Allah atau orang miskin yang menerima zakat, kemudian dia
menghadiahkannya kepada orang kaya.” (Shahih: [Shahiih al-
Jaami’ish Shaghiir (no. 725)], Sunan Abi Dawud (V/44, no. 1619),
Sunan Ibni Majah (I/590, no. 1841)).

2. Orang-orang yang Tidak Berhak Menerima Zakat


Beberapa golongan orang-orang yang berhak menerima zakat,
yaitu sebagai berikut:
a. Keluarga Rasulullah Saw
Rasulullah saw beserta keluarganya tidak boleh menerima
sedekah wajib (zakat) berdasarkan pernyataan tegas dari beliau saw :

‫ريِّ ع َْن‬Q ُّ ‫س ع َْن‬


ِ Q‫الز ْه‬ َ ُ‫ون‬QQُ‫ك ع َْن ي‬ ِ ‫ا َر‬QQَ‫ َّدثَنَا ابْنُ ْال ُمب‬Q‫ َّدثَنَا يَحْ يَى بْنُ آ َد َم َح‬Q‫َح‬
َ Qُ‫ث أَنَّهُ ه‬
‫و‬Q ِ Q‫ ةَ ب ِْن ْال َح‬Q‫ب ْب ِن َربِي َع‬
ِ ‫ار‬Q ِ ِ‫ ِد ْال ُمطَّل‬Q‫ل ع َْن َع ْب‬Q ٍ Qَ‫ث ب ِْن نَوْ ف‬ ِ ‫َع ْب ِد هَّللا ِ ب ِْن ْال َح‬
ِ ‫ار‬
َ ِ ‫و َل هَّللا‬Q ‫ا َر ُس‬QQَ‫ ُل أَتَي‬Q ‫ض‬
‫ َعلَى‬Q‫تَ ْع ِملَهُ َما‬Q ‫ا َويَ ْس‬QQ‫لَّ َم لِيُ َز ِّو َجهُ َم‬Q ‫ ِه َو َس‬Q ‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬Q ‫ص‬ ْ َ‫َو ْالف‬
َّ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم إِ َّن هَ ِذ ِه‬
َ‫ َدقَة‬Q ‫الص‬ َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬ َ ِ‫صيبَا ِن ِم ْن َذل‬
َ َ‫ك فَق‬ ِ ُ‫ص َدقَ ِة فَي‬
َّ ‫ال‬
ِ َّ‫ا ُخ الن‬Q ‫ا ِه َي أَوْ َس‬QQ‫إِنَّ َم‬
: ‫د‬QQ‫(رواه احم‬.....‫ لُّ لِ ُم َح َّم ٍد َواَل آِل ِل ُم َح َّم ٍد‬Q‫ا اَل تَ ِح‬QQَ‫اس َوإِنَّه‬
ِ ِ‫ – مسند احمد – المكتبة الشاملة – باب حديث َع ْب ِد ْال ُمطَّل‬16863
َ‫ ة‬QQ‫ب ْب ِن َربِي َع‬
)386 : ‫ – صفحة‬53 : ‫ث – الجزء‬ ِ ‫ْب ِن ْال َح‬
ِ ‫ار‬

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Adam, telah


menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, dari Yunus, dari Zuhri,
dari Abdullah bin Harits bin Naufal dari, Abdul Muthalib bin Rabi'ah
bin Harits, bahwa ia bersama Al-Fadll mendatangi Rasulullah saw
agar beliau mau menikahkan mereka dan memperkejakan keduanya
untuk mengurusi sedekah (zakat) hingga mereka mendapatkan upah.
Rasulullah saw bersabda : "Sesungguhnya harta sedekah (zakat) ini
adalah kotoran manusia. Dan sedekah itu tidak halal bagi
Muhammad dan keluarganya”. (HR. Ahmad : 16863, Musnad
Ahmad, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab hadits Abdul Muthalib bin
Rabi'ah bin Harits, juz : 53, hal. 386)

Dalam Syarah Shahih Muslim Imam Nawawi menegaskan, hadits


ini sebagai dalil bahwa keluarga Nabi saw haram menerima zakat karena
mereka itu mulia dan suci dari kotoran, sedangkan zakat berfungsi
sebagai pembersih. Firman Allah :

َ ‫ُخ ْذ ِم ْن أَ ْم َوالِ ِه ْم‬


.... ‫ص َدقَةً تُطَهِّ ُرهُ ْم َوتُزَ ِّكي ِه ْم بِهَا‬

Ambillah sedekah (zakat) dari sebagian harta mereka, dengan


zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka... (QS.At-
Taubah : 103)

b. Orang Kaya
Orang kaya adalah orang yang wajib menunaikan zakat. Oleh
karenanya dia tidak berhak menerima zakat. Rasulullah saw bersabda :

‫ ِد‬Q‫س َح َّدثَنَا ِه َشا ُم بْنُ عُرْ َوةَ ع َْن أَبِي ِه ع َْن ُعبَ ْي‬ َ ُ‫َح َّدثَنَا ُم َس َّد ٌد َح َّدثَنَا ِعي َسى بْنُ يُون‬
‫لَّ َم فِي‬QQ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َس‬ َّ ِ‫ار قَا َل أَ ْخبَ َرنِي َر ُجاَل ِن أَنَّهُ َما أَتَيَا النَّب‬
َ ‫ي‬ ِ َ‫ي ْب ِن ْال ِخي‬ ِّ ‫هَّللا ِ ْب ِن َع ِد‬
‫ َدي ِْن‬Q‫ا َج ْل‬QQَ‫هُ فَ َرآن‬Q‫ض‬ َ َ‫ع فِينَا ْالب‬Qَ َ‫ص َدقَةَ فَ َسأَاَل هُ ِم ْنهَا فَ َرف‬
َ َ‫ص َر َو َخف‬ ِ ‫َح َّج ِة ْال َود‬
َّ ‫َاع َوه َُو يُقَ ِّس ُم ال‬
: ‫و داود‬QQ‫ (رواه اب‬.‫ب‬ ِ َ‫ا لِ َغنِ ٍّي َواَل لِق‬QQَ‫ظَّ فِيه‬QQ‫ َواَل َح‬Q‫ ا‬Q‫ ْئتُ َما أَ ْعطَ ْيتُ ُك َم‬Q‫ال إِ َّن ِش‬
ٍ Q‫ويٍّ ُم ْكت َِس‬Q َ َ‫فَق‬
‫ – المكتبة الشاملة – باب من يعطى من الصدقة وحد الغنى‬- ‫ – سنن ابو داو‬1391
)439 : ‫ – صفحة‬4 : ‫ الجزء‬-

Telah menceritakan kepada Kami Musaddad, telah menceritakan


kepada Kami Isa bin Yunus, telah menceritakan kepada Kami Hisyam
bin 'Urwah, dari ayahnya, dari Ubaidillah bin Adi bin Al Khiyar berkata;
telah telah mengabarkan kepadaku dua orang yang telah menemui
Rasulullah saw pada waktu haji wada' sementara beliau sedang
membagikan zakat, mereka berdua meminta kepada beliau sebagian dari
zakat tersebut, lalu beliau mengangkat pandangannya kepada kami lalu
menundukkannya dan beliau melihat kami adalah orang yang kuat, lalu
beliau berkata: “Kalau kalian berdua menginginkannya maka kami akan
memberikan kepada kalian berdua, dan tidak ada bagian dalam zakat
tersebut bagi orang yang kaya dan orang yang mampu untuk bekerja”
(HR.Abu Daud : 1391, Sunan Abu Daud, Al-Maktabah Asy-Syamilah,
bab man yu’thaa minash shadaqati wa haddul ghinaa, juz : 4, hal. 439)
Akan tetapi ada orang kaya yang wajib membayar zakat
(muzakki) juga berhak menerima zakat (mustahiq zakat) dan mereka
masuk dalam delapan golongan penerima zakat seperti yang kita bahas
terdahulu, yaitu Amil, muallaf, orang yang berperang, orang yang terlilit
hutang karena mendamaikan dua orang yang sengketa, dan Ibnu Sabil
yang memiliki harta di kampungnya.

c. Orang Kafir
Ibnul Mundzir menukil adanya kesepakatan ulama bahwa orang
kafir tidak boleh menerima zakat. Beliau berkata : “Setiap ‘ulama’ yang
kami kenal sepakat bahwa orang kafir dzimmi tidak berhak diberi
pembagian zakat harta sedikitpun”. Akan tetapi mereka boleh diberi
sedekah, berdasarkan firman Allah.

ْ ‫َوي‬
Q‫ُط ِع ُمونَ الطَّ َعا َم َعلَى ُحبِّ ِه ِم ْس ِكينًا َويَتِي ًما َوأَ ِسي ًرا‬

“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada


orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan”. (QS. Ad-Dahr/Al-
Insan [76] : 8)
Dalam tafsir ‫( أضواء البيان‬Adhwaaul Bayan), ditegaskan bahwa
tawanan yang berada di bawah kekuasaan kaum muslimin hanyalah
orang-orang kafir. Dan dalam kitab tafsir yang lain seperti ‫تفسير الطبري‬
(tafsir Ath-Thabari), bahwa tawanan yang dimaksud dalam ayat di atas
adalah orang-orang musyrik. Dalam ‫( شعب اإليمان للبيهقي‬Syu’abul iman
oleh imam Baihagi) diriwayatakan :

: ‫ل‬QQ‫ز وج‬QQ‫ه ع‬QQ‫ في قول‬، ‫ْج‬ ٍ ‫ َري‬Q‫ ع َْن ا ْب ِن ُج‬، ‫دثني َحجَّا ُج‬QQ‫ وح‬: ‫ ٍد‬Q‫و ُعبَ ْي‬QQُ‫ال أَب‬Q َ Qَ‫ق‬
ْ ‫َوي‬
ِ ‫ لَ ْم يَ ُك ِن ْاألَ ِس ْي ُر عَلى عَه ِد َر‬: ‫ُط ِع ُمونَ الطَّ َعا َم َعلَى ُحبِّ ِه ِم ْس ِكينًا َويَتِي ًما َوأَ ِسيرًا‬
‫سول‬
‫ ْد أَ ْثنَى‬Qَ‫ أَ َّن هللاَ ق‬Q‫أ َ َرى‬Qَ‫ ف‬: ‫ ٍد‬Qْ‫و ُعبَي‬Qُ‫ا َل أَب‬Qَ‫ ق‬. َ‫شر ِك ْين‬
ِ ‫هللاِ صلى هللا عليه وسلم إِالَّ ِمنَ ْال ُم‬
‫ان‬QQ‫عب اإليم‬QQ‫ – ش‬8855 : ‫بيهقي‬QQ‫ (رواه ال‬.‫ر ِكين‬QQ‫ش‬ ِ ‫ي ِْر ْال ُم‬QQ‫نَ إِلى أَ ِس‬QQ‫َعلَى َم ْن أَحْ َس‬
– 19 : ‫زء‬QQ‫ – الج‬Q‫نائع‬QQ‫أة بالص‬QQ‫ل فى المكاف‬QQ‫اب فص‬QQ‫املة – ب‬QQ‫ة الش‬QQ‫للبيهقي – المكتب‬
)152 : ‫صفحة‬

Abu ‘Ubaid berkata : Dan telah menceritakan kepadaku Hajaj,


dari Juraij, tentang firman Allah ‘Azz yang artinya : Dan mereka
memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim
dan orang yang ditawan. (QS. Ad-Dahr/Al-Insan [76] : 8) :

“Tidaklah seorang tawanan pada masa Rasulullah saw kecuali


terdiri dari orang-orang musyrik. Abu ‘Ubaid berkata : Saya
berpendapat bahwa Allah sungguh akan memuji orang yang
berbuat baik kepada tawanan yang terdiri dari orang-orang
musyrik itu”.

(HR.Baihaqi : 8855, Syu’abul iman Lil-Baihagi, Al-Maktabah


Asy-Syamilah, bab fil mukafa-ah bish-shanai’i, juz : 19, hal. 152)

d. Orang Yang Wajib Dinafkahi


Zakat tidak boleh diberikan kepada orang yang wajib dinafkahi,
seperti Isteri, ayah, ibu, dan seterusnya ke atas; anak-anak dan seterusnya
ke bawah; dengan alasan bahwa mereka adalah wajib diberi nafkah.
Kalau mereka itu miskin, maka tetap dipandang kaya karena kekayaan si
muzakki. Dan bila zakat itu diberikan kepada mereka, maka berarti si
kaya telah menarik keuntungan untuk dirinya sendiri dengan
mengabaikan kewajiban memberi nafkah.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Zakat menurut bahasa artinya bersih, bertambah (ziyadah), dan
terpuji. Zakat menurut istilah artinya sejumlah / kadar harta tertentu yang
diberikan kepada yang berhak menerimanya, dengan beberapa syarat dan
hukum membayar zakat adalah wajib atas tiap-tiap orang setelah telah
memenuhi syarat-syaratnya.
Zakat dibagi menjadi 2, yaitu zakat fitrah, merupakan zakat yang
dikeluarkan pada bulan Ramadhan untuk mensucikan jiwa. Sedangkan zakat
maal adalah zakat harta yang dimiliki seseorang karena sudah mencapai
nisabnya untuk membersihkan hartanya.
Syarat zakat dibagi menjadi 2 yaitu syarat wajib yaitu merdeka, islam,
baligh dan berakal, telah mencapai nishab, harta milik penuh, menurut
hitungan tahun qamariyah, bukan merupakan harta hasil utang, dan melebihi
kebutuhan pokok. Sedangkan syarat sah zakat yaitu niat dan memindahkan
kepemilikan harta kepada yang menerima.
Manfaat dan tujuan membayar zakat yaitu mensyukuri nikmat allah,
menyucikan diri dari dosa-dosa dan sifat bakhil, membersihkan diri, harta dan
hati orang miskin dari sifat hasad dan iri hati, membantu orang miskin,
mewujudkan solidaritas, dan menumbuhkan perekonomian islam.
Hikmah berzakat yaitu selalu bersyukur kepada Allah SWT,
menumbuh suburkan harta, menggapai berkah, membersihkan diri dari sifat
kikir, dengki, iri, sombong serta dosa, mensucikan harta yang dimiliki,
mewujudkan rasa solidaritas dan kasih sayang, membina dan
mengembangkan stabilitas sosial dan kesetaraan sosial.

B. Saran
Dengan adanya kenyataan-kenyataan tersebut yang telah diuraikan
sebelumnya, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:
Bahwa zakat tidaklah mengurangi harta seseorang, melainkan sebuah
investasi di masa yang akan datang. Oleh karena itu, marilah kita sama-sama
realisasikan zakat sebagai sebuah amal ibadah yang akan membawa
keuntungan dan manfaat bagi diri kita dan juga orang lain. Selain itu, zakat
merupakan sebuah kewajiban bagi umat muslim yang harus dilaksanakan
dengan penuh rasa ikhlas dan untuk menyempurnakan rukum Islam kita.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Hayi Imam, Muhammad Idrus. 2016. Fiqih Zakat Al-Hayyu Teori dan
Aplikasi Masalah dan Solusi. Cirebon: Mitra Pemuda

Abu Hazim Mubarok. 2013. Fiqh Idola Terjemah Fathul Qarib. Kediri: Mukjizat.

Al-Ba’ly, Abdul Al-Hamid Mahmud. 2006. Ekonomi Zakat : Sebuah Kajian


Moneter dan Keuangan Syariah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Ali, Muhammad Daud. 1988. Sistem Ekonomi Islam : Zakat dan Wakaf. Jakarta:
UI-Press.

Al-Imam Abu Hamid Al-Ghazali. 2015. Rahasia Puasa & Zakat Mencapai
Kesempurnaan Ibadah. Jakarta Selatan: Mizan.

Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi. 2002. Terjemah Tafsir Ibnu
Katsir. Bandung: Sinar Baru al-Gensindo

Al-Qur’an dan terjemahannnya. 1999. Semarang: Cv. Asy-Syifa’

Al-Zuhayly, Wahbah. 1995 Zakat Kajian Berbagai Madzhab. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya

As-Sayyid Sabiq. 1993. Fiqh as-Sunnah. Beirut: Dar al-Kitab al-Araby

Aunullah, Indi. 2008. Ensiklopedi Fikih untuk Remaja Jilid 2. Yogyakarta :


Pustaka Insan Madani.

Az-Zuhaili, Wahbah. 2011. Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Jakarta: Gema Insani.

El-Madani. 2013. Fiqh Zakat Lengkap. Yogyakarta: DIVA Press.

Hasan, M. Ali. 2008. Zakat dan Infak (Salah Satu Solusi Mengatasi Problema
Sosial Di Indonesia). Jakarta: Kencana.
Inoed, Amiruddin, dkk. 2005. Anatomi Fiqh Zakat (Potret & Pemahaman Badan
Amil Zakat Sumatera Selatan). Sumatera Selatan: Pustaka Pelajar

Moh. Rowi Latief & A. Shomad Robith. 1987. Tuntunan Zakat Praktis. Surabaya:
Indah

Qardhawi, Yusuf. 1996. “Hukum Zakat” (Terjemahan Salma Harub at al). PT.
Pustaka Litera Antar Nusa: Jakarta

Rasjid, Sulaiman. 2011. Fiqh Islam (Hukum Fiqh Islam). Bandung: Penerbit Sinar
Baru Algensindo

Rifa’i, Mohamad. 1978. Ilmu Fiqh Islam Lengkap. PutraSemarang: PT Karya


Toha

Saebani, Beni & Ahmad, Encep T. 2015. Pengantar Ilmu Fiqh. Bandung: Pustaka

Sulaiman Rasjid. 1987. Fiqih Islam, Bandung: Sinar Biru.

Syaikh Muhammad Abdul Malik Ar Rahman. 2003. 1001 Masalah Dan


Solusinya. Jakarta: Pustaka Cerdas Zakat

Anda mungkin juga menyukai