Anda di halaman 1dari 14

LANDASAN HUKUM UNTUK MENOLAK PABRIK

SEMEN/ PENAMBANGAN BATU GAMPING


https://petagua.wordpress.com/2008/04/05/dasar-hukum-menolak-pabrik-semen/

Dasar hukum dalam pengelolaah lingkungan hidup:

1. UNDANG-UNDANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP No. 23/ 1997

2. KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1456


K/20/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN KARS
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Dapat diunduh
disini:http://www.dgtl.esdm.go.id/fileperaturan/25.pdf?
POSTNUKESID=b48cf6324915add8f892c9b6488bb9c9

Pasal 12

(1). Kawasan Kars Kelas I merupakan kawasan yang memiliki salah satu, atau lebih kriteria
berikut ini :

a. berfungsi sebagai penyimpan air bawah tanah secara tetap (permanen) dalam bentuk
akuifer, sungai bawah tanah, telaga atau danau bawah tanah yang keberadaannya mencukupi
fungsi umum hidrologi:

b. mempunyai gua-gua dan sungai bawah tanah aktif yang kumpulannya membentuk jaringan
baik mendatar maupun tegak yang sistemnya mencukupi fungsi hidrologi dan ilmu
pengetahuan;

c. gua-guanya mempunyai speleotem aktif dan atau peninggalanpeninggalan sejarah sehingga


berpotensi untuk dikembangkan menjadi objek wisata dan budaya;

d. mempunyai kandungan flora dan fauna khas yang memenuhi arti dan fungsi sosial,
ekonomi, budaya serta pengembangan ilmu pengetahuan.

(2). Kawasan Kars Kelas II merupakan kawasan yang memiliki salah

satu atau semua kriteria berikut ini :

a. berfungsi sebagai pengimbuh air bawah tanah, berupa daerah tangkapan air hujan yang
mempengaruhi naik-turunnya muka air bawah tanah di kawasan kars, sehingga masih
mendukung fungsi umum hidrologi;

b. mempunyai jaringan lorong-lorong bawah tanah hasil bentukan sungai dan gua yang sudah
kering, mempunyai speleotem yang sudah tidak aktif atau rusak, serta sebagai tempat tinggal
tetap fauna yang semuanya memberi nilai dan manfaat ekonomi.
(3). Kawasan Kars Kelas III merupakan kawasan yang tidak memiliki kriteria sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).

Pasal 13

Kawasan Kars Kelas I merupakan kawasan lindung sumberdaya alam, yang penetapannya
mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 14

(1). Di dalam Kawasan Kars Kelas I tidak boleh ada kegiatan pertambangan.

(2). Di dalam Kawasanl Kars Kelas I dapat dilakukan kegiatan lain, asal tidak berpotensi
mengganggu proses karstifikasi, merusak bentukbentuk kars di bawah dan di atas permukaan,
serta merusak fungsi

kawasan kars.

(3). Di dalam Kawasan Kars Kelas II dapat dilakukan kegiatan usaha pertambangan dan
kegiatan lain, yaitu seteleh kegiatan tersebut dilengkapi dengan studi lingkungan (Amdal atau
UKL dan UPL) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008,


TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.
dapat diunduh di:
http://www.bktrn.org/public/BatangTubuh_PP26-2008.pdf

Pasal 52 ayat (5)


(5) Kawasan lindung geologi terdiri atas:
a. kawasan cagar alam geologi;
b. kawasan rawan bencana alam geologi; dan
c. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air
tanah.

Pasal 53
(1) Kawasan cagar alam geologi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 52 ayat (5) huruf a terdiri atas:
a. kawasan keunikan batuan dan fosil;
b. kawasan keunikan bentang alam; dan
c. kawasan keunikan proses geologi.

Pasal 60 Ayat 2
Kawasan keunikan bentang alam sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 53 ayat (1) huruf b ditetapkan dengan kriteria:
a.memiliki bentang alam gumuk pasir pantai;
b. memiliki bentang alam berupa kawah, kaldera, maar, leher
vulkanik, dan gumuk vulkanik;
c. memiliki bentang alam goa;
d. memiliki bentang alam ngarai/lembah;
e. memiliki bentang alam kubah; atau
f. memiliki bentang alam karst.

Cabut izin lingkungan pabrik semen di Kendeng Utara!


http://www.walhi.or.id/cabut-izin-lingkungan-pabrik-semen-di-kendeng-utara.html

Pati, 12 Januari 2015

Akhirnya sikap Bupati Pati jelas sudah. Ia ingin menyingkirkan lahan subur dan kehidupan
nyaman petani Pati Selatan dan digantikan dengan industri tambang! Ini terbukti dengan
dikeluarkannya izin lingkungan oleh Bupati Pati, Haryanto, untuk PT. Sahabat Mulia Sakti
(SMS) pada tanggal 8 Desember 2014 yang lalu. Dengan izin nomor 660.1/.767 tahun 2014
yang dikeluarkan tersebut bupati merestui pembangunan pabrik, penambangan batu gamping
dan tanah liat untuk pabrik semen di wilayah Kecamatan Kayen dan Tambakromo,
Kabupaten Pati.
Pegunungan Kendeng Utara begitu kaya dengan alam yang subur.

Ribuan hektar lahan pertanian dan ratusan mata air telah menghidupi lebih dari 203.217 jiwa
warga di tiga kecamatan di Pati Selatan. Selain itu, tak terhitung kekayaan budaya yang
tersebar di banyak titik di pegunungan kapur ini. Peninggalan Dampo Awang di Kecamatan
Tambakromo, penemuan candi kuno di Kecamatan Kayen, makam para sunan dan situs
pewayangan di Kecamatan Sukolilo menjadi bukti bagaimana kekayaan arkeologis di
Kendeng Utara ini begitu melimpah. Mengapa pemerintah daerah hanya dibutakan oleh nafsu
mengeruk batu gamping dan tanah untuk kepentingan pabrik semen? Apakah ia mau
rakyatnya di Pati Selatan yang mayoritas petani ini terusir dari tanah kelahirannya sendiri
akibat berbagai persoalan yang muncul akibat pabrik semen? Apakah ia mau bertanggung
jawab ketika sepuluh atau dua puluh tahun lagi warga Pati Selatan kekurangan air akibat
matinya mata air karena penambangan? Jelas tidak karena saat itu ia sudah menikmati masa
pensiunnya.

Kami tidak mau menjadi korban kebijakan pejabat pemerintah yang tidak memikirkan nasib
rakyatnya secara bijaksana! Tak terhitung berapa kali kami melakukan aksi demonstrasi
untuk menunjukkan penolakan pembangunan pabrik semen di Kendeng Utara. Bahkan kami
sudah mengirimkan 6594 tanda tangan ke kementrian Lingkungan Hidup sebagai bukti
penolakan kami akan kebijakan pertambangan di Kendeng Utara.
Namun sepertinya negara memang sengaja ingin menenggelamkan kami dalam kesengsaraan.
Tak ada pejabat pemerintah di level desa, kecamatan, kabupaten maupun provinsi yang
tergerak untuk mendukung apa yang kami perjuangkan.

Padahal apa yang kami lakukan selama ini dituliskan dalam peraturan yang dibuat oleh
pemerintah sendiri, misalnya:
Pada pasal pada peraturan pemerintah nomer 26 tahun 2008 tentang rencana tata ruang
wilayah nasional pasal 51 huruf e disebutkan“salah satu kawasan yang harus di lindungi
adalah kawasan lindung geologi”.
Pasal 52 ayat 6 “ kawasan cagar alam geologi merupakan bagian dari kawasan lindung
geologi”.
Pasal 53 huruf b “ keunikan kawasan bentang alam merupakan bagian dari kawasan bentang
alam geologi “.
Pasal 60 ayat 2 “ bentang alam kars merupakan salah satu kriteria keunikan bentang alam,
Juga bagian dari keikutsertaan warga dalam melindungi lingkungan hidup seperti yang
diamanatkan oleh Undang-undang Lingkungan Hidup.

Dengan segenap alasan tersebut kami masyarakat Pati Selatan yang tergabung dalam JM-
PPK menuntut:
1.Meminta Bupati Pati untuk mengusulkan kepada menteri ESDM agar wilayah karst di desa
Larangan, Wukirsari, dan Brati masuk di dalam kawasan KBAK karena wilah tersebut
mempunyai ciri karakteristik seperti KBAK Sukolilo,
2. Meminta kepada ketua DPRD kabupaten Pati untuk merevisi perda tata ruang sesuai daya
dukung dan daya tampung kawasan Kendeng Utara.
3. MemintapemerintahkabupatenPatiuntukmenghentikankegiatanrencanapendirianpabrik
semen karenamemicuadanyakonflikdi masyarakat.

Salam Kendeng!

Kontak:
Sri wiyanik (085327018927)
Kordinator aksi JM-PPK (Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng)

Analisa Kebijakan Pengelolaan Kawasan Kars Sukolilo


https://petrasawacana.wordpress.com/2010/10/28/analisa-kebijakan-pengelolaan-
kawasan-kars-sukolilo/

October 28, 2010 § Leave a comment


 Rate This

(Studi Kasus Rencana Pendirian Pabrik Semen di Kawasan Kars Kendeng Utara,
Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati Jawa Tengah)

Pengelolaan kawasan kars di Indonesia belum mendapat perhatian yang khusus. Setiap
daerah memiliki kewenangan dan tanggung jawab atas segala sumberdaya alam yang ada di
dalamnya. Fenomena kars merupakan bentang alam yang memiliki keunikan, dari proses
terbentuknya kawasan kars dibentuk oleh proses pelarutan batuan akibat adanya reaksi
kimia batuan (CaCO3) dengan air yang melalui rongga-rongga pori atau rekahan yang
membentuk fenomena alam baik di permukaan yang dinamakan dengan eksokars dan di
bawah permukaan yang disebut endokars. Keunikan bentang alam kars dapat dilihat dari
adanya penjajaran bukit-bukit kerucut (conical hill) dan cekungan-cekungan di antara bukit
(dolena) serta gua-gua dan ornamen-ornamen yang terdapat didalamnya. Kawasan kars
memiliki fungsi ekosistem yang komplek, baik secara fisik (hidrologi, topografi, tanah, air
dsb), secara biotik (flora dan fauna, biota-biota gua dan keanekaragaman hayati lainnya),
dan secara culture merupakan tempat interaksi antara manusia dengan lingkungannya yang
telah memberikan sumberdaya alam melimpah.

Kawasan kars yang sering dikenal sebagai kawasan kering dan tandus dikarenakan sifat
fisiknya, dimana air terakumulasi di bawah permukaan oleh proses pelarutan yang
membentuk lorong-lorong gua dan sungai-sungai bawah permukaan. Pada bagian permukaan
kawasan kars berfungsi sebagai tandon penampungan air yang besar untuk menyuplai air
yang ada di seluruh  kawasan kars. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kawasan kars
sebenarnya bukan kawasan yang kering tetapi kawasan yang memiliki fungsi hidrologi yang
berfungsi sebagai pengontrol ekosistem yang ada di kawasan ini. Kesalahan pengelolaan
kawasan ini dapat berdampak bagi keberlanjutan kawasan baik untuk manusia ataupun bagi
makluk hidup dan sistem fisik yang ada didalamnya. Kebijakan pemerintah
merupakan payung hukum yang kuat untuk melindungi kawasan kars dari kerusakan alam.
Keberlanjutan kawasan kars merupakan warisan bagi anak cucu kita di masa yang akan
datang.

Latar Belakang

Undang-Undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang merefleksikan


otonomi daerah memberikan ruang atas kebijakan-kebijakannya dalam mengelola daerahnya
baik propinsi maupun kabupaten. Dalam undang-undang ini telah memberikan hak yang
sangat tinggi terhadap setiap daerah dalam mengatur kebijakan-kebijakan daerah dalam
mendukung program pembangunan berkelanjutan di era otonomi daerah, untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan
peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemanfaatan sumberdaya yang ada di dalam suatu
daerah termasuk sumberdaya alam merupakan wewenang dari daerah untuk mengelolanya
yang dilaksanakan secara adil dan selaras, hal ini perlu diperhatikan bahwa setiap kebijakan-
kebijakan harus memperhatikan keberlanjutan lingkungan baik fisik, biotik dan sosial. 
Masuknya investor-investor luar ke suatu daerah memberikan tawaran yang sangat menarik
bagi pemerintah daerah dalam mewujudkannya untuk mendukung program pembangunan di
daerah dan dapat meningkatkan pendapatan bagi daerahnya.
Kawasan kars adalah kawasan yang harus dilindungi berdasarkan atas klasifikasinya. Secara
ekologis, kawasan kars memiliki fungsi yang sangat penting baik sebagai penampung air
tanah dalam jumlah besar dan sebagai habitat berbagai jenis flora dan fauna. Kawasan kars
juga merupakan wilayah yang menjadi kajian para ahli karena menyimpan berbagai
fenomena alam yang menarik untuk dikaji dari berbagai disiplin ilmu. Namun demikian,
kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kawasan kars pada umumnya masih rendah yang
dibuktikan oleh adanya penambangan bahan galian golongan C di kawasan kars selain itu
adanya penambangan-penambangan bukit kars yang dilakukan oleh pabrik semen sebagai
bahan baku untuk pembuatan semen yang menyebabkan rusak/hilangnya sungai fungsi
hidrologi yang meliputi sungai bawah tanah dan mata air, gua-gua dan flora-fauna yang
terdapat di dalam dan disekitar kawasan kars. Menyadari arti penting kawasan kars,
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral memberikan perhatian besar terhadap
pengelolaan kawasan kars. Kegiatan pengelolaan kawasan kars meliputi inventarisasi,
klasifikasi, pemanfaatan dan perlindungan serta pembinaan dan pengawasan. Hal ini secara
jelas tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor
1456.K/20/MEM/2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Kars. Tujuan dari
pengelolaan kawasan kars sebagaimana tertuang dalam Bab 2, Pasal 2 Kepmen tersebut
adalah meningkatkan upaya perlindungan kawasan kars dengan cara melestarikan fungsi
hidrogeologi, proses geologi, flora, fauna, nilai sejarah serta budaya yang ada didalamnya;
melestarikan keunikan dan kelangkaan bentukan alam di kawasan kars, meningkatkan
kehidupan masyarakat di dalam dan disekitarnya serta meningkatkan pengembangan ilmu
pengetahuan. Departemen Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Bina Bangda juga sudah
mengeluarkan edaran kepada para Gubernur dan Bupati/Walikota yang memiliki kawasan
kars untuk melakukan inventarisasi, identifikasi, klasifikasi dan pendanaan yang rincian
teknis pelaksanaan berdasarkan pada Kepmen tersebut. Pedoman pengelolaan kawasan kars
ini bahkan sudah menjadi acuan bagi beberapa Pemerintah Daerah dalam pengelolaan
kawasan kars. Dengan demikian, Pemerintah sangat peduli dengan pengelolaan kawasan kars
dan Pemerintah Daerah diharapkan dapat dengan serius mengelola kawasan kars yang
dimiliki agar kerusakan kawasan kars tidak semakin parah dan fungsi ekologis kawasan kars
dapat dipertahankan.

Rencana PT Semen Gresik untuk memperluas wilayah industrinya di kawasan Kars Kendeng
dari Tuban hingga ke Pati memberikan tawaran kepada pemerintah Kabupaten Pati untuk
membangun pabrik semen di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati. Perusahaan ini akan
menambang batugamping di kawasan Kars Kendeng Utara. Bahan baku pabrik semen
tersebut adalah batugamping/batu kapur yang berasal dari kawasan perbukitan kars di
Kecamatan Sukolilo.  Kegiatan penambangan ini tentunya akan mengambil dan mengeruk
perbukitan kapur yang berfungsi sebagai penyimpan air alami (reservoir) dari mata air-mata
air yang bermunculan di kaki perbukitan kawasan kars tersebut. Dengan hilangnya perbukitan
batugamping juga akan menghilangkan fungsi alamiah sebagai daerah resapan dan
penyimpan air di kawasan kars yang sangat berguna bagi masyarakat di sekitar Kawasan
Kars Sukolilo Pati.

Dalam hal ini pemerintah menawarkan kepada masyarakat akan dampak pentingnya
pembangunan pabrik semen di wilayah ini terutama untuk kesejahteraan masyarakat,
mengurangi tingkat pengangguran di suatu daerah, memajukan daerah dan meningkatkan
pendapatan daerah. Sebagian besar masyarakat Sukolilo hidup sebagai petani yang sangat
bergantung pada Kawasan Kars Pegunungan Kendeng Utara terutama sumberdaya air yang
berasal dari perbukitan kars menjadi sumber aset kehidupan dan penghidupan bagi
masyarakat setempat. Adanya pro dan kontra antara masyarakat yang menerima dan yang
menolak pendirian pabrik semen dan penambangan bukit kapur dapat menimbulkan konflik
horizontal antar masyarakat dengan masyarakat maupun masyarakat dengan pemerintah
sebagai pemangku kebijakan.

Kebijakan pemerintah yang mengatur perlindungan terhadap kawasan kars di Indonesia


menjadi penting untuk dipelajari dan dipahami agar dapat diimplementasikan dalam suatu
kerangka kerja untuk perlindungan kawasan kars dari kerusakan fungsi-fungsi alamiah.
Berdasarkan Kepmen No 1456.K/20/MEM/2000 kawasan kars dapat diklasifikasikan
berdasarkan fungsi kawasan meliputi :

1) Kawasan Kars Kelas I merupakan kawasan yang memiliki salah satu, atau lebih kriteria
berikut ini :

1. berfungsi sebagai penyimpan air bawah tanah secara tetap (permanen) dalam bentuk
akuifer, sungai bawah tanah, telaga atau danau bawah tanah yang keberadaannya
mencukupi fungsi umum hidrologi;
2. mempunyai gua-gua dan sungai bawah tanah aktif yang kumpulannya membentuk jaringan
baik mendatar maupun tegak yang sistemnya mencukupi fungsi hidrologi dan ilmu
pengetahuan;
3. gua-guanya mempunyai speleotem aktif dan atau peninggalan-peninggalan sejarah sehingga
berpotensi untuk dikembangkan menjadi obyek wisata dan budaya;
4. mempunyai kandungan flora dan fauna khas yang memenuhi arti dan fungsi sosial, ekonomi,
budaya serta pengembangan ilmu pengetahuan.

2) Kawasan Kars Kelas II merupakan kawasan yang memiliki salah satu atau semua kriteria
berikut ini :

1. berfungsi sebagai pengimbuh air bawah tanah, berupa daerah tangkapan air hujan yang
mempengaruhi naik-turunnya muka air bawah tanah di kawasan kars, sehingga masih
mendukung fungsi umum hidrologi;
2. mempunyai jaringan lorong-lorong bawah tanah hasil bentukan sungai dan gua yang sudah
kering, mempunyai speleotem yang sudah tidak aktif atau rusak, serta sebagai tempat
tinggal tetap fauna yang semuanya memberi nilai dan manfaat ekonomi.

3) Kawasan Kars Kelas III merupakan kawasan yang tidak memiliki kriteria sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).

Dalam kebijakan pemanfaatan dan  pengelolaan kawasan kars telah di atur dalam pasal:

1. Di dalam Kawasan Kars Kelas I tidak boleh ada kegiatan pertambangan.


2. Di dalam Kawasan Kars Kelas I dapat dilakukan kegiatan lain, asal tidak berpotensi
mengganggu proses karstifikasi, merusak bentukbentuk kars di bawah dan di atas
permukaan, serta merusak fungsi kawasan kars.
3. Di dalam Kawasan Kars Kelas II dapat dilakukan kegiatan usaha pertambangan dan kegiatan
lain, yaitu setelah kegiatan tersebut dilengkapi dengan studi lingkungan (Amdal atau UKL
dan UPL) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Di dalam Kawasan Kars Kelas III dapat dilakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Diskusi dan Lokakarya di UNAIR “Pengendalian Dampak Industri Semen Menuju
Pembangunan Berkelanjutan : Ditinjau dari Aspek Hukum,Lingkungan,Sosial & Ekonomi”
http://semenindonesia.com/page/read/diskusi-dan-lokakarya-di-unair-pengendalian-dampak-
industri-semen-menuju-pembangunan-berkelanjutanditinjau-dari-aspek-
hukumlingkungansosialekonomi

+Share

19 Agustus 2015

Prof Daud Silalahi: Izin Lingkungan Tidak Bisa Digugat

SURABAYA 19 Agustus 2015 - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang sudah
memutuskan bahwa PT Semen Indonesia (Persero) Tbk memenangkan perkara gugatan yang
diajukan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) terkait analisis dampak lingkungan (amdal) di
pabrik Semen Rembang. Namun, nampaknya pihak Walhi masih belum puas atas putusan
tersebut dan mengajukan banding ke PTUN Surabaya.

Atas hal itu, PT Semen Indonesia pun meminta banyak masukan dari berbagai pihak terutama
dari akademisi. Selama dua hari, Selasa (18/8) dan Rabu (19/8), PT Semen Indonesia
menggelar Diskusi dan Lokakarya dengan topik Pengendalian Dampak Industri Semen
Menuju Pembangunan Berkelanjutan Ditinjau dari Aspek Hukum, Lingkungan, Sosial dan
Ekonomi di Kampus C Universitas Airlangga. 

Dalam diskusi itu dihadirkan Guru Besar Hukum Universitas Padjajaran Prof Dr Daud
Silalahi. Dikatakan Prof Daud, izin lingkungan tidak bisa diganggu gugat. Prof Daud
mengatakan izin lingkungan yang telah dikeluarkan instansi resmi pemerintah telah melalui
serangkaian uji dari para pihak. Dan itu pasti melibatkan para ahli di bidangnya serta telah
mempunyai sertifikasi tertentu. “Dan kalau itu dilihat dari sisi hukum, merupakan keputusan
yang bersifat mengikat,” ungkapnya. 

Itulah mengapa, tambah Prof Daud, tidak bisa dilakukan gugatan lagi. Izin Amdal sendiri
sebenarnya berfungsi untuk pencegahan. Mencegah hal- hal yang tidak diinginkan berkaitan
dengan lingkungan sekitar maupun dalam proses pembangunan industri, dalam hal ini,
pembangunan Pabrik Semen Rembang. Semua proses perizinan lingkungan ini bertujuan
untuk memastikan semua perizinan kualitasnya bagus dilihat dari berbagai pihak.
 

Sementara Dr R Azizah SH dari Tim Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat


(LPPM) Unair menengarai permasalahan Amdal Pabrik Semen Rembang terdapat konflik
sosial budaya yang rumit. Karena itu LPPM Unair pun menurunkan banyak tim untuk
mengurai benang kusut ini di antaranya dari Tim Ahli Lingkungan, Tim Ekonomi, Tim
Hukum, Tim Sosial Budaya.

Tim Ahli lingkungan memberikan rekomendasi tentang kesediaan sumber daya alam (SDA).
Pihak Semen Indonesia khususnya bidang corporate social responsibility (CSR) harus
memastikan ketersediaan SDA bagi warga sekitar ketika musim kemarau. Selain itu kajian
tentang geohidrologi dan drainase agar dipertajam.  Yang kedua, isu pencemaran udara
(debu). Dalam hal ini tim Unair menyarankan menyediakan fasilitas kesehatan kepada
masyarakat sekitar, melakukan pemeriksaan faal paru yang berkaitan dengan pencemaran
debu. Juga sesering mungkin melakukan pemantauan pencemaran udara dengan melibatkan
para ahli. Yang ketiga, penggalakan pemberdayaan masyarakat. Yang keempat melakukan
pemantauan kadar residu pestisida yang terkandung dalam media lingkunga. Selanjutnya,
yang ke lima, diperlukan pencapaian ISO 14000 ( Environmental Management System ).
Berikutnya yang keenam, melengkapi berita acara proses AMDAL yang meliputi Berita
Acara Konsultasi Publik, Sidang KA ANDAL dan berita Sidang ANDAL, RKL-RPL. Yang
ketujuh, melakukan pendekatan penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan
yaitu mediasi, negosiasi dan konsiliasi.

Tim Hukum LPPM Unair memberikan masukan atas kaitan perkara TUN
064/G/2014/PTUN.SMG. Diharapkan Tim hukum PT SI melakukan pencermatan seluruh
dokumen Amdal oleh Komisi Penilai Amdal (KPA) Jateng. Penguatan argumentasi mengenai
doktrin daluarsa, utamanya kaitannya dengan pertimbangan hukum hakim PTUN. Sedang
yang kaitannya dengan usaha-usaha yg bersifat sukarela, hendaknya PT SI didorong melebihi
ketentuan perundangan – undangan dalam hal keterbukaan informasi. Selanjutnya yang
kedua didorong self assesment dari PT SI yang bersifat sukarela. Yang ketiga koordinasi
antar lembaga pemerintahan dlm rangka pelaksanan hukum pendirian industri semen.

Sedang catatan aspek non hukum, diperlukan komunikasi yang intensif seluruh komponen
masyarakat termasuk dengan kiayi sepuh, mempertemukan tokoh penggerak kegiatan
dilingkungan sekitar pabrik, membangun instalasi pedesaan, memperkuat jaringan media
masaa, mengadakan audiensi dgn PBNU dan Muhammadiyah.

Sementara dari Tim Ekonomi Unair, meyakinkan stakeholder tentang benefit proyek, perlu
juga dihitung pengorbanan ekonomi masyarakat seperti alih fungsi lahan, pendapatan yg
hilang, SDA dll. Dihitung juga proyeksi pendapatan masyarakat setelah adanya proyek
dibandingkan sebelum adanya proyek, menghitung manfaat ekonomis proyek yang
berdampak multifier yang belum disinggung Amdal, melakukan kajian tentang dampak
positif, misal adanya rumah sakit yang besar, adanya asuransi, CSR harus berimplikasi
ekonomi secara utuh, instrumen apa yang memastikan keberhasilan tidak adanya dampak
negatif, audit HAM utnuk menetukan langkah-langkah selanjutnya.

Terkait CSR, PT Semen Indonesia sudah melakukan banyak hal terutama di pabrik Semen
Rembang. Bahkan untuk program Bina Lingkungan ini, Semen Indonesia berhasil meraih
Gold Proper untuk Pabrik Semen Tuban dan itu yang diaplikasikan ke Pabrik Semen
Rembang, bahkan akan ada penambahan-penambahan sesuai dengan karakteristik Rembang.
Kepala Departemen CSR Semen Indonesia Wahjudi Heru mengungkapkan CSR itu meliputi
bidang Pendidikan, Sosial, Kesehatan, Kesenian, Keagamaan dan Lingkungan. Dengan
jumlah penyaluran senilai Rp 6 miliar lebih.

Data yang ada, mulai 2013 hingga Juli 2015, di Rembang telah ada 271 mitra binaan yang
telah mendapatkan bantuan. Itu meliputi semua wilayah kecamatan di Kabupaten Rembang.
Untuk  total pinjaman dana bergulir, tambah Wahjudi Heru, telah dikucurkan senilai Rp 3
miliar lebih dengan bunga ringan sebesar 6 persen pertahun. Saat inipun, telah diupayakan
pemberiaan bantuan yang bersifat ekonomi berkelanjutan

Tidak itu saja, program CSR yang dilakukan di bidang keagamaan juga telah memberikan
bantuan dana pendidikan maupun pembangunan fisik di pendidikan formal maupun informal,
termasuk didalamnya pondok pesantren. (*)
HAK ATAS LINGKUNGAN
https://donnyfadilah.wordpress.com/category/han/hukum-lingkungan/

December 27, 2008

Pendahuluan

Lingkungan hidup adalah ruang yang ditempati manusia dan makhluk hidup lainnya, masing-masing
tidak dapat berdiri sendiri melainkan memiliki suatu hubungan yang saling ketergantungan[1] untuk
tetap menjamin kelangsungan hidup diantara mereka. Kenyataan bahwa manusia sebagai salah satu
bagian dari system kehidupan yang ketergantungan dengan makhluk lain maupun kondisi
lingkungannya tidak dapat kita pungkiri untuk itu manusia membutuhkan suatu konsep
pembangunan dan pemanfaatan lingkungan untuk kelangsungan hidupnya.

Beberapa dasawarsa terakhir manusia telah menampakkan suatu pertumbuhan pembangunan yang
luar biasa cepatnya, hal tersebut diawali pada periode pasca perang dunia ke II dimana Negara-
negara yang mengalami kehancuran akibat perang mulai melakukan suatu pembangunan kembali
terhadap teknologi maupun kondisi yang hancur[2]. Pada periode selanjutnya, baik dalam
pertumbuhan pembangunan ataupun pertumbuhan ekonomi yang dilakukan sudah tidak dapat lagi
dibendung, pertumbuhan tersebut mulai menyebabkan masalah terhadap lingkungan. Masalah
lingkungan yang terjadi biasanya disebabkan oleh pencemaran sebagai akibat sampingan yang
menggunakan banyak teknologi maju yang boros energy pada kegiatan industri, transportasi[3] dan
lainnya. Penyebab lainnya, Kegiatan-kegiatan yang dilakukan tersebut kerap kali dilakukan dengan
cara eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam, sebagai contoh adalah ekploitasi besar-
besaran terhadap pemanfaatan hutan.

Indonesia sebagai salah satu Negara yang memiliki wilayah hutan yang sangat luas dan juga sebagai
salah satu Negara yang bergantung terhadap pemanfaatan hasil hutan dapat dikategorikan sebagai
salah satu penyumbang terbesar terhadap kehancuran hutan. Pada tahun 2008 Indonesia masuk
kedalam Buku Rekor Dunia Guiness sebagai Negara dengan tingkat kehancuran hutan tercepat
diantara 44 negara yang memiliki 90% sisa hutan dunia. Fakta lain mengungkapkan bahwa Indonesia
menghancurkan hutan seluas 300 lapangan sepak bola setiap jamnya dan yang lebih
memprihatinkan adalah Indonesia telah kehilangan sekitar 72% dari hutan aslinya dan sisanya masih
terancam kehancuran akibat penebangan komersil secara berlebihan, kebakaran hutan, dan
pembukaan hutan untuk lahan perkebunan kelapa sawit[4]. Akibat kehancuran atas hutan tersebut
maka yang paling terkena Imbas kerugian secara langsung adalah masyarakat adat didalam maupun
di sekitar hutan.

Seluruh kegiatan pembangunan yang tidak terkendali tersebut telah menimbulkan banyak dampak
negative yang tidak hanya berakibat langsung pada masalah lingkungan dan makhluk lainnya, tetapi
kegiatan-kegiatan tersebut pun menimbulkan ekses negative terhadap kehidupan manusia sendiri.
Dampak yang sudah sangat terasa dari kerusakan lingkungan yaitu degradasi lahan, keterbatasan
sumber air bersih , terancamnya kehidupan petani, penurunan kualitas kesehatan, dan pengungsian
akibat kerusakan lingkungan yang jumlahnya berkisar 25 juta jiwa diseluruh dunia[5].

Pembahasan

Fenomena pertumbuhan yang tak terkendali yang terjadi hampir diseluruh belahan dunia tak dapat
kita pungkiri bahwa fenomena tersebut pun telah berlangsung lama terjadi di Negara kita, Indonesia.
Permasalahan yang timbul di Indonesia banyak diakibatkan oleh pola pembangunan yang cenderung
tidak berdasarkan pada prinsip environmental and sustainable development[6], sehingga pemerintah
mempolakan pembangunan di Indonesia lebih berorientasikan pada keuntungan ekonomi semata yang
dihasilkan dari ekploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam. Sehingga tak ayal banyak
dampak negative yang dihasilkan.

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain[7], jadi menurut pengertian tersebut lingkungan
hidup adalah tempat dimana terjadinya interaksi antara manusia dan makhluk hidup lainnya yang
hubungan tersebut diterjemahkan sebagai hubungan yang saling bergantungan. Sebagai suatu system
kehidupan, maka lingkungan hidup merupakan sebuah kehidupan yang terdiri dari kehidupan masa
lalu, kehidupan masa kini dan kehidupan masa yang akan datang, sehingga apabila terjadi kerusakan
terhadap lingkungan akan menyebabkan pelanggaran terhadap hak hidup dari manusia.

Hak atas lingkungan merupakan jenis hak-hak baru yang terdapat dalam konsepsi Hak asasi Manusia
generasi ketiga yaitu hak solidaritas[8] dalam teori yang dikemukakan oleh karel vasak. Dari teori
tersebut maka suatu hak atas lingkungan merupakan suatu hak dasar yang harus dipenuhi
kelangsungannya maupun kelestariannya secara bersama-sama oleh segenap golongan. Walaupun
masalah hak atas lingkungan merupakan konsep generasi ketiga, dalam pembahasan ini masalah hak
atas lingkungan hidup tidak dapat kita pisahkan dari hak asasi manusia generasi pertama (SIPOL)
maupun hak asasi manusia generasi kedua (EKOSOB).
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa kita tidak dapat melakukan pendikotomian hak
lingkungan pada generasi ketiga terhadap hak-hak yang yang terdapat dalam generasi lainnya. Dalam
Hak yang terdapat dalam generasi pertama yaitu hak sipil dan politik[9] berisi perlindungan terhadap
hak-hak antara lain hak untuk hidup, hak bebas dari penyiksaan, hak untuk menjalankan
kepercayaannya dan lain-lain, maka jelas jika terjadi kehancuran atas hutan misalnya, hal tersebut
pasti akan merampas hak masyarakat adat untuk mendapat tempat mereka untuk hidup. Selain itu jika
dampak kehancuran terhadap hutan yang berimbas terhadap masyarakat adat kita kaitkan terhadap
hak dalam generasi kedua yang memberikan perlindungan terhadap hak masyarakat untuk mencari
sumber penghidupan, hak untuk melestarikan budaya masing-masing suku dan etnik, maka peristiwa
pengrusakan terhadap hutan merupakan suatu perampasan secara nyata atas hak-hak yang dimiliki
oleh masyarakat adat.

Kesimpulan

Proses kehancuran lingkungan yang terjadi di Indonesia bukan hanya menjadi permasalahan dari
segi lingkungan saja, melainkan dilihat dari fungsinya lingkungan hidup merupakan sumber dari
kehidupan manusia maka hak atas lingkungan merupakan suatu hak asasi yang dimiliki dan melekat
baik secara individu masing-masing maupun hak yang melekat secara kolektif. Thus, harus kita sadari
juga bahwa hak tersebut tidak hanya melekat pada individu maupun kelompok yang berada pada
satu masa tetapi juga hak hidup yang terdapat dalam hak atas lingkungan merupakan common
heritage of mankind [10]yang harus diturunkan dari satu generasi ke generasi sehingga pada
akhirnya menciptakan suatu keadilan lintas generasi.

Pada pasal 28 H ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945, Negara menjamin bahwa setiap warga Negara
berhak untuk memperoleh lingkungan yang baik dan sehat, namun jaminan dalam konstitusi
tersebut dirasakan amat berbanding terbalik dengan kenyataan yang nampak, karena pada saat ini
masih saja berlangsung pembalakan liar, pembukaan perkebunan kelapa sawit, pembukaan lahan
untuk daerah perkantoran dan lain-lainnya. Hal tersebut sangat jelas menimbulkan suatu masalah
lingkungan yang secara langsung maupun tidak langsung berdampak kepada hak warga Negaranya
sendiri untuk memperoleh lingkungan yang jauh dari polusi, jauh dari ancaman banjir, tidak terkena
gagal panen akibat kemarau panjang, keterbatasan air bersih, kehilangan tempat tinggal maupun
pekerjaan dan sejumlah akibat lainnya.

Kita harus sadari juga bahwa dalam pelanggaran yang terjadi atas kehancuran lingkungan hidup
adalah bukan saja akibat dari kurang aktifnya pemerintah dalam hal pembiaran terhadap
pelanggaran yang terjadi atau yang didalam asas hukum pidana dikenal dengan delic
ommisionis[11], tetapi juga harus kita sadari bahwa pemerintah juga turut andil dalam kerusakan
yang terjadi de(delic commissionis[12]). Pola pembangunan indonesia yang diterjemahkan kedalam
Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah memberikan suatu angin segar kepada
daerah untuk dapat melakukan pengelolaan keuangan secara otonom, hal tersebut dapat kita
pandang sebagai hal yang positif namun dalam tataran implementasi ternyata tidak sesuai dengan
semangat untuk mensejahterakan rakyat malah pemerintah menyengsarakan rakyat, khususnya
pada masyarakat adat. Pemerintah daerah terkesan hanya mengincar pendapatan asli daerah
semata yang sudah barang tentu dilakukan dengan kemudahan dalam pemberian ijin terhadap
investor asing maupun domestic untuk mengeruk sumber-sumber yang menjadi hajat hidup orang
banyak.

Pemerintah juga harus sadar bahwa lingkungan hidup yang berfungsi untuk menjamin kelangsungan
kehidupan tidak dapat diabaikan, dirampas ataupun diganggu gugat oleh siapapun. Hak atas
lingkungan akan selalu melekat pada setiap generasi baik pada individu ataupun secara kolektif.
Disini peran Negara tidak dapat ditawar-tawar lagi, Negara harus bersikap aktif dalam pemenuhan
hak tersebut, karena berdasarkan pasal 23 African Charter on Human and Peoples Rights
menyatakan bahwa all people shall have the rights to general satisfactory environment favorable to
their development.

Saran

Sebagai saran terhadap kondisi yang terjadi pada lingkungan yang merupakan sumber kehidupan bagi
manusia maka seharusnya pemerintah dapat bersikap lebih sensitive dan pro aktif dalam melihat
permasalahan yang ada. Pemerintah harus lebih melihat secara menyeluruh bahwa dalam pemenuhan
terhadap lingkungan yang baik dan sehat bagi masyarakat, kita tidak dapat melihat hal tersebut
sebagai satu bagian saja, harus ada perhatian lebih menyeluruh terhadap aspek-aspek yang terdapat
dalam lingkungan tersebut, seperti aspek social masyarakat, aspek ekonomi, aspek budaya dan lain-
lainnya.

Pemerintah harus menunjukkan komitmennya sesuai dengan yang tercantum dalam konvensi
internasional yang telah diratifikasi maupun yang tercantum perundang-undangan yang ada, seperti
dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 mengenai Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa
pola pembangunan pemerintah harus lebih mengedepankan prinsip pembangunan yang berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan karena merupakan tugas pemerintah untuk membuat suatu kebijakan
nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan
generasi masa depan.
Pemerintah sebagai wujud komitmennya harus terus serius untuk melakukan penegakan hukum
terhadap para pelanggar hak atas lingkungan yang dimiliki oleh masyarakat. Dengan kata lain
pemerintah harus melibatkan berbagai macam pihak, masyarakat adat contohnya. Pemerintah harus
memberikan suatu pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat karena masyarakat adat
adalah garda terdepan yang karena hukum maupun kepercayaannya akan selalu melakukan pelestarian
dan pemanfatan terhadap lingkungan secara seimbang.

Penutup

Jadi sebagai penutup hak atas lingkungan harus ditafsirkan sebagai hak untuk memperoleh mutu atau
kondisi lingkungan yang baik dan sehat, dalam arti tidak dibatasi hanya menyangkut objek ruang
berupa bumi, air dan udara. Namun hak atas lingkungan hidup harus menegaskan pula jaminan yang
meliputi penghormatan, perlindungan dan pemenuhan bagi subjek lingkungan hidup[13].

Anda mungkin juga menyukai