Maka menurut fungsinya, ilmu bisa dibagi menjadi dua bagian, yakni :
Pertama: ilmu sebagai satu pola berpikir, dan kedua : ilmu sebagai asas moral. Dalam hal ini
kami akan sedikit menguraikan bagaimana ilmu bisa dikatakan sebagai suatu pola berpikir dan
ilmu sebagai asas moral tersebut.
Ilmu Sebagai Suatu Cara Berpikir
Dikatakan Ilmu merupakan satu pola pikir dimana dalam menghasilkan suatu kesimpulan
yang berupa pengetahuan maka ilmu dapat diandalkan. Berpikir bukanlah satu-satunya cara
untuk menghasilkan pengetahuan, demikian pula dengan ilmu, Ilmu bukan satu-satunya hasil
dari kegiatan berpikir. Ilmu itu merupakan hasil dari proses berpikir berdasarkan pada langkah-
langkah tertentu atau sering juga kita sebut sebagai cara berpikir ilmiah.
Beberapa karakteristik ilmu dikatakan sebagai salah satu proses atau syarat berpikir
ilmiah adalah :
1. Ilmu mempunyai peranan sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan yang benar dan
bisa
dipahami oleh akal manusia .
2. Alur pola pikir yang logis dan konsisten dengan pengetahuan yang sudah ada.
3. Pengujian dapat dilakukan secara empiris sebagai salah satu kriteria kebenaran yang
objektif.
Apabila sebuah pernyataan bisa dijabarkan secara logis, dan telah teruji secara empiris,
maka
barulah ilmu dapat dianggap benar secara ilmiah yang nantinya akan memperkaya khazanah
pengetahuan ilmiah.
4. Mekanisme ilmu itu bersifat terbuka terhadap koreksi atau perubahan.
Ilmu Sebagai Asas Moral
Ilmu merupakan hasil dari kegiatan berpikir untuk mendapatkan pengetahuan yang benar.
Dalam menetapkan suatu pernyataan apakah itu benar atau salah maka seorang ilmuwan akan
menarik kesimpulannya berdasarkan kepada argumentasi yang terdapat dalam pernyataan itu dan
bukan berdasarkan pengaruh yang berbentuk dari kekuasaan kelembagaan yang mengeluarkan
pernyataan itu. Kebenaran bagi seorang ilmuwan mempunyai fungsi atau kedudukan yang
universal bagi umat manusia dalam upaya meningkatkan martabat kemanusiaannya.
Dalam perkembangannya filsafat ilmu yang mencakup 3 asfek kajian yaitu, ontologi,
epistemologi, dan aksiologi dan meletakkan kelima unsur manusia yakni cipta, rasa, karsa, nafsu,
dan nurani, yang unifersal tersebut dalam lingkungan kajian epistemiologi maka dapatlah
dibangun ilmu pengetahuan sosial dan kemanusiaan serta cabang-cabangnya sepeti sosiologi,
psikologi, ilmu polotik, ilmu ekonomi, dan manajemen, antropologi, serta cabang-cabang
keilmuan lainnya.
} Nuklir Dan Pilihan Moral
Dua pola kebudayaan dan ilmu yang begulir di Indonesia, adalah ilmu-ilmu alam dan
ilmu-ilmu sosial. Kenapa hal ini terjadi, ini terjadi karena besarnya perbedaan antara ilmu
sosial dan ilmu alam. Contohnya, jika kita belajar ilmu alam dengan subjek batu, kira-kira saat
lain di teliti lagi maka kemungkinan besar akan berhasil dengan nilai yang sama, tetapi tidak
demikin dalam ilmu sosial, dalam ilmu sosial, ilmu sosial bergerak lebih fleksibel dan dapat
berubah sewaktu-waktu.
Namun kedua hal itu bukan merupakan masalah, kedua hal itu tidak mengubah apa
yang menjadi tujuan penelitian ilmiah. Ilmu bukan bermaksud mengumpulkan fakta tetapi
untuk mencari penjelasan dari gejala-gejala yang ada, yang memungkinkan kita mengetahui
kebenaran hakikat objek yang kita hadapi. Ada dua faktor yang menjadi landasan suatu
analisis kuantitatif ilmu sosial yaitu: sulitnya melakukan pengukuran, karena emosi dan
aspirasi merupakan unsur yang sulit dan yang kedua banyaknya variabel yang
mempengaruhi tingkah laku manusia.
Hal seperti inilah yang menyebabkan ilmu alam lebih maju dari pada ilmu sosial. Itu
dikarenakan ilmu sosial lebih terpaku pada tahap kualitatif, dan untuk mengubah ini ilmu
sosial harus lebih masuk ketahap kuantitatif. Di Indonesia hal seperti ini masih berlaku,
tebukti adanya dua penjurusan dalam bidang kajian ilmu, yaitu ilmu sosial dan ilmu alam, dan
dalam pelaksanaannya ilmu alam selalu dianggap lebih bergengsi di banding ilmu sosial. Itu
membuat sebagian masyarakat kita terobsesi untuk masuk jurusan ilmu alam meski mungkin
lebih berbakat dalam bidang sosial, sehingga secara tidak langsung menghambat
perkembangan ilmu sosial.
Pada akhirnya harus kita sadari bahwa adanya dua jurusan dalam bidang ilmu ini
memerlukan suatu usaha yang fundamental dan sistematis dalam menghadapinya. Perlu
dicari titik temu diantara kedua bidang ini sehingga satu sama lain akan saling
melengkapi, bukan saling terpisah. Karena bagaimanapun ilmu sosial tidak dapat terpisah
dan berdiri sendiri dan begitupun ilmu alam tetap terikat secara sosial.