Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

INDONESIA DALAM PANGGUNG DUNIA

Oleh
NIRA NURIYAH
KELAS XII IPS 3
TAHUN PELAJARAN 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Politik luar negeri suatu negara lahir ketika negara itu sudah dinyatakan
sebagai suatu negara yang berdaulat. Setiap identitas negara yang berdaulat
memiliki kebijakan yang mengatur hubungannya dengan dunia internasional,
baik berupa negara maupun komunitas internasional lainnya. Kebijakan
tersebut merupakan bagian dari politik luar negeri yang dijalankan negara dan
merupakan pencerminan dari kepentingan nasionalnya.
Indonesia menerapkan Sistem Politik Luar Negeri Bebas Aktif sejak awal
kemerdekaan hingga sekarang. Pelaksanaan Politik Luar Negeri di Indonesia
berbeda dari masa ke masa dan pelaksanaannya pun masih belum sepenuhnya
sesuai dengan istilah “Bebas dan Aktif”.Dalam Dunia Internasional, Politik Luar
Negeri sangat diperlukan. Hal ini disebabkan karena sebagai negara yang berdaulat
kita harus menjalin hubungan kerjasama dengan negara lain agar tercipta dan
terjalin terjalin perdamaian dunia. Dalam hal ini Indonesia memiliki banyak
peranan penting dalam menciptakan dan menjaga stabilitas perdamaian dunia dan
ikut serta membantu negara-negara yang membutuhkan bantuan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah Politik Luar Negeri Indonesia dan pelaksanaannya
(1945 - sekarang) ?
2. Bagimanakah Peran Indonesia dalam Dunia Internasional ?

1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada pembaca mengenai
Politik Luar Negeri Indonesia dan pelaksanaannya (1945 - sekarang).
2. Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada pembaca mengenai
Peran Indonesia dalam Organisasi dunia Internasional.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Politik Luar Negeri Indonesia


2.1.1 Politik Luar Negeri Bebas Aktif
Secara umum, Pengertian Politik Luar Negeri adalah suatu perangkat yang
formula, nilai, sikap dan arah serta sasaran untuk mempertahankan, mengamankan
dan memajukan kepentingan nasional dalam menjalin sebuah kerja sama dengan
negara lain. Secara sederhana, pengertian politik luar negeri adalah cara negara
dalam berinteraksi dengan negara lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Politik luar negeri suatu negara lahir ketika negara itu sudah dinyatakan
sebagai suatu negara yang berdaulat. Setiap entitas negara yang berdaulat
memiliki kebijakan yang mengatur hubungannya dengan dunia internasional,
baik berupa negara maupun komunitas internasional lainnya. Kebijakan
tersebut merupakan bagian dari politik luar negeri yang dijalankan negara dan
merupakan pencerminan dari kepentingan nasionalnya. Indonesia sebagai
sebuah negara berdaulat juga menjalankan politik luar negeri yang senantiasa
berkembang disesuaikan dengan kebutuhan dalam negeri dan perubahan
situasi internasional.
Politik luar negeri Indonesia disebut Politik bebas aktif karena politik luar
negeri ndonesia ditegaskan di atas dua prinsip, yakni bebas dan aktif. Disebut
dengan bebas karena politik luar negeri indonesia terbebas dari pengaruh negara
negara atau kekuatan asing, atau bebas menentukan sikap apapun tetapi sikap
yang didasarkan atas ideologi Pancasila dan UUD 1945. Meski demikian,
Indonesia tidak tinggal diam dengan maslaah masalah dunia yang muncul.
Bersama Perserikatan bangsa bangsa (PBB) dan organisasi organisasi dunia
lainya, Indonesia turut aktif dalam mewujudkan perdamaian dunia. Indilah yang
dimaksud dengan Prinsip Aktif. 
Tujuan politik luar negeri bebas aktif adalah untuk mengabdi kepada tujuan
nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945
alinea keempat yang menyatakan: “Melindungi segenap bangsa Indonesia

2
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial….”

2.1.2 Landasan Politik Luar Negeri Indonesia


1) Landasan Ideal
Landasan Ideal dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia adalah
Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia.Nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila dijadikan sebagai pedoman, pijakan dalam melaksanakan
politik luarnegeriIndonesia.Kelimasilayangtermuat dalam Pancasila. berisi
pedoman dasarbagipelaksanaankehidupanberbangsa dan bernegara yang ideal dan
mencakup seluruh sendikehidupanmanusia. Hal ini karena Pancasila sebagai
falsafah negara mengikat seluruh bangsaIndonesia, sehingga golongan atau partai
politik manapun yang berkuasadiIndonesia tidak dapat menjalankan suatu politik
negara yang menyimpang dari Pancasila.

2) Landasan Konstitusional
landasan konstitusional dalam pelaksanaan politik luar negeri
Indonesia adalah Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 alinea
pertama “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan
oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan” dan alinea keempat”….
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial….”

2.1.3 Pelaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia


A. Politik Luar Negeri Indonesia Masa Demokrasi Parlermenter
1950-1959
Prioritas utama politik luar negeri dan diplomasi Indonesia pasca
kemerdekaanhingga tahun 1950an lebih ditujukan untuk menentang segala
macambentukpenjajahan di atas dunia, termasuk juga untuk memperoleh
pengakuaninternasional atas proses dekolonisasi yang belum selesai di Indonesia,

3
danmenciptakan perdamaian dan ketertiban dunia melalui politik bebas aktifnya.
Pada waktu itu Indonesia berusaha keras untuk mendapatkan pengakuan
duniainternasional dengan cara diplomasi. Keberhasilan Indonesia mendapatkan
pengakuan dunia internasional melalui meja perundingan ini menjadi titiktolak
dari perjuangan diplomasi Indonesia mencapai kepentingannya.
Sejak pertengahan tahun 1950 an, Indonesia telah memprakarsai dan
mengambil sejumlah kebijakan luar negeri yang sangat penting dan monumental,
seperti, Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955. Konsep politik luar
negeri Indonesia yang bebas aktif merupakan gambaran dan usaha Indonesia
untuk membantu terwujudnya perdamaian dunia. Salah satu implementasinya
adalah keikutsertaan Indonesia dalam membentuk solidaritas bangsa-bangsa
yang baru merdeka dalam forum Gerakan Non-Blok (GNB) atau (Non-Aligned
Movement/NAM). Forum ini merupakan refleksi atas terbaginya dunia menjadi
dua kekuatan besar, yakni Blok Barat (Amerika Serikat ) dan Blok Timur (Uni
Soviet). Konsep politik luar negeri yang bebas aktif ini berusaha membantu
bangsa-bangsa di dunia yang belum terlepas dari belenggu penjajahan.

B. Politik Luar Negeri Indonesia Masa Soekarno (Demokrasi


Terpimpin)
Pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965), politik luar negeri
Indonesia bersifat high profile, flamboyan dan heroik, yang diwarnai sikap
antiimperialisme dan kolonialisme serta bersifat konfrontatif. Politik luar negeri
Indonesia pada era ini, diabadikan pada tujuan nasional Indonesia. Pada saat
itu kepentingan nasional Indonesia adalah pengakuan kedaulatan politik dan
pembentukan identitas bangsa. Kepentingan nasional itu diterjemahkan dalam
suatu kebijakan luar negeri yang bertujuan untuk mencari dukungan dan
pengakuan terhadap kedaulatan Indonesia, dan untuk menunjukan karakter
yang dimiliki pada bangsa-bangsa lain di dunia internasional. Politik luar negeri
Indonesia pada masa ini juga bersifat revolusioner. PresidenSoekarno dalam era
ini berusaha sekuat tenaga untuk mempromosikan
Indonesia ke dunia internasional melalui slogan revolusi nasionalnya yakni
Nasakom (nasionalis, agama dan komunis) dimana elemen-elemen ini

4
diharapkan dapat beraliansi untuk mengalahkan Nekolim (Neo Kolonialisme
dan Imperialisme). Dari sini dapat dilihat adanya pergeseran arah politik
luar negeri Indonesia yakni condong ke Blok komunis, baik secara domestik
maupun internasional. Hal ini dilihat dengan adanya kolaborasi politik antara
Indonesia dengan China dan bagaimana Presiden Soekarno mengijinkan
berkembangnya Partai Komunis Indonesia (PKI) di Indonesia. Alasan
Soekarno mengijinkan perluasan PKI itu sendiri adalah agar komunis mampu
berasimilasi dengan revolusi Indonesia dan tidak merasa dianggap sebagai
kelompokluar.
Ketidaksukaan Presiden Soekarno terhadap imperialisme juga dapat
dilihatdari responnya terhadap keberadaan Belanda di Irian Barat. Tindakan
militer diambil untuk mengambil alih kembali Irian Barat ketika diplomasi
dianggap gagal. Dukungan Amerika Serikat yang kemudian didapatkan Soekarno
muncul sebagai akibat konfrontasi kedekatan Jakarta dengan Moskow. Taktik
konfrontatif ini kemudian digunakan kembali oleh Soekarno ketika terjadi
konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia akibat pembentukan negara
federasi Malaysia yang dianggap Indonesia pro terhadap imperialisme Barat.
Puncak ketegangan terjadi ketika Malaysia ditetapkan sebagai Anggota Tidak
Tetap Dewan Keamanan PBB. Hal ini menyulut kemarahan Indonesia. Hingga
akhirnya pada 15 September 1965 Indonesia keluar dari PBB karena Soekarno
beranggapan bahwa PBB berpihak pada Blok Barat. Mundurnya Indonesia dari
PBB berujung pada terhambatnya pembangunan dan modernisasi Indonesia
karena menjauhnya Indonesia dari pergaulan Internasional.
Presiden Soekarno memperkenalkan doktrin politik baru berkaitan
dengan sikap konfrontasi penuhnya terhadap imperialisme dan kolonialisme.
Doktrin itu mengatakan bahwa dunia terbagi dalam dua blok, yaitu “Oldefos”
(Old Established Forces) dan “Nefos” (New Emerging Forces). Soekarno
menyatakan bahwa ketegangan-ketegangan di dunia pada dasarnya akibat
dari pertentangan antara kekuatan-kekuatan orde lama (Oldefos) dan
kekuatan-kekuatan yang baru bangkit atau negara-negara progresif (Nefos).
Imperialisme, kolonialisme, dan neokolonialisme merupakan paham-paham
yang dibawa dan dijalankan oleh negara-negara kapitalis Barat. Dalam

5
upayanya mengembangkan Nefos, Presiden Soekarno melaksanakan Politk
Mercusuar bahwa Indonesia merupakan mercusuar yang mampu menerangi
jalan bagi Nefos di seluruh dunia. Salah satu tindakan usaha penguatan
eksistensi Indonesia dan Nefos juga dapat dilihat dari pembentukan poros
Jakarta – Peking yang membuat Indonesia semakin dekat dengan negaranegara
sosialis dan komunis seperti China.
Politik luar negeri pada masa Demokrasi Terpimpin juga ditandai
dengan usaha keras Presiden Soekarno membuat Indonesia semakin dikenal di
dunia internasional melalui beragam konferensi internasional yang diadakan
maupun diikuti Indonesia. Tujuan awal dari dikenalnya Indonesia adalah mencari
dukungan atas usaha dan perjuangan Indonesia merebut dan mempertahankan
Irian Barat. Namun seiring berjalannya waktu, status dan prestis menjadi
faktor-faktor pendorong semakin gencarnya Soekarno melaksanakan aktivitas
politik luar negeri ini. Efek samping dari kerasnya usaha ke luar Soekarno ini
adalah ditinggalkannya masalah-masalah domestik seperti masalah ekonomi.
Soekarno beranggapan bahwa pertumbuhan ekonomi pada fase awal berdirinya
suatu negara adalah hal yang tidak terlalu penting. Beliau beranggapan bahwa
pemusnahan pengaruh-pengaruh asing baik itu dalam segi politik, ekonomi
maupun budaya adalah hal-hal yang harus diutamakan dibandingkan dengan
pertumbuhan ekonomi domestik. Soekarno dengan gencar melancarkan
politik luar negeri aktif namun tidak diimbangi dengan kondisi perekonomian
dalam negeri yang pada kenyatannya morat- marit akibat inflasi yang terjadi
secara terus-menerus, penghasilan negara merosot sedangkan pengeluaran
untuk proyek-proyek Politik Mercusuar seperti GANEFO (Games of The
New Emerging Forces) dan CONEFO (Conference of The New Emerging
Forces) terus membengkak. Hal inilah yang pada akhirnya menjadi salah satu
penyebab krisis politik dan ekonomi Indonesia pada masa akhir pemerintahan
Demokrasi Terpimpin.
Pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno ini Indonesia terkenal
mendapat sorotan tajam oleh dunia internasional. Bukan hanya keaktifannya dan
juga peranannya di kancah internasional tetapi ide-ide serta kebijakan luar
negerinya yang menjadi panutan beberapa negara pada saat itu. Masa orde lama

6
merupakan titik awal bagi Indonesia dalam menyusun strategi dan kebijakan luar
negerinya. Dasar politik luar negeri Indonesia digagas oleh Hatta dan beliau juga
yang mengemukakan tentang gagasan pokok non-Blok. Gerakan non-Blok
merupakan ide untuk tidak memihak antara blok Barat yang diwakili oleh
Amerika Serikat dan blok Timur yang diwakili oleh USSR. Perang ideologi
anatara kedua negara tersebut merebah ke negara-negara lain termasuk ke negara
di kawasan Asia Tenggara. Indonesia merupakan negara pencetus non-Blok dan
menjadi negara yang paling aktif dalam menyuarakan anti memihak antara kedua
blok tersebut. Indonesia juga menegaskan bahwa politik luar negerinya
independen (bebas) dan aktif yang hingga kini kita kenal dengan politik luar
negeri bebas aktif. Indonesia merupakan salah satu negara yang berani keluar
dari PBB dalam menyatakan keseriusan sikapnya. 
Namun nyatanya pada masa orde lama Indonesia tidak menerapkan
sepenuhnya politik bebas aktif yang dicetuskannya. Secara jelas terlihat
Indonesia pada saat itu cenderung berporos ke Timur dan dekat dengan negara-
negara komunis seperti Cina dan USSR dibandingkan dengan negara-negara
Barat seperti Amerika Serikat. Presiden Soekarno juga menetapkan politik luar
marcusuar dimaana dibuat poros Jakarta-Peking-Phyongyang. Hal ini menyulut
kontrofersi dimata dunia internasional, karena Indonesia yang awalnya
menyatakan sikap sebagai negara non-Blok menjadi berpindah haluan. Hal ini
membuat tidak berjalan dengan efektifnya politik luar negeri bebas aktif saat itu. 

C. Politik Luar Negeri Indonesia Pada Masa Orde Baru


Pada masa awal Orde Baru terjadi perubahan pada pola hubungan luar
negeriIndonesiadalam segala bidang. Pada masa pemerintahan Soeharto,
Indonesialebih memfokuskan pada pembangunan sektor ekonomi. Pembangunan
ekonomi tidak dapat dilaksanakan secara baik, tanpa adanya stabilitas politik
keamanan dalam negeri maupun di tingkat regional. Pemikiran inilah yang
mendasari Presiden Soeharto mengambil beberapa langkah kebijakan politik
luar negeri (polugri), yaitu membangun hubungan yang baik dengan pihakpihak
Barat dan “good neighbourhood policy” melalui Association South East
Asian nation (ASEAN). Titik berat pembangunan jangka panjang Indonesia

7
saat itu adalah pembangunan ekonomi, untuk mencapai struktur ekonomi
yang seimbang dan terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat, pada dasawarsa
abad yang akan datang. Tujuan utama politik luar negeri Soeharto pada awal
penerapan New Order (tatanan baru) adalah untuk memobilisasi sumber dana
internasional demi membantu rehabilitasi ekonomi negara dan pembangunan,
serta untuk menjamin lingkungan regional yang aman yang memudahkan
Indonesiauntukberkonsentrasipadaagendadomestiknya.Berikut pernyataan
Presiden SoehartomengenaipolitikluarnegeriIndonesiayang bebas aktif.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dalam bidang politik luar negeri,
kebijakan politik luar negeri Indonesia lebih menaruh perhatian khusus terhadap
soal regionalisme. Para pemimpin Indonesia menyadari pentingnya stabilitas
regional akan dapat menjamin keberhasilan rencana pembangunan Indonesia.
Kebijakan luar negeri Indonesia juga mempertahankan persahabatan dengan
pihak Barat, memperkenalkan pintu terbuka bagi investor asing, serta bantuan
pinjaman. Presiden Soeharto juga selalu menempatkan posisi Indonesia
sebagai pemeran utama dalam pelaksanaan kebijakan luar negerinya tersebut,
sepertihalnyapadamasapemerintahanPresidenSoekarno.Beberapa sikap Indonesia
dalammelaksanakanpolitikluarnegerinyaantara lain; menghentikan konfrontasi
dengan Malaysia.Upayamengakhirikonfrontasi terhadap Malaysia dilakukan agar
Indonesia mendapatkankembalikepercayaan dari Barat dan membangun kembali
ekonomi Indonesiamelaluiinvestasi dan bantuan dari pihak asing. Tindakan ini
juga dilakukan untukmenunjukkan pada dunia bahwa Indonesia meninggalkan
kebijakan luar negerinya yang agresif. Konfrontasi berakhir setelah Adam Malik
yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Luar Negeri menandatangani
Perjanjian Bangkok pada tanggal 11 Agustus 1966 yang isinya mengakui
Malaysia sebagai suatu negara.
Selanjutnya Indonesia juga terlibat aktif membentuk organisasi ASEAN
bersama dengan Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina.Dalam
pembentukan ASEAN Indonesia memainkan peranan utama dalam
pembentukan organisasi ASEAN. ASEAN merupakan wadah bagi politik luar
negeri Indonesia. Kerjasama ASEAN dipandang sebagai bagian terpenting
dari kebijakan luar negeri Indonesia. Ada kesamaan kepentingan nasional

8
antara negara-negara anggota ASEAN, yaitu pembangunan ekonomi dan
sikap non komunis. Dengan demikian, stabilitas negara-negara anggota
ASEAN bagi kepentingan nasional Indonesia sendiri sangatlah penting.
ASEAN dijadikan barometer utama pelaksanaan kerangka politik luar negeri
Indonesia. Berbagai kebutuhan masyarakat Indonesia coba difasilitasi dan
dicarikan solusinya dalam forum regional ini. Pemerintahan Soeharto coba
membangun Indonesia sebagai salah satu negara Industri baru di kawasan
Asia Tenggara, sehingga pernah disejajarkan dengan Korea Selatan, Taiwan,
dan Thailand sebagai macan-macan Asia baru. Di samping itu, politik luar
negeri Indonesia dalam forum ASEAN, juga untuk membentuk citra positif
Indonesia sebagai salah satu negara yang paling demokratis dan sangat layak
bagi investasi industri.
Presiden Soeharto memakai Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC)
untuk memproyeksikan posisi kepemimpinan Indonesia. Pada awalnya Indonesia
tidak setuju dengan APEC. Kekhawatiran itu didasarkan pada ketidakmampuan
Indonesia menghadapi liberalisasi perdagangan. Kekhawatiran lainnya adalah
kehadiran APEC dapat mengikis kerjasama antara negara-negara ASEAN.
Setelah berakhirnya Perang Dingin, Indonesia mengubah pandangannya
terhadap APEC. Faktor pendorongnya antara lain adalah karena Indonesia
menjadi ketua pertemuan APEC selanjutnya. Keberhasilan Indonesia menjadi
ketua pertemuan APEC dan juga keberhasilan menjadi Ketua Gerakan Non
Blok X pada tahun 1992, setidaknya memberikan pengakuan bahwa Indonesia
adalah salah satu pemimpin internasional.
Pada masa Orde Baru merupakan masa dimana Indonesia memasuki masa
demokrasi Pancasila. Segala kebijakan harus berlandaskan Pancasila dan UUD
1945 sehingga tidak terjadinya penyimpangan yang terjadi dalam setiap
pengambilan keputusan dan kebijakan, termasuk kebijakan luar negeri Indonesia.
Pada masa Orde Baru dimana masa kepemimpinan presiden Soeharto Indonesia
mengalami kemajuan dalam sektor pembangunan dalam negeri, penguatan
pertanian dan menjadi negara swasembada pangan. Dalam pengambilan
keputusan luar negeri presiden Soeharto tetap menerapkan perinsip politik luar

9
negeri bebas aktif dimana peran Indonesia dalam dunia Internasional terlihat dan
juga Independen (bebas) dalam menentukan sikap.
Pada masa Orde Baru pemerintah Indonesia menerapkan politik luar
negeri bebas aktif secara efektif. Peranan Indonesia pada masa Orde Baru terlihat
jelas dengan peran aktif dalam acara-acara tingkat dunia. Kerjasama diperluas
dalam berbagai sektor terutama sektor perekonomian, Indonesia juga secara
cepat memberikan tanggapan akan isu-isu yang muncul dalam dunia
internasional. Politik Luar negeri Indonesia yang bebas aktif pada masa Orde
Baru dapat membawa Indonesia baik di mata dunia. Namun beberapa pihak
menilai bahwa pada masa presiden Soeharto yang jelas anti komunisme
hubungan dengan negara-negara komunis tidak terlalu baik. Kecenderungan
hubungan Indonesia pada masa Orde Baru adalah mengarah kepada negara-
negara Barat yang pada masa presiden Soekarno terabaikan. 

D. Politik Luar Negeri Indonesia Era Reformasi


Orientasi politik luar negeri Indonesia di awal reformasi masih sangat
dipengaruhi oleh kondisi domestik akibat krisis multidimensi akibat transisi
pemerintahan. Perhatian utama politik luar negeri Indonesia diarahkan pada
upaya pemulihan kembali kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia
serta memulihkan perekonomian nasional. Politik luar negeri Indonesia saat
itu lebih banyak dipengaruhi oleh perkembangan politik domestik daripada
politik internasional.
Pada masa awal reformasi yang dimulai oleh pemerintahan Presiden
B.J.Habibie, pemerintah Habibie disibukkan dengan usaha memperbaiki
citra Indonesia di kancah internasional yang sempat terpuruk sebagai dampak
krisis ekonomi di akhir era Orde Baru dan kerusuhan pasca jajak pendapat
di Timor-Timur. Lewat usaha kerasnya, Presiden Habibie berhasil menarik
simpati dari Dana Moneter Internasional/International Monetary Funds
(IMF) dan Bank Dunia untuk mencairkan program bantuan untuk mengatasi
krisis ekonomi.
Pada masa pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid, hubungan RI
dengannegara-negara Barat mengalami sedikit masalah setelah lepasnya

10
TimorTimur dari NKRI. Presiden Wahid memiliki cita-cita mengembalikan citra
Indonesia di mata internasional.
Untuk itu beliau banyak melakukan kunjungan kenegaraan ke luar negeri. Dalam
setiap kunjungan luar negeri yang ekstensif selama masa pemerintahan yang
singkat Presiden Wahid secara konstan mengangkat isu-isu domestik dalam setiap
pertemuannya dengan setiap kepala negara yang dikunjunginya. Termasuk dalam
hal ini, selain isu Timor-Timur, adalah soal integritas tertorial Indonesia seperti
kasus Aceh, Papua dan isu perbaikan ekonomi.
Diplomasi di era pemerintahan Abdurrahman Wahid dalam konteks
kepentingan nasional selain mencari dukungan pemulihan ekonomi,
rangkaian kunjungan ke mancanegara diarahkan pula pada upaya-upaya
menarik dukungan mengatasi konflik domestik, mempertahankan integritas
teritorial Indonesia, dan hal yang tak kalah penting adalah demokratisasi
melalui proses peran militer agar kembali ke peran profesional. Ancaman
integrasi nasional di era Presiden Wahid menjadi kepentingan nasional yang
sangat mendesak dan diprioritaskan.
Megawati dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 23
Juli2001. Pada awal pemerintahannya, suasana politik dan keamanan menjadi
sejuk dan kondusif. Walaupun ekonomi Indonesia mengalami perbaikan,
seperti nilai tukar rupiah yang agak stabil, tetapi Indonesia pada masa
pemerintahannya tetap saja tidak menunjukkan perubahan yang berarti dalam
bidang-bidang lainnya.
Belajar dari pemerintahan presiden yang sebelumnya, Presiden Megawati
lebih memerhatikan dan memertimbangkan peran DPR dalam penentuan
kebijakan luar negeri dan diplomasi seperti diamanatkan dalam UUD 1945.
Presiden Megawati juga lebih memprioritaskan diri untuk mengunjungi
wilayah-wilayah konflik di Tanah Air seperti Aceh, Maluku, Irian Jaya,
Kalimantan Selatan atau Timor Barat.
Pada era pemerintahan Megawati, disintegrasi nasional masih menjadi
ancaman bagi keutuhan teritorial. Selain itu, pada masa pemerintahan
Megawati juga terjadi serangkaian ledakan bom di tanah air. Sehingga dapat
dipahami, jika isu terorisme menjadi perhatian serius bagi pemerintahan

11
Megawati.
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dilantik menjadi Presiden ke-6
Republik Indonesia pada tanggal 20 Oktober 2004. SBY merupakan Presiden
Indonesia pertama yang dipilih melalui mekanisme pemilihan umum secara
langsung. SBY berhasil mengubah citra Indonesia dan menarik investasi asing
dengan menjalin berbagai kerjasama dengan banyak negara pada
masa pemerintahannya, antara lain dengan Jepang. Perubahan-perubahan
global pun dijadikannya sebagai peluang. Politik luar negeri Indonesia di
masa pemerintahan SBY diumpamakan dengan istilah ‘mengarungi lautan
bergelombang’, bahkan ‘menjembatani dua karang’. Hal tersebut dapat
dilihat dengan berbagai insiatif Indonesia untuk menjembatani pihak-pihak
yang sedang bermasalah. Indonesia tidak pandang bulu bergaul dengan negara
manapun sejauh memberikan manfaat bagi Indonesia.

2.2 Peran Indonesia dalam Dunia Internasional


A. Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955
Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika adalah sebuah konferensi antara
negara-negara Asia dan Afrika yang kebanyakan beru saja memperoleh
kemerdekkaan. KAA diselenggarakan oleh Indonesia, Myanmar (dahulu Burma),
Sri Lanka (dahulu Ceylon), India, dan Pakistan dan dikoordinasi oleh Menteri Luar
Negeri Indonesia Sunario. Pertemuan ini berlangsung antara 18-24 April 1955 di
Gedung Merdeka, Dandung, Indonesia. Tujuannya mempromosikan kerjasama
ekonomi dan kebudayaan Asia-Afrika dan melawan kolonialisme atau
neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet, atau negara imperalis lainya.
1. Latar Belakang Diselenggarakannya Konferensi Asia-Afrika
a) Bangsa-bangsa Asia-Afrika memiliki persamaan nasib dan sejarah yakni
sama-sama menjadi sasaran penjajahan bangsa-bangsa Eropa.
b) Semakin meningkatnya kesadaran bangsa-bangsa Asia-Afrika yang masih
terjajah untuk memperoleh kemerdekaan.
c) Perubahan politik yang terjadi setelah Perang Dunia II berakhir yakni
situasi internasional diliputi kecemasan akibat adanya perlombaan senjata
antara Blok Barat dan Blok Timur.

12
d) Diantara bangsa-bangsa Asia yang telah merdeka masih belum terdapat
kesadaran untuk bersatu, yang kemudian Rusia dan Amerika Serikat ikut
melibatkan diri dalam masalah tersebut.
2. Tujuan Konferensi Asia-Afrika
(a) Mengembangkan saling pengertian dan kerja sama antar bangsa-bangsa
Asia-Afrika, serta untuk menjajagi dan melanjutkan kepentingan timbal
balik maupun kepentingan bersama.
(b) Meninjau masalah-masalah hubungan social, ekonomi, dan kebudayaan
dalam hubungannya dengan negara-negara peserta.
(c) Mempertimbangkan masalah-masalah mengenai kepentingan khusus dari
bangsa-bangsa Asia-Afrika seperti yang menyangkut kedaulatan nasional,
rasionalisme, dan kolonialisme.
(d) Meninjau kedudukan Asia-Afrika serta rakyatnya, serta memberikan
sumbangan untuk meningkatkan perdamaian dan kerja sama internasional.
3. Peranan Indonesia dalam KAA
(a) Indonesia ikut memprakarsai dan sebagai tempat penyelenggaraan
Konferensi Pancanegara II yang berlangsung tanggal 28-29 Desember
1954 di Bogor (Jawa Barat). Konferensi ini sebagai pendahuluan dari
KAA.
(b) Indonesia ikut memprakarsai dan sebagai tempat penyelenggaraan KAA
yang berlangsung pada tanggal 18-24 April 1955 di Gedung Merdeka
Bandung (Jawa Barat). Dalam konferensi ini beberapa tokoh Indonesia
menduduki peranan penting, diantaranya adalah :
Ketua Konferensi                              : Mr. Ali Sastroamidjoyo
Sekretaris Jenderal Konferensi      : Ruslan Abdulgani
Ketua Komite Kebudayaan             : Mr. Muh. Yamin
Ketua Komite Ekonomi                    : Prof. Ir. Roseno
(c) Dalam KAA Indonesia termasuk salah satu penggagas pertemuan tersebut
bersama Mesir dan India sehingga diadakan untuk yang pertama kalinya di
Bandung tahun 1955.

13
B. Gerakan Non-Blok/Non Align Movement (NAM)
1. Latar Belakang Gerakan Non Blok
Gerakan Non Blok (non-aligned) merupakan organisasi negara-negara
yang tidak memihak Blok Barat maupun Blok Timur. Berdirinya Gerakan Non
Blok di latar belakangi oleh hal-hal sebagai berikut :
a) Diilhami Konferensi Asia-Afrikadi Bandung (1955)di mana negara-negara
yang pernah dijajah perlu menggalang solidaritas untuk melenyapkan
segala bentuk kolonialisme.
b) Adanya krisis Kuba pada tahun 1961di mana Uni Soviet membangun
pangkalan peluru kendali secara besar-besaran di Kuba, hal ini
mangakibatkan Amerika Serikat merasa terancam sehingga suasana
menjadi tegang. Ketegangan antara Blok Barat dan Blok Timur ini
mendorong terbentuknya GNB.
Adapun berdirinya Gerakan Non Blok diprakarsai oleh:
(a)   Presiden Soekarno dari Indonesia,
(b)   Presiden Gamal Abdul Nasser dari Republik Persatuan Arab-
Mesir,
(c)   Perdana Menteri Pandith Jawaharlal Nehru dari India,
(d)   Presiden Josep Broz Tito dari Yugoslavia, dan
(e)   Presiden Kwame Nkrumah dari Ghana.

2. Tujuan Gerakan Non Blok                                                       


Gerakan Non Blok bertujuan meredakan ketegangan dunia sebagai akibat
pertentangan antara Blok Barat dan Blok Timur.

3. Peranan Indonesia dalam Gerakan Non Blok


a) Presiden Soekarno adalah satu dari lima pemimpin dunia yang mendirikan
GNB.
b) Iku memprakarsai berdirinya Gerakan Non Blok dengan menandatangani
Deklarasi Beograd sebagai hasil Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non
Blok I pada tanggal 1-6 September 1961.

14
c) Indonesia menjadi pemimpin GNB pada tahun 1991. Saat itu Presiden
Soeharto terpilih menjadi ketua GNB. Sebagai pemimpin GNB, Indonesia
sukses menggelar KTT X GNB di Jakarta.
d) Indonesia juga berperan penting dalam meredakan ketegangan di kawasan
bekas Yogoslavia pada tahun 1991.
e) Indonesia sebagai tempat penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi
Gerakan Non Blok X yang berlangsung pada tanggal 1-6 September 1992
di Jakarta.
f) Ekspor dan impor perdagangan Indonesia dengan negara anggota GNB.

C. Pembentukan ASEAN
1. Latar Belakang pembentukan ASEAN
ASEAN (Association of South East Asia Nations), atau Perhimpunan Bangsa-
Bangsa Asia Tenggara (PERBARA), merupakan organisasi kerja sama regional
negara-negara Asia Tenggara di bidang ekonomi, sosial, dan kebudayaan.
Meskipun organisasi ini bertekad mewujudkan stabilitas dan keamanan kawasan
Asia Tenggara dari pengaruh asing, tetapi bukan merupakan organisasi politik.
Hal ini dapat dilihat dari latar belakang berdirinya ASEAN.
Berdirinya ASEAN didorong oleh beberapa factor di antaranya sebagai
berikut.
a) Faktor Intern, yakni setelah berakhirnya Perang Dunia II lahirlah negara-
negara baru di Asia Tenggara. Munculnya negara-negara baru ini pada
umumnya banyak memiliki persamaan masalah, oleh karena itu perlu sikap
dan tindakan bersama untuk mewujudkan stabilitas dan keamanan kawasan
ini melalui ASEAN.
b) Faktor Ekstern, yakni akibat krisis Indocina yang ditimbulkan oleh gerakan
komunis yang berusaha menguasai seluruh Vietnam, Laos, dan Kamboja
(Kampuchea) sebagai negara komunis, maka negara-negara tetangga di
kawasan ini merasa khawatir dan bersepakat menghadapi ancaman ini
dengan membentuk ASEAN.

15
2. Tujuan ASEAN
Maksud dan tujuan ASEAN seperti yang tercantum dalam Deklarasi
Bangkok 8 Agustus 1967 adalah sebagai berikut:
a) Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial serta pengembangan
kebudayaan di kawasan Asia Tenggara.
b) Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional.
c) Meningkatkan kerja sama yang aktif serta saling membantu satu sama lain
dalam masalah ekonomi, sosial, budaya, teknik, ilmu pengetahuan, dan
administrasi.
d) Saling memberikan bantuan dalam bentuk sarana-sarana latihan dan
penelitian dalam bidang-bidang pendidikan, professional, teknik, dan
administrasi.
e) Bekerja sama dengan lebih efektif dalam meningkatkan penggunaan
pertanian serta industri, perluasan perdagangan komoditi internasional,
perbaikan sarana-sarana pengangkutan dan komunikasi serta peningkatan
taraf hidup rakyat.
f) Meningkatkan studi-studi tentang Asia Tenggara.
g) Memelihara kerja sama yang erat dan berguna bagi organisasi-organisasi
internasional dan regional yang ada dan bertujuan serupa.

3. Peranan Indonesia dalam ASEAN


Peranan Indonesia dalam ASEAN sangat besar diantaranya sebagai berikut.
a) Indonesia merupakan salah satu negara pemrakarsa berdirinya ASEAN pada
tanggal 8 Agustus 1967.
b) Indonesia berusaha membantu pihak-pihak yang bersengketa untuk mencari
penyelesaian dalam masalah Indocina. Indonesia berpendapat bahwa
penyelesaian Indocina secara keseluruhan dan Vietnam khususnya sangat
penting dalam menciptakan stabilitas di kawasan Asia Tenggara. Pada
tanggal 15-17 Mei 1970 di Jakarta diselenggarakan konferensi untuk
membahas penyelesaian pertikaian Kamboja. Dengan demikian Indonesia
telah berusaha menyumbangkan jasa-jasa baiknya untuk mengurangi
ketegangan-ketegangan dan konflik-konflik bersenjata di Asia Tenggara.

16
c) Indonesia sebagai penyelenggara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pertama
ASEAN yang berlangsung di Denpasar, Bali pada tangga 23-24 Februari
1976.
d) Pada tanggal 7 Juni 1976 Indonesia ditunjuk sebagai tempat kedudukan
Sekretariat Tetap ASEAN dan sekaligus ditunjuk sebagai Sekretaris Jendral
Pertama adalah Letjen. H.R. Dharsono yang kemudia digantikan oleh
Umarjadi Njotowijono.
e) Indonesia menjadi tempat pembuatan pupuk se-ASEAN, tepatnya di Aceh
yang nantinya akan digunakan negara-negara ASEAN, otomatis Indonesia
mendapatkan keuntungan dan juga bisa mengurangi pengangguran di
Indonesia.
f) AL-TNI saring melakukan latihan bersama dengan Singapura sehingga akan
membuktikan pada dunia bahwa militer Indonesia masih kuat, dan Indonesia
pun melakukan perjanjian Ekstradisi disemua negara ASEAN.
g) Pada KTT ASEAN ke-9 tanggal 7-8 Oktober 2003 di Bali, Indonesia
mengusulkan pembentukan komunitas ASEAN (Asean Community).
Komunitas ini mencakup bidang keamanan, sosial – kebudayaan, dan
ekonomi.
h) Pada tahun 2004 Indonesia menjadi negara yang memimpin ASEAN.
i) Menjadi tuan rumah pertemuan khusus pasca gempa bumi dan tsunami pada
Januari 2005. pertemuan ini bertujuan untuk membicarakan tindakan-
tindakan mengatasi bencana tsunami pada 26 Desember 2004.
j) Pada bulan Agustus 2007 diresmikan Asean Forum 2007 di Jakarta. Forum
ini diselenggarakan untuk mendukung terwujudnya Komunitas Asean 2015
diselenggarakan dalam rangka memperingati hari jadi ASEAN ke-40.
k) Pada KTT Asean ke-19 tanggal 17-19 November 2011 Indonesia kembali
menjadi tuan rumah.
l) Kesepakatan Kawasan Bebas Senjara Nuklir Asia Tenggara atau Southeast
Asia Nuclear Weapon Free Zone (SEANWFZ)

17
D. Misi Pemeliharaan Perdamaian Garuda

Dalam rangka membantu mewujudkan pemeliharaan perdamaian dan


keamanan internasional Indonesia sudah cukup banyak pengirimkan Kontingen
Garuda (KONGA) ke luar negeri. Sampai tahun 2014 Indonesia telah
mengirimkan kontingen Garudanya sampai dengan kontingen Garuda yang ke
duapuluh tiga (XXIII). Pengiriman Misi Garuda yang pertama kali dilakukan pada
bulan Januari 1957. Pengiriman Misi Garuda dilatarbelakangi adanya konflik di
Timur Tengah terkait masalah nasionalisasi Terusan Suez yang dilakukan oleh
Presiden Mesir Ghamal Abdul Nasser pada 26 Juli 1956. Sebagai akibatnya,
pertikaian menjadi meluas dan melibatkan negara-negara di luar kawasan
tersebut yang berkepentingan dalam masalah Suez. Pada bulan Oktober 1956,
Inggris, Perancis dan Israel melancarkan serangan gabungan terhadap Mesir.
Situasi ini mengancam perdamaian dunia sehingga Dewan Keamanan PBB
turun tangan dan mendesak pihak-pihak yang bersengketa untuk berunding.
Untuk kedua kalinya Indonesia mengirimkan kontingen untuk
diperbantukan kepada United Nations Operations for the Congo (UNOC)
sebanyak satu batalyon. Pengiriman pasukan ini terkait munculnya konflik di
Kongo (Zaire sekarang). Konflik ini muncul berhubungan dengan kemerdekaan
Zaire pada bulan Juni 1960 dari Belgia yang justru memicu pecahnya perang
saudara. Untuk mencegah pertumpahan darah yang lebih banyak, maka PBB
membentuk Pasukan Perdamaian untuk Kongo, UNOC. Pasukan kali ini di
sebut “Garuda II” yang terdiri atas Batalyon 330/Siliwangi, Detasemen Polisi
Militer, dan Peleton KKO Angkatan Laut. Pasukan Garuda II berangkat dari
Jakarta tanggal 10 September 1960 dan menyelesaikan tugasnya pada bulan
Mei 1961. Tugas pasukan Garuda II di Kongo kemudian digantikan oleh
pasukan Garuda III yang bertugas dari bulan Desember 1962 sampai bulan
Agustus 1964. Peran aktif Indonesia dalam menjaga perdamaian dunia terus
berlanjut, ketika meletus perang saudara antara Vietnam Utara dan Vietnam
Selatan. Indonesia kembali diberikan kepercayaan oleh PBB untuk mengirim
pasukannya sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB. Untuk menjaga
stabilitas politik di kawasan Indocina yang terus bergolak akibat perang saudara

18
tersebut, PBB membentuk International Commission of Control and Supervission
(ICCS) sebagai hasil dari persetujuan internasional di Paris pada tahun 1973.
Komisi ini terdiri atas empat negara, yaitu Hongaria, Indonesia, Kanada dan
Polandia. Tugas ICCS adalah mengawasi pelanggaran yang dilakukan kedua
belah pihak yang bertikai.
Pasukan perdamaian Indonesia yang dikirim ke Vietnam disebut sebagai
Pasukan Garuda IV yang berkekuatan 290 pasukan, bertugas di Vietnam dari
bulan Januari 1973, untuk kemudian diganti dengan Pasukan Garuda V, dan
kemudian pasukan Garuda VII. Pada tahun 1975 Pasukan Garuda VII ditarik
dari Vietnam karena seluruh Vietnam jatuh ketangan Vietcong (Vietnam Utara
yang komunis).
Pada tahun 1973, ketika pecah perang Arab-Israel ke 4, UNEF diaktifkan
lagi dengan kurang lebih 7000 anggota yang terdiri atas kesatuan-kesatuan
Australia, Finlandia, Swedia, Irlandia, Peru, Panam, Senegal, Ghana dan
Indonesia. Kontingen Indonesia semula berfungsi sebagai pasukan pengamanan
dalam perundingan antara Mesir dan Israel. Tugas pasukan Garuda VI berakhir 23
September 1974 untuk digantikan dengan Pasukan Garuda VIII yang bertugas
hingga tanggal 17 Februari 1975.
Sejak tahun 1975 hingga kini dapat dicatat peran Indonesia dalam
memelihara perdamaian dunia semakin berperan aktif, ditandai dengan
didirikannya Indonesian Peace Security Centre (IPSC/Pusat Perdamaian dan
Keamanan Indonesia) pada tahun 2012, yang didalamnya terdapat unit yang
mengelola kesiapan pasukan yang akan dikirim untuk menjaga perdamaian dunia
(Standby Force).

19
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. Pelaksanaan politik luar negeri di Indonesia sejak tahun 1945 –
sekarang masih belum sepenuhnya memenuhi azas “Bebas dan Aktif”
dan juga terdapat penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaannya.
Walaupun demikian Politik Luar Negeri sudah berhasil dalam beberapa
bidang di dunia Internasional.
2. Salah satu keberhasilan Indonesia dalam bidang politik luar negeri sejak
tahun 1945—sekarang adalah Indonesia memiliki banyak peran penting
dalam organisasi-organisasi internasion.

3.2. Saran
Untuk Pemerintah :
1. Melakukan perbaikan dalam pelaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia
agar sesuai dengan azas,prinsip dan cita-cita yang telah direncanakan pada
awal kemerdekaan.
Untuk Pembaca :
1. Memberikan tanggapan kepada pemerintah apabila pemerintah melakukan
tindakan yang tidak sesuai dengan azas dan Prinsip Politik Luar Negeri
bebas Aktif.

20
DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Sejarah Indonesia/ Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015.

WEBSITE
http://sejarah-interaktif.blogspot.co.id/2011/11/politik-luar-negeri-indonesia.html
http://www.artikelsiana.com/2015/03/pengertian-politik-luar-negeri-tujuan.html
http://www.sejarah-negara.com/category/nasional/page/3/
http://jasapengetikancibinong.blogspot.co.id/2015/02/indonesia-menggunakan-
politik-luar.html
http://www.gerbangilmu.com/2014/12/politik-luar-negeri-bebas-aktif.html

21

Anda mungkin juga menyukai