Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengue Hemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

dengue yang masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypti.

Penyakit DHF merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Seluruh

wilayah di Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit ini, sebab baik

virus penyebab maupun nyamuk penularnya sudah tersebar luas di perumahan

penduduk maupun fasilitas umum di seluruh Indonesia.

Penyakit Dengue Hemoragic Fever (DHF) pertama kali di Indonesia

ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, akan tetapi konfirmasi virologis baru

didapat pada tahun 1972. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah,

sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor-Timur telah

terjangkit penyakit. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan

kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit

dan secara sporadis selalu terjadi KLB setiap tahun.

Di berbagai daerah di Indonesia, DHF telah berulang kali dinyatakan sebagai

Kejadian Luar Biasa (KLB). KLB DHF terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan

Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan case fatality rate (CFR) 2%.

Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya

IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun

2002); dan 23,87 (tahun 2003).

Di Provinsi Riau, berdasarkan jumlah kasus DHF tahun 2002 s.d. September

2007 terjadi peningkatan kasus pada tahun 2005 sebanyak 1897 kasus, tahun 2006

dan September 2007 mengalami penurunan kasus hingga 50 %.

Data yang diperoleh dari ruang Anak RSUD Bangkinang, didapatkan data

DHF menempati urutan kedua dari sepuluh penyakit terbesar pada bulan Januari-

Desember 2015.

1
Berdasarkan data di atas, saya tertarik untuk mengangkat kasus tersebut

sebagai makalah pribadi, dengan judul ” Asuhan keperawatan pada An. A dengan

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) di ruang Anak RSUD Bangkinang.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum

Mampu menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan demam berdarah

dengue di ruang Anak RSUD Bangkinang.

2. Tujuan khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada An. A dengan DHF di ruang Anak RSUD

Bangkinang.

b. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan sesuai permasalahan yang ada.

c. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan sesuai prioritas masalah

keperawatan yang ada pada An. A dengan DHF di ruang Anak RSUD

Bangkinang.

d. Mampu melaksanakan rencana tindakan yang telah disusun dan dilaksanakan

sesuai dengan kebutuhan klien saat ini.

e. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan kepada

klien.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Defenisi

Demam berdarah dengue adalah suatu infeksi arbovirus (arthropod-borne

virus) akut, ditularkan oleh nyamuk spesies Aedes Aeghepty (Nelson, 2000).

Demam berdarah dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus

dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (Nursalam dkk, 2005).

B. Etiologi

Penyebab utama demam berdarah dengue adalah virus dengue yang tergolong

jenis arbovirus melalui vektor utama aedes aegypti. Adanya vektor berhubungan erat

dengan kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperluan sehari-hari,

sanitasi lingkungan yang kurang baik, dan penyediaan air bersih yang langka.

C. Patofisiologi

Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup.

Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai

pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan

tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan

terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka

perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.

Individu yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue

yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita

DBD/Berat.

Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang

akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang

kemudian berikatan dengan faktor reseptor dari membran sel leukosit terutama

makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh

tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag.

3
Antibody Dependent Enhancement (ADE), suatu proses yang akan

meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai

tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang

kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga

mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok. Replikasi virus dengue terjadi juga

dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah

banyak.

Masa inkubasi demam berdarah dengue diduga merupakan masa inkubasi

demam dengue perjalanannya khas yang sangat sakit. Fase pertama yang relatif

ringan dengan demam mulai mendadak, malaise, muntah, nyeri kepala, anoreksia

dan batuk disertai sesudah 2–5 hari oleh deteriosasi klinis cepat dan kolaps.

Pada fase kedua penderita biasanya menderita ekstremitas dingin, lembab,

badan panas, muka merah, keringat banyak, gelisah, iritabel, dan nyeri mid-

epigastrik. Seringkali ada petekie tersebar pada dahi dan tungkai; ekimosis spontan

mungkin tampak, dan mudah memar serta berdarah pada tempat pungsi vena adalah

lazim ruam makular atau makulopapular mungkin muncul dan mungkin ada sianosis

sekeliling mulut dan perifer. Pernafasan cepat dan sering berat. Nadi lemah, cepat

dan kecil dan suara jantung halus. Hal ini mungkin membesar sampai 4–6 cm

dibawah tepi kosta dan biasanya keras dan agak nyeri. Kurang dari 10% penderita

menderita ekimosis atau perdarahan saluran cerna yang nyata, biasanya pasca masa

syok yang tidak terkoreksi.

Sesudah 24–36 jam masa kritis, konvalesen cukup cepat pada orang yang

sembuh. Suhu dapat kembali normal sebelum atau selama fase syok. Bradikardi dan

ekstrasistol ventrikel lazim selama konvaselen. Jarang, ada cedera otak sisa yang

disebabkan oleh syok lama atau kadang-kadang karena perdarahan intrakranial.

Strain virus dengue 3 yang besirkulasi di daerah utama Asia Tenggara sejak tahun

1983 disertai dengan terutama sindrom klinis berat, yang ditandai oleh enselopati,

hipoglikemia, kenaikan enzim hati yang mencolok dan kadang-kadang ikterus.

4
Berbeda dengan pola yang sangat khas pada anak yang sakit berat, infeksi

dengue sekunder relatif ringan pada sebagian besar keadaan, berkisar dari infeksi

yang tidak jelas sampai penyakit saluran pernapasan atas yang tidak terdiferensiasi

atau penyakit seperti dengue sampai penyakit serupa dengna penyakit yang diuraikan

sebelumnya tetapi tanpa syok yang jelas.

5
D. Perjalanan Penyakit (Web Of Caution-WOC)

DHF/DBD

viremia

Demam Sakit kepala mual Nyeri otot petekhie Pembesaran


kelenjargetah
bening

trombositopenia Pembesaran limfa Hepato megali hiperemia


(splenomegali)

Vaskulitis Reaksi
imunologis

Permeabilitas vaskular
meningkat (dinding kapiler)

Hemokonsentrasi (peningkatan
Kebocoran plasma HCT >20 %), Hipoproteinemia,
Hiponatremia dan Efusi
serosa.
hipovolume
Peningkatan reabsorbsi air dan Na
oleh ginjal dan penurunan eksresi
Na urine serta peningkatan
syok osmolalitas

Hipoksia
jaringan

DIC Asidosis
metabolik

Perdarahan

6
E. Tanda dan Gejala

Kasus DHF ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam tinggi,

perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan peredaran

darah. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan

membedakan DHF dari demam dengue ialah meningginya permeabilitas dinding

pembuluh darah, menurunnya volume plasma, hipotensi, trombositopenia dan

diatesis hemoragik (Tuchid, 1973). Halstead (1965) mengemukakan gejala yang

harus dipertimbangkan dalam diferensiasi DHF dari demam dengue di Thailand

yaitu:

1. DHF pada umumnya disertai pembesaran hati.

2. Leukositosis seringkali ditemukan pada DHF, berlainan dengan demam dengue

yang pada umumnya disertai leukopenia berat.

3. Manifestasi perdarahan seperti petekie, ekimosis, uji tourniket positf dan

trombositopenia lebih menonjol pada DHF.

4. Limfadenopatia, ruam makulopapular dan mialgia bersifat lebih ringan pada DHF.

Sebaliknya Halstead dkk. (1970) berpendapat istilah itu harus dibatasi hanya

pada penderita yang disertai kelainan khas, yaitu hipoproteinemia dan

trombositopenia. Disarankannya 2 batas tegas dalam pembagian klinis, yaitu dengue

normal dan dengue yang berubah sifatnya (altered dengue). Dengan demikian,

berdasarkan pembagian ini walaupun seorang menderita infeksi dengue disertai

perdarahan hebat, bila penderita tidak ditemukan hipoproteinemia dan

trombositopenia, maka kasusnya tidak digolongkan sebagai DHF.

Patokan WHO (1975) untuk membuat diagnosis DHF ditetapkan sebagai

berikut:

1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2–7 hari.

2. Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji tourniket positif dan salah

satu bentuk lain (petekie, purpura, ekimosis, epistaksis dan perdarahan gusi),

hematemesis atau melena.

3. Perbesaran hati.

7
4. Renjatan yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai nadi menurun (menjadi 20

mmHg atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistole menurun sampai 80

mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada

ujung hidung, jari dan kaki, penderita menjadi gelisah, timbul sianosis di sekitar

mulut.

WHO membagi derajat penyakit DHF dalam 4 derajat, yaitu:

 Derajat I: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan ialah uji tourniket positif.

 Derajat II: Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan

lain.

 Derajat III: Ditemukannya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lembut,

tekanan nadi menurun (kurang dari 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit

yang dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.

 Derajat IV: Renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan

darah yang tidak dapat diukur.

F. Pemeriksaan Fisik

Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi dari ujung rambut sampai

ujung kaki. berdasarkan tingkatan DHF, keadaan fisik adalah sebagai berikut:

1) Tingkatan I: Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda vital

dan nadi lemah.

2) Tingkatan II: Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan

spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak

teratur.

3) Tingkatan III: Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah,

kecil dan tidak teratur, serta tensi menurun.

4) Tingkatan IV: Kesadaran koma, tanda-tanda vital: nadi tidak teraba, tensi tidak

terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat dan kulit tampak

biru.

8
1. Kepala dan leher.

Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam, mata anemis,

hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada Tingkatan II, III, IV.

Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi

dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami Hyperemia pharing dan

terjadi perdarahan telinga (Tingkatan II, III, IV).

2. Dada

Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada foto thorax terdapat

adanya cairan yang tertimbun pada paru-paru sebelah kanan (efusi pleura),

rales (+), ronchi (+) yang biasanya terdapat pada Tingkatan III dan IV.

3. Abdomen

Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali), dan asites.

4. Ekstremitas

Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.

5. Sistem Integumen:

Adanya petekia pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin

dan lembab, kuku sianosis atau tidak

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Parameter laboratorium yang dapat dilakukan antara lain:

a. Leukosit: Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui

limfositosis relatif (>45% dari total leukosit)

b. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3–8

c. Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan

hematokrit ≥ 20 % dari hematokrit awal umumnya pada hari ke-3 demam

d. Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen, pada keadaan

yang dicurigai adanya perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

9
e. Protein atau albumin: dapat terjadinya hhipoproteinemia akibat kebocoran

plasma.

f. SGOT/SGPT (Serum alanin aminotransferase) dapat meningkat

g. Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.

h. Elektrolit: sebagai parameter pemberian cairan

i. Golongan darah dan crossmatch: bila akan diberikan transfusi darah atau

komponen darah.

j. Pemeriksaan imunoserologi: dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap

dengue.

2. Pemeriksaan Radiologi

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya

dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada posisi badan sebelah

kanan).

3. Pemeriksaan USG

Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

(Sudoyo, 2007).

G. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko terjadinya syok hopovolemik berhubungan dengan kekurangan cairan dan

kebocoran plasma

2. Resiko cedera: perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia

3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses inflamasi

(viremia)

4. Gangguan rasa nyaman: nyeri otot dan persendian berhubungan dengan proses

inflamasi, proses patologis penyakit.

5. Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding

plasma, perdarahan berlebihan, gangguan pembekuan darah.

6. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.

10
H. Intervensi Keperawatan

1. Resiko cedera: perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia

Tabel. H.1.1. Intervensi keperawatan resiko cedera

Rasional
No Intervensi Keperawatan
1 Kaji adanya riwayat perdarahan.. Menentukan tingkat perdarahan
sebagai pedoman intervensi.
2 Jika ada perdarahan, catat: jumlah, Merupakan data untuk mengetahui
frekuensi dan jenis perdarahan. langkah selanjutnya.
3 Arahkan keluarga untuk membantu Cedera dapat menyebabkan
aktivitas fisik yang dapat perdarahan.
membahayakan klien.
4 Pantau adanya perubahan hasil Sebagai acuan tingkat keberhasilan
laboratorium: Hemoglobin, Hematokrit, pemberian asuhan keperawatan.
Trombosit, leukosit.
5 Batasi pergerakan, anjurkan klien Mengurangi beratnya kerja hepar.
bedrest total.
6 Jelaskan pada keluarga alasan klien Meningkatkan pengetahuan
dilakukan bedrest total. keluarga.
7 Kaji adanya perasaan pusing atau Sebagai pencegahan cidera, dan
oyong saat berjalan. adanya syok hipovolemik.
8 Hindari klien dari lingkungan yang Kejadian cidera dapat
menyebabkan klien terjatuh. menyebabkan perdarahan baru
yang jauh lebih membahayakan.

2. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses inflamasi

(viremia)

Tabel. H.1.2. Intervensi keperawatan: Peningkatan suhu tubuh

No. Intervensi Keperawatan Rasional

1 Mandiri:
Kaji saat terjadinya demam serta DBD di dahului oleh demam tinggi,
karakteristik maupun pola demam. terus-menerus berlangsung 2–7
hari.
2 Observasi tanda-tanda vital secara Tanda vital sebagai acuan keadaan
teratur dan laporkan segera bila disertai umum pasien.
kejang.
Rasional
Selanjutnya;
No Intervensi Keperawatan

11
3 Kompres hangat bila suhu lebih dari 38º Membantu menurunkan suhu tubuh
C dan bila lebih dari 39º C lakukan melalui proses evaporasi atau
“tepid water sponge”. penguapan panas tubuh.
4 Berikan cairan oral bila pasien masih Mengimbangi pengeluaran cairan
bisa minum. akibat peningkatan suhu tubuh.

5 Jelaskan pada keluarga penyebab Keterlibatan keluarga sangat berarti


demam dan cara melakukan kompres. dalam proses perawatan di rumah.
6 Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian terapi sesuai Pemberian dosis yang tepat
program medik: antipiretik atau merupakan terapi suportif
parasetamol. penurunan suhu tubuh.

3 Gangguan rasa nyaman: nyeri otot dan persendian berhubungan dengan proses

inflamasi, proses patologis penyakit.

Tabel. H.1.3. Intervensi keperawatan: Gangguan rasa nyaman nyeri

No. Intervensi Keperawatan Rasional


1 Mandiri: Sebagai dasar untuk menetapkan
Kaji tingkat dan karakteristik nyeri. metode intervensi yang sesuai.
2 Berikan posisi yang nyaman, Posisi yang tepat dan lingkungan
lingkungan yang tenang dan alihkan yang tenang, dapat mengurangi
perhatian pasien dari rasa nyeri. stressor nyeri.
3 Ajarkan teknik napas dalam, relaksasi Meningkatkan konsumsi O2 dapat
dilakukan saat nyeri muncul. mengurangi nyeri.
4 Berikan kesempatan pasien berinteraksi Keluarga dapat memberikan
dengan keluarga atau teman. support yang dapat membuat pasien
tenang.
5 Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian analgetik sesuai Mengurangi nyeri.
indikasi dan program medik.

12
4. Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding

plasma, perdarahan berlebihan, gangguan pembekuan darah.

Tabel. H.1.4. Intervensi keperawatan; Defisit volume cairan berhubungan

No. Intervensi Keperawatan Rasional

1 Mandiri:
Palpasi nadi perifer, perhatikan Kekuraangan cairan menyebabkan
pengisian kapiler, warna, atau suhu kulit gangguan perfusi dan kolaps
dan observasi tanda-tanda vital setiap sirkulasi
15 menit.
2 Pantau pengeluaran urin, ukur atau Sebagai dasar pemenuhan
perkirakan kehilangan cairan dari semua kebutuhan pengganti cairan yang
sumber, missal muntah dan diaphoresis. hilang.
3 Catat balance cairan tiap 8 jam, Intake Menentukan deficit atau overload
dan output. cairan.
4 Penuhi kebutuhan cairan (sesuai Cairan kristaloid memberikan
program terapi) kristaloid atau koloid. perbaikan sirkulasi segera, koloid
mengembalikan cairan-cairan ke
dalam vaskuler.
5 Pantau peningkatan Tekanan darah tiba- Perbaikan kekurangan cairan terlalu
tiba atau nyata, gelisah, batuk, despneu, cepat dapat menurunkan system
sputum banyak. kardiopulmonal.
6 Waspada terhadap keamanan pasien, Kekurangan cairan menyebabkan
pasang restrain tempat tidur, observasi penurunan perfusi serebral terjadi
sering. penurunan kesadaran, resiko
terjatuh.
7 Kolaborasi:
Siapkan pemberian obat-obatan Meningkatkan sirkulasi.
inotropik atau vasoaktif sesuai program
terapi.
8 Bila diperlukan berikan trombosit atau Mengganti kehilangan komponen
PRC atau FFP sesuai program terapi. darah.
9 Awasi reaksi tranfusi. Meminimalkan efek rekasi tranfusi.

13
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.

Tabel. H.1.5. Intervensi keperawatan; Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi

No. Intervensi Keperawatan Rasional

1 Mandiri:
Kaji keluhan mual, nyeri menelan dan Sebagai dasar untuk menetapkan
muntah. metode pemberian nutrisi.
2 Berikan makanan yang mudah ditelan Meningkatkan asupan makanan
(lunak) dan hidangkan selagi hangat. karena mudah ditelan.
3 Berikan makanan dalam porsi kecil dan Menghindari mual dan muntah
sering. akibat porsi makan yang besar.
4 Catat intake nutrisi dan cairan per 24 Mengetahui asupan nutrisi dan
jam. cairan pasien.
5 Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian antiemetik dan Meningkatkan asupan nutrisi jika
nutrisi serta cairan perparenteral (sesuai intake peroral tidak mencukupi.
program medik).

14
BAB III
GAMBARAN KASUS

A. Pengkajian

Nama Klien : An. A


Jenis kelamin : Perempuan
Tempat/tanggal lahir : Pekanbaru/ 29 November 2007
Tanggal pengkajian : 05 Februari 2016
Usia : 09 Tahun
Tanggal masuk : 03 Februari 2016
No. RM : 60 12 93
Anak Ke : I (Pertama)
Nama Ayah : Tn. B
Pendidikan Ayah : SLTA
Pekerjaan Ayah : Wiraswata
Alamat : Kelurahan Bangkinang
Nama Ibu : Ny. S
Pendidikan ibu : SLTP
Pekerjaan ibu : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku Bangsa : Melayu
Diagnosa medis : DHF

B. Keluhan Utama
1. Alasan Masuk RS
Sebelum masuk RS, pasien demam tinggi, tidak menggigil. Pasien mengeluh
mual, tidak ada muntah, sakit kepala, sakit sendi, mencret 1 kali dengan warna
feses kuning, tidak ada lendir, tidak ada darah, kurang nafsu makan.

2. Keluhan Kesehatan Saat Ini


Klien mengeluh badan panas hari ke tiga, lemah, nafsu makan berkurang.

3. Diagnosa Medis
DHF

C. Riwayat Kehamilan & Kelahiran

1. Masa Prenatal
Usia gestasi: cukup bulan (9 bulan 10 hari)
Usia ibu hamil: 28 tahun
Tidak ada riwayat infeksi, DM, hipertensi, pemeriksaaan ANC tidak teratur

2. Masa Intranatal
Persalinan normal, waktu persalinan ± 1 jam, tempat bersalin di rumah bidan.

3. Masa Postnatal
BB Lahir: 2900 gr
Panjang badan lahir: 49 cm
Tidak ada kelainan fisik

15
D. Riwayat Kesehatan Masa Lampau

1. Penyakit yang pernah diderita: Klien pernah menderita sakit demam, batuk dan
pilek
dan biasa berobat ke puskesmas terdekat.

2. Pernah dirawat di RS: Ya/Tidak

3. Obat-obatan yang pernah digunakan: Parasetamol dan obat-obat warung

4. Pernah dilakukan tindakan operasi: Ya/Tidak

5. Jika ya, jenis operasi yang dilakukan: -

6. Alergi (makanan/obat-obatan/debu/cuaca): Klien tidak mempunyai riwayat alergi

7. Kecelakaan: Tidak pernah

8. Imunisasi: Riwayat imunisasi lengkap

E. Riwayat Kesehatan Keluarga (Genogram)

Klien tinggal serumah dengan kedua orang tua dan satu orang saudara perempuan.
Dalam keluarga klien tidak ada anggota keluarga lain yang juga menderita DHF

KETERANGAN

: Laki-laki

: Perempuan

: Klien

------ : Tinggal serumah

X : Meninggal

16
F. Riwayat Sosial

1. Yang Mengasuh
Orang tua

2. Hubungan dengan anggota keluarga


Harmonis, komunikasi terbuka sesama anggota keluarga

3. Hubungan dengan teman sebaya


Baik, pasien memiliki banyak teman

4. Pembawaan/sifat secara umum


Tenang, ekspresi stabil, klien kooperatif

5. Lingkungan rumah
Lingkungan tempat tinggal klien merupakan pemukiman padat, lingkungan
kurang bersih, di selokan banyak sampah menumpuk dan menyebabkan air
tergenang.

Kebutuhan Dasar

1. Makanan
 Makanan yang disukai : Ayam, mie instan
 Makanan yang tidak di sukai : Ikan
 Selera makan : Nafsu makan klien kurang, klien mengeluh
mual, klien mengatakan hanya
menghabiskan ½ porsi makanannya
 Alat makan yang digunakan : Piring dan sendok
 Pola makan/jam : 3 x sehari, jenis diit makanan lunak
 Kebiasaan waktu makan (jika ada) : Tidak ada
2. Pola tidur/jam : 3–7 jam sehari, tidak ada masalah
gangguan tidur
3. Mandi : Mandi 1x sehari
4. Aktivitas bermain : Tidak ada melakukan aktivitas bermain
selama di RS, namun banyak teman yang
berkunjung ke RS
5. Eliminasi : BAK: 5–6 x sehari, warna kuning jernih
BAB: 1 x sehari, warna kuning, konsistensi
tidak keras, tidak ada darah, tidak
berlendir.

Keadaan Kesehatan

1. Status Nutrisi
 BB : 34 Kg
BB dahulu : 36 Kg (3 hari yang lalu)
 TB : 149 cm
 LILA : 18,5 cm
 IMT : 15,31 (Kurus, Normal: 19-25 %)
2. Status Cairan
 Pasien minum air putih jumlah ± 2,5 botol aqua ukuran sedang (± 1500 ml)
 Pasien terpasang IVFD RL (40 tetes per menit)
3. Medikasi
 Paracetamol tablet 3 x 1
 Cefotaxim IV 2 x 500 mg
 Vitamin B kompleks 3 x 1

17
4. Pemeriksaan penunjang
 Hasil laboratorium
Tanggal 03-02-2016:
-
Leukosit : 1.600/mm3 N: 4.500–13.500 mm3
-
Trombosit : 45.000/mm3 N: 150.000–450.000/mm3
-
Hemoglobin : 12,3 gr/dl N: 11.500–15.500 mm3
-
Hematokrit : 32,8% N: 35–45%

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum
Tingkat kesadaran pasien kompos mentis, ekspresi baik, pasien kooperatif

Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 102 x permenit
Pernapasan : 20 x permenit
Suhu : 38,8 ° C

Integumen

 Warna dan pigmentasi kulit : Coklat, tidak ada hiperpigmentasi kulit


 Kelembaban, tekstur : Lembab, tekstur halus
 Turgor kulit : Elastis
 Edema : Tidak ada edema
 Lesi, pruritus : Ptekie (+) setelah dilakukan uji Rumple Leed
 Tanda lahir : Tidak ada tanda lahir
 Kuku dan rambut :
- Rambut: hitam, panjang, lurus, distribusi merata, tidak mudah rotok, tidak ada
lesi di kulit kepala.
- Kuku: bersih, warna merah muda, CRT 2 detik.

Kepala & Leher

 Bentuk dan simetris : Normocephalic, simetris


 ROM leher : Bebas
 Palpasi trakhea : Tidak ada deviasi
 Palpasi kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

Mata

 Simetrisitas : Simetris
 Alis & kelopak mata : Jarak Intercantus mata ± 2 cm, alis simetris, tidak ada
edema palpebra
 Konjungtiva & sklera : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
 Refleks pupil : Respon cepat terhadap cahaya
 Refleks kornea : Berkedip

Telinga

 Simetrisitas : Telinga simetris kiri dan kanan


 Nyeri aurikel : Tidak ada
 Serumen : Ada, dalam batas normal
 Ketajaman Pendengaran : Baik

18
Muka, Hidung & Rongga mulut

 Bentuk & ekspresi : Baik


 Kesimetrisan lipatan nasolabial : Simetris
 Ukuran & bentuk hidung : Simetris, pada pusat wajah
 Nares eksternal & kepatenan nares : Tidak ada pelebaran, kulit nares utuh, nares
paten
 Ketajaman penciuman : Baik
 Palpasi sinus : Tidak ada nyeri
 Rongga mulut, lidah & bau : Membran mukosa merah muda, lidah simetris,
faring hiperemis
 Gigi (jumlah, karies) : Tidak ada karies
 Tonsil : Tidak ada kelainan
 Kualitas suara : Baik

Toraks & Paru-paru

 Kesimetrisan dada : Baik


 Abnormalitas : Tidak ada
 Retraksi dinding dada : Tidak ada
 Jenis pernapasan, kedalaman : Pola teratur, pernapasan dada
 Taktil premitus : Getaran kiri dan kanan sama
 Hasil perkusi dinding dada : Resonan pada area paru
 Hasil auskultasi : Suara nafas vesikuler, tidak ada ronchi, tidak ada
wheezing.

Sistem Kardiovaskuler

 Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat


 Palpasi
Denyut apikal TIM : Teraba
Pericordial friction rib : Tidak ada
 Perkusi (batas jantung) : ICS 2 dekstra dan ICS 5 sinistra
 Auskultasi : Bunyi jantung normal, BJ1 > BJ2, tidak ada BJ
tambahan

Abdomen

 Kontur abdomen
Abdomen datar

 Warna & keadaan kulit abdomen


Warna kulit coklat, tidak ada lesi, turgor kulit elastis

 Bising usus
Positif pada keempat kuadran abdomen

 Hepar (batas, konsistensi, permukaan & ukuran)


Tidak ada hepatomegali

 Limpa (batas, konsistensi, permukaan & ukuran)


Tidak ada splenomegali

19
Sistem Reproduksi

Perempuan
Payudara: puting susu simetris, areola merah muda
Genitalia: tidak ada nyeri, tidak ada perdarahan, tidak ada edema, tidak terpasang
kateter, belum mengalami menarche

Sistem Limfatik

Palpasi nodus limfe dikepala, leher, aksila, dan lipatan paha


Tidak ada pembesaran kelenjar limfe

Sistem Muskuloskletal

 Cara berjalan
Normal, tidak ada kelainan

 Lengkung tulang belakang


Normal, tidak ada kelainan

 Mobilitas tulang belakang


Normal, tidak ada kelainan

 ROM ekstremitas
Klien mampu menggerakkan ekstremitas secara bebas

 Genu varum & genu valgum


Tidak ada

 Clubfoot
Tidak ada

 Iritasi meningeal
Tanda Kernig (-), klien tidak ada merasa nyeri pada saat lutut ditekuk dan diluruskan

 Dislokasi panggul kongenital


Tidak ada

Sistem Persarafan

 Status Mental
Tenang, kooperatif

 Fungsi Motorik
Mampu menggerakkan ekstremitas secara bebas, anak mampu duduk dan berdiri,
Kekuatan otot:

555 555

555 555

 Uji Romberg
Hasil uji Romberg negatif

20
21
G. Analisa Data

No Data Masalah keperawatan


1. DS: Peningkatan suhu tubuh
Pasien mengatakan (hipertermia)
-
badan terasa panas dan lemah.
-
selama demam tidak ada menggigil, tidak
ada berkeringat malam.

DO:
-
Kulit tubuh teraba hangat
-
Suhu 38,8 ° C
-
Nadi 102 x permenit
-
Faring hiperemis
-
Leukosit: 1.600/mm3

2 DS: Resiko tinggi perdarahan


Pasien mengatakan: lanjut
-
tidak ada perdarahan di gusi, hidung,
telinga, mata.
-
BAB tidak hitam
-
Urine tidak berdarah

DO:
-
Rumple leed test positif, terdapat ptekie
pada tangan.
-
Trombosit 45.000/mm3

3 DS:
Pasien mengatakan: Gangguan pemenuhan
-
nafsu makan berkurang, masih merasa mual nutrisi kurang dari
-
hanya menghabiskan ½ porsi makanan kebutuhan tubuh
-
Ibu klien mengatakan anak juga jarang
memakan makanan yang dibelikan oleh
keluarga dari luar RS (misal biskuit, roti,
bubur)
DO:
-
Tampak masih tersisa makanan ½ porsi pada
piring makan klien
-
BB sekarang 34 Kg
-
BB dahulu 36 Kg (3 hari yang lalu)
-
LILA 19 cm
-
IMT 15,31 (Kurus)
-
Hb: 12,3 gr/dl

H. Prioritas Keperawatan

1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan (b/d) proses infeksi


2. Resiko tinggi perdarahan lanjut berhubungan dengan (b/d) trombositopenia
3. Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
(b/d) anoreksia

22
I. Asuhan keperawatan
No Data Tujuan dan KH Intervensi Rasional
DX
1 Peningkatan suhu tubuh Tujuan : 1. Kaji saat timbulnya 1. Untuk mengidentifikasi
(hipertermia) b/d proses Hipertemia dapat demam pola demam pasien.
infeksi teratasi 2. Observasi tanda-tanda 2. Tanda-tanda vital
Objektif: Kriteria Hasil : vital: suhu, nadi, tensi, merupakan acuan untuk
Pasien mengatakan - Suhu tubuh pernafasan setiap 6 jam mengetahui keadaan
-
- Badan terasa panas dalam batas atau lebih sering. umum klien.
dan lemah. normal(36– 3. Anjurkan klien untuk 3. Peningkatan suhu tubuh
- Selama demam tidak 370C). banyak minum ± 2,5 mengakibatkan penguapan
ada menggigil, tidak - Mukosa lembab liter/24 jam dan tubuh meningkat sehingga
ada berkeringat tidak ada sianosis jelaskan manfaatnya perlu diimbangi dengan
malam. atau purpura bagi klien. asupan cairan.
Sabjektif: 4. Lakukan kompres 4. Dapat menurunkan
-
Kulit tubuh teraba hangat penguapan dan penurunan
hangat suhu tubuh.
-
- Suhu 38,8 ° C 5. Anjurkan untuk tidak 5. Pakaian yang tipis akan
-
- Nadi 102 x permenit memakai selimut dan membantu mengurangi
-
Faring hiperemis pakaian yang tebal panas dalam tubuh.
-
Leukosit: 1.600/mm3 6. Kolaborasi : 6. Pemberian cairan dan obat
Berikan terapi cairan antipiretik sangat penting
IVFD dan obat bagi klien dengan suhu
antipiretik. tinggi yaitu untuk
menurunkan suhu
tubuhnya.

2 Resiko tinggi Tujuan : 1. Monitor tanda-tanda 1. Penurunan jumlah


-
perdarahan lanjut b/d Perdarahan tidak perdarahan dan trombosit merupakan
trombositopenia terjadi. trombosit yang disertai tanda-tanda adanya
Sabjektif: Kriteria Hasil : dengan tanda-tanda perforasi pembuluh darah
Pasien mengatakan: - Tanda-tanda vital klinis. yang pada tahap tertentu
- Tidak ada perdarahan normal. dapat menimbulkan tanda-
di gusi, hidung, - Jumlah trombosit tanda klinis berupa
telinga, mata. klien perdarahan (petekie,
- BAB tidak hitam meningkat. epistaksis, dan melena).
-
Urine tidak berdarah - Tidak terjadi 2. Anjurkan klien untuk 2. Aktivitas yang tidak
Objektif: epitaksis, melena banyak istirahat. terkontrol dapat
-
Rumple leed test dan hemotemesis. menyebabkan terjadinya
positif, terdapat ptekie perdarahan.
pada tangan. 3. Berikan penjelasan 3. Mendapatkan penanganan
-
Trombosit pada keluarga untuk segera mungkin.
45.000/mm3 segera melaporkan jika
ada tanda-tanda
perdarahan.
4. Antisipasi terjadinya 4. Mencegah terjadinya
perdarahan dengan pendarahan.
menggunakan sikat gigi

No Data Tujuan dan KH Intervensi Rasional


23
DX
lunak, memberikan
tekanan pada area tubuh
setiap kali selesai
pengambilan darah.

3 Gangguan pemenuhan Tujuan : 1. Kaji mual, sakit 1.Untuk menetapkan cara


nutrisi: kurang dari - Anoreksia dan menelan, dan muntah mengatasinya.
kebutuhan tubuh b/d kebutuhan nutrisi yang dialami oleh
anoreksia dapat teratasi. pasien.
Sabjektif : Kriteria Hasil : 2. Kaji cara/bagaimana 2.Cara menghidangkan
Pasien mengatakan: - Berat badan makanan dihidangkan makanan dapat
-
Nafsu makan stabil dalam batas mempengarauhi nafsu
berkurang, masih normal. makan klien
merasa mual - Tidak ada mual 3. Berikan makanan yang 3.Membantu mengurangi
-
Hanya menghabiskan dan muntah. mudah ditelan seperti kelelahan pasien dan
½ porsi makanan bubur, tim, dan Meningkatkan asupan
-
Ibu klien mengatakan hidangkan saat masih makanan karena mudah
anak juga jarang hangat. ditelan.
memakan makanan 4. Jelaskan manfaat 4.Meningkatkan pengetahuan
yang dibelikan oleh makanan/nutrisi bagi pasien tentang nutrisi
keluarga dari luar RS klien terutama saat sehingga motivasi makan
(misal biskuit, roti, klien sakit. meningkat.
bubur) 5. Berikan umpan balik 5.Motivasi dan
Objektif : positif pada saat klien meningkatklan semangat
-
Tampak masih tersisa mau berusaha pasien.
makanan ½ porsi pada menghabiskan
piring makan klien makanan.
-
BB sekarang 34 Kg 6. Catat jumlah/porsi 6.Untuk mengetahui
-
BB dahulu 36 Kg (3 makan yang dihabiskan pemenuhan nutrisi.
hari yang lalu) oleh klien setiap hari
-
LILA 19 cm 7. Lakukan oral hygiene 7.Meningkat nafsu makan.
-
IMT 15,31 (Kurus) dengan menggunakan
-
Hb: 12,3 gr/dl sikat gigi yang lunak.
8. Timbang berat badan 8.Mengetahui perkembangan
setiap hari status nutrisi klien.

9. Kolaborasi : 9.Kolaborasi :
- Berikan obat-obatan - Dengan pembarian obat
antasida (anti emetik) tersebut diharapkan intake
sesuai nutrisi klien meningkat
program/instruksi karena mengurangi rasa
dokter. mual dan muntah.
-
- Kolaborasi dengan ahli - Membantu proses
gizi dalam pemberian penyembuhan klien.
diit yang tepat.

J. Implementasi dan Evaluasi

24
Tgl / Jam DX Implementasi Evaluasi
05-02-2016 1 1. Mengkaji saat timbulnya demam 05-02-2016
Jam 09.30 wib 2. Mengobservasi tanda-tanda vital S : Os mengatakan demam naik
3. Menganjurkan klien untuk banyak turun
minum ± 2,5 liter/24 jam dan jelaskan O:
-
manfaatnya bagi klien. Kulit tubuh teraba hangat
-
4. Melakukan kompres hangat jika badan Suhu 38,8 ° C
-
panas Nadi 102 x permenit
-
5. Menganjurkan untuk memakai Leukosit: 1.600/mm3
pakaian tipis menyerap keringat - IVFD RL 40 tts/i
6. Kolaborasi :  - Cefotaxim IV 2 x 500 mg
Memberikan terapi cairan IVFD dan obat - Paracetamol tab 3x250 mg
antipiretik.  - Vitamin B kompleks 3 x 1
A : Peningkatan suhu tubuh
P : Tindakan dilanjutkan

06-02-2016 1 06-02-2016
Jam 10.00 wib S : Os mengatakan deman masih naik
turun
O:
-
Suhu : 37,3ºC
-
Leukosit: 1.600/mm3
-
IVFD RL 40 tts/i
-
Cefotaxim IV 2 x 500 mg
-
Paracetamol tab 3x250 mg
-
Vitamin B kompleks 3 x 1
A : Peningkatan suhu tubuh teratasi
sebagian
P : Tindakan dilanjutkan

07-02-2016 1 07-02-2016
Jam 09.15 wib S: Os mengatakan deman (-)
O:
-
Suhu : 36,3ºC
-
Leukosit: 1.600/mm3
-
IVFD RL 40 tts/i
-
Cefotaxim IV 2 x 500 mg
-
Paracetamol tab 3x250 mg
-
Vitamin B kompleks 3 x 1
A : Peningkatan suhu tubuh teratasi
P : Tindakan dihentikan

Tgl / Jam DX Implementasi Evaluasi

25
05-02-2016 2 1. Memonitor tanda-tanda perdarahan dan 05-02-2016
Jam 09.40 wib trombosit yang disertai dengan tanda- S : Pasien mengatakan:
-
tanda klinis. tidak ada perdarahan di gusi,
2. Menganjurkan klien untuk banyak hidung, telinga, mata.
istirahat. - BAB tidak hitam
3. Memberikan penyelasan pada keluerga - Urine tidak berdarah
untuk segera melaporkan jika ada tanda- O:
tanda perdarahan. - Rumple leed test positif, terdapat
4. Mengantisipasi terjadinya perdarahan ptekie pada tangan.
dengan menggunakan sikat gigi lunak, - Trombosit 75.000/mm3
memberikan tekanan pada area tubuh - Perdarahan (-)
setiap kali selesai pengambilan darah. - IVFD RL 40 tts/i
- Cefotaxim IV 2 x 500 mg
- Paracetamol tab 3x250 mg
- Vitamin B kompleks 3 x 1 tab
A : Resiko tinggi perdarahan lanjutan
P : Tindakan dilanjutkan

06-02-2016 2 06-02-2016
Jam 09.20 wib S : Pasien mengatakan:
-
tidak ada perdarahan di gusi,
hidung, telinga, mata.
-
BAB tidak hitam
-
Urine tidak berdarah
O:
- Rumple leed test positif.
-
Trombosit 95.000/mm3
-
Perdarahan (-)
-
IVFD RL 40 tts/i
-
Cefotaxim IV 2 x 500 mg
- Paracetamol tab 3x250 mg
- Vitamin B kompleks 3 x 1 tab
A : Resiko tinggi perdarahan lanjutan
teratasi sebagian
P : Tindakan dilanjutkan

07-02-2016 2 07-02-2016
Jam 09.40 wib S : Pasien mengatakan:
-
Tidak ada perdarahan di gusi,
hidung, telinga, mata.
-
BAB tidak hitam
-
Urine tidak berdarah
O:
- Rumple leed test positif.
- Trombosit 125.000/mm3
- Perdarahan (-)
- IVFD RL 40 tts/i
- Cefotaxim IV 2 x 500 mg
Tgl / Jam DX Implementasi Evaluasi

26
- Paracetamol tab 3x250 mg
- Vitamin B kompleks 3 x 1 tab
A : Resiko tinggi perdarahan lanjutan
teratasi
P : Tindakan dihentikan

05-02-2016 3 1. Mengkaji mual, sakit menelan, dan 05-02-2016


Jam 09.40 wib S : Pasien mengatakan:
muntah yang dialami oleh pasien. -
nafsu makan berkurang, masih
2. Mengkaji cara/bagaimana makanan merasa mual
-
hanya menghabiskan ½ porsi
dihidangkan
makanan
-
3. Memberikan makanan yang mudah Ibu klien mengatakan anak juga
jarang memakan makanan yang
ditelan seperti bubur, tim, dan hidangkan
dibelikan oleh keluarga dari luar
saat masih hangat. RS (misal biskuit,
roti, bubur)
4. Menjelaskan manfaat makanan/nutrisi
O: Tampak masih tersisa makanan ½
bagi klien terutama saat klien sakit. porsi pada piring makan klien
-
BB sekarang 34 Kg
5. Memberikan umpan balik positif pada -
BB dahulu 36 Kg (3 hari yang lalu)
-
saat klien mau berusaha menghabiskan LILA 19 cm
-
IMT 15,31 (Kurus)
makanan. -
Hemoglobin: 12,3 gr/dl
-
6. Mencatat jumlah/porsi makan yang IVFD RL 40 tts/i
 - Cefotaxim IV 2 x 500 mg
dihabiskan oleh klien setiap hari
 - Paracetamol tab 3x250 mg
7. Melakukan oral hygiene dengan  - Vitamin B kompleks 3 x 1
menggunakan sikat gigi yang lunak. tab
A : Perubahan nutrisi kurang dari
8. Menimbang berat badan setiap hari kebetuhan tubuh teratasi sebagian
9. Kolaborasi : P : Tindakan dilanjutkan

- Berikan obat-obatan antasida (anti


emetik) sesuai program/instruksi
dokter.
- Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
pemberian diit yang tepat.

06-02-2016 3
Jam 10.00 wib 06-02-2016
S : Pasien mengatakan:
-
nafsu makan sudah mulai normal,
mual, muntah tidak ada lagi
-
Sudah menghabiskan 1 porsi
makanan yang disediakan
O:
-
OS Tampak menghabiskan 1 porsi
makan yang disediakan.
-
BB sekarang 35 Kg
-
BB dahulu 36 Kg (3 hari yang lalu)
-
LILA 120 cm
Tgl / Jam DX Implementasi Evaluasi

27
-
IMT 15,35 (Kurus)
-
Hemoglobin: 13,3 gr/dl
-
IVFD RL 40 tts/i
-
Cefotaxim IV 2 x 500 mg
-
Paracetamol tab 3x250 mg
-
Vitamin B kompleks 3 x 1 tab
A : Perubahan nutrisi kurang dari
kebetuhan tubuh teratasi
P : Tindakan dihentikan

BAB IV
28
PEMBAHASAN

Pada BAB ini, saya akan membahas kesenjangan anatara tinjauan teoritis dan

tinjauan kasus pada klien dengan DHF di ruang Anak RSUD Bangkinang. Pembahasan

ini dibuat sesuai dengan proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan,

perencanaan, implementasi, dan evaluasi

1. Pengkajian

Ini merupakan tahap awal yang saya dilakukan dalam menerapkan asuhan

keperawatan . Dalam mendapatkan data, saya tidak menemukan kesulitan yang

berarti karena adanya kerjasama yang baik anatara saya, pasien, keluarga pasien dan

tim medis lainnya

2. Diagnosa keperawatan

Dalam menegakkan diagnosa saya mengacu kepada prioritas masalah. Pada teoritis

ditemukan 6 diagnosa keperawatan sepsis neonatorum, sedangkan pada tinjauan

kasus yang telah saya dilakukan hanya ditemukan 3 diagnosa keperawatan yaitu

resiko perdarahan berhubungan dengan trombositopenia, peningkatan suhu tubuh

(hipertermia) berhubungan dengan proses inflamasi penyakit, gangguan pemenuhan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.

3. Intervensi

Perencanaan dirumuskan mengacu pada tinjauan teoritis yang ada , pada dasarnya

saya tidak menemukan kesenjangan yang berarti. Saya dapat melakukan sebagian

besar intervensi yang telah direncanakan.

4. Implementasi

Implementasi dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana. Sebagian besar intervensi

dilaksanakan tanpa menemukan kendala yang berarti. Dalam menjalankan

implementasi, saya bekerja sama dengan perawat dan tim medis lainnya agar tercapai

kesehatan anak dan mencegah komplikasi lebih lanjut

5. Evaluasi

29
Pada tahap ini dilakukan penilaian keberhasilan asuhan keperawatan dengan

membandingkan hasil yang telah dicapai dengan kriteria hasil yang telah ditetapkan

pada ke 3 diagnosa pada anak A. Hasil yang ditemukan pada kasus diagnosa

peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses inflamasi penyakit

dapat teratasi pada hari ke 3 (07 Februari 2016).

30
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah saya melakukan asuhan keperawatan pada anak A dengan Dengue

Haemorragic Fever (DHF) di ruang Anak RSUD Bangkinang, maka saya dapat

mengambil kesimpulan sebagai berikut:

A. Tidak ada ditemukan perbedaan yang berarti antara pengkajian kasus

dan teoritis.

B. Dalam mengatasi masalah yang ditemukan pada pasien perlu

direncanakan beberapa tindakan keperawatan dengan menentukan tujuan yang

hendak dicapai sesuai dengan prioritas masalah.

C. Diagnosa medis dapat saja berubah sejalan dengan waktu sehingga

selain terapi diberikan, pemeriksaan penunjang lainnya harus tetap dikolaborasikan

untuk menentukan dan mengatasi masalah lain yang muncul pada pasien tersebut

B. Saran

1. Bagi perawat

Pada pengkajian diharapkan perawat dapat melaksanakan secara tepat dan benar,

sehingga dapat lebih akurat dalam menegakkan diagnosa dan dapat melakukan

penanganan yang lebih cepat.

2. Diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan perawat sehingga perawat lebih

peka terhadap kebutuhan anak maupun orang tua dalam merawat anak sakit.

31
DAFTAR PUSTAKA

Aru, W. S., dkk. (2007). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta:FKUI.

Behrman. E. Richard, Kliegman. M. Robert, Arvin. M. Ann. (1999). Ilmu kesehatan anak

nelson volume 2. Jakarta: EGC

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000). Rencana asuhan

keperawatan, Jakarta : EGC.

Hidayat, A. A. (2006). Pengantar ilmu keperawatan anak edisi 1. Jakarta: Salemba

Medika

Nursalam, Sulsilaningrum.R, Utami, S. (2005). Asuhan keperawatan bayi dan anak:

untuk perawat dan bidan. Jakarta: Salemba Medika

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Universitas Indonesia. (1986). Buku kuliah

ilmu kesehatan anak 2. Jakarta: Infomedika Jakarta.

32

Anda mungkin juga menyukai