Anda di halaman 1dari 4

Ringkasan Tugas Baca PK Kategorial

Nama : Louise Febina Sinukaban

NIM : 01190180

Marcia J. Bunge

Hidup di zaman yang sangat berkembang seperti saat ini, membuat banyak tantangan
bagi anak-anak di bawah usia dewasa. Berkembangnya budaya membuat anak-anak terpaksa
menghadapi hal-hal yang seharusnya tidak mereka hadapi, seperti kekerasan, depresi, kehamilan
di masa muda, kemiskinan, dan lain-lain. Maka dari itu, badan-badan masyarakat dan agama
seharusnya lebih memberi perhatian kepada permasalahan-permasalahan yang mengancam
keselamatan anak-anak, juga pendidikan, kekerasan pada anak, dan segalanya yang mengganggu
perkembangan moral anak-anak. Kasus-kasus ini sering kali diperdebatkan oleh karena selalu
ada dari tahun-tahun sebelumnya dan sampai saat ini.

Dikatakan juga bahwa studi dan fokus terhadap sejarah anak-anak juga berkembang di
budaya Non-Barat. Dalam 10 tahun terakhir juga banyak studi yang muncul di ranah bidang
filsafat, fokusnya pada konsep filsafat anak-anak, perilaku kognitif anak dan kapasitas filosofis,
dan hak anak. Sejak saat itu , banyak studi yang berkembang di ranah bidang yang lain, misalnya
di bidang Psikologi, di mana Kohlberg dan Gilligan mengembangkan teori perkembangan moral
pada anak-anak. Juga berkembang sampai ranah bidang religius, di mana fokusnya adalah pada
perkembangan iman anak. Studi-studi seperti ini membantu kita untuk lebih fokus
mempertanyakan dan mendalami sifat asli anak-anak dan juga bagaimana kewajiban dan yang
harus dilakukan oleh orang tua kepada anak khususnya di komunitas yang besar. Kewajiban ini
bukan hanya menjadi tanggung jawab orang tua saja, namun juga tanggung jawab sekolah,
organisasi agama sekitar, komunitas lokal, dan juga pemerintah dalam tindakannya mengasuh
anak-anak.

Keadaan Refleksi Teologis Terhadap Anak

Berbicara tentang anak-anak menurut teologi, seringkali anak-anak menjadi tema yang
dimarginalkan, khususnya di Teologi Kontemporer. Contohnya, dalam Teologi Sistematis dan
Etika Kristen yang menjelaskan sedikit tentang anak-anak, dan mereka belum menganggap anak-
anak sebagai sesuatu yang serius dalam bidang Teologi. Gereja-gereja pun banyak yang masih
menyepelekan isu atau topik anak-anak walaupun telah mengembangkan beberapa topik seperti
topik aborsi, keadilan ekonomi, moral, dan lain-lain. Teologi belum sepenuhnya terbuka dan
mendalami refleksi yang berkelanjutan mengenai anak-anak atau bagaimana kewajiban yang
ditangguhkan kepada orang tua, negara, dan gereja yang seharusnya mengasuh atau mendidik
anak-anak. Ini terjadi di sebagian besar gereja atau teologi karena anak-anak dianggap tidak
memiliki peran atau kontribusi yang sangat penting terhadap macam-macam problema seperti
kondisi manusia, iman, bahasa tentang Allah, tritugas gereja, dan definisi dari agama itu sendiri.
Oleh karena itu juga, pembicaraan mengenai anak-anak dalam gereja atau teologi sering
dimasukkan ke ranah keluarga. Tidak adanya pengajaran secara historis dan biblis mengenai
anak-anak menimbulkan banyaknya pergumulan bagi gereja untuk menciptakan suatu program
edukasi religius yang kuat di dalam gereja itu sendiri.

Ketidakfokusan gereja dan Kekristenan terhadap bagaimana sudut pandang anak-anak


menimbulkan banyak perspektif yang nantinya menghantarkan pada suatu konsep kekerasan
terhadap anak. Gereja seringkali hanya fokus terhadap suatu kepatuhan yang utuh dari anak
kepada orang tua sehingga menghasilkan suatu gambaran anak yang penuh dosa jika mereka
mengikuti keinginannya dan tidak mematuhi orangtuanya. Berdasarkan beberapa studi,
gambaran muncul dari bagaimana manusia haru patuh terhadap Allah dan Allah harus
menghukum manusia jika manusia berbuat dosa, oleh sebab itu, orangtu pun harus menghukum
anaknya jika tidak patuh terhadap orangtuanya. Maka dari itu, tanpa pengetahuan lebih lanjut
mengenai apa kata gereja dulu dan sekarang terhadap anak-anak, gambaran gereja terhadap
anak-anak akan selalu buruk. Jika percaya bahwa anak-anak adalah gambaran yang penuh dosa
dan menimbulkan perlakuan negatif terhadap anak-anak itu sendiri, maka dapat diasumsikan
bahwa kekristenan atau gereja mendukung gambaran tersebut pada anak-anak.

Kontribusi Terhadap Sejarah Pemikiran Kristen dan Konsep Anak-Anak

Ada beberapa studi yang mengatakan bahwa anak-anak tidak selalu menjadi tema yang
dipinggirkan di dalam teologi. Buktinya adalah ada beberapa teks di dalam Alkitab yang
mengatakan bahwa anak-anak adalah anugerah dari Allah, wujud dari kasih karunia Allah, dan
sumber sukacita. Seperti yang diceritakan di Alkitab, ketika anak-anak direndahkan dalam suatu
komunitas masyarakat, Tuhan Yesus justru mengangkat mereka dan mengatakan bahwa
merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Contohnya juga seperti Luther dan Calvin yang
menulis tentang katekisme dan untuk mendorong para orangtua, khususnya ayah, agar
bertanggungjawab terhadap moral dan pembentukan secara spiritual dari anaknya. Di abad ke-
19, para teolog, seperti Horace Bushnell dan Friedrich Scheiermacher mengatakan bahwa
mengajari anak-anak adalah bagian yang krusial dalam suatu refleksi teologis gereja.

Berbagai Perspektif terhadap Gambaran Anak-Anak

a. Mengevaluasi Kembali Dosa Asli dan Hukuman


Sebagai contoh, Calvin dan Augustine memang melihat anak-anak sebagai pengaruh dari
dosa asli dan walaupun pandangan mereka telah digunakan beberapa pihak sehingga
menghasilkan perlakuan negatif terhadap anak-anak, Calvin dan Augustine sebenarnya
menyatakan gambaran anak dengan cara yang berbeda dan tidak merekomendasi untuk
menghukum anak secara fisik. Begitu juga di esai Martha Stortz yang mengungkapkan
bahwa meskipun Augustine menyebut bayi atau anak yang baru lahir adalah orang
berdosa dan memiliki kecenderungan untuk berbuat dosa, tetap saja secara fisik mereka
belum bisa melakukan perbuatan dosa dan demikian tidak bisa dikatakan bersalah atas
suatu dosa.
b. Mempertimbangkan Kembali Dosa Asli dan Baptis
Augustine juga mengatakan bahwa meskipun oleh karena dosa asli maka bayi yang
belum dibaptis tidak layak akan keselamatan, dia juga dipengaruhi oleh pandangan
Aristoteles tentang perkembangan manusia yang mengklaim bahwa bayi belum mampu
untuk melakukan dosa yang sebenarnya karena mereka belum bisa mengerti dan
melakukan apa yang mereka inginkan.
c. Menyediakan Perspektif Alternatif terhadap Dosa dan Anak-Anak
Menurut beberapa teolog, daripada mengembangkan gambaran penuh dosa terhadap
anak, lebih baik fokus mengembangkan bagaimana potensi anak terhadap yang baik dan
yang buruk. Menurut Bushnell, yang bermasalah bukanlah gambaran anak yang penuh
dosa tetapi lebih kepada budaya atau kehidupan keluarga yang dihidupi oleh anak yang
bisa jadi merusak anak. Dawn DeVries juga mengklaim ia percaya bahwa anak-anak lahir
dengan banyak potensi atas keselamatan dan juga dosa, dan merupakan tanggung jawab
orangtua untuk mendidik anak-anaknya dengan kesadarana tinggi yang nantinya
menghubungkan mereka secara emosional untuk mengasihi orang lain.

Anda mungkin juga menyukai