Anda di halaman 1dari 19

MATA KULIAH : KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK


DOWN SYNDROME

DISUSUN OLEH :

NAMA : IMRAN PASHAR


NIM : G2A216022
KELAS : LJ SEMARANG

PROGRAM STUDI S1 JURUSAN KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADYAH SEMARANG
TAHUN AJARAN 2016-2017

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena telah
diberi nikmat sehat sehingga kami dapat menyelesaikan makalah keperawatan medikal
bedah dengan judul “Asuhan Keperawan Anak Sindrom Down”. Tidak lupa kita
kirimkan salam dan shalawat kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW karena
atas berkat beliaulah kita dapat merasakan alam yang penuh dengan pengetahuan dan
teknologi seperti saat ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari beberapa
pihak.Penulis menyadari di dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu kami selaku penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah selanjutnya.

  Semarang,

                                                                                          Imran Pashar

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindrom Down (trisomi 21) merupakan kelainan kromosom yang paling sering
dijumpai pada anak dan merupakan penyebab genetik tersering dari retardasi mental.1,2
Bila dibandingkan dengan sindrom Edward (trisomi 18) dan sindrom Patau (trisomi 13)
angka kejadiannya adalah sebagai berikut; 1 dari 660 kelahiran (trisomi 21); 3 dari 1.000
kelahiran (trisomi 18) dan 1 dari 5.000 kelahiran (trisomi 13).3 Pada hakekatnya telah
diketahui bahwa terdapat kecenderungan dismorfogenesis yang konsisten dalam
pembentukan organ yang mengalami kelainan tersebut (Behrman, 2000).
Down Syndrome adalah kelainan bawaan sejak lahir yang terjadi pada 1 diantara
800-900 bayi. Mongolisma (Down’s Syndrome) ditandai oleh kelainan jiwa atau cacat
mental mulai dari yang sedang sampai berat. Tetapi hamper semua anak yang menderita
kelainan ini dapat belajar membaca dan merawat dirinya sendiri.
Down Syndrome merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak
terjadi pada manusia. Diperkirakan 20% anak dengan down syndrome dilahirkan oleh ibu
yang berusia diatas 35 tahun. Syndrome down merupakan cacat bawaan yang disebabkan
oleh adanya kelebihan kromosom X disebabkan karena kegagalan sepasang kromosom
untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Syndrome ini juga disebut
Trisomy 21 karena 3 dari 21 kromosom menggantikan yang normal dan sekitar 95%
kasus syndrome down disebabkan oleh kelainan kromosom (Cahyono, 2009).
Sindrom Down dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan angka kejadian pada
orang kulit putih lebih tinggi dari orang hitam. Sumber lain mengatakan bahwa angka
kejadian 1,5 per 1000 kelahiran, ditemukan pada semua suku dan ras, terdapat pada
penderita retardasi mental sekitar 10 %, secara statistik lebih banyak di lahirkan oleh ibu
yang berusia lebih dari 30 tahun, prematur dan pada ibu yang usianya terlalu muda (Staf
pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI). Sindrom Down berlaku dikalangan semua ethnik
dan semua golongan tahap ekonomi. memberi kesan kepada risiko kehamilan bayi
dengan Sindrom Down. Pada ibu berusia antara 20 hingga 24, risikonya adalah 1/1490;
pada usia 40 risikonya adalah 1/60, dan pada usia 49 risikonya adalah 1/11. Sungguh pun
risiko meningkat dengan usia ibu, 80% kanak-kanak dengan Sindrom Down dilahirkan
pada wanita bawah usia 35, menunjukkan kesuburan keseluruhan kumpulan usia tersebut.
Data WHO menyebutkan bahwa angka kejadian Sindrom Down adalah 1 dari 1.000
kelahiran hidup di dunia. Setiap tahunnya, diperkirakan ada setidaknya 3.000 hingga
5.000 bayi yang lahir dengan kelainan kromosom ini. Menurut sebuah jurnal pediatri,
pada tahun 2016 tercatat ada setidaknya 300 ribu kasus Sindrom Down di Indonesia.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada klien anak dengan down
syndrome.
2. Tujuan khusus
a. Mampu menjelaskan tentang definisi Down Syndrome
b. Mampu menjelaskan tentang etiologi Down Syndrome
c. Mampu menjelaskan tentang manifestasi klinis Down Syndrome
d. Mampu menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang dari Down Syndrome
e. Mampu menjelaskan tentang komplikasi yang biasa muncul dari Down Syndrome
f. Mampu menjelaskan tentang penatalaksanaan pada klien anak dengan Down
Syndrome
g. Mampu menjelaskan tentang pencegahan pada penyakit Dowm Syndrome
h. Mampu menjelaskan tentang tumbuh kembang pada anak dengan Down Syndrome
i. Mampu menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada Anak dengan Down
Syndrome
C. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang dapat diambil dari pembuatan makalah ini yaitu pembaca
dan penulis bisa lebih memahami materi mengenai penyakit down syndrome pada anak
dilihat dari perbandingan data di lahan dan konsep teori yang sesungguhnya.

BAB II
KONSEP TEORI
A. DEFINISI
Syndrom Down adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan
mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom.
Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan
diri saat terjadi pembelahan (Saharso D, 2008).
Sindroma Down (Trisomi 21, Mongolisme) adalah suatu kelainan kromosom
yang menyebabkan keterbelakangan mental (retardasi mental) dan kelainan fisik
(medicastore) (Rezki, 2010). Sindrom Down adalah suatu kumpulan gejala akibat dari
abnormalitas kromosom, biasanya kromosom 21, yang tidak berhasil memisahkan diri
selama meiosis sehingga terjadi individu dengan 47 kromosom (Cahyono, 2009).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa sindoma down adalah
suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental yang terjadi akibat adanya
jumlah kromosom 21 yang berlebih yang dapat dikenali fenotipnya dan mempunyai
kecerdasan yang terbatas (Rezki M, 2010).
Down Syndrome merupakan kelaunan kromosom autosomal yang paling banyak
terjadi pada manusia. Diperkirakan 20% anak dengan down syndrome dilahirkan oleh ibu
yang berusia 35 tahun. Syndrom down merupakan cacat bawaan yang disebabkan oleh
adanya kelebihan kromosom x. Syndrom ini juga disebut Trisomi 21, karena 3 dari 21
kromosom menggantikan yang normal. 95% kasus syndrome down disebabkan oleh
kelebihan kromosom (Nurarif, 2012).
Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental ini
pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Karena ciri-ciri yang
tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang
datar menyerupai orang Mongoloid maka sering juga dikenal dengan mongolisme. Pada
tahun 1970-an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi
pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama kali sindrom ini dengan istilah
sindrom Down dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama
(Soetjiningsih, 2000).

B. ETIOLOGI
 Anak dengan Sindrom Down mempunyai jumlah kromosom 21 yang berlebih (3
kromosom) di dalam tubuhnya yang kemudian disebut trisomi 21 (Yupi S, 2004).
Adanya kelebihan kromosom menyebabkan perubahan dalam proses normal
yang mengatur embriogenesis. Materi genetik yang berlebih tersebut terletak pada
bagian lengan bawah dari kromosom 21 dan interaksinya dengan fungsi gen lainnya
menghasilkan suatu perubahan homeostasis yang memungkinkan terjadinya
penyimpangan perkembangan fisik (kelainan tulang), SSP (penglihatan,
pendengaran) dan kecerdasan yang terbatas.
 Pada kebanyakan kasus karena kelebihan kromosom (47 kromosom, normal 46, dan
kadang-kadang kelebihan kromosom tersebut berada ditempat yang tidak normal) .
-. Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya kelainan kromosom
1. Genetik
Karena menurut hasil penelitian epidemiologi mengatakan adanya
peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan syndrom
down.
2. Radiasi
Ada sebagian besar penelitian bahwa sekitar 30 % ibu yang melahirkan
ank dengan syndrom down pernah mengalami radiasi di daerah sebelum terjadi
konsepsi.
3. Infeksi Dan Kelainan Kehamilan
4. Autoimun dan Kelainan Endokrin Pada ibu
Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid.
5. Umur Ibu
Apabila umur ibu diatas 35 tahun diperkirakan terdapat perubahan
hormonal yang dapat menyebabkan “non dijunction” pada kromosom. Perubahan
endokrin seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar
hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi estradiolsistemik, perubahan
konsentrasi reseptor hormon danpeningkatan kadar LH dan FSH secara tiba-tiba
sebelum dan selam menopause. Selain itu kelainan kehamilan juga berpengaruh.
6.      Umur Ayah
Selain itu ada faktor lain seperti gangguan intragametik, organisasi
nukleolus, bahan kimia dan frekuensi koitus.
 Ibu hamil setelah lewat umur (lebih dari 40 th) kemungkinan melahirkan bayi dengan
Down syndrome.
 Infeksi virus atau keadaan yang mempengaruhi susteim daya tahan tubuh selama ibu
hamil.
44 % syndrom down hidup sampai 60 tahun dan hanya 14 % hidup sampai 68
tahun. Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini yang
mengakibatkan 80 % kematian. Meningkatnya resiko terkena leukimia pada syndrom
down adalah 15 kali dari populasi normal. Penyakit Alzheimer yang lebih dini akan
menurunkan harapan hidup setelah umur 44 tahun. Anak syndrom down akan
mengalami beberapa hal berikut :
1. Gangguan tiroid
2. Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis serosa
3. Gangguan penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan kornea
4. Usia 30 tahun menderita demensia (hilang ingatan, penurunan kecerdasan
danperubahan kepribadian)

C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala atau tanda-tanda yang muncul akibat Down syndrome dapat bervariasi
mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang
khas. Tanda yang paling khas pada anak yang menderita Down Syndrome adalah adanya
keterbelakangan perkembangan fisik dan mental pada anak (Olds, London, & Ladewing,
1996). Penderita sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol
berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian
anteroposterior kepala mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang
datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali
mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (Suharso D, 2010).
Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas
jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki
melebar. Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics).
Kelainan kromosom ini juga bisa menyebakan gangguan atau bahkan kerusakan pada
sistim organ yang lain. Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa Congenital Heart
Disease. Kelainan ini yang biasanya berakibat fatal di mana bayi dapat meninggal dengan
cepat. Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esophagus
(esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia). Apabila anak sudah mengalami
sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti muntah-muntah. Beberapa
Bentuk kelainan Pada Anak Dengan Syndrom Down :
1.      Sutura sagitalis yang terpisah
2.      Fisura palpebralis yang miring
3.      Jarak yang lebar Antara kaki
4.      Fontanela palsu
5.      “Plantar Crease” jari kaki I dan II
6.      Hyperfleksibilitas
7.      Peningkatan jaringan sekitar leher
8.      Bentuk palatum yang abnormal
9.      Hidung hipoplastik
10.  Kelemahan otot dan hipotonia
11.  Bercak brushfield pada mata
12.  Mulut terbuka dan lidah terjulur
13.  Lekukan epikantus (lekukan kulit yang berbentuk bundar) pada sudut mata sebelah
dalam
14.  Single palmar crease pada tangan kiri dan kanan
15.  Jarak pupil yang lebar
16.  Oksiput yang datar
17.  Tangan dan kaki yang pendek serta lebar
18.  Bentuk/struktur telinga yang abnormal
19.  Kelainan mata, tangan, kaki, mulut, sindaktili
20.  Mata sipit

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik digunakan ntuk mendeteksi adanya kelainan sindrom
down, ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara
lain:
1. Pemeriksaan fisik penderita
2. Pemeriksaan kromosom (Kariotip manusia biasa hadir sebagai 46 autosom+XX atau
46 autosom+XY, menunjukkan 46 kromosom dengan aturan XX bagi betina dan 46
kromosom dengan aturan XY bagi jantan, tetapi pada sindrom down terjadi
kelainan pada kromosom ke 21 dengan bentuk trisomi atau translokasi kromosom
14 dan 22). Kemungkinan terulang pada kasus (trisomi adalah sekitar 1%,
sedangkan translokasi kromosom 5-15%)
3. Ultrasonograpgy (didapatkan brachycephalic, sutura dan fontela terlambat menutup,
tulang ileum dan sayapnya melebar)
4. ECG (terdapat kelainan jantung)
5. Echocardiogram untuk mengetahui ada tidaknya kelainan jantung bawaan mungkin
terdapat ASD atau VSD.
6. Pemeriksaan darah (percutaneus umbilical blood sampling) salah satunya adalah
dengan adanya Leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena
infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi
pencegah infeksi yang adekuat.
7. Penentuan aspek keturunan
8. Dapat ditegakkan melalui pemeriksaan cairan amnion atau korion pada kehamilan
minimal 3 bulan, terutama kehamilan di usia diatas 35 tahun keatas
9. Pemeriksaan dermatoglifik yaitu lapisan kulit biasanya tampak keriput.

E. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang muncul akibat dari Down Syndrome, antara lain :

1. Sakit jantung berlubang (mis: Defek septum atrium atau ventrikel, tetralogi fallot)

2. Mudah mendapat selesema, radang tenggorok, radang paru-paru

3. Kurang pendengaran

4. Lambat/bermasalah dalam berbicara

5. Penglihatan kurang jelas

6. Retardasi mental

7. Leukemia
F. PENATALAKSANAAN
Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk
mengatasi kelainan ini. Dengan demikian penatalaksanaan dioptimalkan untuk
meminimalkan dampak yang dapat terjadi pada penderita serta memberikan dukungan
yang dapat memungkinkan penderita dapat tumbuh dan berkembang serta mampu
bersosialisasi dengan baik. Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga
dapat mengalami kemunduran dari sistim penglihatan, pendengaran maupun kemampuan
fisiknya mengingat tonus otot-oot yang lemah. Dengan demikian penderita harus
mendapatkan support maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam
menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran
perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Pembedahan biasanya dilakukan pada
penderita untuk mengoreksi adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar
penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut.
Dengan adanya Leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi,
sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi
yang adekuat.
Penatalaksanaan sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang
paling efektif untuk mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita
Down Syndrom juga dapat mengalami kemunduran dari sistem tubuhnya. Dengan
demikian penderita harus mendapatkan support maupun informasi yang cukup serta
kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan
kemunduran perkembangan fisik maupun mentalnya. Hal yang dapat dilakukan antara
lain :
1. Penanganan Secara Medis
a. Pembedahan
Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya efekr
jantung, mengingat sebagian besar penderita lenih cepat emninggal dunia akibat
adanya kelainan pada jantung tersebut.
b. Pemeriksaan Dini
1). Pendengaran
Biasanya terdapat gangguan pada penderita sejak awal kelahiran, sehingga
dilakukan pemeriksaan secara dini sejak awal kehidupannya.
2). Penglihatan
Sering terjadi gangguan mata, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan secat rutin
oleh dokter ahli mata

3). Pemeriksaan Nutrisi


Pada perkembangannya anak dengan sindrom down kan mengalami gangguan
petumbuhan baik itu kekurangan gizi pada masa sekolah dan dewasa, sehingga
perlu adanya kerjasamna ahli gizi.
4). Pemeriksaan Radiologis
Diperlukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa keadaan tulang yan
dianggap sangat mengganggu atau mengancam jiwa (spina servikalis).

2. Pendidikan
a. Pendidikan khusus
Program khus untuk menangani anak dengan sindrom down adalah membuat
desain bangunan dengan menerapkan konsep rangsangan untuk tempat pendidikan
anak-anak down’s syndrome. Ada tiga jenis rangsangan, yakni fisik, akademis dan
sosial. Ketiga rangsangan itu harus disediakan di dalam ruangan maupun di luar
ruangan. Hal ini diharapkan anak akan mampu melihat dunia sebagai sesuatu yang
menarik untuk mengembangkan diri dan bekerja.
b. Taman bermain atau taman kanak – kanak
Rangsangan secara motorik diberikan melalui pengadaan ruang berkumpul dan
bermain bersama (outdoor) seperti :
-          Cooperative Plaza untuk mengikis perilaku pemalu dan penyendiri.
-          Mini Zoo dan Gardening Plaza adalah tempat bagi anak untuk bermain
bersama hewan dan tanaman.
c. Intervensi dini
Pada akhir – akhir ini terdapat sejumlah program intervensi dini yang dipakai
sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberikan lingkungan bagi anak dengan
sindrom down. Akan mendapatkan manfaat dari stimulasi sensori dini, latihan khusus
untuk motorik halus dan kasar dan petunjuk agar anak mau berbahasa. Dengan
demikian diharapkan anak akan mampu menolong diri sendiri, seperti belajar makan,
pola eliminasi, mandi dan yang lainnya yang dapat membentuk perkembangan fisik
dan mental.
3. Penyuluhan terhadap orang tua
Diharapkan penjelasan pertama kepada orang tua singkat, karena kita memandang
bahwa perasaan orang tua sangat beragam dan kerena kebanyakan orang tua tidak
menerima diagnosa itu sementara waktu, hal ini perlu disadari bahwa orang tua sedang
mengalami kekecewaan. Setelah orang tua merasa bahwa dirinya siap menerima
keadaan anaknya, maka penyuluhan yang diberikan selanjutnya adalah bahwa anak
dengan sindrom down itu juga memiliki hak yang sama dengan anak normal lainnya
yaitukasihsayangdanpengasuhan. Pada pertemuan selanjutnya penyuluhan yang
diberikan antra lain : Apa itu sindrom down, karakteristik fisik dan antisipasi masalah
tumbuh kembang anak. Orang tua juga harus diberi tahu tentang fungsi motorik,
perkembangan mental dan bahasa. Demikian juga penjelasan tentang kromosom
dengan istilah yang sederhana, informasi tentang resiko kehamilan berikutnya.
G. PENCEGAHAN SINDROM DOWN
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit sindrom down antara
lain :
1. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui
amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan.
Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau
mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau
perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan
sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa dicegah, karena sindrom down
merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlah
kromosom 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui
pasti, yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi
risiko untuk terjadinya Down Syndrom. Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan,
diagnosis pasti dengan analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS
(mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu atau
amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu. (Wikipedia
Indonesia).
2.  Konseling genetik juga menjadi alternatif yang sangat baik, karena dapat
menurunkan angka kejadian sindrom down. Dengan Gene targeting atau
Homologous recombination gene dapat dinon-aktifkan. Sehingga suatu saat gen 21
yang bertanggung jawab terhadap munculnya fenotif sindrom down dapat dinon-
aktifkan.

H. TUMBUH KEMBANG PADA ANAK DENGAN SINDROM DOWN


Anak-anak penderita syndrome mongoloid atau down’s syndrome memiliki
keterlambatan pada hubungan sosial, motorik, serta kognitifnya, sehingga dapat dikatakan
bahwa anak ini mengalami keterlambatan pada semua aspek kehidupannya. Tetapi anak yang
menderita penyakit sindrom down memiliki tingkatan yang berbeda-beda, yaitu dari
tingkatan yang tinggi hingga yang paling rendah. Pada segi intelektualnya anak sindrom
down dapat menderita retardasi mental tetapi juga ada anak dengan intelejensi normal, tetapi
kebanyakan anak dengan sindrom down memiliki retardasi dengan tingkat ringan hingga
sedang. Pada perkembangan tubuhnya, anak sindrom down bisa menjadi sangat aktif dan
juga bisa menjadi sangat pasif.
Sekalipun demikian kecepatan pertumbuhan anak dengan sindrom down lebih lambat
dibandingkan dengan anak normal, sehingga perlu dilakukan pemantauan terhadap
pertumbuhannya secara berkelanjutan. Kita perlu memantau kadar hormn tiroid bila
pertumbuhan anak tidak sesuai dengan usia. Selain itu kita juga dapat memantau
perkembangan organ-organ pencernaan, mungkin terdapat kelainan di dalamnya. Atau
mungkin terdapat kelainan pada organ jantung yaitu penyakit jantung bawaan.
I. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK SINDROM DOWN (Wong, 2003)

1.  PENGKAJIAN
a. Lakukan pengkajian fisik.
b. Lakukan pengkajian perkembangan.
c. Dapatkan riwayat keluarga, terutama yang diberkaitan dengan usia ibu atau anak lain
dalam keluarga yang mengalami keadaan serupa.
d. Observasi adanya manifestasi sindrom down :
1). Karakteristik Fisik (paling sering terlihat)
 Tengkorak bulat kecil dengan oksiput datar
 Lipatan epikantus bagian dalam dan fisura palpebral serong (mata miring ke
atas, ke luar)
 Hidung kecil dengan batang hidung tertekan ke bawah (hidung sadel)
 Lidah menjulur kadang berfisura
 Mandibula hipoblastik (membuat lidah tampak besar)
 Palatum berlengkung tinggi
 Leher pendek tebal
 Muskulatur hipotonik (abdomen buncit, hernia umbilicus)
 Sendi hiperfleksibel dan lemas
 Garis simian (puncak transversal pada sisi telapak tangan)
 Tangan dan kaki lebar, pendek, tumpul
2). Intelegensia
 Bervariasi dari retardasi hebat sampai intelegensia normal rendah
 Umumnya dalam rentang ringan sampai sedang
 Kelambatan Bahasa lebih berat daripada kelambatan kognitif
3). Anomali kongenital (Peningkatan Insidens)
 Penyakit jantung kongenital (paling umum)
 Defek lain meliputi :
Agenesis renal, Atresia duodenum, Penyakit Hirscprung, Fistula
trakeoesofagus, Subluksasi pinggul, Ketidakstabilan vertebra servikal pertama
dan kedua (ketidakstabilan atlantoaksial)
4). Masalah sensori (seringkali berhubungan)
Dapat mencakup hal-hal berikut :
 Kehilangan pendengaran konduktif (sangat umum)
 Strabismus
 Miopia
 Nistagmus
 Katarak
 Konjungtivitis
5). Pertumbuhan dan Perkembangan Seksual
 Pertumbuhan tinggi badan dan berat badan menurun; umumnya obesitas
 Perkembangan seksual terlambat, tidak lengkap atau keduanya
 Infertil pada pria; wanita dapat fertile
 Penuaan premature umum terjadi; harapan hidup rendah
 Bantu dengan tes diagnostic misalnya analisis kromosom

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan hipotonia, peningkatan hipotonia,
peningkatan kerentanan terhadap infeksi pernafasan.
  Tujuan :
Pasien tidak menunjukkan bukti-bukti infeksi pernafasan.
 Hasil yang diharapkan      :
Anak tidak menunjukkan bukti infeksi atau distress pernafasan.
 Intervensi Keperawatan/Rasional
1). Ajarkan keluarga tentang penggunaan teknik mencuci tangan yang baik.
R: untuk meminimalkan pemajanan pada organisme infektif.
2). Tekankan pentingnya mengganti posisi anak dengan sering, terutama
penggunaan postur duduk.
R: untuk mencegah penumpukan sekresi dan memudahkan ekspansi paru.
3). Dorong penggunaan vaporizer uap dingin.
R: untuk mencegah krusta sekresi nasal dan mengeringnya menbran mukosa.
4). Ajarkan pada keluarga pengisapan hidung dengan spuit tipe-bulb.
R: karena tulang hidung anak yang tidak berkembang menyebabkan masalah
kronis ketidakadekuatan drainase mucus.
5). Tekankan pentingnya perawatan mulut yang baik (mis., lanjutkan pemberian
makan dengan air jernih), sikat gigi.
R: untuk menjaga mulut sebersih mungkin.
6). Dorong kepatuhan terhadap imunisasi yang diajarkan.
R: untuk mencegah infeksi.
7). Tekankan pentingnya menyelesaikan program antibiotic bila diinstruksikan.
R: untuk keberhasilan penghilangan infeksi dan mencegah pertumbuhan
organisme resisten.
b. Kerusakan menelan berhubungan dengan hipotonia, lidah besar, kerusakan kognitif.
 Tujuan                                     :
Kesulitan pemberian makan pada masa bayi menjadi minimal.
 Hasil yang diharapkan             :
a. Bayi mengkonsumsi makanan dengan jumlah yang adekuat yang sesuai dengan
usia dan ukurannya.
b. Keluarga melaporkan kepuasan dalam pemberian makan.
c. Bayi menambah berat badannya sesuai dengan tabel standar berat badan.
d. Keluarga mendapatkan manfaat dari pelayanan spesialis.
 Intervensi Keperawatan/Rasional
1). Hisap hidung bayi setiap kali sebelum pemberian makan, bila perlu.
R: untuk menghilangkan mucus.
2). Jadwalkan pemberian makan sedikit tapi sering; biarkan anak untuk beristirahat
selama pemberian makan.
R: karena mengisap dan makan dalam waktu lama sulit dilakukan dengan
pernafasan mulut.
3). Jelaskan pada keluarga bahwa menarik lidah merupakan respons normal pada
anak dengan lidah menjulur dan tidak berarti penolakan terhadap makanan.
4). Berikan makanan padat dengan mendorong mulut bagian belakang dan samping;
gunakan sendok bayi yang panjang dan bertangkai lurus; jika makanan didorong
keluar, berikan kembali makanan ke mulut bayi.
5). Hitung kebutuhan kalori untuk memenuhi kebutuhan energi; hitung asupan
berdasarkan tinggi dan berat badan, bukan berdasarkan urutan usia, karena
pertumbuhan cenderung lebih lambat pada anak-anak dengan sindrom Down.
6). Pantau tinggi badan dan berat badan dengan interval yang teratur.
R: untuk mengevaluasi asupan nutrisi.
7). Rujuk ke spesialis untuk masalah makan yang spesifik.
c. Risiko tinggi konstipasi berhubungan dengan hipotonia.
 Tujuan                                      :
Pasien tidak menunjukkan bukti-bukti konstipasi.
 Hasil yang diharapkan             :
Anak tidak mengalami konstipasi.
 Intervensi Keperawatan/Rasional
1). Pantau frekuensi dan karakteristik defekasi.
R: untuk mendeteksi konstipasi.
2). Tingkatkan hidrasi adekuat.
R: untuk mencegah konstipasi.
3). Berikan diet tinggi serat pada anak.
R: untuk meningkatkan evakuasi feses.
4). Berikan pelunak feses, supositoria, atau laksatif sesuai kebutuhan dan intruksi.

R: untuk eliminasi usus.

d. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan hipotonia, hiperekstensibilitas sendi,


instabilitas atlantoaksial.
 Tujuan                                      :
Pasien mengalami cedera yang berkaitan dengan aktivitas fisik.
 Hasil yang diharapkan             :
1). Anak berpartisipasi dalam aktifitas bermain dan olahraga.
2). Anak tidak mengalami cedera yang berkaitan dengan aktifitas fisik.
 Intervensi Keperawatan/Rasional
1). Anjurkan aktifitas bermain dan olahraga yang sesuai dengan maturasi fisik anak,
ukuran, koordnasi dan ketahanan.
R: untuk menghindari cedera.
2). Anjurkan anak untuk berpartisipasi dalam olahraga yang dapat melibatkan tekanan
pada kepala dan leher (mis., lompat tinggi, senam, menyelam) yang dievaluasi secara
radiologis untuk instabilitas atlantoaksial.
3). Ajari keluarga dan pemberi perawatan (mis., guru, pelatih) gejalainstabilitas
atlantoaksial (nyeri lahir, kelemahan, tortikolis).
R: sehingga perawatan yang tepat dapat diberikan.
4). Laporkan dengan segera adanya tanda-tanda kompresi medulla spinalis (nyeri
leher menetap, hilangnya keterampilan motoric stabil dan control kandung
kemih/usus, perubahan sensasi).
R: untuk mencegah keterlambatan pengobatan.
e. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita
sindrom Down.
 Tujuan untuk keluarga 1          :
Pasien (keluarga) menunjukkan perilaku kedekatan orang tua dan anak.
 Hasil yang diharapkan             :
Orang tua dan anak menunjukkan perilaku kedekatan.
 Intervensi Keperawatan/Rasional
1). Tunjukkan penerimaan terhadap anak melalui perilaku anda sendiri.
R: karena orang tua sensitive terhadap sikap afektif orang lain.
2). Jelaskan pada keluarga bahwa kurangnya molding atau clingingpada bayi adalah
karakteristik fisik dari sindrom Down.
R: karena hal ini mungkin diinterpretasikan dengan mudah sebagai tanda
ketidakdekatan atau penolakan.
3). Anjurkan orang tua untuk membedung atau menyelimuti bayi dengan ketat dalam
selimut.
R: untuk memberikan keamanan dan kompensasi terhadap kurangnya molding atau
clinging.
 Tujuan untuk keluarga 2          :
Keluarga siap untuk menghadapi perawatan anak yang berkenaan dengan
defek (uraikan).
 Hasil yang diharapkan             :
Keluarga mampu menghadapi perawatan yang dibutuhkan untuk mengatasi
masalah kesehatan khusus.
 Intervensi Keperawatan/Rasional
1). Rujuk keluarga ke lembaga komunitas dan kelompok pendukung.
 Tujuan untuk keluarga 3          :
Pasien (keluarga) mendapatkan dukungan yang adekuat.
 Hasil yang diharapkan             :
a). Anggota keluarga mendapatkan manfaat dari kelompok pendukung.
b). Keluarga menunjukkan sifat positif.
 Intervensi Keperawatan/Rasional
1). Rujuk ke pelayanan konseling genetic bila diindikasikan dan/atau diinginkan.
R: agar keluarga mendapatkan informasi dan dukungan.
2). Rujuk pada organisasi dan kelompok orang tua yang dirancang untuk keluarga
dengan anak sindrom Down.
R: agar keluarga mendapatkan dukungan lanjutan.
3). Tekankan aspek positif dari merawat anak di rumah.
R: untuk membantu keluarga memaksimalkan potensi perkembangan anak.
f. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kerusakan fungsi
kognitif.
 Tujuan                                      :
Pasien mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.
g. Risiko tinggi cedera (fisik) berhubungan dengan faktor usia orang tua.
 Tujuan                                      :
Tidak terjadi Sindrom Down.
 Hasil yang diharapkan             :
- . Wanita hamil yang berisiko memeriksakan diri untuk kemungkinan sindrom
Down.
- . Keluarga menunjukkan pemahaman tentang pilihan yang tersedia untuk mereka.
- . Keluarga dari anak perempuan yang menderita gangguan ini mencari alat
kontraseptif.
 Intervensi Keperawatan/Rasional
1). Diskusikan dengan wanita berisiko tinggi tentang bahaya melahirkan anak dengan
sindrom Down.
R: agar keluarga dapat membuat keputusan reproduktif.
2). Dorong semua wanita hamil yang berisiko (lebih dari usia 35, riwayat keluarga
Sindrom Down, atau yang sebelumnya meahirkan anak dengan sindrom Down) untuk
mempertimbangkan pengambilan sampel vilus korionik atau amniosentesis.
R: untuk menyingkirkan sindrom Down pada janin.
3). Diskusikan pilihan aborsi elektif dengan wanita yang mengandung janin dengan
gangguan ini.
4). Diskusikan dengan orangtua anak remaja sindrom Down tentang kemungkinan
konsepsi pada wanita dan perlunya metode kontrasepsi.
R: agar keluarga dapat membuat keputusan reproduktif berdasarkan informasi.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sindrom Down adalah kecacatan kromosom bercirikan kehadiran bahan genetik
salinan tambahan kromosom pada keseluruhan trisomi 21 atau sebahagian,
disebabkan translokasi kromosom (wikipedia melayu). Anak dengan sindrom down
adalah individu yang dapat dikenali dari fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang
terbatas, yang terjadi akibat adanya kromosom 21 yang berlebihan (Soetjiningsih).
Penyebab yang spesifik belum diketahui, tapi kehamilan oleh ibu yang berusia
diatas 35 tahun beresiko tinggi memiliki anak syndrom down. Karena diperkirakan
terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan “non-disjunction” pada
kromosom yaitu terjadi translokasi kromosom 21 dan 15.
         
B. SARAN
Dalam melakukan perawatan pada anak dengan syndrome down, seorang perawat
harus mempu mengajak keluarga untuk aktif berpartisipasi dalam setiap kegiatan
keperawatan. Hal ini ditujukan untuk memberikan pendidikan kepada keluarga karena
setelah keluar dari rumah sakit maka keluargalah yang dituntut untuk bisa melakukan
perawatan home care.

DAFTAR PUSTAKA

Behrman (2000), Nelson Ilmu Kesehatan Anak, EGC, Jakarta

Cahyono, (2009). Down Syndrom pada Anak.

http://varyaskep.wordpress.com/2009/01/21/down-syndrom-pada-anak/. Diakses tanggal


19 April 2017 pukul 22.54 WB

Darto, Saharso (2010). Sindroma Down


http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=061214-irky208.htm.
Diakses tanggal 19 April 2017 pukul 23.05 WIB

Doengoes (2000), Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk perencanaan dan


pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta

Mualim, Rezki (2010). Sindrom Down Sindrom Trisomi 21.

http://mualimrezki.blogspot.com/2010/12/sindrom-down-sindrom-trisomi-21.html
Diakses tanggal 19 April 2017 pukul 23.15 WIB

Soetjiningsih, (2000),Tumbuh Kembang Anak , EGC, Jakarta

Supatini, Yupi (2004), Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak, EGC, Jakarta

Wong, Donna L, (2003), Pedoman Klinis Keperawatan Pedriatrik Edisi 4, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai