Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

CKD ( CHRONIC KIDNEY DISEASE )

Di susun guna memenuhi tugas Program Profesi Ners


Stase Keperawatan Dasar Profesi

Disusun Oleh :

Erna Rey Wulan


112019030282

PROGSUS PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
CKD ( CHRONIC KIDNEY DISEASE )

A. PENGERTIAN
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa
penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin, 2010)
Gagal ginjal kronik adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan
terus menerus. Gagal ginjal kronik dapat timbul dari hampir semua penyakit.
(Corwin, 2009).
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Gangguan fungsi ginjal merupakan penurunan laju
filtrasi glomerulus (glomerolus filtration rate/GFR) yang dapat digolongkan
ringan dan berat (Mansjoer, 2010 : 531).
B. ETIOLOGI
Penyebab GGK menurut Price, (2009), termasuk glomerulonefritis,
infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli),
penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit
endokrin (diabetes), menjadi delapan kelas, antara lain:
 Infeksi misalnya pielonefritis kronik
 Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
 Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
 Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
 Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal
 Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
 Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
 Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung
kemih dan uretra.
C. PATOFISIOLOGI
Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap
fungsi dari nefron. Kerusakan nefron merangsang kompensasi nefron yang
masih utuh untuk mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit.
Mekanisme adaptasi pertama adalah dengan cara hipertrofi dari nefron yang
masih utuh untuk meningkatkan kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsorpsi
tubulus.
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan
beban solute untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan
glomerolus dan tubulus tidak dapat dipertahankan. Terjadi ketidakseimbangan
antara filtrasi dan reabsorpsi disertai dengan hilangnya kemampuan
pemekatan urin.
Perjalanan gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium, yaitu :
1. Stadium I
Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan
ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan
pasien asimptomatik.
2. Stadium II
Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75%
jaringan yang berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration Rate)
besarnya hanya 25% dari normal. Kadar BUN mulai meningkat
tergantung dari kadar protein dalam diet. Kadar kreatinin serum juga
mulai meningkat disertai dengan nokturia dan poliuria sebagai akibat dari
kegagalan pemekatan urin.
3. Stadium III
Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa
nefron telah hacur atau hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih
utuh. GFR (Glomerulus Filtration Rate) hanya 10 % dari keadaan normal.
Kreatinin serum dan BUN akan meningkat. Klien akan mulai merasakan
gejala yang lebih parah karena ginjal tidak lagi dapat mempertahankan
homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Urin menjadi isoosmotik
dengan plasma dan pasien menjadi oligurik dengan haluaran urin kurang
dari 500 cc/hari.
(Suyono, 2011 : 428-429).
D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Mansjoer (2010 : 532), manifestasi klinis pada pasien gagal
ginjal kronik :
1. Umum : fatique, malaise, gagal tumbuh, debil
2. Kulit : mudah lecet, rapuh, leukonika
3. Kepala dan leher : fetor uremik, lidah kering dan berselaput
4. Mata : fundus hipersensitif, mata merah
5. Kardiovaskuler : hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung, perikarditis
uremik, penyakit vaskuler.
6. Pernafasan : hiperventilasi asidosis, edema paru, efusi pleura
7. Gastrointestinal : anoreksia, nausea, gastritis, ulkus peptikum, kolik
uremik, diare yang disebabkan oleh anti biotik.
8. Kemih : nokturia, poliuria, haus, proteinuria, penyakit ginjal yang
mendasarinya.
9. Reproduksi : penurunan libido, impotensi, amenore, infertilitas,
ginekomastia, galaktore.
10. Syaraf : latergi, malaise, anoreksia, tremor, ngantuk, kebingungan, flap,
mioklonus, kejang, koma.
11. Tulang : hiperparatiroidisme, defisit vitamin D.
12. Sendi : gout, pseudo gout, klasifikasi ekstra tulang
13. Hematologi : anemia, defisit imun, mudah mengalami pendarahan
14. Farmakologi : obat-obatan yang diekskresi oleh ginjal
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Suyono (2011), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat
dilakukan cara sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem dan
membantu menetapkan etiologi.
2. Pemeriksaan USG
Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk
mengetahui beberapa pembesaran ginjal.
3. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit
F. PENATALAKSANAAN
Menurut Mansjoer (2010 : 533), penatalaksanaan medis pada gagal ginjal
kronik adalah :
1. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan dan cairan dan garam, pada
beberapa pasien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau diuretin
loop (bumetarid, asam etokrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan
cairan pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine dan pencatatan
keseimbangan cairan/masukan melebihi keluaran sekitar 500 ml.
2. Diit tinggi kalori dan rendah protein (20-40 g/hari) menghilangkan gejala
anoreksia dan nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan
perbaikan gejala. Hindari masukan dan berlebihan dari kalium dan garam.
3. Kontrol Hipertensi.
Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam
dan cairan di atur sendiri tanpa tergantung tekanan darah. Sering
diperlukan diuretik koop, selain obat anti hipertensi.
4. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit
Yang sering ditemukan adalah hiperglikemia dan asidosis berat
hindari kalium yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari), diuretik hemat
kalium, obat-obatan yang berhubungan dengan ekskresi kalium (misalnya
menghambat ACE dan obat anti inflasi nonsteroid). Asidosis berat atau
kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut
dalam kaniresis. Deteksi melalui kalium plasma EKG.
5. Mencegah dan tatalaksana tulang ginjal
Hiperpospatemia dikontrol oleh obat yang mengikat posfat seperti
alumunium hidroks (330-800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000 mg)
pada setiap makan.
6. Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus di terapi sebagai pasien imunosupresif dan di
terapi lebih ketat.
7. Modifikasi terapi obat dan fungsi ginjal
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya misalnya
digoksin aminogikosid, analgetik opiat, amfoteris dan alopurinol.
8. Deteksi dan terapi komplikasi
Awasi dengan ketat kemungkinan enselopati uremia, perikarditis
neunpari perifer, hiperkolemia yang meningkat kelebihan cairan infeksi
yang mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan sehingga diperlukan
dialisis.
9. Persiapan dialisis dan program transplantasi
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik diabetes. Indikasi
dilakukan dialisa biasanya adalah gagal ginjal dengan gejala klinis yang
jelas mesti telah dilakukan terapi konservatif atau terjadi komplikasi.
G. DAMPAK GAGAL GINJAL KRONIK TERHADAP KEBUTUHAN
DASAR MANUSIA
Menurut Suyono (2011 : 428-429), dampak gagal ginjal kronik terhadap
sistem imun tubuh meliputi :
1. Oksigenasi
Gagal ginjal kronik menyebabkan gagal jantung yang beresiko
menyebabkan udem paru. Penumpukan cairan pada paru-paru dapat
menyebabkan gangguan pertukaran gas.
2. Cairan dan elektrolit
Aktivasi sistem renin angiotensin juga akan menyebabkan sekresi
aldosteron yang pada akhirnya menyebabkan retensi natrium dan air
sehingga menyebabkan penumpukan cairan tubuh yang berpotensi
menyebabkan udem anasarka karena peningkatan tekanan hidrostatik.
Ketidakmampuan ginjal mengatur kadar elektrolit menyebabkan
hiperkalemia dan hipernatremia. Ketidakmampuan ginjal memproduksi
dehidroksikalsiferol juga menyebabkan gangguan absorpsi kalsium dari
usus sehingga berpotensi menyebabkan hipokalsemia.
3. Nutrisi
Penumpukan sisa metabolisme dalam tubuh menandakan adanya
toksin dalam tubuh serta merubah komposisi biokimia cairan tubuh yang
akan merangsang medula oblongata untuk mempersespsikan adanya mual.
Ascites akibat retensi natrium dan air juga menyebabkan perasaan penuh
pada perut yang menurunkan nafsu makan.
4. Eliminasi
Ketidakmampuan ginjal memproduksi urine menyebabkan penurunan
output urine (oliguria) sehingga merubah pola eliminasi BAK.
5. Aktivitas/Istirahat
Penurunan produksi eritropoetin menyebabkan anemia sehingga
mengurangi suplai oksigen ke jaringan dan menyebabkan penurunan
produksi ATP serta mengakibatkan kelemahan. Kelemahan ini akan
menyebabkan keterbatasan atau intolerasi terhadap aktivitas.
6. Konsep Diri
Udem anasarka, perubahan kulit dan dampak lainnya dari gagal ginjal
kronik menyebabkan perubahan bentuk tubuh sehingga berpotensi
mengakibatkan gangguan gambaran diri. Ketidakmampuan klien
menjalankan tugas sosialnya juga menyebabkan gangguan peran diri dan
harga diri.
7. Rasa Aman
Kurangnya informasi tentang penyakit dan pengobatan serta
perawatannya dapat menyebabkan gangguan rasa aman berupa kecemasan.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Lynda Juall (2010), diagnosa keperawatan yang muncul pada
pasien CKD adalah:
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
udem sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na
dan H2O.
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang
tidak adekuat, keletihan.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
oksihemoglobin.
I. INTERVENSI
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema
sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan
kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan
masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R : Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan
respon terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R : Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan
terutama pemasukan dan haluaran
R : Untuk mengetahui keseimbangan input dan output
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria
hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R : Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R : Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat
mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
R : Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R : Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R : Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai
dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
- Mempertahankan kulit utuh
- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan
kadanya kemerahan
R : Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R : Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
c. Inspeksi area tergantung terhadap udem
R : Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d. Ubah posisi sesering mungkin
R : Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk
untuk menurunkan iskemia
e. Berikan perawatan kulit
R : Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f. Pertahankan linen kering
R : Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk
memberikan tekanan pada area pruritis
R : Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R : Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi
lembab pada kulit
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak
adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
oksihemoglobin
Tujuan: Pasien menunjukkan perfusi jaringan yang adekuat yang
ditunjukkan dengan terabanya nadi perifer, kulit kering dan hangat,
keluaran urin adekuat, dan tidak ada distres pernafasan
Intervensi:
a. Monitor Tanda Vital
b. Monitor status neurologi melitputi monitor ukuran, bentuk,
simetrifitas, dan reaktifitas pupil, Monitor tingkat kesadaran klien,
Monitor tingkat orientasi, Monitor GCS, Monitor respon pasien
terhadap pengobatan
c. Manajemen cairan, meliputi mencatat intake dan output cairan
d. Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi (turgor kulit jelek, mata cekung, dll)
e. Monitor status nutrisi
f. Persiapkan pemberian transfusi (seperti mengecek darah dengan
identitas pasien, menyiapkan terpasangnya alat transfusi)
g. Awasi pemberian komponen darah/transfusi
h. Awasi respon klien selama pemberian komponen  darah
i. Monitor hasil laboratorium (kadar Hb, Besi serum, angka trombosit)
6. Gangguan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
paru.
Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24
jam diharapkan pola nafas adekuat:
a. Monitor rata-rata kedalaman, irama dan usaha respirasi.
b. Catat perkembangan dada, amati kesimetrisan, penggunaan
otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
c. Monitor pola nafas: bradipena, takipenia, kussmual,
hiperventilasi, cheyne stokes
d. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan
e. Kolaborasi tim medis dalam pemberian terapi oksigen
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2010). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Aditya Media
Long, B C. (2006). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan
Mansjoer, Arief (2010), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4, Jakarta : Media
Aesculapius
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. (2010). Chronic Kidney Disease: A Practical
Guide to Understanding and Management. USA : Oxford University
Press.
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (2009). Patofisiologi Konsep Kllinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2007). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2011). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II.
Jakarta.: Balai Penerbit FKUI
PATHWAYS
infeksi vaskuler zat toksik Obstruksi saluran
kemih
reaksi arteriosklerosis tertimbun ginjal Retensi urin batu besar dan iritasi / cidera
antigen kasar jaringan
antibodi suplai darah ginjal menekan saraf hematuria
turun perifer
nyeri pinggang anemia

GFR turun

GGK

sekresi protein retensi Na sekresi eritropoitis turun


terganggu
sindrom uremia urokrom total CES suplai nutrisi dalam produksi Hb turun
tertimbun di kulit naik darah turun

perpospatemia gang. tek. kapiler naik oksihemoglobin turun


keseimbangan perubahan warna
pruritis asam - basa kulit gangguan
vol. interstisial perfusi jaringan suplai O2 kasar turun
naik
gang. prod. asam naik
edema
integritas kulit payah jantung kiri bendungan atrium kiri
as. lambung naik (kelebihan volume
naik
cairan)
preload naik
nausea, vomitus iritasi lambung COP turun
tek. vena
beban jantung naik pulmonalis
Perubahan infeksi perdarahan aliran darah ginjal suplai O2 suplai O2 ke
nutrisi: kurang turun jaringan turun otak turun kapiler paru naik
dari kebutuhan gastritis hipertrofi ventrikel
- hematemesis
- melena kiri RAA turun metab. syncope edema paru
mual,
(kehilangan
muntah retensi Na & H2O timb. as. laktat kesadaran)
anemia naik naik

Gangguan - fatigue
intoleransi aktivitas
Keseimbangan cairan - nyeri sendi
dan elektrolit

Anda mungkin juga menyukai