Anda di halaman 1dari 50

EVALUASI PELAYANAN INFORMASI OBAT PADA PASIEN

HIPERTENSI DI APOTEK LUWES AGUNG GROBOGAN

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Farmasi (S-1)

Oleh
Siti Nur Asiyah
NIM : 52019050110

PEMBIMBING :
1. Ika Tristanti, S.SiT., M.Kes
2. Apt. Riana Putri Rahmawati, M.Farm

JURUSAN S1 FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2020

i
HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal skripsi dengan judul “EVALUASI PELAYANAN INFORMASI OBAT


PADA PASIEN HIPERTENSI DI APOTEK LUWES AGUNG GROBOGAN” ini
telah disetujui dan diperiksa oleh Pembimbing skripsi untuk dipertahankan
dihadapan Tim Penguji Skripsi Jurusan Farmasi Universitas Muhammadiyah
Kudus, pada :

Hari :
Tanggal :
Nama :
NIM :

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ika Tristanti, S.SiT.,M.Kes Apt. Riana Putri Rahmawati, M.Farm.


NIDN : 0004018301 NIDN : 0614069401

Mengetahui
Universitas Muhammadiyah Kudus
Rektor

Rustono, SKM., M.Kes(Epid)


NIDN : 0621087401

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Proposal skripsi dengan judul “EVALUASI PELAYANAN INFORMASI OBAT


PADA PASIEN HIPERTENSI DI APOTEK LUWES AGUNG GROBOGAN” ini
telah disahkan dan diperiksa oleh Pembimbing skripsi untuk dipertahankan
dihadapan Tim Penguji Skripsi Jurusan Farmasi Universitas Muhammadiyah
Kudus, pada :
Hari :
Tanggal :
Nama : Siti Nur Asiyah
NIM : 52019050110

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ika Tristanti, S.SiT.,M.Kes Apt. Riana Putri Rahmawati,M.Farm.


NIDN : 0004018301 NIDN: 0614069401

Mengetahui
Universitas Muhammadiyah Kudus
Rektor

Rustono, SKM., M.Kes(Epid)


NIDN : 0621087401

iii
MOTTTO

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya


bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari
sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya
kepada Tuhanmulah engkau berharap.” (QS. Al-Insyirah,6-8)

iv
PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Siti Nur Asiyah
NIM : 52019050110

Menyatakan bahwa Skripsi judul : “EVALUASI PELAYANAN INFORMASI


OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI DI APOTEK LUWES AGUNG
GROBOGAN” Merupakan:
1. Hasil karya yang dipersiapkan dan disusun sendiri
2. Belum pernah disampaikan untuk mendapatkan gelar S-1 Farmasi
Universitas Muhammadiyah Kudus
Oleh karena itu pertanggungjawaban Skripsi ini sepenuhnya berada pada diri
saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya

Kudus, 2021
Penyusun

Siti Nur Asiyah


NIM: 52019050110

v
PERSEMBAHAN

Proposal skripsi ini kupersembahkan kepada mereka yang merasa


memiliki diriku yang menjadi bagian hidupku yang selama ini tak henti-hentinya
dengan tulus ikhlas memberikan doa, nasehat, bimbingan, dorongan serta kasih
sayang yang tulus sebagai wujud rasa syukur, rasa hormat, serta ucapan terima
kasih yang tiada terkira. Proposal skripsi ini kupersembahkan untuk :
1. Rusnoto, SKM.,M.Kes(Epid), selaku Rektor Muhammadiyah, Kudus
2. Ika Tristanti, S.SiT.,M.Kes, selaku pembimbing utama yang telah berkenan
membimbing dan telah memberikan petunjuk dan pemecahan masalah
hingga selesai penyusunan proposal skripsi ini.
3. Apt. Riana Putri Rahmawati, M.Farm, selaku pembimbing anggota yangtelah
berkenan membimbing dan telah memberikan petunjuk dan pemecahan
masalah dalam penyusunan proposal skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Kudus yang telah mengamalkan ilmu dan pengalamannya.
5. Suami dan anak-anak yang sudah selalu memberi perhatiannya dan motivasi
selama perkuliahan.
6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatuyang telah
memberikan bantuan dalam penyusunan proposal skripsi ini.

vi
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji Syukur Alkhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
atas segala rahmat dan karunia yang telah diberikanNya sehingga penulis
dapat menyelesaikan proposal yang berjudul “EVALUASI PELAYANAN
INFORMASI OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI DI APOTEK LUWES AGUNG
GROBOGAN”
Tidak lupa penulis mengucapkan rasa terima kasih sebesar-besarnya
atas bantuan, kepada yang terhormat :
1. Rusnoto, SKM.,M.Kes(Epid), selaku Rektor Universitas Muhammadiyah,
Kudus
2. Ika Tristanti, S.SiT.,M.Kes, selaku pembimbing utama yang telah
berkenan membimbing dan telah memberikan petunjuk dan pemecahan
masalah hingga selesai penyusunan proposal skripsi ini.
3. Apt. Riana Putri Rahmawati, M.Farm, selaku pembimbing anggota yang
telah berkenan membimbing dan telah memberikan petunjuk dan
pemecahan masalah dalam penyusunan proposal skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Kudus yang telah mengamalkan ilmu dan
pengalamannya.
5. Suami dan anak-anak yang sudah selalu memberi perhatiannya dan
motivasi selama perkuliahan.
6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatuyang telah
memberikan bantuan dalam penyusunan proposal skripsi ini.

Kudus, September 2020

Siti Nur Asiyah

vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PROPOSAL ..................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL ...................................................... iii
MOTTO ......................................................................................................... iv
PERNYATAAN .............................................................................................. v
PERSEMBAHAN........................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x
BAB PENDAHULUAN.................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 4
E. Keaslian Penelitian............................................................................. 5
F. Ruang Lingkup .................................................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 8
A. Standart Pelayanan Kefarmasian ...................................................... 8
B. Pelayanan Informasi Obat Tinjauan Tentang Penyakit ......................14
C. Kerangka Teori...................................................................................26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................29
A. Variabel Penelitian ............................................................................29
B. Hipotesis PenelitianKerangka Konsep Penelitian ..............................29
C. Rancangan Penelitian .......................................................................29
D. Jadwal Penelitian ..............................................................................36
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................37

viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Keaslian Penelitian .......................................................................... 5
Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi ....................................................................... 8
Tabel 3. OBat Diuretik Golongan Tiazid ........................................................19
Tabel 4. Obat Diuretik Kuat ...........................................................................20
Tabel 5.Obat Diuretik Hemat Kalium .............................................................20
Tabel 6. Obat Angiotensin Converting Enzym(ACE) Inhibitor .......................21
Tabel 7. Obat Angiotensin II Reseptor Blocker (ARB) ...................................22
Tabel 8. Obat Calsium Channer Blocker (CCB) ............................................23
Tabel 9. Obat Yng Termasuk Pada GolonganBeta Blockers ........................24
Tabel 10. Kombinasi Pada Obat Diuretik dan Diuretik ..................................25
Tabel 11. KOmbinasi Obat ACE Inhibitor dan Diuretik ..................................25
Tabel 12. KOmbinasi Obat Angiotensin II Reseptor Blocker dan Diuretik......25
Tabel 13. Kombinasi Obat β-Blocker dan Diuretik .........................................25
Tabel 14. Kombinasi Obat ACE Inhibitor dan Calsium Channel Blocker .......25

ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian .............................................26

x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan kefarmasian di puskesmas merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting
dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan
kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk
mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah
yang berhubungan dengan kesehatan. Bentuk pelayanan kefarmasian salah
satunya adalah pemberian informasi obat kepada pasien. 1
Pelayanan informasi obat merupakan salah satu bentuk pekerjaan
kefarmasian berupa sebuah pelayanan langsung serta bertanggung jawab
terhadap pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan
pasien. Pelayanan informasi obat sangat penting dalam upaya menunjang
budaya pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional. Pelayanan
informasi obat sangat diperlukan, terlebih lagi banyak pasien yang belum
mendapatkan informasi obat secara memadai tentang obat yang digunakan,
karena penggunaan obat yang tidak benar dan ketidak patuhan meminum
obat bisa membahayakan pasien. Pelayanan informasi obat ditujukan untuk
meningkatkan hasil terapi dengan memaksimalkan penggunaan obat-obatan
yang tepat. Salah satu manfaat dari pelayanan informasi obat adalah
meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat yang rasional oleh
pasien sehingga angka kematian dan kerugian (baik biaya maupun hilangnya
produktivitas) dapat ditekan. 2
Standart pelayanan kefarmasian di apotek telah memuat kebijakan
pelayanan kefarmasian termasuk pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dan pelayanan farmasi
klinik yang harus dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab seorang
apoteker. 1
Informasi mengenai sediaan farmasi dan BMHP. Informasi mengenai
Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis,
bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian,
farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan

1
2

penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas,
1
ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.
Kegiatan PIO berupa penyediaan dan pemberian informasi obat yang
bersifat aktif atau pasif. Pelayanan bersifat aktif apabila apoteker pelayanan
informasi obat memberika informasi obat dengan tidak menunggu pertanyaan
melainkan secara aktif memberikan informasi obat, misalnya penerbitan
buletin, brosur, leaflet, seminar dan sebagainya. Pelayanan bersifat pasif
apabila apoteker pelayanan informasi obat memberikan informasi obat
sebagai jawaban atas pertanyaan yang diterima 3
Kepatuhan pasien berpengaruh terhadap keberhasilan suatu
pengobatan. Hasil terapi tidak akan mencapai tingkat optimal tanpa adanya
kesadaran dari pasien itu sendiri, bahkan dapat menyebabkan kegagalan
terapi, serta dapat pula menimbulkan komplikasi yang sangat merugikan dan
pada akhirnya akan berakibat fatal. Pelayanan kefarmasian saat ini telah
bergeser orientasinya dari orientasi obat (drug oriented) menjadi orientasi
pasien (patient oriented) yang mengacu pada asuhan kefarmasian
(pharmaceutical care). Kepatuhan pasien dalam penggunaan obat perlu
ditingkatkan terlebih lagi bagi pasien dengan penyakit kronik seperti
hipertensi agar hasil terapi yang diinginkan dapat tercapai 4
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan darah sistolik
lebih dari 140mmHg dan tekanan darah diastoliklebih dari 90 mmHg pada
dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat /tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka
waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal
ginjal), jantung (penyakit jantung coroner) dan otak (penyebabkan stroke) bila
tidak di deteksi secara dini dan mendapatkan pengobatan yang memadai. 5
Penelitian evaluasi pelayanan informasi obat pada penderita hipertensi
yang dilakukan oleh Aditya Lela Novitasari (2016) di RSUD Senopati Bantul
Yogyakarta menyimpulkan hasil penelitian bahwa rincian informasi obat yang
disampaikan adalah nama obat, cara pemberian, indikasi, terapi yang
diterima, aturan pakai (6 responden), bentuk sediaan (5 responden), kondisi
penyimpanan (4 responden), lama penggunaan obat dan dosis (3
responden). Teknis PIO dilakukan pada jam kerja, berupa menjawab
pertanyaan, melakukan penyuluhan dan visite. Sumber informasi yang
digunakan berupa pustaka primer dan tersier. Evaluasi sumber informasi
3

dokumentasi yang dilakukan belum sesuai dengan standar. Penelitian lain


oleh Ririn (2019) di Puskesmas Lerep Kabupaten Semarang menjelaskan
bahwa pemberian informasi obat tentang nama obat sebesar 13 %, dosis
obat sebesar 27 %, aturan pakai sebesar 100 %, rute pakai sebesar 99 %,
cara penyimpanan sebesar 67 %, indikasi diberikan sebesar 98 %.
Kesimpulan dalam penelitian tersebut adalah bahwa pelayanan informasi
obat kepada pasien rawat jalan di instalasi farmasi secara umum telah
diberikan secara lengkap dan sesuai dengan standar prosedur operasional.
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi
pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah sebesar 31,7%.
Menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertyinggi di Kalimantan Selatan
(39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%). Provinsi Jawa Timur (37,4%),
Bangka Belitung (37,2%), Jawa Tengah (37,0%) merupakan provinsi yang
mempunyai prevalensi hipertensi lebih tinggi dari angka nasional. 6
Profil kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2017 menyebutkan
kasus tertinggi penyakit tidak menular (PTM) adalah kelompok penyakit
jantung dan pembuluh darah khususnya pada kelompok hipertensi essensial
yaitu sebanyak 497.966 (67,00%) dari total 743.204 kasus penyakit jantung
dan pembuluh darah. Prevalensi hipertensi di Jawa Tengah yaitu 26,4% dan
berada pada peringkat ke-9 pada 10 besar provinsi di Indonesia dengan
kejadian kasus hipertensi terbanyak. Di Jawa Tengah prevalensi hipertensi
tertinggi berada di wilayah Kota Semarang dengan prevalensi sebesar
77,10%. 7
Kabupaten Grobogan tahun 2017 mempunyai penderita hipertensi
sebanyak 18.796 orang. Kabupaten Grobogan menduduki peringkat 3
dengan penderita hipertensi terbanyak setelah Kabupaten Temanggung dan
Kabupaten Sragen. 7
Menurut data yang ada di Apotek Luwes Agung tahun 2019,
hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyakit nomor dua
terbanyak yang diderita oleh masyarakat yang ada di wilayah kerja Apotek
Luwes Agung. Didapatkan kasus hipertensi di Apotek Luwes Agung
mencapai 10,2% atau sekitar 155 kasus dari 1518 jumlah kunjungan. Dengan
rata-rata 13 kasus per bulan, dan rata-rata kunjungan per bulan 126 pasien.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin memberikan informasi
pelayanan obat hipertensi di Apotek Luwes Agung Gubug dengan judul
4

“EVALUASI PELAYANAN INFORMASI OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI


DI APOTEK LUWES AGUNG“.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan suatu
permasalahan yaitu, “Bagaimana gambaran pelayanan informasi obat pada
pasien hipertensi di Apotek Luwes Agung Grobogan ?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seperti apakah
pelayanan informasi obat pada pasien hipertensi di Apotek Luwes Agung
Grobogan.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
a. Mengidentifikasi kelengkapan informasi yang diberikan Apoteker pada
pasien hipertensi di Apotek Luwes Agung Grobogan.
b. Mengidentifikasi permasalahan yang ditemukan dalam teknis
pelayanan informasi obat yang diberikan pada pasien hipertensi di
Apotek Luwes Agung Grobogan.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menambah wawasan tentang pasien hipertensi di
Apotek Luwes Agung Grobogan.
2. Bagi Instansi
Hasil penelitian ini sebagai masukan dan evaluasi Kepada Pimpinan
Apotek Luwes Agung Gubug mengenai kepatuhan pelayanan informasi
obat terhadap pasien hipertensi di Apotek Luwes Agung Grobogan.
3. Bagi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi
dan bahan referensi peneliti selanjutnya.
4. Bagi Pembaca
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan baru mengenai pelayanan
informasi obat hipertensi di Apotek Luwes Agung Grobogan.
5

E. Ruang Lingkup Penelitian


1. Ruang Lingkup Waktu
Ruang lingkup penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2021
sampai dengan selesai.
2. Ruang Lingkup Tempat
Ruang lingkup tempat pada penelitian ini dilakukan di Apotek Luwes
Agung Grobogan.
3. Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi dalam penelitian ini bersumber pada buku,
wawancara, artikel, jurnal dan internet tentang pelayanan informasi obat
terhadap pasien hipertensi

F. Keaslian Penelitian
Penelitian yang dibuat oleh penulis yang berjudul “Evaluasi Pelayanan
Informasi Obat Terhadap Pasien Hipertensi di Apotek Luwes Agung Grobogan”
belum pernah dilakukan penelitian.
Adapun penelitian berupa jurnal yang serupa adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Keaslian Penelitian
No Nama Judul Desain Hasil Peneliti Pembeda
Peneliti Penelitian Penelitian
1 Rina Evaluasi Penelitian Hasil Pada penelitian ini
Adityawati Pelayanaan deskriptif penelitiaan yang menjadi
(2016) Informasi dengan evaluasi pembeda adalah
Obat Pada metode pelayanan pada judul,
Pasien purposive informasi obat tempat, tahun dan
Rawat Jalan sampling pada pasien nama informasi
Di Instalasi rawat jalan obat yang
Farmasi terlaksana diberikan yaitu
Puskesmas dengan evaluasi
Grabag I realisasi terjadi pelayanan
kesenjangan informasi obat
negative terhadap pasien
sebesar (- hipertensi di
1,05%). Apotek Luwes
Komponen Agung 2021
informasi obat
yang
disampaikan
meliouti bentuk
sediaan, dosis
obat, indikasi,
6

kontra indikasi,
efek samping,
dan interaksi
obat,
sedangkan
komponen
informasi obat
yang tidak
2 Pengaruh Penelitian disampaikan di
Aulia pemberian ini instalasi
Kurniaputri informasi menggunak farmasi
(2014) obat an metode Puskesmas Pada penelitian ini
antihipertensi penelitian Grabag I yaitu yang menjadi
terhadap eksperimen penyimpanan pembeda adalah
kepatuhan dengan obat dan pada judul, tempat
pasien rancangan stabilitas obat. dan tahunnya
hipertensi di perbanding yaitu evaluasi
puskesmas an Hasil penelitian pelayanan
Umbulharjo I kelompok menunjukkan informasi obat
Yogyakarta statis. bahwa terhadap pasien
Periode antihipertensi hipertensi di
November yang paling Apotek Luwes
2014 banyak Agung 2021
digunakan
adlah
amlodipine
951,1%) dan
antihipertemnsi
kombinasi
amlodipine dan
hidroklorotiazid
(26,7%).
3 Kinerja Penelitian Presentae
Apotek dan ini pasien patuh
Yunita Nita Harapan menggunak tinggi (31,1%).
(2013) Pasien an metode Presentase
Terhadap deskriptif pasien patuh
Pemberian kuantitatif tanpa pio Pada penelitian ini
Informasi adalah yang menjadi
Obat Pada kepatuhan pembeda adalah
Pelayanan rendah 24,4%, pada judul, tempat
Swamedika kepatuhan dan tahunnya
di Beberapa sedang yaitu evaluasi
Apoek di 11,1%dan pelayanan
Surabaya kepatuhan informasi obat
tinggi 13,3%. terhadap pasien
Hasil penelitian hipertensi di
menunjukkan Apotek Luwes
bahwa 2(9%) Agung 2021
variable
dianggap
penting oleh
pasien tp
menunjukkan
kinerja rendah.
Sedangkan 9
(40%) vaiabel
penting
7

dianggap
tingkat
kepentingan
tinggi.
Selanjutnya 10
(45%) variable
tidak penting
dengan tingkat
performa yang
rendah. Dan
yang terakhir
1(4,5%)
variable tidak
penting dengan
tingkat kinerja
yang tinggi.
Kesimpulannya
ada variable
yang harus
ditingkatkan.
Namun tidak
penting tidak
selalu bearti
tidak penting
bagi
professional
perawatan
kesehatan.

G. Ruang Lingkup Penelitian


1. Ruang Lingkup Waktu
Ruang lingkup penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2021 sampai
dengan selesai.
2. Ruang Lingkup Tempat
Ruang lingkup tempat pada penelitian ini dilakukan di Apotek Luwes
Agung Grobogan.
3. Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi dalam penelitian ini bersumber pada buku,
wawancara, artikel, jurnal dan internet tentang pelayanan informasi obat
terhadap pasien Hipertensi.
8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Standart Pelayanan Kefarmasian


Pelayanan kefarmasian merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting
dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan
kefarmasian di Puskesmas harus mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas,
yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat
pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama
yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan
masyarakat. 1
Pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan
tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat
dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Tuntutan pasien dan
masyarakat akan peningkatan mutu pelayanan kefarmaian, perluasan dari
paradigma lama yang berorientasi pada pasien (drug oriented) menjadi
paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan
filosofi pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). 1

B. Pelayanan Informasi Obat


1. Informasi Obat
Rumah Sakit harus memenuhui persyaratan lokasi, bangunan,
prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan.
Persyaratan kefarmasian yang dimaksud harus menjamin ketersediaan
sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat, aman
dan terjangkau. 8 Standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit, meliputi
standar: (a)pengelolaan sedian farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai; dan (b)pelayanan farmasi klinik. 9
Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang
diberikan apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome
terapi dan meminimalkan resiko terjadinya efek samping karena obat,
untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup
pasien (quality of life) terjamin. Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan

8
9

meliputi: (1)pengkajian dan pelayanan resep; (2)penelusuran riwayat


penggunaan obat; (3)rekonsiliasi obat; (4)pelayanan informasi obat;
(5)konseling; (6)visite; (7)pemantauan terapi obat; (8)monitoring efek
samping obat; (9)evaluasi penggunaan obat; (10)dispensing sediaan
steril; (11)pemantauan kadar obat dalam darah. 9

2. Pelayanan Informasi Obat


Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan kegiatan
penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang
independen, akurat, tidak bias, terkini, dan komprehensif yang dilakukan
oleh apoteker kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan
lainnya serta pasien dan pihak lain diluar rumah sakit.
PIO bertujuan untuk: (a)menyediakan informasi mengenai obat
kepada pasien dan tenaga kesehatan dilingkungan rumah sakit dan
pihak lain di luar rumah sakit; (b)menyediakan informasi untuk membuat
kebijakan yang berhubungan dengan obat/sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai, terutama bagi tim farmasi dan
terapi; (c)menunjang penggunaan obat yang rasional. 9
Undang-undang (UU) Republik Indonesia No.44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit menyebutkan bahwa rumah sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
termasuk pelayanan kefarmasian. 8
Standar pelayanan kefarmasian meliputi pelayanan farmasi
klinik. Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang
diberikan apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome
terapi dan meminimalkan resiko terjadinya efek samping karena obat,
untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup
pasien (quality of life) terjamin.
Kegiatan pelayanan informasi obat berupa penyediaan dan
pemberian informasi obat yang bersifat aktif atau pasif. Pelayanan
bersifat aktif apabila apoteker pelayanan informasi obat memberikan
informasi obat dengan tidak menunggu pertanyaan melainkan secara
aktif memberikan informasi obat, misalnya penerbitan buletin, brosur,
leaflet, seminar dan sebagainya. Pelayanan bersifat pasif apabila
apoteker pelayanan informasi obat memberikan informasi obat sebagai
10

jawaban atas pertanyaan yang diterima.


Indikator keberhasilan pelayanan informasi obat mengarah
kepada pencapaian penggunaan obat secara rasional di rumah sakit itu
sendiri. Indikator dapat digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan
penerapan pelayanan informasi obat antara lain:
1. Meningkatnya jumlah pertanyaan yang diajukan.
2. Menurunnya jumlah pertanyaan yang tidak dapat dijawab.
3. Meningkatnya kualitas kinerja pelayanan.
4. Meningkatnya jumlah produk yang dihasilkan (leaflet, buletin,
ceramah).
5. Meningkatnya pertanyaan berdasar jenis pertanyaan dan tingkat
kesulitan.
6. Menurunnya keluhan atas pelayanan 10

3. Pedoman Pelayanan Informasi Obat di Apotek


Pelayanan informasi obat merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Apotek.
Tujuan umum dari pedoman pelayanan informasi obat di Apotek yaitu
tersedianya pedoman untuk pelayanan informasi obat yang bermutu dan
berkesinambungan dalam rangka mendukung upaya penggunaan obat
yang rasional di Apotek.
Tujuan khusus dari pedoman pelayanan informasi obat di
Apotek, antara lain:
1) Tersedianya acuan dalam rangka pelayanan informasi obat di
Apotek.
2) Tersedianya landasan hukum dan operasional penyediaan dan
pelayanan informasi obat di Apotek.
3) Terlaksananya penyediaan dan pelayanan informasi obat di Apotek.
4) Terlaksananya pemenuhan kompetensi apoteker Indonesia dalam
hal pelayanan kefarmasian.
Pedoman pelayanan informasi obat di Apotek dimaksudkan
untuk dapat dimanfaatkan oleh petugas kesehatan terkait provider,
pasien dan keluarganya, masyarakat umum, serta institusi yang
memerlukan. 10
11

4. Teknis Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit


A. Metode Pelayanan Informasi Obat
Menurut Ditjen Pelayanan Kefarmasian dan Alat
Kesehatan (2006), terdapat 5 metode yang dapat digunakan
untuk melakukan pelayanan informasi obat yaitu: 11
a. Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker selama 24
jam atau on call.
b. Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker pada jam
kerja, sedang diluar jam kerja dilayani oleh apoteker
instalasi farmasi yang sedang tugas jaga.
c. Pelayanan infromasi obat dilayani oleh apoteker pada jam
kerja, dan tidak ada pelayanan informasi obat diluar jam
kerja.
d. Tidak ada petugas khusus pelayanan informasi obat,
dilayani oleh semua apoteker instalasi farmasi, baik pada
jam kerja maupun diluar jam kerja.
e. Tidak ada apoteker khusus, pelayanan informasi obat
dilayani oleh semua apoteker instalasi farmasi di jam kerja
dan tidak ada pelayanan informasi obat diluar jam kerja.
B. Kegiatan Pelayanan Informasi Obat
Menurut Permenkes No. 58 Tahun 2014, kegiatan pelayanan
informasi obat meliputi: 9
a. Menjawab pertanyaan.
b. Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter.
c. Menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan
dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit.
d. Bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit
(PKRS) melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan
dan rawat inap.
e. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan
tenaga kesehatan lainnya.
f. Melakukan penelitian.
Berdasarkan Ditjen Pelayanan Kefarmasian dan Alat
Kesehatan (2006), pertanyaan dari pasien atau tenaga medis lain
12

dapat diterima secara lisan, tulisan ataupun via telpon. Tenggang


waktu untuk menyampaikan jawaban dapat dilakukan segera dalam
24 jam atau lebih dari 24 jam, baik secara lisan, tulisan maupun via
telpon.

C. Sumber Informasi yang Digunakan


Menurut Ditjen Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan
(2006), semua sumber informasi yang digunakan diusahakan terbaru
dan disesuaikan dengan tingkat dan tipe pelayanan. Pustaka
digolongkan ke dalam 3 kategori, yaitu: 11
1. Pustaka primer adalah artikel asli yang dipublikasikan penulis
atau peneliti, informasi yang terdapat didalamnya berupa hasil
penelitian yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah. Contoh pustaka
primer, antara lain laporan hasil penelitian, laporan kasus, studi
evaluatif, serta laporan deskriptif.
2. Pustaka sekunder yaitu berupa sistem indeks yang umumnya
berisi kumpulan abstrak dari berbagai macam artikel jurnal.
Sumber informasi sekunder sangat membantu dalam proses
pencarian informasi yang terdapat dalam sumber informasi
primer. Sumber informasi ini dibuat dalam berbagai database,
contoh: medline yang berisi abstrak-abstrak tentang terapi obat,
International Pharmaceutical Abstract yang berisi abstrak
penelitian kefarmasian.
3. Pustaka tersier yaitu berupa buku teks atau database, kajian
artikel, kompendia dan pedoman praktis. Pustaka tersier
umumnya berupa buku referensi yang berisi materi yang umum,
lengkap dan mudah dipahami.

D. Evaluasi Sumber Informasi yang Digunakan


Menurut Ditjen Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan
(2006), evaluasi sumber informasi dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu:
11

a. Evaluasi pustaka primer


Untuk mengevaluasi pustaka primer tidak mudah
meskipun hasil suatu studi atau makalah penelitian sudah absah
13

dan telah dipublikasikan. Hal yang harus diperhatikan dalam


melakukan evaluasi terhadap pustaka primer adalah sebagai
berikut:
1) Bagian bahan dan metode (bagian dari suatu artikel yang
menguraikan cara peneliti melakukan studi tersebut).
2) Sampel (mewakili populasi yang hasilnya akan dapat
diterapkan).
3) Desain studi (atau bagian yang memerlukan penelitian yang
seksama).

b. Evaluasi pustaka sekunder


Pustaka sekunder terdiri dari pustaka sekunder berisi
pengindeksan (kepustakaan) dan pustaka sekunder berisi abstrak
yang berguna sebagai pemandu ke pustaka primer. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam memilih pustaka sekunder, antara lain:
1) Waktu (jarak waktu artikel itu diterbitkan dalam majalah ilmiah
dan dibuat abstrak atau indeks)
2) Jurnal pustaka cakupan (jurnal pustaka ilmiah yang
mendukung tiap pustaka sekunder)
3) Selektivitas pengindeksan/pengabstrakan (bentuk dari sistem:
cetak standar, mikrofis, terkomputerisasi. Dikaitkan dengan
keperluan dan kebutuhan pengguna)
4) Harga (perbedaan harga terjadi untuk sumber yang tersedia
dalam bentuk yang berbeda)

c. Evaluasi pustaka tersier


Pustaka tersier banyak tersedia sebagai sumber
informasi medik dan obat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
memilih sumber pustaka tersier, antara lain:
1) Penulis dan editor harus mempunyai keahlian dan kualifikasi
menulis tentang suatu judul atau bab tertentu dari suatu buku.
2) Tanggal publikasi dan edisi dari pustaka tersier terutama buku
teks harus tahun terbaru.
3) Penerbit mempunyai reputasi yang tinggi.
4) Daftar pustaka berisi daftar rujukan pendukung sesuai judul
14

buku.
5) Format pustaka tersier harus didesain untuk mempermudah
penggunaan.
6) Membaca kritik tertulis.

E. Dokumentasi
Menurut Ditjen Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan
(2006), fungsi dari dokumentasi, antara lain: 11
1) Mengingatkan apoteker tentang informasi pendukung yang
diperlukan dalam menjawab pertanyaan dengan lengkap.
2) Sumber informasi apabila ada pertanyaan serupa.

C. Tinjauan Tentang Penyakit


1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi merupakan tekanan darah di atas batas normal yaitu
140mmHg. Hipertensi termasuk dalam masalah global yang melanda
dunia. Menurut Data dari WHO (World Health Organization) hipertensi
kehamilan adalah salah satu penyebab kesakitan dan kematian di seluruh
dunia baik bagi ibu maupun janin. Secara global 80% kematian ibu hamil
yang tergolong dalam penyebab kematian ibu secara langsung yaitu
disebabkan karena terjadi perdarahn (25%) biasanya perdarahan pasca
persalinan, hipertensi pada ibu hamil (12%), partus macet (8%), aborsi
(13%) dank arena sebab lainnya (7%).
2. Epidemiologi
Indonesia merupakan Negara berkembang, yang mengalami tripel
burden disease, yaitu adanya faktor risiko penyakit degeneratif, salah
satunya adalah hipertensi, saat ini terdapat 600 juta penduduk dunia yang
mengalami hipertensi, 3 juta diantaranya meninggal setiap tahunnya dan
7 dari 10 persen belum mendapatkan pengobatan yang layak (Mafaza
dkk.,2016). Hasil dari Riskesdas 2018 menunjukkan peningkatan
prevalensi hipertensi pada umur ≥ 18 tahun berdasarkan wawancara
(apakah pernah didiagnosis tenaga kesehatan dan minum obat
hipertensi) dari 7,6% pada tahun 2007 menjadi 9,5% tahun 2013 dan
15

prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan hasil pengukuran pada


umur ≥ 18 tahun sebesar 25,8%. 6
3. Diagnosa Penyakit Hipertensi
Diagnosa hipertensi dapat dibagi menjadi hipertensi ringan, sedang
dan berat tergantung pada tekanan darah rata-ratanya. Hipertensi ringan,
apabila tekanan darah sistoliknya 140-160 mmHg dan tekanan darah
diastoliknya 90-100 mmHg. Hipertensi sedang apabila tekanan sistoliknya
160-200 mmHg dan tekanan darah diastoliknya 100-120 mmHg.
Hipertensi berat apabila tekanan darah sistolik > 200 mmHg dan tekanan
darah diastoliknya 120 mmHg. Identifikasi lebih lanjut mengenai hipertensi
perlu dilakukan, untuk mengetahui penyebab yang mendasari hipertensi
tersebut seperti dengan melakukan uji laboratorium untuk mengetahui
penyebab skunder hipertensi 11
4. Komplikasi Hipertensi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak
endotel arteri dan mempercepat aterosklerosis. Komplikasi dari hipertensi
termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak dan
pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor risiko utama untuk
penyakit serebrovaskular (stroke), penyakit arteri koroner (infark miokard,
angina), gagal ginjal, demensia dan atrial fibrilasi. Bila penderita
hipertensi memiliki faktor-faktor risiko kardiovaskular, maka akan
meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan
kardiovaskularnya tersebut. Pasien dengan hipertensi mempunyai
peningkatan risiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke,
11
penyakit arteri perifer dan gagal jantung. . DM yang tidak terkontrol
dapat menyebabkan terjadinya komplikasi mikrovaskular (retinopati,
neuropati, dan nefropati) atau makrovaskular (penyakit jantung koroner,
stroke dan penyakit pembuluh darah perifer) 12
Insidensi penyakit kardiovaskuler dan gagal ginjal terus meningkat
sejalan dengan peningkatan insidensi DM tipe 2. Banyak cara telah
dilakukan untuk upaya pencegahan meningkatnya insidensi tersebut,
antara lain upaya mengendalikan hipertensi salah satu faktor resiko
penyakit jantung koroner. Obat antihipertensi yang layak digunakan telah
banyak digunakan pada pasien hipertensi penderita DM tipe 2.
Diharapkan dengan terkontrol dengan baik tekanan darah akan
16

menyebabkan pengurangan resiko penyakit kardiovaskuler, tetapi dari


berbagai penelitian ternyata insidensi penyakit kardiovaskuler tetap
meningkat, equivalent dengan peningkatan insidensi DM tipe 2. Hal ini
disebabkan karena pada DM tipe 2 masih terdapat faktor risiko lain, selain
hipertensi seperti dislipidemia,ateroklerosis,makro maupun mikrovaskuler
sehingga perlu dipikirkan adanya pengelolaan faktor faktor resiko lain
selain pengelolaan hipertensi yang baik. 12
5. Penyebab Terjadinya Hipertensi
a. Hipertensi Essensial
Hipertensi essensial biasanya merupakan kondisi asimtomatik,
diagnosisnya tidak dapat ditentukan berdasarkan dengan pengukuran
tekanan darah tinggi saja. Nilai yang meningkat dari rata-rata dua atau
lebih banyak penemuan klinis untuk mendiagnosis hipertensi. 11
Hipertensi essensial tidak dapat diketahui penyebabnya, tetapi
hipertensi ini dapat diatasi dengan cara mengubah gaya hidup dan
terapi obat untuk mencegah efek yang tidak diinginkan dari hipertensi.
11

b. Hipertensi Non Essensial


Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari
penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan
tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat
penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab
sekunder yang paling sering. Apabila penyebab sekunder dapat
diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan
atau mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya
sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi
sekunder. Hipertensi sekunder dapat disebabkan oleh sejumlah
keadaan yang berbeda. Di bawah ini adalah penyebab utama
hipertensi sekunder : 11
 Penyakit ginjal kronis
 Hiperaldosteronisme primer
 Penyakit renovaskuler
 Sindroma cushing
 Pheochromocytom
 Koarktasi aorta
17

 Penyakit teroid atau paratiroid


 Kelainan ginjal
(Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2006)

6. Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Hipertensi


a. Meningkatnya aktifitas system saraf simpatik(tonus simpatis dan atau
variasi diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya
responsterhadap stress psikososial dll.
b. Produksi berlebihan hormone yang menahan natrium dan
vasokonstriktor
c. Asupan natrium (garam) berlebihan.
d. Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium
e. Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya
produksi angiotensin II dan aldosterone
f. Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitric oxide (NO), dan peptide
natriuretic
g. Perubahan dalam ekspresi system kallikrenin-kinin yang
mempengaruhi tonus vaskuler dan penanganan garam oleh ginjal
h. Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada
pembuluh darah kecil di ginjal
i. Diabetes mellitus
j. Resistensi insulin
k. Obesitas
l. Meningkatnya aktifitas vaskuler growthfactors
m. Perubahan reseptoradrenergik yang mempengaruhi denyut jantung
kara dari jantung, karakteristik inotropic dari jantuing dan tonus
vaskuler
n. Berubahnya transport ion dalam sel
(Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2006)

7. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi tekanan darah oleh JNC IX untuk pasien dewasa (umur
≥ 18 tahun) berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau
lebih, pada dua atau lebih kunjungan klinis. Klasifikasi tekanan darah
mencakup 4 kategori, dengan nilai normal pada tekanan darah sistolik
18

(TDS) < 120 mmHg dan tekanan darah diastolik (TDD) < 80 mmHg.
Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit, tetapi
mengidentifikasi pasien-pasien yang tekanan darahnya cenderung
meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang. Ada dua
tingkat (stage) hipertensi dan semua pasien pada kategori ini harus diberi
terapi obat. 11
Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah
Tekanan Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stage 1 140-159 90-99
Hipertensi stage 2 ≥160 ≥100

(JNC IX, 2020)

8. Patofisiologi Hipertensi
Hipertensi dapat terjadi akibat penyebab spesifik (hipertensi sekunder)
atau dari sebuah etiologi yang tidak diketahui (hipertensi primer atau
essensial). Hipertensi sekunder (<10% kasus) biasanya disebabkan oleh
penyakit ginjal kronik (CKD) atau penyakit renovaskular. Beberapa obat yang
dapat meningkatkan tekanan darah meliputi kortikosteroid, estrogen, obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID) 12

9. Penatalaksanaan Non Farmakologi


a. Semua pasien prehipertensi dan hipertensi harusnya menentukan
perubahan pada gaya hidupnya yaitu diet dengan cara menjaga pola
makan, yang dimaksudkan adalah mengkonsumsi garam maksimal 3,8
g/hari, melakukan olahraga, berhenti merokok.
b. Modifikasi gaya hidup saja cukup untuk kebanmyakan pasien dengan
prehipertensi namun tidak memadaai untuk pasien dengan pasien
hipertensi dan factor resiko cardiovaskuler (CV) atau hipertensi terkait
kerusakan organ 12

10. Penatalaksanaan Farmakologi


a. Mencapai Tekanan Darah Pada Masing-masing Pasien
19

Kebanyakan pasien dengan hipertensi memerlukan dua atau lebih


obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan.
Penambahan obat kedua dari kelas yang berbeda dimulai apabila
pemakaian obat tunggal dengan dosis lazim gagal mencapai target
tekanan darah. Apabila tekanan darah melebihi 20/10 mmHg di atas
target, dapat dipertimbangkan untuk memulai terapi dengan dua obat,
yang harus diperhatikan adalah risiko untuk hipotensi ortostatik, terutama
pada pasien-pasien dengan diabetes, disfungsi autonomik dan lansia.
Pasien tanpa CKD dan DM dengan usia ≥ 60 tahun target tekanan
darah (< 150/90 mmHg) untuk pasien usia < 60 tahun target tekanan
darah (< 140/90 mmHg), dan untuk pasien dengan penyakit DM tanpa
CKD target tekanan darahnya (< 140/90 mmHg), untuk semua pasien
CKD dengan DM dan CKD tanpa disertai DM target tekanan darah (<
140/90 mmHg).
Berikut ini merupakan beberapa golongan obat antihipertensi yaitu 1.
Diuretik
a) Golongan Tiazid
Diuretik golongan tiazid digunakan untuk mengurangi edema akibat
gagal jantung dan dengan dosis yang lebih rendah, untuk
menurunkan tekanan darah, yang bekerja dengan cara menghambat
reabsorbsi natrium pada bagian awal tubulus distal. 13
Diuretik golongan tiazid adalah obat lini pertama untuk kebanyakan
pasien dengan hipertensi. Bila terapi kombinasi diperlukan untuk
mengontrol tekanan darah, diuretik salah satu obat yang
direkomendasikan. 11
12
Contoh obat : Hidroklorotiazid dan Indapamide (Wells, DiPiro,
Schwinghammer, dkk., 2015).

Tabel 3. Obat Diuretik Golongan Tiazid


Kontra Dosis Dosis Frekuensi
Obat Interaksi
Indikasi (mg/day) Target Pemakaian
Hipersensitif Tiazid dapat
terhadap meningkatkan efek ACE
HCT** tiazid dan inhibitor, Allopurinol, 12,5–50 1
kehamilan Amifostin,
20

Indapamide** Antihipertensi, Garam 1,25–2,5 1


kalsium, Karbamazepin,
Zat hipotensif.
*sumber : Joint National Committee (JNC) 9(JNC IX,2020)
**sumber : Pharmacotherapy Handbook 9th (Wells, DiPiro, Schwinghammer,
dkk., Pharmacotherapy Handbook,2015)

b) Diuretik Kuat (loop Diuretic)


Diuretik golongan ini digunakan untuk edema paru akibat
gagal jantung ventrikel kiri dan pada pasien dengan gagal jantung
kronik. Diuretik kuat kadang digunakan untuk menurunkan tekanan
darah terutama pada hipertensi yang resisten terhadap terapi tiazid.
13

Contoh obat : Furosemid


(Wells, DiPiro, Schwinghammer, dkk.,2015).
Table 4. Obat Diuretik Kuat
Dosis Frekuensi
Obat Kontra Indikasi Interaksi
(mg/day) Pemakaian
Hipersensitif Furosemid dapat meningkatkan
terhadap efek ACE inhibitor, Allopurinol,
Furosemid** 20-80 2
furosemid; Amifostin, Antihipertensi.
anuria
**sumber : Pharmacotherapy Handbook 9th(Wells, DiPiro, Schwinghammer, dkk.,

Pharmacotherapy Handbook,2015)

c). Diuretik Hemat Kalium


Diuretik golongan ini merupakan diuretik yang lemah. Suplemen
kalium tidak boleh diberikan bersama diuretik hemat kalium.
Pemberian diuretik hemat kalium pada pasien yang menerima suatu
penghambat ACE atau antagonis reseptor angiotensin II dapat
menyebabkan hiperkalemia berat. 13
Contoh obat : Spironolakton (Wells, DiPiro, Schwinghammer, dkk.,
2015).
Tabel 5. Obat Diuretik Hemat Kalium
Dosis Frekuensi
Obat Kontra Indikasi Interaksi
(mg/day) Pemakaian
Spironolakton** Anuria,, penurunan Spironolakton dapat 25-50 1-2
21

meningkatkan efek ACE


yang signifikan dari
inhibitor, Amifostine,
ekskresi fungsi
Antihipertensi, Glikosida
ginjal, hiperkalemia
jantung.
**sumber : Pharmacotherapy Handbook 7th (Wells, DiPiro, Schwinghammer, dkk.,

Pharmacotherapy Handbook,2009)

d. Angiotensin Converting Enzym (ACE) Inhibitor


ACE inhibitor dianggap sebagai terapi lini kedua setelah
diuretik pada kebanyakan pasien hipertensi. Beberapa studi
menunjukan ACE inhibitor lebih efektif dalam menurunkan risiko
11
kardiovaskuler daripada obat hipertensi lainnya. ACE inhibitor
bekerja dengan cara menghalangi perubahan Angiostensin I menjadi
Angiostensin II Selain itu juga dapat menurunkan jumlah resistensi
pembuluh darah perifer, dan terjadinya penurunan tekanan darah
tanpa reflek stimulasi denyut jantung dan curah jantung 14
Contoh obat: Captopril, Enalapril, Lisinopril, Perindopril dan Ramipril
(Wells, DiPiro, Schwinghammer, dkk., 2015).
Tabel 6. Obat Angiotensin Converting Enzym (ACE) Inhibitor
Dosis Dosis Frekuensi
Obat Kontra Indikasi Interaksi
(mg/day) Target Pemakaian
Captopril* 50 150-200 1
Enalapril* 5 20 1-2
Lisinopril* 10 40 1
Captopril** Hipersensitif 12,5-150 2–3
Perindopril** ACE inhibitor 4–16 1
terhadap ACE
Ramipril** 2,5–10 1–2
inhibitor, dapat
meningkatkan
Enalapril** (Sama dengan efek Allopurinol, 5–40 1–2
captopril), pasien Amifostin,
dengan idiphatik Antihipertensi,
Lisinopril** 10-40 1
atau keturunan Siklosporin
angioderma
*sumber : Joint National Committee (JNC IX,2020)
**sumber : Pharmacotherapy Handbook 9th
(Wells, DiPiro, Schwinghammer, dkk., Pharmacotherapy Handbook,2015)

e). Angiotensin II Reseptor Blocker (ARB)


22

Angiotensin II dihasilkan dengan melibatkan dua jalur enzim


yaitu RAAS (Renin Angiotensin Aldosterone System) yang
melibatkan ACE dan jalan alternatif yang menggunakan enzim lain
seperti chymase. ACE inhibitor hanya menghambat efek angiotensin
yang dihasilkan melalui RAAS, dimana ARB menghambat
angiotensin II dari semua Jalan. 11
Obat ini menghasilkan efek antihipertensi yang secara khusus
mengikat angiotensin II reseptor tipe 1 dan menghambat
vasokonstriksi kuat. Pemberian ARB menyebabkan peningkatan AII
darah dan merangsang reseptor tipe 2, yang dapat mencegah
terjadinya penyakit kardiovaskular 15
Contoh obat: Candesartan, Irbesartan, Losartan dan Valsartan
(Wells, DiPiro, Schwinghammer, dkk.,2015)
Tabel 7. Obat Angiotensin II Reseptor Blocker (ARB)
Dosis Dosis Frekuensi
Obat Kontra Indikasi Interaksi
(mg/day) Target Pemakaian
Candesartan* 4 12-32 1
Losartan* 50 100 1-2
Valsartan* 40-80 160-320 1
Irbesartan* 75 300 1
Hipersensitif ARB dapat
terhadap ARB, meningkatkan
gangguan fungsi efek dari ACE
Candesartan** hati yang berat inhibitor, 8–32 1–2
atau kolestasis, Amifostine,
kehamilan dan Antihipertensi, zat
menyusui hipotensif, Litium,
Potassium
Irbesartan** 150–300 1
Valsartan** Sparing Diuretik 80–320 1
(sama dengan
Losaran** candesartan), zat 50–100 1–2
Hipersensitif
Hipoglikemik
terhadap ARB
(sama dengan
Candesartan),
glikosida jantung,
ramipril
*sumber : Joint National Committee (JNC) 9 (JNC IX,2020)

**sumber : Pharmacotherapy Handbook 9th(Wells, DiPiro, Schwinghammer, dkk., 2015)


f). Calsium Channel Blocker (CCB)
23

Antagonis kalsium bekerja dengan cara Menghasilkan efek


antihipertensi dengan menghambat L-type-voltage-dependent yang
terlibat dalam masuknya ekstrasesluler ion Ca, sehingga terjadi
relaksasi pembuluh darah otot polos dan mengurangi resistensi
pembuluh darah perifer 15
CCB bukan agen lini pertama tetapi merupakan obat antihipertensi
yang efektif, terutama pada ras kulit hitam. CCB mempunyai indikasi
khusus untuk yang berisiko tinggi penyakit koroner, tetapi sebagai
obat tambahan atau pengganti. 11
Contoh obat: Diltiazem, Verapamil, Amlodipin, Nifedipine dan
Nicardipine (Wells, DiPiro, Schwinghammer, dkk., 2015).
Tabel 8. Obat Calsium Channer Blocker (CCB)
Dosis Dosis Frekuensi
Obat Kontra Indikasi Interaksi
(mg/day) Target Pemakaian
Amlodipine* 2,5 10 1

Diltiazem Dapat
180–360 2
SR** meningkatkan efek
Diltiazem Hipersensitif
dari Alfentanil, 120–480 1
CL** terhadap
Amiodarone,
diltiazem, stick
Antihipertensi,
sinus syndrome,
Benzodiazepin,
hipotensi yang
Diltiazem Carbamazepin,
parah, acute MI 120–540 1
ER** glikosidan
dan pulmonary
jantung,zat
congestion
hipotensif, garam
magnesium, salisilat
Dapat
Verapamil Hipersensitif
meningkatkan efek 100–400 1
IR** terhadap
dari alcohol,
Verapamil verapamil,
Amifostine, 180–420 1
ER** disfungsi
Amiodarone,
ventrikel kiri
Verapamil Antihipertensi,
yang parah, 180–480 1–2
SR** Benzodiazepin,
hipotensi
Simvastatin,
Hipersensitif Dapat
Amlodipine** terhadap meningkatkan efek 2,5–10 1
amlodipin Amifostine,
Hipersensitif \ \
24

terhadap
felodipin Antihipertensi, zat
hipotensif, garam
Nicardipine Dapat
60-120 2
SR** meningkatkakan
Nicardipine
Hipersensitif efek dari, 5–15mg/h IV
inj**
terhadap Antihipertensi, zat
Nifedipine** 30-120 1
nikardipin, hipotensif, garam
advance aortic magnesium,
Nifedipine
stenosis metilprednisolon, 30-90 1
LA**

*sumber : Joint National Committee (JNC) 9 (JNC IX.2020)

**sumber : Pharmacotherapy Handbook 9th (Wells, DiPiro, Schwinghammer, dkk., 2015)


g). Penyekat β-adreno reseptor (β-blocker)
Golongan obat ini bekerja dengan menurunkan kerja jantung
dan vasodilatasi pembuluh darah, yang menyebabkan detak jantung
menjadi lebih lambat. Mekanisme dari Beta-blockers yaitu memblok
aksi katekolamin seperti adrenalin dan noradrenalin pada reseptor
beta adrenergic. Meskipun beta-blockers memiliki efek untuk
menurunkan tekanan darah tetapi tidak memiliki banyak efek yang
positif dibandingkan dengan obat antihipertensi lainnya. Beta-
blockers seperti atenolol tidak direkomendasikan sebagai first-line
therapy darai hipertensi karena memiliki risiko yang relative
merugikan seperti stroke dan diabetes mellitus tipe 2. Tetapi obat
beta-blockers tidak diresepkan untuk penderita asma karena dapat
meningkatkan kejang otot di paru-paru 16
Pada beberapa studi menyarankan β-blocker digunakan
sebagai obat tambahan untuk menurunkan tekanan darah dan
menunjukan berkurangnya risiko kardivaskuler apabila β-blocker
digunakan pasca infark miokard, pada sindroma coroner akut, atau
pada angina stabil kronis. 11
Contoh obat : Atenolol, Bisoprolol, Propanolol (Wells, DiPiro,
Schwinghammer, dkk., 2015).

Tabel 9. Obat yang Termasuk Pada Golongan Beta Blockers


Obat Kontraindikasi Interaksi Dosis Frekuensi
25

(mg/hari) pemakaian
Mengambat reseptor beta I
Propanolo
Asma dan beta II pada semua 160-480 2
l
dosis
Hipersensitif Dapat meningkatkan efek
terhadap atenolol, dari alfa/ beta agonist
Atenolol Sinus bradikardi, hipertensi, Amifostine, 25-100 1
Kehamilan dan Glikosida jantung, Zat anti
Gagal jantung psikotik
Bisoprolol 2,5-10 1
*sumber : Joint National Committee (JNC) 9 (JNC IX,2020)

**sumber : Pharmacotherapy Handbook 9th (Wells, DiPiro, Schwinghammer, dkk., 2015)

b. Terapi Kombinasi Antihipertensi


Pada kondisi hipertensi penderita tidak hanya memerlukan obat tunggal,
terutama hipertensi stage 2, membutuhkan lebih dari satu jenis obat
antihipertensi, Sekitar 50% penderita hipertensi memerlukan terapi
kombinasi dengan mengkonsumsi 3-4 jenis obat perhari, tiap kombinasi
jenis obat memiliki keefektifan yang berbeda.
Rasional kombinasi obat antihipertensi :
Ada beberapa alasan mengapa pengobatan kombinasi pada hipertensi
dianjurkan : 11
1. Mempunyai efek sinergisme
2. Mempunyai sifat saling mengisi
3. Penurunan efek samping masing-masing obat

c. Kombinasi obat antihipertensi


Fixed-dose combination yang paling efektif adalah sebagai berikut:
Tabel 10. Kombinasi Obat Diuretik dan Diuretik
Kombinasi Golongan Kombinasi Obat Dosis (mg/hari)
Diuretik dan Diuretik Spironolakton–Hydroclorotiazid 25/25, 50/50
(Wells, DiPiro, Matzke, dkk., 2008)
Tabel 11. Kombinasi Obat ACE Inhibitor dan Diuretik
Kombinasi Golongan Kombinasi Obat Dosis (mg/hari)
25/15, 25/25, 50/15,
Captopril–Hydroclorotiazid
ACE inhibitor dan Diuretik 50/25
Enalapril–Hydroclorotiazid 5/12,5, 10/25
Lisinopril–Hydroclorotiazid 10/12,5, 20/12,5, 20/25
(Wells, DiPiro, Matzke, dkk., 2008)
26

Tabel 12. Kombinasi Obat Angiotensin II Reseptor Blocker dan Diuretik


Kombinasi
Kombinasi Obat Dosis (mg/hari)
Golongan
ARB dan Candesartan–Hydroclorotiazid 16/12,5, 32/12,5
Irbesartan–Hydroclorotiazid 150/12,5, 300/12,5
Diuretik
Losartan–Hydroclorotiazid 50/12,5, 100/25

Valsartan–Hydroclorotiazid 80/12,5, 160/12,5

(Wells, DiPiro, Matzke, dkk., 2008)


Tabel 13. Kombinasi Obat β-Blocker dan Diuretik
Kombinasi Golongan Kombinasi Obat Dosis (mg/hari)
Bisoprolol-Hydroclorotiazid 2,5/6,25, 5/6,25, 10/6,25
β-blocker dan Diuretik Metoprolol–Hydroclorotiazid 50/25, 100/25

(Wells, DiPiro, Matzke, dkk., 2008)

Tabel 14. Kombinasi Obat ACE Inhibitor dan Calcium Channel Blocker
Kombinasi Golongan Kombinasi Obat Dosis (mg/hari)
Enalapril–Felodipin 5/5
ACE inhibitor dan CCB
(Wells, DiPiro, Matzke, dkk., 2008)

D. Kerangka Teori

Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek

Pengelolaan sediaan
farmasi dan bahan Pelayanan farmasi
medis habis pakai klinik
27

a. Pengkajian a. Pengkajian
Resep Resep
b. perencanaan b. Dispensing
c. pengadaan
d. penerimaan c. Pelayanan
e. penyimpanan Informasi Obat PIO Hipertensi
f. pemusnahan (PIO)
g. pengendalian
h. pencatatan dan d. Konseling
pelaporan e. Pelayanan
Kefarmasian di Pemberian infromasi
rumah obat
f. Pemantauan
Terapi Obat 1. Nama obat
(PTO) 2. Sediaan obat
g. Monitoring Efek 3. Dosis obat
Samping Obat 4. Cara pakai obat
(MESO) 5. Penyimpanan obat
6. Indikasi obat
7. Interaksi obat
8. Efek samping obat

Gambar 2.1
Kerangka Teori
Keterangan :

: Variabel yang diteliti … : Variabel yang tidak diteliti

Sumber :
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek
28

BAB III

METODE PENELITIAN

A. VARIABEL PENELITIAN
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang atribut atau nilai dari
orang, obyek atau kegiatan bervariasi yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut dan kemudian
ditarik kesimpulan 17
1. Variabel Independent
Variabel indepeden (bebas) adalah variabel yang memengaruhi atau
18
nilainya menentukan variabel lain. Variabel independen dalam penelitian
ini adalah Pelayanan Informasi Obat hipertensi di Apotek Luwes Agung.
2. Variabel Dependent
Variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi
akibat karena variabel bebas18 Variabel dependent dalam penelitian ini
adalah pasien hipertensi di Apotek Luwes Agung.

B. HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis adalah pernyataan lemah dan membutuhkan
pembuktian. 17 Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Ha: Ada hubungan Pelayanan Obat terhadap pasien Hipertensi di Apotek
Luwes Agung.
H0: Tidak ada hubungan Pelayanan Obat terhadap pasien Hipertensi di
Apotek Luwes Agung.

C. KERANGKA KONSEP PENELITIAN


Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan
dengan bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan
secara logis faktor yang dianggap penting, yaitu membahas keterkaitan antar
variabel yang dianggap perlu untuk melengkapi dinamika situasi yang diteliti. 18
Variabel Independet Variable Dependent

Pelayanan Informasi Obat Pasien Hipertensi

Gambar 3.1 Kerangka Konsep penelitian

28
29

D. RANCANGAN PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang
18
mendiskripsikan masalah penelitian Penelitian ini bertujuan untuk
memberikan dan menyediakan informasi obat ke pasien dan mengetahui
seberapa paham pasien hipertensi tentang informasi obat yang dibeli.
2. Pendekatan Waktu
Pendekatan penelitian ini yang digunakan adalah pendekatan
prespektif atau dengan kata lain melihat proses saat ini dan proses yang
sedang berjalan. Penelitian ini dilakukan dengan mengkaji pelayanan
informasi obat terhadap pasien hipertensi di Apotek Luwes Agung 2020.
3. Metode Pengumpulan Data
Teknik/prosedur pengumpulan data merupakan langkah yang
paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian
adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik/prosedur
pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapat data yang
memenuhi standar data yang ditetapkan. 19
a) Pengumpulan data dengan wawancara mendalam
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin
19
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam
Wawancara dilakukan kepada Kepala Apotek Luwes Agung, Petugas
Apotek baik apoteker dan non apoteker, pasien hipertensi di Apotek
Luwes Agung.
b) Pengumpulan data dengan dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen
bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari
seseorang. Dokumen berbentuk tulisan misalnya catatan harian,
sejarah kehidupan, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen
berbentuk gambar misalnya foto, gambar dan lain-lain. Dokumen
19
berbentuk karya misalnya karya seni, patung, film dan lain-lain.
Dokumentasi yang akan digunakan adalah menggunakan perekam
suara dan mengambil foto untuk dokumentasinya.
30

c) Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan
19
cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
Sumber data yang akan diperoleh berasal dari Apoteker, Kepala
Apotek Luwes Agung, dan pasien hipertensi di Apotek Luwes Agung.

Wawancara B

Gambar 2
Triangulasi “sumber” pengumpulan data. (satu teknik pengumpulan data
pada bermacam-macam sumber data A,B, C.).

4. Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang mempunyai karakteristik
yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari, kemudian ditarik kesimpulan. 17

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien di Apotek Luwes Agung


dengan rata-rata pengunjung 50 orang setiap bulannya.
5. Prosedur Sampel dan Sampel Penelitian
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau
sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. 17
Sampel
pada penelitian ini adalah pasien yang didiagnosis penyakit hipertensi
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang tepat untuk
19
menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian. Teknik
pengambilan sampel menggunakan metode Non probability purposive
sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang memberi
peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk
dipilih menjadi sampel. 19
31

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan


berdasarkan teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik
penentuan sampel dimana peneliti memilih responden berdasarkan
pertimbangan subyektifnya, bahwa responden tersebut dapat
memberikan informasi yang memadai untuk menjawab pertanyaan
penelitian 15
Keriteria sampel dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu keriteria
inklusi dan keriteria eksklusi.:
a. Keriteria Inklusi
Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian
mewakili sampel penelitian yang memnuhi syarat sebagai sampel.
pertimbangan ilmiah harus menjadi pedoman dalam menentukan
kriteria inklusi. 18 Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1) Bersedia menjadi responden
2) Pasien dengan hipertensi yang berkunjung di Apotek Luwes
Agung.
b. Keriteria Eksklusi
Kriteria ekslusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan
subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai
sebab. 18 Keriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :
1) Pasien dengan hipertensi yang tidak berkunjung di Apotek
Luwes Agung.
2) Pasien Hipertensi dengan komplikasi.
3) Mengundurkan diri sebagai responden

Untuk menentukan besar sampel menggunakan rumus


sederhana sebagai berikut : 20
N
n=
1+ N ( d ¿¿ 2) ¿
Keterangan :
N : Besarnya populasi
d : Deviasi dari prediksi proporsi atau presisi absolut (0,05)
n : Jumlah sampel
N
n=
1+ N ( d ¿¿ 2) ¿
32

50
n=
1+50(0,05¿¿ 2)¿
n=20,22sampel
n=20sampel

6. Definisi Operasional Variabel Penelitian dan Skala Pengukur


Definisi operasional adalah menjelaskan semua variabel dan semua
istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara optimal, sehingga
mempermudah pembaca, penguji dalam mengartikan makan penelitian. 18

Adapun definisi operasional ini akan diuraikan dalam tabel berikut:

Tabel 3.1
Definisi Operasional Penelitian

Skala
No. Variabel Definisi Variabel Alat Ukur
Ukur
Variabel Independent
1. Pelayanan Standar
informasi obat Informasi terkait Pelayanan
(PIO) pentingnya kefarmasian
hipertensi penggunaan obat di
yang diberikan Puskesmas
kepada pasien dalam Ordinal
hipertensi Peraturan
Menteri
Kesehatan
No 74 tahun
2016.
Variabel Dependent
2. Pasien Pasien dengan Tensimeter Ordinal
Hipertensi tekanan darah lebih
dari 140/ 90 mmHg

7. Instrument Penelitian dan Cara Penelitian


Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrument atau alat penelitian
adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrument juga
harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan
penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Validasi terhadap peneliti
sebagai instrument meliputi validasi terhadap pemahaman metode
33

penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti,


kesiapan peneliti untuk memasuki obyek penelitian, baik secara akademik
maupun logistiknya. 19
Dalam penelitian ini sebagai alat pengumpulan data selain dari peneliti
sebagai instrument peneliti juga melakukan kuisioner (sebagai pedoman
wawancara yang berstruktur) dan wawancara mendalam.
8. Teknik Pengolahan dan Analisa Data.
a. Teknik pengolahan data
1) Memeriksa (editing)
Editing adalah memeriksa kebenaran data yang diperoleh dari
sampel atau responden. Editing dapat dilakukan pada tahap
pengumpulan data.
2) Coding (memberi tanda kode)
Coding adalah pemberian kode atau angka (numerik) terhadap
data yang di dapat.
3) Entry data
Entry data adalah kegiatan memasukkan data yang terkumpul ke
dalam master tabel atau data base computer.
4) Tabulasi (pengumpulan data)
Tabulasi adalah kegiatan pengelompokan data sehinggamudah
disusun, ditata dan dijumlah untuk disajikan serta dianalisa dengan
bantuan komputer.
b. Analisis data
1) Analisa Univariat
Analisis univariat merupakan analisa yang dilakukan terhadap
tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisa ini
20
hanya menghasilkan distribusi dan prosentase dari tiap variable.
Dalam penelitian ini analisa univariat untuk didasarkan dari jenis
data dari masing-masing variabel dimana di data dalam bentuk
data kategorik meliputi karateristik responden.
2) Analisa bivariat
Analisa bivariat dialakukan terhadap dua variabel yang
20
kemungkinan berhubungan atau berkorelasi. Dalam penelitian ini
analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui kejadian efek samping
penggunaan analgetika di Puskesmas Rejosari Kudus.
34

Untuk mengetahui hubungan tersebut, maka rumus yang


digunakan adalah Chi Kuadrat (X2). Menurut Santjaka (2011),
dalam uji Chi Kuadrat memiliki beberapa persyaratan untuk
digunakan antara lain :
1) Tujuan ujinya untuk mengetahui apakah distribusi data sesuai
dengan distribusi teoritis yang ada atau untuk membedakan
apakah nilai kepercayaan dari hasil observasi sesuai dengan
nilai yang diharapkan atau tidak.
2) Skala data minimal nominal artinya jumlah frekwensi untk
kategori tertentu sudah dapat dianalisis
3) Besar sampel, tidak menuntut besar sampel tertentu, bisa
sampel kecil sekalipun, karena tidak bergantung pada distribusi
sampling tertentu.
Pengambilan kesimpulan dari hasil analisa bivariat dengan Chi
Kuadrat (X2) didasarkan dari perbandingan antara p value dan nilia
α (0,05) :
a) Jika p value < α maka Ha diterima dan H0 ditolak yang artinya
terdapat hubungan antar dua variabel
b) Jika p value ≥ α maka Ha ditolak dan H0 diterima yang artinya
tidak ada hubungan antar dua variabel
35

E. JADWAL PENELITIAN

Oktober 2020 November 2020 Desember 2020 Januari 2020 Februari 2021 Maret 2021 April 2021
KEGIATAN

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

PENGUSULAN
JUDUL
SURVEY
PENDAHULUAN
BIMBINGAN BAB I
BIMBINGAN BAB II
BIMBINGAN BAB III
UJIAN PROPOSAL
PENELITIAN
PENGAMBILAN
DATA
PENYUSUNAN HASIL
DAN PEMBAHASAN
UJIAN SKRIPSI
REVISI &
PENGUMPULAN
SKRIPSI
36

DAFTAR PUSTAKA

1 Permenkes. Jakarta : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


35 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. 2016.

2 Dianita P. S., dkk. Evaluasi Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di


Puskesmas Kabupaten Magelang Berdasarkan Permenkes RI. Dorland, W.
2017.

3 Anonim, Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas terbatas,


Direktorat Bina Farmasis Komunitas dan Klinik Direktorat Jendral Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI. 2006

4 Inneke Pratiwi. tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan


minum obat pada pasien Skizofrenia di Poliklinik RSJ HB Saanin Padang.
Artikel Repository Universitas Andalas. Padang. 2011.

5 Kemenkes RI. Hipertensi. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian


kesehatan RI. ; (Hipertensi). 2017. Hal. 1-7.

6 Riskesdas. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2018.

7 DInkes. Profil Kesehatan Jawa Tengah. Dinas Kesehatan RI Provinsi Jawa


Tengah. 2018.

8 UURI. Jakarta : Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009


Tentang Rumah Sakit 2009.

9 Permenkes. Jakarta : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


58 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit.
2014.

10 Depkes RI. Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis Rumah


Sakit di Indonesia. Jakarta: Depkes RI. 2006.

11 Direktur Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Pharmaceutical care untuk


penyakit hipertensi. 2006.
37

12 Wells, Barbara G., Joseph T. DiPiro, Gary R. Matzke, dkk. Pharmacotherapy


Handbook (7th Edition). McGraw-Hill Professional Publishing, 2009. Open
WorldCat, https://public.ebookcentral.proquest.com/choice/ publicfullrecord.
aspx?p=4657304.

13 Informatorium Obat Nasional Indonesia. Informatorium Obat Nasional


Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
2009.

14Aronow,W.S.,Fleg,J.L.,Pepine,C.J.,Artinian,N.T.,Bakris,G.,dan Brown,A.S.
Expert Consensus Document on Hypertension The Elderly. Journal of
America Society of Hypertension. 5(4). 2011. HAL 259-352.

15 Kikuchi, O.T., Fujita, M.H., Horiuchi, H.J., Imaizumi, I.Y., Iwao, I.S., Kwano,
K.K., et.al., Treatment with Hypertension Drg, Hyptension Research, 2009.
Hal. 32, 34-36

16 Dufton, J. The Pahophysiology of Gout. Chpt 1 in "The Pathophysiology and


Pharmaceutical Treatment of Gout,"pp 1. PharmCon, New York. 2011.

17 Hidayat. Metode Penelitian Keperawatan dan Tehnik Analisa Data. Jakarta :


Salemba Medika. 2013.

18 Nursalam. Metode penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. 2013.

19 Sugiyono. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.


2015.
20 Notoatmojo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Rineka Cipta.
2012.
38

LAMPIRAN
39

Pedoman Wawancara tentang pelayanan informasi pemberian obat


hipertensi Asisten Apoteker Luwes Agung kepada pasien Hipertensi

Palayanan Informasi Obat


No Pertanyaan Ya Tidak
.
1 Apakah anda kadang – kadang lupa minum obat
Hipertensi?
2 Selama 2 Pekan terakhir ini, pernahkah anda secara
sengaja (bukan karena lupa) tidak minum obat
hipertensi anda?
3 Pernahkan anda mengurangi atau berhenti minum obat
hipertensi anda karena anda merasa obat yang
diberikan membuat keadaan anda merasa obat yang
diberikan membuat keadaan anda menjadi lebih buruk?
4 Pernahkah anda lupa membawa obat ketika
bepergian?
5 Apakah anda masih meminum obat anda kemarin?
6 Ketika anda merasa tekanan darah anda sudah
terkontrol, apakah anda kadang kala menghentikan
minum obat hipertensi anda?
7 Minum obat setiap hari merupakan hal yang tidak
menyenangkan bagi sebagian orang. Apakah anda
pernah merasa terganggu dengan kewajiban anda
terhadap pengobatan yang harus anda jalani?
8 Seberapa sering anda lupa minum obat hipertensi
anda?
a. Tidak pernah
b. Sesekali
c. Kadang – kadang
d. Selalu
Ket:
Selalu : 7 kali dalam seminggu
Biasanya : 4-6 kali dalam seminggu
Kadang – kadang : 2-3 kali dalam seminggu
Sesekali : 1 kali dalam seminggu
Tidak pernah : tidak pernah lupa
40

Pedoman Wawancara tentang pelayanan informasi pemberian obat


hipertensi kepada Apoteker Luwes Agung

Palayanan Informasi Obat

No Pertanyaan Jawaban
.
Apakah yang dimaksud dengan
1
pelayanan infomasi obat (PIO) ?
Apa saja metode yang sering
2
digunakan apoteker ini untuk
menjawab pertanyaan dari pasien
hipertensi ?
Apa saja metode yang sering
3
digunakan apoteker ini untuk
menjawab pertanyaan dari tenaga
kesehatan ?
Seperti apa dokumentasi untuk
4
pelayanan informasi obat hipertensi
yang telah diberikan di apotek ini ?
Dalam bentuk apa saja PIO
5
dilakukan ?(brosur/ leaflet/ penyluhan)
Seberapa sering PIO dialakukan ?
6
Apa saja informasi obat yang diuraikan
7
dalam pelayanan informasi obat
hipertensi ?
Dalam melakukan skrining resep
8
kesesuaian farmasetik apa saja yang
perlu diperhatikan ?
Dalam melakukan skrining resep
9
pertimbangan klinis apa saja yang
perlu diperhatikan ?

Anda mungkin juga menyukai