Anda di halaman 1dari 10

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS

TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI


BELAJAR MATEMATIKA

Ningrum Puspitasari (puspitha84@gmail.com)


Pendidikan Matematika Universitas Terbuka

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran


kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan keaktifan
dan prestasi belajar Matematika. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan
kelas, dengan subjek penelitian siswa kelas VIIB SMP Persatuan Ponjong, yang
terdiri dari 23 siswa, pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013. Penelitian
dilaksanakan dalam dua siklus tindakan. Data hasil penelitian tentang keaktifan
belajar diperoleh dari hasil observasi selama kegiatan pembelajaran Matematika
dengan menggunakan lembar observasi dan angket keaktifan siswa. Data hasil
penelitian tentang prestasi belajar diperoleh dari hasil tes. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar Matematika siswa
kelas VIIB SMP Persatuan Ponjong. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
peningkatan hasil rata-rata persentase lembar observasi keaktifan belajar siswa,
yaitu sebesar 17,39%. Hasil dari angket keaktifan siswa juga meningkat, yaitu
sebesar 9,71%. Peningkatan prestasi belajar siswa ditunjukkan dari perbandingan
hasil pre-test dan post-test pada setiap siklus. Peningkatan rata-rata hasil tes
materi Aljabar (siklus I) sebesar 1,88. Sedangkan peningkatan rata-rata hasil tes
materi Geometri (siklus II) sebesar 2,00. Dalam melaksanakan pembelajaran tipe
NHT dibutuhkan perencanaan, pensosialisasian dan pengelolaan waktu yang baik.
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat digunakan sebagai alternatif
dalam pembelajaran Matematika.

Kata kunci : pembelajaran kooperatif, Numbered Heads Together, NHT,


keaktifan belajar, prestasi belajar

ABSTRACT

This research aims was to determine whether the application of cooperative


learning model Numbered Heads Together (NHT) can improve the students’
activity and achievements in learning Mathematics. This type of research is a
classroom action research, the research subjects was grade VIIB of SMP
Persatuan Ponjong, which consists of 23 students, the second semester, year
2012/2013. This research conducted in two cycles of action. Result data from
research on students’ activity derived from the observation during Math learning
activities using observation sheets and students’ activity questionnaires. Research
data on students’ achievement obtained from test results. The results showed that
the application of cooperative learning by Numbered Heads Together type can
improve students’ activity and students’ achievement in Mathematics grade VIIB
of SMP Persatuan Ponjong. This is indicated by an increase the average yield
percentage of student observation sheet, about 17,39%. The questionnaire
students’ activity result also increased, about 9,71%. The students’ achievement
increased is shown from a comparison of results of pre-test and post-test on each
1
cycle. The average test results of Algebra material (cycle 1) about 1,88. While the
average test results of Geometry material (cycle 2) about 2,00. To carrying out
the NHT type of learning needed a plan, socializing and time management. NHT
cooperative learning model can be used as an alternative in learning
Mathematics.

Key words : cooperative learning, Numbered Heads Together, NHT, students’


activity, students’ achievement

PENDAHULUAN
Peserta didik merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas
pembelajaran. Peserta didik atau siswa harus dilibatkan secara aktif baik fisik,
mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran. Siswa harus menunjukkan
semangat belajar yang tinggi dan percaya diri. Keberhasilan proses belajar tidak
hanya diukur dari sejauh mana materi disampaikan oleh guru, tetapi sejauh mana
siswa menguasai materi dengan cara beraktifitas mencari dan menemukan sendiri
penegetahuan yang ingin dikuasainya melalui belajar aktif. Proses belajar siswa
akan berjalan optimal jika lingkungan belajar mendukung. Disinilah peran guru
sangat penting. Guru harus menciptakan lingkungan belajar yang dapat
mengaktifan siswa belajar, dengan menggunakan suatu model pembelajaran.
Salah satu model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dan sesuai dengan
tujuan pembelajaran Matematika adalah pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT).

Pada saat pembelajaran Matematika berlangsung di kelas VIIB SMP Persatuan


Ponjong, terdapat beberapa siswa yang pasif. Siswa tersebut akan menjawab
pertanyaan guru jika ditunjuk oleh guru, dan hanya diam jika diberi kesempatan
bertanya. Terkadang siswa menjawab pertanyaan guru secara bersama-sama
sehingga suasana kelas menjadi gaduh. Dalam mengerjakan soal latihan atau tes,
terdapat beberapa siswa yang hanya menunggu jawaban dari temannya. Dan dari
hasil tes Matematika, hanya sekitar 20% dari keseluruhan siswa yang tuntas atau
mendapat nilai di atas KKM. Siswa tidak terkadang bosan, tidak bersemangat
belajar dan kurang termotivasi karena metode yang digunakan oleh guru kurang
bervariasi. Sebagian besar siswa mengganggap Matematika sebagai pelajaran
yang sulit. Hal inilah yang menyebabkan siswa belum belajar secara aktif dan
prestasi belajar Matematika siswa masih rendah. Padahal Matematika merupakan
salah satu mata pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional dan penentu
kelulusan.

Dalam pembelajaran kooperatif, para siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk
saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pembelajaran.
Terdapat tiga konsep penting dalam pembelajaran kooperatif, yaitu : penghargaan
tim, tanggung jawab individu, dan kesempatan sukses yang sama (Slavin : 2005).
Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang memungkinkan
siswa belajar dalam kelompok beranggotakan 4 – 6 siswa dengan berbagai tingkat
kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang. Dalam pembelajaran ini siswa
tidak hanya duduk bersama mengerjakan tugas bersama-sama, namun siswa
saling membantu, saling mendiskusikan, dan beragumentasi dalam menyelesaikan
suatu masalah atau tugas untuk mencapai tujuan bersama.

Terdapat berbagai macam model pembelajaran kooperatif yang telah


dikembangkan, salah satunya adalah Numbered Heads Together (NHT). Dalam
2
metode ini, siswa bekerja dalam kelompok yang beranggotakan 3 – 5 siswa,
mendiskusikan dan memahami materi serta mengecek pemahaman masing-masing
siswa mengenai isi materi. Selain itu, siswa juga berlatih untuk saling berbagi
informasi, berbicara dengan penuh perhitungan, mendengarkan dengan cermat,
dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Metode ini mendorong siswa
untuk meningkatkan semangat kerja sama (kinerja siswa) dalam menyelesaikan
tugas akademik, menerima keanekaragaman dalam kelompok, dan
mengembangkan keterampilan sosial. Ismail (2008) mengemukan empat langkah
pelaksanaan pembelajaran NHT, yaitu : penomoran, mengajukan pertanyaan,
berpikir bersama, dan menjawab. Tahap awal dalam proses pembelajaran ini,
siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, beranggotakan 3 – 5 siswa. setiap
anggota kelompok diberi nomor 1 – 5. Guru mengajukan beberapa pertanyaan
yang harus dijawab oleh setiap kelompok. Siswa saling berdiskusi dalam
kelompoknya, memahami materi, menyatukan pendapat, dan menentukan
jawaban yang paling tepat. Kemudian memastikan setiap anggota kelompok
mengetahui dan memahami jawaban tersebut. Guru memanggil suatu nomor
tertentu. Salah satu siswa yang nomornya sesuai diminta untuk mempresentasikan
jawabannya di depan kelas mewakili kelompoknya. Sedangkan siswa lain dengan
nomor yang sama diminta menanggapi jawaban dari kelompok yang
mempresentasikan jawabannya tersebut.

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2001), aktif adalah giat (bekerja,
berusaha), sedangkan keaktifan adalah sutu keadaan atau hal dimana siswa dapat
aktif. Jadi keaktifan belajar adalah suatu keadaan dimana siswa dapat aktif dalam
belajar. Keaktifan siswa dapat dilihat dari keterlibatan siswa dalam proses belajar
mengajar yang beraneka ragam. Merujuk pemikiran Bobby De Petter dan Mike
Hemacki tentang perbedaan antara belajar aktif dan pasif, Triyani (2009)
menyatakan bahwa seorang siswa dikatakan aktif dalam belajar jika siswa dapat
belajar apa saja dari setiap situasi, menggunakan apa yang dipelajari untuk
mendapatkan manfaat atau keuntungan sehingga apa yang dipelajarinya tidak sia-
sia. Siswa aktif dalam belajar juga melakukan berbagai usaha untuk mencapai
tujuannya dan dapat belajar banyak hal dari kehidupan. Berdasarkan dari empat
jenis interaksi dalam belajar mengajar yang dikemukan oleh HO Lingren dalam
Moh. Uzer Usman (2002), perlu diterapkan komunikasi yang optimal dalam
pembelajaran di kelas, yaitu komunikasi terjadi antara guru dan siswa, dan semua
siswa saling berinteraksi, agar siswa dapat aktif belajar.

Menurut Abu Ahmadi (2010) prestasi belajar adalah hasil atau taraf kemampuan
yang telah dicapai siswa setelah mengikuti proses pembelajaran pada waktu
tertentu, berupa perubahan pengetahuan (kognitif), tingkah laku (afektif), maupun
keterampilan (psikomotorik). Menurut Suhendra (2008) prestasi belajar diukur
dari dua aspek yaitu aspek kuantitatif dan aspek kualitatif. Selain prestasi belajar
diukur melalui tes, prestasi belajar juga diukur berdasarkan proses pembelajaran.
Berdasarkan hal tersebut, prestasi belajar Matematika dapat diartikan sebagai hasil
yang dicapai oleh siswa setelah melaksanakan proses pembelajaran Matematika
baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Prestasi belajar umumnya dinyatakan
dalam bentuk nilai, baik nilai tes maupun nilai proses belajar siswa.

Berdasarkan hal di atas, maka permasalahan yang akan diteliti pada penelitian
tindakan kelas ini adalah apakah penerapan pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi
belajar Matematika siswa kelas VIIB SMP Persatuan Ponjong.

3
METODE
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Dalam penelitian ini digunakan
dua siklus. Setiap siklus dilaksanakan melalui empat tahap, yaitu : perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Pada siklus 1, perencanaan tindakan yang
dilakukan adalah : (1) menyusun rencana perbaikan pembelajaran (RPP) dengan
materi Aljabar, (2) menyiapkan LKS, (3) menyiapkan alat bantu pembelajaran,
(4) menyiapkan daftar kelompok, (5) menyiapkan soal tes (pre-test dan post-test),
(6) menyiapkan lembar observasi dan angket.

Pelaksanaan tindakan yang dilakukan pada siklus 1 adalah : (1) menyampaikan


tujuan dan model pembelajaran yang akan dilakukan, (2) memberikan motivasi
dan apersepsi, (3) memberikan penjelasan secara garis besar tentang materi
penggunaan konsep himpunan dalam pemecahan masalah, (4) memberikan soal
pre-test, (5) mengorganisasikan siswa dalam kelompok belajar heterogen yang
beranggotakan 4 – 5 siswa dan memberikan nomor 1 – 5 kepada setiap anggota
kelompok, (6) membagikan LKS, (7) siswa mendiskusi jawaban yang tepat dari
pertanyaan yang ada di LKS, (8) meminta siswa yang nomornya telah disebut
guru untuk mempresentasikan hasil diskusi, (9) memberikan soal post-test untuk
mengetahui peningkatan hasil belajar siswa, (10) menyimpulkan materi bersama
siswa dan memberikan PR sebagai latihan soal di rumah.

Pengamatan atau observasi dilakukan untuk memperoleh data tentang keaktifan


dan prestasi belajar siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian siklus 1
adalah : lembar observasi, angket siswa, dan soal tes (pre-test dan post-test).
Lembar observasi digunakan untuk memperoleh data tentang keaktifan siswa pada
saat pembelajaran di kelas dan kelompok. terdapat sembilan indikator yang
digunakan. Setiap indikator observasi diberi nilai sesuai engamatan yang
dilakukan terhadap siswa dalam satu kelompok. Nilai yang diperoleh pada
observasi setiap kelompok kemudian dijumlahkan. Jumlah nilai dari observasi
setiap kelompok dijumlahkan/dikumulatifkan dan ditentukan rata-ratanya. Rata-
rata tersebut dipersentasekan dan dikualifikasikan secara deskritif berdasarkan
kriteria yang telah ditentukan. Kriteria yang digunakan adalah : sangat tinggi,
tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Angket siswa digunakan untuk
memperoleh data tentang keaktifan siswa belajar Matematika dengan
menggunakan metode NHT. Angket ini juga digunakan untuk memperkuat data
yang diperoleh dari hasil observasi. Angket yang diberikan kepada siswa pada
setiap akhir siklus terdiri dari 20 pernyataan, bentuk pernyataan positif dan
pernyataan negatif. Setiap jawaban siswa yang diberikan pada angket tersebut,
dikonversikan ke dalam nilai angka berdasarkan pedoman penilaian yang telah
ditentukan. Nilai butir pernyataan dari masing-masing siswa dijumlahkan. Jumlah
nilai yang diperoleh setiap siswa kemudian dijumlahkan dan ditentukan rata-
ratanya. Hasil rata-rata tersebut kemudian dipersentasekan dan dikualifikasikan
secara deskriptif berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Kriteria yang
digunakan adalah : sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Soal
tes digunakan untuk mengukur prestasi siswa dan pemahaman siswa tentang
materi yang dipelajari. Soal tes terdiri dari soal pre-test dan post-test. Soal pre-test
diberikan kepada siswa sebelum proses pembelajaran NHT dilakukan. sedangkan
soal post-test diberikan setelah proses pembelajaran NHT dilakukan. Hasil
pre-test dan post-test tersebut dibandingkan dan ditarik kesimpulan tentang ada
tidaknya peningkatan hasil tes atau prestasi belajar siswa pada setiap siklus. Hasil
tes ini juga digunakan untuk mengetahui hasil kentuntasan belajar Matematika
secara individu maupun klasikal.

4
Refleksi dilakukan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dalam
pelaksanaan pembelajaran yang telah dilakukan. Pada siklus 1, pembelajaran tipe
NHT sudah dapat berjalan baik sesuai prosedur yang telah direncanakan.
Keaktifan siswa dalam pembelajaran dan prestasi belajar siswa tentang materi
Aljabar mulai meningkat. Namun guru perlu selalu memtivasi siswa dan
mensosialisasikan pembelajaran NHT dengan baik.

Pada siklus 2, tahap perencanaan dan pelaksanaan yang dilakukan sama seperti
perencanaan dan pelaksanaan pada siklus 1. Perbedaannya adalah materi yang
dipelajari pada siklus 2 adalah Geometri. Selain itu, terdapat 3 hal yang
diperhatikan guru dalam perencanaan dan pelaksanaan siklus 2, yaitu :
menentukan/ mengatur tempat duduk setiap kelompok, siswa diminta telah duduk
berkelompok pada saat pembelajaran dimulai, selalu memotivasi siswa tentang
keaktifan dalam belajar berkelompok, kerja sama antar anggota kelompok dan
mengungkapkan pendapat atau bertanya. Pengamatan yang dilakukan pada
siklus 2 sama seperti pengamatan pada siklus 1. Selain itu, instrumen yang
digunakan pada siklus 2 dan cara penganalisisannya sama seperti instrumen pada
siklus 1. Perbedaannya adalah soal tes (pre-test maupun post-test) yang digunakan
berbeda materi. Berdasarkan hasil refleksi pada siklus 2, secara garis besar terjadi
peningkatan keaktifan dan prestasi belajar Matematika dengan menggunakan
pembelajaran tipe NHT. Meskipun masih terdapat terdapat 3 siswa yang kurang
aktif dan perlu selalu dimotivasi. Siswa lebih bersemangat saat diberikan
penghargaan (reward) oleh guru.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Peningkatan keaktifan belajar siswa dengan menerapkan pembelajaran kooperatif
tipe NHT pada pelajaran Matematika diperoleh dari data hasil pengamatan dengan
menggunakan lembar observasi dan didukung oleh hasil angket keaktifan siswa.
sedangkan untuk peningkatan prestasi belajar Matematika diperoleh dari data hasil
pre-test dan post-test pada setiap siklus.

Observasi keaktifan siswa


Hasil observasi keaktifan belajar Matematika siswa pada siklus 1 dan siklus 2
ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Observasi Keaktifan Belajar Matematika Siklus 1 dan Siklus 2


Hasil Observasi
Aspek yang Diamati Peningkatan
Siklus 1 Siklus 2
Mencatat 60,87% 78,26% 17,23%
Mengajukan pendapat 43,48% 65,21% 21,73%
Merespon pertanyaan/instruksi guru 69,57% 82,61% 13,04%
Partisipasi dalam kelompok/berdiskusi 47,83% 65,21% 17,38%
Keaktifan merespon penjelasan teman 43,48% 60,87% 17,39%
Mengerjakan LKS 65,21% 78,26% 13,05%
Mengerjakan soal test 91,30% 95,65% 4,35%
Presentasi hasil kerja 52,17% 78,26% 26,09%
Memanfaatkan sumber belajar 47,83% 73,91% 26,08%
Rata-rata keseluruhan 57,97% 75,36% 17,39%

Berdasarkan hasil observasi keaktifan belajar Matematika yang dilakukan pada


siklus 1 menunjukkan bahwa keaktifan mencatat siswa sebesar 60,87% dengan
kriteria tinggi. Sebagian siswa (± 14 siswa) sudah mempunyai inisiatif untuk
mencatat materi yang telah disampaikan guru maupun hasil pembahasan soal.
5
Sedangkan sebagian siswa lagi menunggu instruksi guru untuk mencatat.
Keaktifan siswa dalam mengajukan pendapat kepada guru atau teman yang lain
tergolong sedang, yaitu hanya sebesar 43,48%. Hal ini terjadi karena sebagian
besar siswa masih takut untuk memberikan penjelasan atau takut jika pendapatnya
salah. Selain itu siswa terkadang masih takut untuk menanyakan materi yang
belum dipahami. Keaktifan siswa dalam merespon pertanyaan atau instruksi guru
sudah cukup baik, sebesar 69,57% dan tergolong tinggi. Pada saat guru
memberikan pertanyaan, sebagian siswa langsung mampu menjawab. Jika guru
mengistruksikan suatu tugas, sebagian besar siswa langsung mengerjakan tugas
yang disampaikan. Meskipun demikian masih terdapat beberapa siswa yang hanya
terdiam saat guru memberikan pertanyaan. Terkadang siswa tersebut menjawab
bersama-sama dengan teman yang lain sehingga kelas menjadi gaduh. Keaktifan
siswa dalam berdiskusi (partisipasi siswa dalam belajar berkelompok) masih
tergolong sedang, yaitu sebesar 47,83%. Sebagian siswa masih menyelesaikan
LKS (pertanyaan atau materi diskusi) secara individu, dan sebagian siswa lain
hanya menunggu jawaban dari siswa yang dianggap pandai. Sebagian siswa yang
belum paham tentang materi yang dipelajari, cenderung diam, tidak berani
bertanya. Sebagian siswa yang pandai juga belum mau memberikan penjelasan
atau mengemukakan pendapatnya kepada teman yang lain. Siswa belum
memahami pentingnya berdiskusi dalam kelompok. Siswa juga belum mampu
bertanggung jawab akan keberhasilan diri sendiri maupun kelompok. Diskusi
kurang berjalan dengan optimal. Keaktifan siswa dalam mengerjakan LKS
termasuk tinggi, sebesar 65,21%. Hal ini karena sebagian siswa selalu langsung
mengerjakan LKS yang diberikan kepada setiap siswa. Selain itu, sebagian besar
siswa selalu mengerjakan soal test (pre-test dan post-test) untuk mendapatkan
nilai Matematika. Sebagian siswa saling berkompetisi untuk mendapatkan nilai
Matematika yang tertinggi. Sehingga keaktifan siswa dalam mengerjakan soal test
dapat dikatakan sangat tinggi, yaitu sebesar 91,30%. Pada tahap presentasi hasil
diskusi, siswa yang diminta untuk presentasi mewakili kelompoknya, belum
percaya diri menyampaikan jawabannya. Terkadang siswa hanya menuliskan
jawabannya di papan tulis, tanpa memberikan penjelasan. Demikian juga siswa
dari kelompok lain, belum berani menanggapi jawaban kelompok lain. Sehingga
keaktifan siswa dalam presentasi hasil kerja masih tergolong sedang, yaitu sebesar
52,17%. Sedangkan keaktifan siswa dalam memanfaatkan sumber belajar yang
ada masih termasuk sedang, yaitu sebesar 47,83%. Siswa hanya menggunakan
buku catatan dan LKS sebagai sumber belajar. Sedangkan buku atau literatur lain
yang dimiliki tidak dipergunakan untuk belajar. Dari hasil kesembilan aspek
keaktifan belajar siswa yang diamati menggunakan lembar observasi, diperoleh
rata-rata hasil observasi keaktifan belajar siswa pada siklus 1 adalah 57,97%.

Pada siklus 2, guru selalu memotivasi siswa agar lebih aktif dalam belajar dan
berdiskusi dalam kelompok. Guru juga memotivasi siswa agar tidak takut salah
dalam menjawab pertanyaan, mempresentasikan jawabannya ataupun malu untuk
bertanya kepada teman dan guru tentang materi yang belum dipahami. Motivasi
siswa untuk menjadi yang terbaik secara individu maupun kelompok cukup bagus,
karena siswa ingin mendapatkan reward. Sehingga berdasarkan hasil observasi,
keaktifan siswa dalam belajar pada siklus 2 mengalami peningkatan. Keaktifan
siswa dalam mencatat meningkat menjadi 78,26% (kriteria tinggi) dibandingkan
siklus sebelumnya. Keaktifan siswa dalam mengajukan pendapat kepada guru
maupun teman yang lain tergolong tinggi sebesar 65,21%. Sedangkan keaktifan
siswa dalam merespon pertanyaan/instruksi guru dapat dikatakan tinggi, yaitu
sebesar 82,61%. Sebagian besar siswa tidak lagi takut menjawab pertanyaan guru.
Pada tahap diskusi, partisipasi siswa dalam belajar berkelompok lebih baik dan
6
meningkat dibandingkan sebelumnya, yaitu sebesar 65,21% (kriteria tinggi).
Meskipun demikian, partisipasi siswa masih perlu ditingkatkan lagi agar suasana
diskusi lebih hidup dan siswa dapat belajar dengan maksimal. Keaktifan siswa
dalam merespon penjelasan dari siswa lain termasuk tinggi, sebesar 60,87%.
Keaktifan siswa dalam mengerjakan LKS termasuk tinggi, yaitu sebesar 78,26%.
Sebagian besar siswa langsung mengerjakan LKS yang dibagikan kepada setiap
siswa. Meskipun terkadang masih terdapat siswa yang menunggu jawaban dari
teman yang lain. Sedangkan keaktifan siswa dalam mengerjakan soal test (pre-test
dan post-test) juga lebih baik dari sebelumnya dan tergolong sangat tinggi, yaitu
sebesar 95, 65%. Sebagian besar siswa berusaha untuk mendapat nilai Matematika
yang baik dan juga ingin mendapatkan reward. Pada tahap presentasi, siswa yang
diminta untuk presentasi lebih berani dan percaya diri dalam mempresentasikan
jawabannya. Siswa dari kelompok lain juga mampu memberikan tanggapan,
masukan, ataupun sanggahan pada kelompok yang sedang presentasi. Keaktifan
siswa dalam mempresentasikan hasil diskusi tergolong tinggi, yaitu sebesar
78,26%. Dan keaktifan siswa dalam memanfaatkan sumber belajar tergolong
tinggi, yaitu sebesar 73,91%. Siswa telah memanfaatkan buku atau literatur lain
sebagai pelengkap buku catatan dan LKS untuk belajar. Pada siklus 2, rata-rata
hasil dari 9 aspek yang diamati dalam observasi keaktifan belajar siswa adalah
75,36%.

Berdasarkan hasil 9 aspek keaktifan belajar yang diamati dalam observasi yang
dilakukan pada siklus 1 dan siklus 2, menunjukkan terjadi peningkatan keaktifan
belajar siswa. Keaktifan siswa dalam mencatat materi/ soal/hasil mengalami
peningkatan sebesar 17,23%. Sebagian besar siswa sudah mempunyai inisiatif
untuk mencatat materi yang telah disampaikan oleh guru maupun hasil
pembahasan soal. Keaktifan siswa dalam mengajukan pendapat guru atau teman
yang lain mengalami peningkatan sebesar 21,73%. Sebagian siswa awalnya masih
merasa takut untuk menyampaikan dan menjelaskan jawabannya, atau siswa
hanya menunggu jawaban dari teman yang lain. Dengan adanya motivasi yang
diberikan oleh guru pada siklus 1 maupun siklus 2, sebagian besar siswa lebih
percaya diri dan berani untuk menyampaikan pendapatnya. Keaktifan siswa dalam
merespon pertanyaan/instruksi guru meningkat sebesar 13,04%. Sebagian siswa
awalnya hanya diam saat guru memberikan pertanyaan atau menjawab bersama-
sama dengan teman yang lain sehingga kelas menjadi gaduh. Dengan motivasi
yang selalu dilakukan oleh guru, maka sebagian siswa tidak takut menyampaikan
jawabannya dan langsung mengerjakan tugas yang diinstruksikan oleh guru.
Keaktifan siswa dalam berkelompok/partisipasi siswa dalam kelompok meningkat
sebesar 17,38%. Namun partisipasi siswa dalam berdiskusi perlu ditingkatkan lagi
agar suasana diskusi lebih hidup dan maksimal. Keaktifan siswa dalam merespon
penjelasan dari siswa meningkat sebesar 17,39%. Keaktifan siswa dalam
mengerjakan LKS meningkat sebesar 13,05%. Sebagian besar siswa langsung
mengerjakan dan mendiskusikan LKS. Keaktifan siswa dalam mengerjakan soal
test hanya meningkat sebesar 4,35%. Hal ini terjadi karena keaktifan siswa
mengerjakan soal test pada siklus 1 sudah tergolong sangat tinggi, yaitu sebesar
91,30% dan pada siklus 2 sebesar 95,65%. Sebagian besar siswa berusaha untuk
mendapatkan nilai yang terbaik dan reward. Keaktifan siswa dalam
mempresentasikan hasil kerja kelompok meningkat sebesar 26,08%. Sebagian
besar siswa yang ditunjuk untuk presentasi sudah semakin percaya diri dan lebih
berani mempresentasikan jawabannya. Dan siswa dari kelompok lain, yang
nomornya sama dengan siswa yang presentasi di depan kelas, sudah berani
menanggapi dan memberikan penjelasan tambahan jika jawabannya sama ataupun
menyampaikan pendapatnya jika jawabannya berbeda. Keaktifan siswa dalam
7
memanfaatkan sumber belajar yang ada juga mengalami peningkatan sebesar
17,39%. Siswa tidak hanya menggunakan LKS namun menggunakan buku atau
literatur lain yang ada. Secara keseluruhan, peningkatan keaktifan belajar siswa
berdasarkan observasi yang dilakukan pada siklus 1 dan siklus 2 adalah sebesar
17,39%.

Angket keaktifan siswa


Angket siswa diberikan kepada setiap siswa pada akhir siklus 1 dan siklus 2 untuk
mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan dan
peningkatan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Hasil angket siswa digunakan
untuk mendukung hasil observasi keaktifan belajar siswa. Hasil angket keaktifan
belajar siswa pada kedua siklus ditunjukkan pada tabel 2.

Tabel 2. Hasil Angket Keaktifan Siswa Siklus 1 dan Siklus 2


Hasil Angket
Aspek yang Diamati Peningkatan
Siklus 1 Siklus 2
Motivasi mengikuti pelajaran 60,14% 71,47% 11,33%
Interaksi siswa dengan guru dan siswa lain 60,87% 69,57% 8,70%
Kerjasama antar anggota kelompok 62,32% 72,46% 10,14%
Mengerjakan soal dan tugas 66,67% 75,36% 8,69%
Rata-rata keseluruhan 62,50% 72,21% 9,71%

Berdasarkan hasil angket siswa tentang keaktifan belajar siswa pada siklus 1
menunjukkan bahwa siswa memberikan respon yang cukup baik terhadap
pembelajaran kooperatif tipe NHT. Hal ini dapat dilihat dari hasil keempat aspek
keaktifan belajar siswa yang diamati melalui angket siswa yang tergolong tinggi.
Motivasi siswa mengikuti pembelajaran sebesar 60,14%, termasuk dalam kriteria
tinggi. Interaksi siswa dengan guru dan siswa lain juga termasuk tinggi, yaitu
sebesar 60,87%. Kerjasama antar anggota kelompok juga tergolong tinggi, yaitu
sebesar 62,32%. Dan keaktifan siswa dalam mengerjakan soal dan tugas juga
cukup tinggi, yaitu sebesar 66,67%. Rata-rata keseluruhan aspek keaktifan siswa
yang diperoleh dari angket siswa pada siklus 1 adalah 62,50%.

Berdasarkan hasil angket siswa pada siklus 2 menunjukkan bahwa keaktifan siswa
masih tergolong tinggi dan mengalami peningkatan dari sebelumnya. Motivasi
siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT mengalami peningkatan yang
cukup baik menjadi 71,47% (kriteria tinggi). Interaksi siswa dengan guru dan
siswa lain tergolong tinggi, yaitu 69,57%. Kerjasama antar anggota kelompok
juga cukup tinggi yaitu 72,46%. Sedangkan keaktifan siswa mengerjakan tugas
dan test juga mengalami peningkatan menjadi sebesar 75,36% (kriteria tinggi).
Rata-rata keseluruhan aspek keaktifan siswa yang diperoleh dari angket siswa
pada siklus 2 adalah 72,21%.

Berdasarkan dari hasil angket yang diberikan kepada siswa pada setiap akhir
siklus, menunjukkan peningkatan keaktifan siswa dari keempat aspek yang
diamati. Motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran meningkat sebesar
11,33%. Interaksi siswa dengan guru maupun dengan siswa lain juga meningkat,
yaitu sebesar 8,70%. Kerjasama antar anggota kelompok meningkat sebesar
10,14%. Dan keaktifan siswa dalam mengerjakan soal dan tugas juga mengalami
peningkatan, yaitu sebesar 8,69%. Guru selalu memberikan motivasi yang cukup
baik kepada siswa dalam pembelajaran. Sebagian besar siswa mulai bertanggung
jawab terhadap keberhasilan diri sendiri maupun kelompok. Sehingga siswa
semakin aktif dalam pembelajaran. Secara keseluruhan, keaktifan siswa dalam
8
pembelajaran mengalami peningkatan sebesar 9,71%. Dari hasil angket siswa ini
menunjukkan bahwa siswa memberikan respon yang cukup baik terhadap
pembelajaran kooperatif tipe NHT.

Tes
Peningkatan prestasi belajar Matematika diperoleh dari perbandingan hasil
pre-test dan post-test pada setiap materi atau setiap siklus. Hasil siklus 1 tidak
dapat dibandingkan dengan hasil siklus 2. Hal ini karena materi yang dipelajari
pada siklus 1 berbeda dengan materi siklus 2 dan tingkat kesulitan dari setiap
materi juga berbeda. Hasil tes siswa pada kedua siklus ditunjukkan pada tabel 3.

Tabel 3. Rata-Rata hasil Tes Siswa Siklus 1 dan siklus 2


Materi Pre-test Post-test Peningkatan
Aljabar (siklus 1) 5,80 7,68 1,88
Geometri (siklus 2) 6,18 8,18 2,00

Berdasarkan hasil tes (pre-test dan post-test) yang dilakukan pada setiap siklus
menunjukkan peningkatan prestasi belajar Matematika. Pada siklus 1, siswa
mempelajari materi Aljabar. Rata-rata hasil pre-test adalah 5,80. Setelah siswa
mengikuti pembelajaran kooperatif tipe NHT, rata-rata hasil post-test meningkat
menjadi 7,68. Hasil perbandingan rata-rata nilai pre-test dan post-test
menunjukkan bahwa rata-rata kelas nilai tes materi Aljabar meningkat sebesar
1,88. Persentase ketuntasan belajar Matematika adalah 76,8%. Sebagian besar
siswa telah mencapai ketuntasan belajar (nilai tes di atas KKM).

Pada siklus 2, siswa mempelajari materi Geometri. Rata-rata hasil pre-test adalah
6,18. Setelah siswa mengikuti pembelajaran kooperatif tipe NHT, rata-rata hasil
post-test meningkat menjadi 8,18. Hasil perbandingan rata-rata nilai pre-test dan
post-test menunjukkan bahwa rata-rata kelas nilai tes materi Geometri meningkat
sebesar 2,00. Persentase ketuntasan belajar Matematika adalah 81,8%. Sebagian
besar siswa telah mencapai ketuntasan belajar (nilai tes di atas KKM).

Dari hasil penelitian yang diperoleh pada siklus 1 maupun siklus 2 dengan
menggunakan lembar observasi, angket siswa maupun tes, menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan keaktifan belajar dan prestasi belajar Matematika dengan
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT. Keaktifan belajar siswa
berdasarkan lembar observasi pada siklus 1 sebesar 57,97% meningkat menjadi
75,36% pada siklus 2. Sehingga peningkatan keaktifan belajar siswa berdasarkan
lembar observasi adalah 17,39%. Keaktifan belajar siswa berdasarkan angket
siswa pada siklus 1 adalah 62,50% meningkat menjadi 72,21%. Sehingga
peningkatan keaktifan belajar siswa berdasarkan angket siswa adalah 9,71%.
Rata-rata hasil pre-test materi Aljabar adalah 5,80. Sedangkan rata-rata hasil
post-test meningkat menjadi 7,68. Sehingga peningkatan rata-rata hasil tes materi
Aljabar adalah 1,88. Dan rata-rata hasil pre-test materi Geometri adalah 6,18.
Sedangkan hasil post-test meningkat menjadi 8,18. Peningkatan nilai rata-rata
hasil tes materi Geometri adalah 2,00. Peningkatan keaktifan belajar siswa
berdasarkan lembar observasi dan angket siswa menunjukkan bahwa penggunaan
pembelajaran kooperatif tipe NHT pada pembelajaran Matematika dapat
meningkatkan keaktifan belajar Matematika. Sedangkan peningkatan rata-rata
hasil tes baik materi Aljabar maupun Geometri menunjukkan pembelajaran
kooperatif tipe NHT juga dapat meningkatkan prestasi belajar Matematika.

9
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh dalam penelitian, dapat
disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT) dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar Matematika
siswa kelas VII B SMP Persatuan Ponjong.

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan dan hasil yang diperoleh, maka
peneliti menyarankan kepada guru untuk menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT sebagai salah satu alternatif pembelajaran Matematika.
Dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT, dibutuhkan perencanaan dan sosialisasi
yang baik serta pengelolaan waktu yang tepat. Selain itu, agar siswa lebih
bersemangat dalam mempelajari materi dan bekerjasama serta tidak bosan, guru
dapat memberikan penghargaan (reward) atau perlombaan tim maupun individu
pada akhir setiap materi.

DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono. (2010). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka
Cipta.
Anwar, D. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya: Karya Abditama.
Ismail, dkk. (2008). Pembaharuan dalam Pembelajaran Matematika. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Slavin, R. E. (2005). Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media.
Suhendra, dkk. (2008). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran
Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.
Triyani, A. N. (2009). Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-
Tournament (TGT) Sebagai Upaya Meningkatkan Keaktifan Belajar
Matematika Siswa pada Pokok Bahasan Peluang dan Statistika di SMP
Negeri 4 Depok Yogyakarta Kelas IX C. Skripsi: Jurusan Pendidikan
Matematika FMIPA UNY.
Usman, M. U. (2002). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

10

Anda mungkin juga menyukai