PENDAHULUAN
Dinas penyuluhan pertanian atau dalam istilah bahasa Belanda disebut Landbauw
saat itu sebagian besar adalah untuk memenuhi kepentingan penjajah. Adanya
istilah tanam paksa (cultur stelsel) dan kerja rodi yang memaksa rakyat Indonesia
merdeka pada tahun 1945, terjadi perubahan yang mendasar dalam konsepsi,
pengertian, tujuan dan aspek- aspek lain dalam penyuluhan pertanian. Pada tahun
1970 sampai dengan 1980-an produk padi meningkat, karena adanya sistem Latihan
dan Kunjungan (LAKU). Pada tahun 1995 Bank Dunia, melakukan evaluasi kelemahan
beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah belum adanya persepsi yang sama
daerah tidak ada lagi kelembagaan yang mengurusi penyelenggaraan penyuluhan. Hal
tersebut sangat menjadi keprihatinan bagi insan yang peduli dengan pembangunan
pertanian. Oleh karena itu, lahirlah Undang- Undang no 16 tahun 2006 tentang
PEMBAHASAN
Istilah penyuluhan pada dasarnya diturunkan dari kata ”Extension” yang dipakai
secara meluas dibanyak kalangan. Dalam Bahasa Indonesia istilah penyuluhan berasal
dari kata dasar ”Suluh” yang berarti pemberi terang di tengah kegelapan. Menurut
Pengertian penyuluhan dalam arti umum adalah ilmu sosial yang mempelajari system dan
proses perubahan pada individu serta masyarakat agar dapat terwujud perubahan yang
lebih baik sesuai dengan yang diharapkan (Setiana. L. 2005). Penyuluhan dapat
dipandang sebagai suatu bentuk pendidikan untuk orang dewasa. Dalam bukunya A.W.
van den Ban dkk. (1999) menulis bahwa penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang
Menurut Vanden Ban dan Hawkins , Penyuluhan pertanian adalah suatu bentuk
pendidikan luar sekolah (non formal) untuk para petani dan keluarganya (ibu)
kegiatan pendidikan non formal di bidang pertanian agar mereka mampu menolong
dirinya sendiri, baik di bidang ekonomi, sosial maupun politik sehingga peningkatan
pertanian yang tangguh, bertani lebih baik (better farming), berusaha tani lebih
menguntungkan (better bussines), hidup lebih sejahtera (better living) dan lingkungan
lebih sehat. Penyuluhan pertanian dituntut agar mampu menggerakkan masyarakat,
mereka hadapi dan melakukan perkiraan ke depan; (2) Membantu mereka menemukan
masalah; (4) Membantu mereka mengambil keputusan, dan (5) Membantu mereka
pada usaha tani yangmeliputi: perubahan pengetahuan, kecakapan, sikap dan tindakan
Tujuan jangka panjang yaitu meningkatkan taraf hidup dan meningkatkan kesejahteraan
(community development)
a. Specific ( khusus), kegiatan penyuluhan pertanian harus dilakukan untuk memenui
kebutuhan khusus.
b. Measurable ( dapat diukur), bahwa kegiatan penyuluhan harus mempunyai tujuan
c. Actionary (dapat dikerjakan/dilakukan) yaitu tujuan kegiatan penyuluhan itu harus
d. Realistic ( realistis), bahwa tujuan yang ingin dicapai harus masuk akal, dan tidak
e. Time frame (memiliki batasan waktu untuk mencapai tujuan), ini berarti bahwa
dalam waktu yang telah ditetapkan, maka tujuan yang ingin dicapai dari
penyelenggaraan penyuluhan ini harus dapat dipenuhi oleh setiap peserta/ petani.
dicapai).
Dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2006, yang menjadi sasaran penyuluhan adalah
pihak yang paling berhak memperoleh manfaat penyuluhan meliputi sasaran utama dan
sasaran antara. Sasaran utama penyuluhan yaitu pelaku utama dan pelaku usaha.
Sasaran utama penyuluhan pertanian meliputi petani, pekebun, peternak, baik individu
meliputi kelompok atau lembaga pemerhati pertanian, perikanan, dan kehutanan serta
generasi muda dan tokoh masyarakat. Yang dimaksud dengan generasi muda dan tokoh
masyarakat yaitu generasi muda dan tokoh masyarakat dengan memperhatikan keadilan
penyuluhan pertanian adalah petani dan keluarganya, yaitu: Bapak tani, Ibu tani, dan
pemuda/I atau anak-anak tani. Pertanyataan seperti ini tidak dapat disangkal, sebab,
pelaksana utama pembangunan pertanian adalah para petani dan kelurganya. Jadi, yang
harus di ubah perilakunya dalam praktek-praktek bertani dan berusahatani guna
tidak boleh hanya petani saja, melainkan seluruh warga masyarakat yang secara
langsung maupun tidak langsung memiliki peran dalam kegiatan pembangunan pertanian.
Sasaran utama adalah sasaran penyuluhan pertanian yang secara langsung terlibat
dalam kegiatan bertani dan pengelolaan usahatani. Termasuk dalam kelompok ini adalah
Sasaran penentu adalah bukan pelaksana kegiatan bertani dan berusahatani, tetapi
secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam penentuan kebijakan pembangunan
a. Pengusaha atau pimpinan wilayah yang memiliki kekuasaan mengambil keputusan
publik dan/atau yang dijadikan panutan oleh masyarakat setempat (tokoh keagamaan,
c. Para peneliti atau para ilmuwan sebagai pemasok informasi/teknologi yang diperlukan
oleh petani, berupa inovasi tentang: teknik bertani, pengelolaan usahatani, dan
pengorganisasian petani.
d. Lembaga perkreditan yang berkewajiban menyediakan kemudahan kredit bagi petani
(kecil) yang memerlukan ; pembelian sarana produksi dan peralatan bertani, pengelolaan
usahatani, termasuk upah tenaga dan biaya hidup keluarganya selama musim
langsung tidak memiliki hubungan kegiatan dengan pembangunan pertanian, tetapi dapat
Termasuk dalam kelompok ini adalah: Para pekerja sosial, Seniman Konsumen
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam proses penyuluhan terdapat beberapa unsur penyuluhan antara lain: penyuluh,
Keluarga Tani, (3) Penyuluhan Pertanian sebagai Bagian dari Pembangunan Masyarakat ,
manfaat penyuluhan meliputi sasaran utama dan sasaran antara. Sasaran utama
penyuluhan yaitu pelaku utama dan pelaku usaha. Sasaran antara penyuluhan yaitu
pertanian, serta generasi muda dan tokoh masyarakat. Pemilihan sasaran penyuluhan
harus tepat agar materi yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan dan dapat
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006 . Undang –Undang Republik Indonesia Nomor 16 tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. Departemen Pertanian.
Pelatihan Sumberdaya Manusia Pertanan, Ciawi. Bogor Setiana L., 2005. Teknik Penyuluhan dan
pemberdayaan Masyarakat. Penerbit Graha Indonesia. Ciawi. Bogor.
Makna secara filosofis, ”penyuluhan pertanian” yang terkandung dalam Undang- Undang no 16
tahun 2006 adalah “ bekerja bersama masyarakat dalam melakukan usahanya untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kesadarannya dalam pelestarian lingkungan hidup“. Kegiatan
penyuluhan harus berpijak pada pentingnya pengembangan individu dalam perjalanan
pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Penyuluhan sebagai implikasi pendidikan non formal
dimaksudkan bukan hanya suatu proses pembelajaran untuk menyesuaikan diri terhadap situasi
kehidupan nyata, namun lebih jauh dari itu adalah suatu proses pembelajaran yang dilakukan
untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dengan mempertinggi pengalaman-pengalaman.
Penyuluhan sebagai proses kerjasama, maka dapat dikemukakan filosofis sebagai karakter orang
timur yaitu saling “asah, asih dan asuh” yang intinya bahwa kegiatan penyuluhan merupakan
proses pembelajaran yang dijiwai oleh sifat- sifat seseorang yang amat mulia yaitu saling
memberi dan menerima suatu inovasi serta mampu menghargai pendapat orang lain dalam
rangka untuk memperbaiki usahataniya yang lebih mengungtungkan.
Ada empat hal penting yang harus diperhatikan sehubungan dengan filosofi penyuluhan
pertanian, yaitu :
1. Penyuluh harus bekerjasama dengan masyarakat, dan bukan bekerja untuk masyarakat.
2. Penyuluh tidak boleh menciptakan ketergantungan, tetapi justru harus mampu mendorong
kemandirian.
3. Penyuluhan harus selalu mengacu pada terwujudnya kesejahteraan hidup masyarakat.
4. Penyuluhan harus mengacu pada peningkatan harkat dan martabat manusia sebagai individu,
kelompok, dan masyarakat umumnya.
Dalam menyusun program perlu diperhatikan filosofi program penyuluhan yang oleh Dahama
Bhatnagar (1980) dirumuskan sebagai berikut:
1. Bekerja berdasarkan kebutuhan yang dirasakan (felt-need), artinya program yang akan
dirumuskan harus bertolak dari kebutuhan-kebuthan yang telah dirasakan oleh masyarakat,
sehingga program itu benar-benar dirasakan sebagai upaya pemecahan masalah atau
pencapaian tujuan yang dikehendaki oleh masyarakat sasarannya. Dalam kaitan itu jika terdapat
“kebutuhan nyata” (real need) yang hendak dinyatakan dalam program yang belum dirasakan
oleh masyarakat sasaran, terlebih dahulu harus diupayakan menjadi kebutuhan yang dirasakan
(felt need). Sebelum kebutuhan nyata tersebut belum merupakan kebutuhan yang dirasakan,
sebaiknya jangan dimasukkan ke dalam rumusan program karena tindakan seperti itu akan
mengganggu partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program dan pemanfaatan hasil yang
dicapai dari pelaksanaan program tersebut. Filosofi ini mengingatkan para perancang perumus
program penyuluhan untuk tidak boleh memaksakan kehendaknya sendiri, tetapi harus selalu
benar-benar mengacu kepada kebutuhan-kebutuhan yang sudah atau sedang dirasakan oleh
masyarakatnya.
2. Bekerja dilandasi anggapan bahwa masyarakat ingin dibebaskan dari penderitaan dan
kemiskinan. Artinya, setiap program yang dirancang haruslah benar-benar diupayakan untuk
dapat memperbaiki mutu kehidupan masyarakat. Program yang dirancang bukan merupakan
program yang terlalu banyak menuntut pengorbanan masyarakat demi tercapainya tujuan-
tujuan yang dikehendaki perumus program. Oleh karena itu setiap perumusan program harus
mampu merumuskan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki mutu kehidupan
masyarakat sasaran. Tanpa adanya pemahaman seperti ini, niscaya program tersebut tidak akan
memperoleh partisipasi masyarakat, bahkan sebaliknya akan menghadapi berbagai hambatan
dan tantangan karena program yang direncanakan itu dinilai akan lebih menyusahkan
kehidupan masyarakat yang sudah lama mengalami penderitaan. Semua pihak yang terlibat
dalam perumusan program penyuluhan harus membekali dirinya dengan pemahaman bahwa di
manapun masyarakat itu berada, pada dasarnya menginginkan suatu perubahan yang menuju
ke arah perbaikian mutu hidup atau kesejahteraannya.
3. Harus dianggap bahwa masyarakat menginginkan “kebebasan”, baik dalam menentukan garis
hidupnya sendiri dan memutuskan bentuk-bentuk ekonomi, kepercayaan, lembaga politik dan
pendidikan yang mereka inginkan demi tercapainya perbaikan mutu kehidupan mereka.
Berkaitan dengan itu, setiap perumusan program harus sejauh mungkin mengajak mereka untuk
mengemukakan kebutuhan-kebutuhannya, tujuan-tujuan yang diharapkan, serta alternatif-
alternatif pemecahan masalah atau pemilihan kegiatan yang diinginkan masyarakat. Jika
terdapat perbedaan pendapat antara kehendak masyarakat dengan perumus program, harus
diupayakan adanya dialog atau diskusi dengan mereka untuk meyakinkan bahwa alternatif yang
dikemukakan oleh perumus program tersebut memiliki keunggulan-keunggulan yang dapat
dipahami dan diterima oleh masyarakat sasaran. Dialog atau forum diskusi seperti itu harus
selalu disediakan untuk menghindari terjadinya pertentangan, hambatan, atau pemborosan
enersi yang biasanya tersedia sangat langka.
4. Nilai-nilai dalam masyarakat harus dipertimbangkan selayaknya, artinya rum usan program
harus sudah mencakup dan mempertimbangkan nilai-nilai kerjasama, keputusan kelompok,
tanggung jawab sosial, kepercayaan, dan kemampuan masyarakat untuk melaksanakan
kegiatan. Pertimbangan atas halhal seperti itu, di dalam perumusan program penyuluhan
seringkali memiliki arti strategis. Sebab setiap kegiatan yang dilakukan dalam masyarakat, harus
selalu dilandasi oleh nilai-nilai adat dan kepercayaan yang mereka anut; dan di lain pihak setiap
keputusan yang diambil seringkali juga merupakan keputusan kelompok yang menuntut
kerjasama dan tanggung jawab bersama untuk dapat dilaksanakan sesuai dengan sumberdaya
yang tersedia di dalam masyarakatnya sendiri. Karena itu, pengabaian terhadap hal-hal tersebut
seringkali berakibat pada tidak tercapainya tujuan seperti yang diharapkan, atau tidak
memperoleh partisipasi aktif dari masyarakatnya. Bahkan, pengambilan keputusan seperti itu
seringkali merupakan pengalaman buruk yang akan selalu mewarnai keputusan masyarakat
terhadap setiap upaya pembangunan masyarakat di masa-masa mendatang.
5. Membantu dirinya sendiri. Artinya, secara nyata warga masyarakat harus diarahkan (atau
setidak-tidaknya dilibatkan) untuk mau dan mampu merencanakan dan melaksanakan sendiri
setiap pekerjaan yang diupayakan untuk memecahkan masalah mereka sendiri yang akan
dirumuskan dalam program. Jika masyarakat tidak terlibat atau dilibatkan dalam proses
perumusan program, seringkali pelaksanaan programnya juga tidak memperoleh partisipasi aktif
dari mereka, sehingga seluruh rangkaian kegiatan sejak perencanaan sampai pelaksanaannya
dilakukan oleh “orang luar”. Dalam keadaan seperti ini, masyarakat sasaran tidak dapat
dikaitkan dalam proses membangun. Akibatnya, lambat laun mereka akan kehilangan kepekaan
terhadap masalahnya sendiri, tidak memiliki inisiatif dan kreafivitas unfuk memecahkan
masalahnya sendiri, dan akan kehilangan kemandiriannya. Sehingga proses pembangunan yang
direncanakan justru menumbuhkan kondisi ketergantungan.
6. Masyarakat adalah sumberdaya yang terbesar. Artinya dalam perumusan program penyuluhan,
harus sebesar-besarnya memanfaatkan potensi sumber daya yang tersedia di dalam masyarakat
sasaran sendiri, baik modal, sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan kelembagaan yang
sudah ada. ©2003 Digitized by USU digital library 9 Dalam hubungan ini, harus selalu diingat
bahwa pembangunan yang dilaksanakan adalah pembangunan dari, oleh dan untuk masyarakat.
Sehingga setiap upaya pembangunan harus menggali, mengembangkan, dan memanfaat kan
potensi sumberdaya yang tersedia di masyarakat. Melalui cara seperti ini, proses pembangunan
akan memberikan dampak ganda bagi tumbuhnya upaya-upaya pembangunan lanjutan di masa-
masa mendatang. Sebab dengan tergarapnya sumberdaya alam, manusia, dan kelembagaan
yang ada, akan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan masyarakat untuk
berswakarsa dan berswadaya melaksanakan pembangunan di masa mendatang pada cakupan
bidang garapan yang semakin luas pula. Sebaliknya, jika potensi sumberdaya lokal tidak tergarap
dan menggantungkan dari luar, pada suatu saat pasti akan kehabisan kemampuan untuk
mendatangkan sumberdaya tersebut, dan karena sumberdaya lokal (terutama sumberdaya
manusia dan kelembagaan) tidak pernah tergarap, tidak akan tumbuh inisiatif dan kemampuan
baru untuk melaksanakan pembangunan lanjutan, sehingga berhentilah pembangunan di
wilayah tersebut.
7. Program mencakup perubahan sikap, kebiasaan, dan pola pikir, yang artinya perumusan
program harus mencakup banyak dimensi perilaku manusia. Sehubungan ini harus selalu diingat
bahwa setiap pembangunan pada dasarnya harus mampu membangun perilaku manusianya.
Pembangunan fisik yang tanpa membangun perilaku manusia, seringkali mengakibatkan tidak
termanfaatkannya hasil-hasil pembangunan secara maksimal. Sebaliknya, melalui pembangunan
yang berakibat pada perubahan perilaku manusianya, akan menghasilkan manusia-manusia
yang berjiwa selalu ingin membangun, serta memiliki kemampuan pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pembangunan yang diinginkan.
Contoh filosofi dalam penyuluhan pertanian adalah seorang penyuluh harus selalu berada dalam
lingkup wilayah penyuluhannya, misalnya penyuluh bertempat tinggal diwilayah penyuluhannya,
penyuluh tanggap dengan petani yaitu sering berkunjung dirumah petani,sering ngobrol dengan
petani dan sering berkunjung dilokasi pertanian petani.
1. Perilaku
Perilaku adalah tindakan (kegiatan atau tindak-tanduk) manusia yang dapat diamati. Sebaliknya
sikap merupakan pencerminan dari dorongan-dorongan yang datang dari dalam diri seseorang
dan reaksi terhadap stimulus yang datang dari lingkungan. Bila sikap tersebut disalurkan keluar,
terjadilah perilaku. Jadi sikap adalah kecenderungan untuk berperilaku (Sastrodiningrat, 1986).
Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang
lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan,
persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Perilaku terbuka ini
terjadi bila respon terhadap stimulus sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang
lain dari luar atau observable behavior.
Contoh perilaku dalam penyuluhan pertanian adalah seorang penyuluh yang melakukan
penyuluhan yang pertama harus mampu menghormati adat/kebiasaan masyarakatnya,
menghormati petani dan keluarga-nya (apapun keadaan dan status sosial ekonominya), dan
menghormati sesama penyuluh, seorang penyuluh yang kedua harus berkeyakinan kuat atas
manfaat tugasnya, memiliki tanggungjawab yang besar untuk melaksanakan pekerjaannya,
memiliki jiwa kerjasama yang tinggi, dan berkemam-puan untuk bekerja teratur, dan yang ketiga
seorang penyuluh ulet, daya mental dan semangat kerja yang tinggi, selalu berusaha
mencerdaskaan diri, dan selalu berusaha meningkatkan kemampuannya.
2. Sikap
Sikap (attitude) merupakan salah satu bahasan yang menarik dalam kajian psikologi, karena
sikap sering digunakan untuk meramalkan tingkah laku, baik tingkah laku perorangan,
kelompok, bahkan tingkah laku suatu bangsa. Meskipun demikian sikap seseorang terhadap
suatu objek tidak selalu memunculkan tingkah laku yang negatif terhadap objek tersebut (Azwar,
2002).
Sikap Positif yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, menerima, mengakui,
menyetujui serta melaksanakan norma-norma yang berlaku di mana individu itu berada. Sikap
Negatif yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui
terhadap norma-norma yang berlaku di mana individu itu berada.
Contoh sikap dalam penyuluhan pertanian adalah seorang penyuluh harus dapat menunjukkan
tingkah laku yang baik dan selalu memengang teguh adap yang berlaku dalam wilayah tersebut.
3. Ketrampilan
Sebagai mitra sasaran (petani), penyuluh pertanian sering disebut sebagai: fasilitator,
dinamisator, organisator, katalisator, moderator dalam proses pembelajaran. Untuk dapat
melakukan ini semua, penyuluh pertanian harus memiliki kemampuan menggunakan metoda
penyuluhan pertanian yang berdayaguna dan berhasilguna. Di samping itu, penyuluh pertanian
juga harus memiliki kemampuan penguasaan teknologi atau ide baru (inovasi) yang akan
disuluhkan dalam arti pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki perlu dipertimbangkan
dalam memilih Metode dan teknik penyuluhan pertanian yang tepat.
Contoh ketrampilan dalam penyuluhan pertanian adalah seorang penyuluh harus benar-benar
trampil dalam menyampaikan materi, trampil dan cekatan dalam praktik lapang guna
memberikan percontohan pada masyarakat tani yang disuluh.
Adopsi, dalam penyuluhan pertanian pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses penerima
inovasi atau perubahan perilaku yang baik berupa pengetahuan (Cognitive), sikap (affective),
maupun ketrampilan (psychomotoric) pada diri sesorang setelah menerima “inovasi” yang
disampaiakan penyuluh oleh masyarakat sasarannya. Adopsi dalam pembahasan ini menerima
sesuatu yang “baru” yang ditawarkan dan diupayakan oleh pihak lain atau penyuluh.
Pada dasarnya, proses adopsi pasti melalui tahapan sebelum masyarakat menerima atau
menerapkan dengan keyakinannya sendiri. Tahapan dari Adopsi yaitu :
1. Awwareness, atau kesadaran, yaitu penerima mulai sadar mengenai adanya inovasi yang
ditawarkn oleh penyuluh.
2. Interest, atau tumbuhnya minat atau keinginannya untuk bertanya, mengetahui lebih jauh
tentang inovasi yang ditawarkan.
3. Evaluation, atau penilaian terhadap baik atau buruk mengenai manfaat inovasi yang telah
diketahui informasinya secara lebih lengkap.
4. Trial, atau mencoba dalam skala kecil untuk lebih meyakinkan penilaiannya, sebalum
menerapkan untuk skala yang lebih luas lagi.
5. Adoption, yaitu menerima atau menerapkan dengankeyakinn berdasarkan penilaian dan uji
coba yang telah diamatinya sendiri.
Adopsi dalam penyuluhan pertanian pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses penerimaan
inovasi atau perubahan perilaku baik yang berupa pengetahuan, sikap, maupun keterampilan
pada diri seseorang setelah menerima inovasi yang disampaikan penyuluh pada petani atau
masyarakat sasarannya.
Inovasi yang dimaksud ini dapat berupa ide-ide dalam bercocok tanam, praktek – praktek
ataupun cara kerja dan juga pola pikir masyarakat tersebut. Penerimaan hal tersebut mengandung
makna sampai benar-benar tahu dan dapat melaksanakan atau menerapkan dalam kehidupan dan
usaha taninya.
Yang dimaksud dengan proses difusi inovasi adalah perembesan adopsi inovasi dari suatu
individu yang telah mengadopsi ke individu yang lain dalam sistem sosial masyarakat.
Pengertian difusi inovasi hampir sama dengan inovasi. Perbedaannya adalah jika dalam proses
adopsi pembawa inovasi berasal dan “luar” sistem lokal masyarakat sasaran. Sedang dalam
proses difusi, sumber informasi berasal dan dalam (orang) sistem sosial masyarakat itu sendiri.
Upaya yang dapat dlilakukan oleh penyuluh dalam mempercepat proses baik difusi maupun
adopsi adalah sebagai benikut:
Contoh difusi dalam penyuluhan pertanian adalah dalam suatu wilayah terdapat beberapa petani
yang bergabung dalam kelompok tani dimana dalam kelompok tani tersebut ada seorang petani
bernama Pak Samin telah menerapkan sistem tanam padi tajarwo 4:1 kemudian beberapa petani
tertarik karena produktifitas padi meningkat dan pemeliharaannya lebih mudah. Kemudian pak
samin memberikan informasi mengenai sistem tanam padi tajarwo 4:1 kepada masyarakat tani
yang bergabung dalam kelompok tani.
Sasaran Penyuluhan
Siapa sebenarnya yang jadi sasaran kegiatan penyuluhan? masih banyak yang bingung akan hal
ini, terutama yang jarang bersinggungan dengan masalah penyuluhan. berikut beberapa sasaran
penyuluhan yang dikutip dari berbagai sumber.
Dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2006, yang menjadi sasaran penyuluhan adalah pihak
yang paling berhak memperoleh manfaat penyuluhan meliputi sasaran utama dan sasaran
antara. Sasaran utama penyuluhan yaitu pelaku utama dan pelaku usaha. Sasaran utama
penyuluhan pertanian meliputi petani, pekebun, peternak, baik individu maupun kelompok, dan
pelaku usaha lainnya.
Sedangkan sasaran antara penyuluhan yaitu pemangku kepentingan lainnya yang meliputi
kelompok atau lembaga pemerhati pertanian, perikanan, dan kehutanan serta generasi muda dan
tokoh masyarakat. Yang dimaksud dengan generasi muda dan tokoh masyarakat yaitu generasi
muda dan tokoh masyarakat dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender.
Berbagi Informasi
BAB I.
PENDAHULUAN
Banyaknya jumlah penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian
menunjukkan demikian besar peranan sektor pertanian dalam menopang perekonomian dan memiliki
implikasi penting dalam pembangunan ekonomi ke depan. Untuk membangun pertanian dibutuhkan
SDM yang berkualitas. Lebih dari itu, tersedianya SDM yang berkualitas merupakan modal utama bagi
daerah untuk menjadi pelaku (aktor), penggerak pembangunan di daerah. Karena itu untuk membangun
pertanian, kita harus membangun sumber daya manusianya, agar kemampuan dan kompetensi kerja
masyarakat pertanian dapat meningkat, karena merekalah yang langsung melaksanakan segala kegiatan
usaha pertanian di lahan usahanya. Hal ini hanya dapat dibangun melalui proses belajar dan mengajar
dengan mengembangkan sistem pendidikan non formal di luar sekolah secara efektif dan efisien di
antaranya adalah melalui Penyuluhan Pertanian.
Yang lebih penting lagi adalah mengubah sikap dan perilaku masyarakat pertanian agar mereka
tahu dan mau menerapkan informasi anjuran yang dibawa dan disampaikan oleh Penyuluh Pertanian,
namun kenyataannya masih banyak dijumpai di dalam masyarakat bahwa kegiatam Penyuluhan
Pertanian masih dianggap kurang berhasil bahkan di beberapa tempat malah tidak berjalan. Oleh karena
itu pada kesempatan kali ini penulis sengaja memilih judul makalah Penerima Manfaat dan
Penyuluh/Fasilitator Penyuluhan Pertanian karena menarik perhatian penulis untuk dicermati dan perlu
mendapat dukungan dari semua pihak yang peduli terhadap dunia pertanian.
BAB II.
LANDASAN TEORI
Menurut Van den Ban dan Hawkins, (2011: 28) penyuluhan secara sistematis dapat didefinisikan sebagai
proses yang:
a. membantu menganalisis situasi yang sedang dihadapi dan melakukan perkiraan ke depan;
b. membantu petani menyadarkan terhadap kemungkinan timbulnya masalah dari analisis tersebut;
c. meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan wawasan terhadap suatu masalah, serta membantu
menyusun kerangka berdasarkan pengetahuan yang dimiliki petani;
d. membantu petani memperoleh pengetahuan yang khusus berkaitan dengan cara pemecahan masalah
yang dihadapi serta akibat yang ditimbulkannya sehingga mereka mempunyai berbagai alternatif
tindakan;
e. membantu petani memutuskan pilihan yang tepat yang menurut pendapat mereka sudah optimal;
g. membantu petani untuk mengevaluasi dan meningkatkan keterampilan mereka dalam membentuk
pendapat dan mengambil keputusan.
Dengan melihat rangkaian proses ini, untuk keberhasilannya tidak menjadi tanggung jawab
Penyuluh Pertanian sepenuhnya, tapi juga peran aktif dari petani. Agar semua proses berjalan dengan
lancar tanpa hambatan, komunikasi amat berperan dalam menghubungkan penyuluh dengan petani.
Menurut UU RI No. 16 tahun 2006, Sistem Penyuluhan Pertanian merupakan seluruh rangkaian
pengembangan kemampuan, pengetahuan, keterampilan serta sikap pelaku utama (pelaku kegiatan
pertanian) dan pelaku usaha melalui penyuluhan. Disebutkan pula bahwa Penyuluhan Pertanian adalah
suatu proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu
menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan
sumber daya lainnnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan,
dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Menurut Depatemen Pertanian (2009), Penyuluhan Pertanian adalah suatu pandangan hidup
atau landasan pemikiran yang bersumber pada kebijakan moral tentang segala sesuatu yang akan dan
harus diterapkan dalam perilaku atau praktek kehidupan sehari-hari. Penyuluhan Pertanian harus
berpijak kepada pengembangan individu bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu
“Penyuluhan Pertanian sebagai “upaya membantu masyarakat agar mereka dapat membantu dirinya
sendiri dan meningkatkan harkatnya sebagai manusia”.
Penyuluhan Pertanian adalah suatu upaya untuk terciptanya iklim yang kondusif guna
membantu petani beserta keluarga agar dapat berkembang menjadi dinamis serta mampu untuk
memperbaiki kehidupan dan penghidupannya dengan kekuatan sendiri dan pada akhirnya mampu
menolong dirinya sendiri ( Soeharto, N.P.2005). Selanjutkan dikatakan oleh Salim,F. (2005), Bahwa
Penyuluhan Pertanian adalah upaya pemberdayaan petani dan keluarganya beserta masyarakat pelaku
agribisnis melalui kegiatan pendidikan non formal dibidang pertanian ,agar mampu menolong dirinya
sendiri baik dibidang ekonomi, social maupun politik, sehingga meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan mereka dapat dicapai.
Menurut Valera, et.al. (1987), prinsip Penyuluhan Pertanian adalah bekerja bersama sasaran
(klien) bukan bekerja untuk sasaran. Sasaran penyuluhan adalah kelompok-kelompok masyarakat yang
berbeda dan dimulai dari apa yang diketahui dan dimiliki oleh sasaran. Dalam melaksanakan pekerjaan
harus berkoordinasi dengan organisasi pembangunan lainnya. Selanjutnya, informasi yang disampaikan
harus dua arah dan masyarakat harus ikut dalam semua aspek kegiatan pendidikan dan penyuluhan
tersebut.
BAB III
PEMBAHASAN
Pengertian tersebut mengandung makna bahwa di dalam proses pembelajaran terjadi proses-
proses lain yang terjadi secara simultan, yaitu:
a. Proses komunikasi persuasive, yang dilakukan oleh penyuluh dalam memfasilitasi sasaran (pelaku utama
dan pelaku usaha) beserta keluarganya guna membantu mencari pemecahan masalah berkaitan dengan
dan pengembangan usaha mereka. Proses pemberdayaan, maknanya adalah memberikan kuasa dan
wewenang kepada pelaku utama dan pelaku usaha sehingga setiap orang pelaku utama dan pelaku
usaha (laki-laki dan perempuan) mempunyai kesempatan yang sama untuk : a) Berpartisipasi; b)
Mengakses teknologi, sumberdaya, pasar dan modal; c) Melakukan kontrol terhadap setiap
pengambilan keputusan, dan d) Memperoleh manfaat dalam setiap lini proses dan hasi pembangunan
pertanian.
b. Proses pertukaran informasi timbal balik antara penyuluh dan sasaran mengenai berbagai alternatif
yang dilakukan dalam upaya pemecahan masalah yang berkaitan dengan pengembangan usahanya.
Pelaku utama dalam kegiatan penyuluhan pertanian adalah seorang Penyuluh Pertanian atau
juga sering disebut Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). Penyuluh Pertanian pada dasarnya adalah
aparat atau agen yang membangun pertanian, pendidik/penasehat yang mengabdi untuk kepentingan
para petani, nelayan beserta keluarganya dengan memberikan motivasi, bimbingan dan mendorong
para petani-nelayan mengembangkan swadaya dan kemandiriannya dalam berusaha tani yang lebih
menguntungkan menuju kehidupan yang lebih bahagia dan sejahtera, untuk itu seorang Penyuluh
Pertanian dituntut untuk dapat mengembangkan program dan materinya dalam melaksanakan
penyuluhan agar kinerja penyuluh lebih maksimal.
1. Penyuluh sebagai inisiator, yang senantiasa selalu memberikan gagasan/ide-ide baru.
2. Penyuluh sebagai fasilitator, yang senantiasa memberikan jalan keluar/ kemudahan-kemudahan, baik
dalam menyuluh/proses belajar mengajar, maupun fasilitas dalam memajukan usahataninya. Dalam hal
menyuluh penyuluh memfasilitasi dalam hal : kemitraan usaha, berakses ke pasar, permodalan dan
sebagainya.
3. Penyuluh sebagai motivator, penyuluh senantiasa membuat petani tahu, mau dan mampu.
4. Penyuluh sebagai penghubung yaitu penyampai aspirasi masyarakat tani dan pemerintah.
Apa yang harus PPL lakukan dan persiapkan agar penyuluhan sesuai dengan keinginan dan
harapan petani dan keluarganya yang telah dituangkan dalan programa penyuluhan dan rencana kerja
penyuluhan pertanian (RKPP) bulanan maupun tahunan:
Berdasarkan hal tersebut diatas penyuluhan yang efektif yaitu Penyuluh Pertanian sebelum
melakukan kegiatan dilapangan memahami tentang permasalahan dipetani (pelaku utama maupun
pelaku usaha), siapkan alternatif pemecahan yang harus dilakukan, lakukan penyuluhan yang tepat
seperti tersebut diatas, apabila telah selesai melakukan penyuluhan untuk melihat sejauhmana sasaran
penyuluhan ada perubahan pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai dengan tahapan adopsi inovasi
teknologi yang dianjurkannya. Penyuluhan yang dilakukan sebaiknya dilakukan secara partisipatif,
sehingga petani mampu mengemukakan pendapatnya, serta mampu menyusun rencana kegiatan yang
bermanfaat bagi dirinya, keluarga, maupun lingkungannya.
Tampak peran komunikasi amat besar dalam kegiatan penyuluhan penyuluhan, yang akan
mempengaruhi dari perencanaan hingga pelaksanaan dan evaluasinya. Penyuluh sebagai komunikator
yaitu penyampai pesan, sedangkan sasaran dalam hal ini disebut komunikan sangat yang dipengaruhi
oleh latar belakangnya, baik secara individu maupun secara berkelompok. Untuk penyuluh sendiri
adakah mereka siap melakukan komunikasi dari berbagi aspek, apakah pesan yang dibawanya sudah
sesuai dengan apa yang diinginkan sasaran juga saluran atau media yang dilakukannya sudah sesuai?,
sudah tepatkah metode yang digunakannya. Namun unsur yang paling utama dalam melakukan
perubahan perilaku ini yaitu terjadinya komunikasi yang baik antara si pemberi pesan yaitu penyuluh,
dengan si penerima pesan yaitu orang yang diharapkan perubahan perilakunya. Dalam sektor pertanian,
apakah bagaimana pelaksanaan penyuluhan pertanian di tingkat lapangan, sudah berjalan lancar, dan
sudahkah mencapai tujuan yang diharapkan?
Dalam banyak kepustakaan penyuluhan (pertanian), selalu disebut adanya sasaran atau obyek
penyuluhan pertanian, yaitu: petani dan keluarganya. Pengertian itu telah menempatkan petani dan
keluarganya dalam kedudukan ”yang lebih rendah” dibanding para penentu kebijakan pembangunan
pertanian, para Penyuluh Pertanian, dan pemangku kepentingan pembangunan pertanian yang lainnya
(Mardikanto, 2010). Menurut Naskah Akademik Sistem Penyuluhan Pertanian (2005), maka sasaran
penyuluhan pertanian menjadi tidak hanya petani dan keluarganya tetapi mencakup para pemangku
kepentingan (stakeholders). Sasaran penyuluhan pertanian era Bimas adalah Kelompok Tani yang
diistilahkan sebagai receiving mechanism dari Delivery system (Catur Sarana).
3. BUUD dan KUD sebagai penyedia sarana produksi, pupuk, pestisida dan sarana pertanian lainnya serta
membeli gabah/beras dari petani;
4. KIOS, sebagai tempat penyaluran sarana produksi pertanian kepada petani.
Sasaran penyuluhan menurut UU No. 16 Tahun 2006, Bab III, Pasal 5 sebagai berikut:
1. Pihak yang paling berhak memperoleh manfaat penyuluhan meliputi sasaran utama dan sasaran antara;
2. Sasaran utama penyuluhan yaitu pelaku utama dan pelaku usaha;
3. Sasaran antara penyuluhan yaitu pemangku kepentingan lainnya, yang meliputi kelompok atau lembaga
pemerhati pertanian, perikanan dan kehutanan serta generasi muda dan tokoh masyarakat.
1. Berbeda dengan kedudukannya sebagai “sasaran penyuluhan”, sebagai penerima manfaat, petani dan
keluarganya memiliki kedudukan yang setara dengan penentu kebijakan, penyuluh dan pemangku
kepentingan agribisnis yang lain.
2. Penerima manfaat bukanlah obyek atau “sasaran tembak” yang layak dipandang rendah oleh penentu
kebijakan dan para penyuluh, melainkan ditempatkan pada posisi terhormat yang perlu dilayani dan
atau difasilitasi sebagai rekan sekerja dalam mensukseskan pembangunan pertanian.
3. Berbeda dengan kedudukannya sebagai “sasaran penyuluhan” yang tidak punya pilihan atau
kesempatan untuk menawar setiap materi yang disuluhkan selain harus menerima/mengikutinya,
penerima manfaat memiliki posisi tawar yang harus dihargai untuk menerima atau menolak inovasi yang
disampaikan penyuluhnya.
4. Penerima manfaat tidak berada dalam posisi di bawah penentu kebijakan dan para penyuluh, melainkan
dalam kedudukan setara dan bahkan sering justru lebih tinggi kedudukannya, dalam arti memiliki
kebebasan untuk mengikuti ataupun menolak inovasi yang disampaikan oleh penyuluhnya.
5. Proses belajar yang berlangsung antara penyuluh dan penerima manfaatnya bukanlah bersifat vertikal
(penyuluh menggurui penerima manfaatnya), melainkan proses belajar bersama yang partisipatip.
Dari pengertian tentang penyuluhan pertanian sebagai sistem agribisnis yang disampaikan oleh
Mardikanto (2003), jelas bahwa kegiatan penyuluhan pertanian akan melibatkan banyak pemangku
kepentingan (stakeholders).
Di samping itu, keberhasilan penyuluhan pertanian tidak hanya tergantung pada efektivitas
komunikasi antara penyuluh dan petani beserta keluarganya, tetapi sering lebih ditentukan oleh
perilaku/ kegiatan pemangku kepentingan pertanian yang lain, seperti: produsen sarana produksi,
penyalur kredit usaha-tani, peneliti, akademisi, aktivis LSM, dll. yang selain sebagai agent of
development sekaligus juga turut menikmati manfaat kegiatan penyuluhan pertanian.
Istilah penerima manfaat dan pemangku kepentingan penyuluhan juga identik dengan “klien
penyuluhan”. Menurut Lionberger dan Gwin (1982), para penyuluh perlu bekerjasama dengan berbagai
pihak dalam kegiatan pelayanan pembangunan pertanian. Termasuk dalam kelompok ini adalah para
penyalur pupuk, pestisida, pengembang benih, penyedia kredit dan mereka yang terlibat dalam
lembaga-lembaga pertanian yang memiliki hubungan dengan pemerintah (seperti: koperasi, kelompok
tani, Pusat Pelestarian Alam, dan sebagainya) atau sering disebut dengan “klien penyuluh”. Lembaga-
lembaga pelayanan dan pemberi informasi yang baik, akan sangat membantu dalam pemberian
informasi kepada petani.
Mosher dalam Lionberger dan Gwin (1982), menyebutkan adanya klien yang lain yang disebut
sebagai pengatur (conditioner). Mereka itu tidak memiliki jabatan apa pun dalam kelembagaan
pertanian maupun lembaga pelayanan, akan tetapi memegang/memiliki kedudukan dan pengaruh yang
kuat dalam kehidupan masyarakat setempat. Termasuk di dalam kelompok pengatur ini adalah: para
pemuka agama, pejabat lokal, dan politisi yang berpengaruh. Meskipun bukan merupakan unsure
esensial, tetapi dukungan mereka sangat membantu pembangunan pertanian. Mereka ini, akan selalu
memegang teguh segala informasi yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, pada umumnya.
Himbauan-himbauan mereka, umumnya selalu dihormati atau ditaati oleh masyarakatnya. Meskipun
demikian, mereka jarang mengharapkan imbalan atau berlaku eksploitatif.
BAB IV.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari pokok permasalahan (Rumusan Masalah tersebut adalah:
1. Istilah penyuluhan berasal dari bahasa Belanda voorlichting yang berarti memberi penerangan untuk
menolong seseorang menemukan jalannya. Atau dalam arti luas Penyuluhan Pertanian adalah suatu
proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong
dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan
sumberdaya lainnnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan,
dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.
2. Pelaku utama kegiatan Penyuluhan adalah Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). Dalam arti luas PPL
dapat diartikan Penyuluh Pertanian pada dasarnya adalah aparat atau agen yang membangun pertanian,
pendidik/penasehat yang mengabdi untuk kepentingan para petani, nelayan beserta keluarganya
dengan memberikan motivasi, bimbingan dan mendorong para petani-nelayan mengembangkan
swadaya dan kemandiriannya dalam berusaha tani yang lebih menguntungkan menuju kehidupan yang
lebih bahagia dan sejahtera.
Daftar Pustaka
Departemen Pertanian, 2006. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, Jakarta.
Eliizabeth, R. 2007. Fenomena sosiologis metamorphosis petani:ke arah keberpihakan pada masyarakat petani di
pedesaan yang terpinggirkan terkait konsep ekonomi kerakyatan. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Vol
25 No. 1. 29-42.Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor.
Hubeis, A. V. 2007. Pengaruh Desain Pesan Video Intruksional Terhadap Peningkatan Pengetahuan Petani Tentang
Pupuk Agrodyke. Jurnal Agro Ekonomi. 25-1. Departemen Komunikasi dan Pemberdayaan Masyarakat.
Fema IPB.
Ilham, N dan Hermanto.S. 2007. Dampak Kebijakan Harga Pangan dan Kebijakan Moneter Terhadap Stabilitas
Eonomi Makro. Jurnal Agro Ekonomi. Vol 25 No.1 55-83. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian, Bogor.
Mardikanto, Totok. 2010. Sistem Penyuluhan Pertanian. Program Studi Pemberdayaan Masyarakat-Program Studi
Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Rochaeni, S, dan Lakollo, E.M. 2005. Faktor –faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Ekonomi Rumah Tangga Petani
di Kelurahan Setugede Kota Bogor. Jurnal Agro Ekonomi. 23-2. Universitas Patimurra, Ambon.
Sukiyono, Ketut. 2005. Faktor Penentu Tingkat Efesiensi Teknik Usaha Tani Cabai Merah di Kecamatan Selupu
Rejang Kabupaten Rejang Lebong. Jurnal Agro Ekonomi. 23-2. Universitas Bengkulu.
Suradisastra, K. 2008. Startegi Pemberdayaan Kelembagaan Petani. Forum Penelitian Agro Ekonomi. 26-2. Pusat
Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor.
Subandi, 2008. Permasalahan Produksi Kedelai. Tekhnologi Untuk Meningkatkan Produktivitas Kedelai. Sinar Tani 23
Januari 2008.
Subejo, 2008. Sistem Penyuluhan di jepang: Konsep, Peran dan Perkembangan Penyuluhan Pertanian dan Pedesaan.
UGM, Yogyakarta.
Supandi, 2008. Menggalang Patisipasi Petani Untuk Meningkatkan Produksi Kedelai Menuju Swasembada. Jurnal
Litbang Pertanian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor.
Suryana, A. dan Ketut. K. 2008. Ekonomi Padi Asia: Suatu Tinjauan Berbasis Kajian Komparatif. Jurnal. Badan Litbang
Pertanian, Balai Besar Pengembangan dan Pengkajian Tekhnologi Pertanian, Bogor.
Syahyuti, 2006. 30 Konsep Penting Dalam Pembangunan Pedesaan dan pertanian. Penjelasan tentang konsep,
istilah, teori dan indikator serta variabel. Bina Rena Pariwara, Jakarta.
Yusdja, Y dkk. 2004. Analisis Peluang Kesempatan Kerja dan Pendapatan Petani Melalui Pengelolaan Usaha Tani
Bersama. Jurnal Agro Ekonomi. Vol 22 No.1. 1-25. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Pertanian, Bogor.
Yusdja, Y dan Nyak.I. 2007. Suatu Gagasan Tentang Peternakan Masa depan dan strategi mewujudkannya. Forum
Penelitian Agro Ekonomi. Vol 25 No.1. 19-28. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian,
Bogor.