Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HUKUM DAN ADMINISTRASI PEMBANGUNAN

Penerapan Transformasi Pelayanan Publik Baru (E-Government) didalam

Paradigma New Public Management pada Reformasi Administrasi di Indonesia

DOSEN PENGAMPU:

Dr. Putu Oktavia ST., MA., ME

DISUSUN OLEH:

Daud Anggara Semidang (113.18.017)

PRGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

INSTITUT TEKNOLOGI DAN SAINS BANDUNG

2021
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Penerapan Transformasi
Pelayanan Publik Baru (E-Governance) didalam Paradigma New Public Management
pada Reformasi Administrasi di Indonesia ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari dosen
pengampu yaitu ibu Dr. Putu Oktavia, ST., MA., ME. pada mata kuliah Hukum dan
Administrasi Pembangunan Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Manajemen Sektor Publik di Indonesia bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu Dr. Putu Oktavia, ST., MA., ME. selaku dosen
pengampu mata kuliah Hukum dan Administrasi Pembangunan jurusan Perencanaan Wilayah
dan Kota yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Bandar Lampung, 10 Febuari 2021

Daud Anggara Semidang

2
DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................................................... 5
1.4 Metode Penelitian ......................................................................................................................... 5
BAB II..................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 6
2.1 Analisis Manajemen Sektor Publik di Indonesia .......................................................................... 6
2.2 Paradigma Manajemen Sektor Publik (New Public Management) ............................................... 6
2.2.1 Model NPM ............................................................................................................................... 7
2.2.2 Prinsip New Public Management (NPM) .............................................................................. 8
2.3 Paradigma Good Governance ..................................................................................................... 10
2.4 Transformasi Pelayanan Publik melalui e-government .............................................................. 11
BAB III ................................................................................................................................................. 15
PENUTUP ............................................................................................................................................ 15
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................... 15
3.2 Saran ..................................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 16

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyaknya pandangan negatif ke arah layanan sektor publik di Indonesia telah memotivasi
banyak orang untuk melakukan perbaikan atau reformasi. Salah satu reformasi yang
dibutuhkan adalah reformasi pada sektor manajemen publik dan terutama masalah yang
berhubungan dengan penerapan prinsip manajemen publik yang dijalankan pemerintah saat ini.
Pada tahun 1980an reformasi sektor publik dilakukan di beberapa negara sebagai tanggapan
atas berbagai kritik keras terhadap lemahnya sektor publik. Berbagai perubahan dilakukan
sebagai pertanda gerakan reformasi di sektor publik. Prinsip Manajemenm Publik yang paling
dikenal oleh banyak negara adalah konsep New Public Management, disingkat NPM dan
reinventing government. Reformasi administrasi diadopsi selama 1980an dan 1990an untuk
mendefinisikan NPM lebih baik daripada prinsip manajemen publik lainnya dan terdefinisi
dengan baik sebagai seperangkat alat administratif. Walaupun generalisasi tentang reformasi
kebijakan mungkin terkait dengan NPM, generalisasi tersebut selalu mencerminkan adopsi
sejarah kelembagaan lokal, budaya dan tujuan kebijakan. Saya coba menganalisa bagaimana
aspek-aspek kunci dari pembangunan kapasitas adaptif di negara berkembang yang ada di
Benua Eropa dan Amerika seperti Norwegia dan Meksiko secara langsung atau tidak langsung
dipengaruhi oleh reformasi NPM. Bagaimana kasus reformasi NPM dari negara berkembang
dan demokrasi baru (Meksiko) dan kasus negara-negara yang memiliki sejarah panjang dalam
proses demokrasi dan stabilitas politik (Norwegia) kemudian menyoroti kesamaan yang
menjadi tujuan dalam konteks reformasi NPM didalam pelaksanaan Manajemen Administrasi
oleh pemerintah di Indonesia. Meskipun kedua studi ini pada awalnya tidak dirancang untuk
membandingkan atau berbagi pendekatan umum didalam penelitian, dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kesamaan melalui analisis komparatif dari dua konteks yang beragam secara
geografis sangat berguna untuk memunculkan subjek dan tidak menggeneralisasi suatu kasus
tertentu. Kita tidak berbicara apakah reformasi NPM kemudian akan efektif dalam mencapai
tujuan pemerintah, melainkan bagaimana proses pelaksanaan reformasi NPM mungkin telah
mempengaruhi kapasitas adaptif dan kerentanan terhadap perubahan lingkungan saat ini dan
masa yang akan datang dalam konteks geografis tertentu di mana reformasi manajemen
administrasi publik tersebut diadopsi. Perlunya Transformasi Pelayanan baru pada sektor
publik tentu sebagai bentuk kritik terhadap paradigma New Public Management yang terjadi

4
saat ini. Apakah Indonesia akan menjadi salah satu contoh kegagalan yang dihasilkan dari
penerapan NPM di negara berkembang. Tranformasi Pelayanan pada sektor publik baru dapat
diasumsikan menjadi solusi dari beberapa persoalan yang terjadi pada penerapan New Public
Management (NPM) di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam makalah ini akan membahas segala hal yang berkaitan dengan Penerapan E-
Government sebagai Transformasi Pelayan Publik didalam Paradigma New Public Managemet
pada Reformasi Adminstrasi di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan beberapa rumusan
masalah untuk memperjelas dan menspesifikasikan pembahasan antara lain sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi Manajemen Sektor Publik di Indonesia?


2. Bagaimana paradigma New Public Management terjadi di Indonesia?
3. Bagaimana Penerapan Transformasi Pelayanan Sektor Publik melalui E-Government
di Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan beberapa pertanyaan yang
terdapat pada rumusan masalah.

1. Menjelaskan kondisi Manajemen Sektor Publik di Indonesia


2. Mendeskripsikan bagaimana Paradigma New Public Management terjadi Indonesia.
3. Mendeskripsikan bagaimana penerapan Transformasi Pelayanan Sektor Publik baru
melalui E-Government pada Reformasi administrasi di Indonesia.

1.4 Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Analisa deskriptif dan verifikatif.
Menurut Sugiyono (2016: 2) metode deskriptif adalah sebagai berikut: “Metode deskriptif
adalah metode yang digunakan untuk mendeskripsikan atau menganalisis hasil penelitian tetapi
tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas” (Moleong & Edisi, 2004).
Sedangkan metode verifikasinya adalah sebagai berikut: "Metode verifikasi adalah untuk
memeriksa apakah itu dijelaskan untuk menguji dengan atau tanpa perbaikan yang telah
diterapkan di tempat lain dengan masalah serupa dengan kehidupan".

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Analisis Manajemen Sektor Publik di Indonesia


Analisis Manajemen Sektor Publik di Indonesia Dalam perkembangannya, hingga saat ini
penerapan Manajemen Publik Baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia telah
menunjukkan perkembangan yang positif, yang berdampak pada peningkatan kinerja
pemerintah. Reformasi sektor publik memegang peranan penting dalam agenda New Public
Management karena penerapan New Public Management terkait dengan konsep manajemen
kinerja sektor publik dimana pengukuran kinerja menjadi salah satu prinsipnya. Karena jika
sektor publik masih menggunakan pendekatan administratif, sektor publik tidak akan mampu
memenuhi permintaan tersebut. Karena konsep NPM membutuhkan desentralisasi, devolusi
(pendelegasian) dan pemberian kewenangan yang lebih besar kepada bawahan (pemerintah
daerah) yang bertujuan untuk menciptakan organisasi yang lebih efisien. Di Indonesia,
pelaksanaan desentralisasi dibuktikan dengan adanya otonomi daerah yang telah diberikan,
kewenangan dan kewajiban mengatur dan mengurus urusan dan kepentingan masyarakat serta
kepentingan masyarakat setempat secara jelas diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

2.2 Paradigma Manajemen Sektor Publik (New Public Management)


NPM merupakan paradigma pelayanan publik yang memiliki ide dan pendekatan praktek pada
sektor swasta dan bisnis. Suatu manajemen Pemerintah untuk menerapkan pemikiran NPM
sangat berorientasi pada jiwa dan semangat kewirausahaan, maka manajemen publik yang baru
di badan pemerintah dapat disebut sebagai Manajemen Perusahaan. (Pratama & Kalalinggi,
2019) Dalam doktrin NPM atau Reinventing Government, pemerintah disarankan untuk
meninggalkan paradigma sistem dan prosedur administrasi tradisional yang cenderung
mengutamakan, kemudian menggantinya dengan orientasi pada prestasi kerja atau hasil. NPM
cenderung menjadi model efektif yang telah membantu banyak negara maju dalam mengatasi
masalah yang ditimbulkan oleh model manajemen publik tradisional. Namun, keberhasilan
NPM di negara maju tidak berarti akan membantu negara berkembang dengan cara yang sama.
Banyak kritik telah dibuat bahwa reformasi NPM yang berorientasi pada klaim akan gagal jika

6
diterapkan di negara berkembang. Contoh kritik ini dieksplorasi secara singkat di sini. Pertama,
meskipun model NPM bertujuan untuk transparansi dan pemberantasan korupsi di sektor
publik, model ini cenderung menimbulkan efek sebaliknya, yang mengarah pada tingkat
korupsi yang lebih tinggi. Ini karena NPM memberikan kebebasan yang lebih besar kepada
manajer publik daripada yang mereka gunakan untuk bekerja sama dengan tingkat pengawasan
yang lebih rendah, ini dapat menciptakan iklim yang subur untuk korupsi. Mengenai
desentralisasi, ada resistensi yang kuat terhadap desentralisasi di negara berkembang karena
sejarah panjang sentralisasi di sektor publik. Namun, mempertahankan sentralisasi mengarah
pada maraknya korupsi yang pada akhirnya menghambat penerapan NPM (Srisook et al., 2011)

2.2.1 Model NPM


Jalannya NPM dapat dibagi menjadi beberapa model masing-masing dengan penekanan yang
berbeda. Berikut dijelaskan secara singkat empat model NPM. (Ferlie, Lynn Jr, & Pollitt, 2005)

• Model pertama New Public Management didorong oleh tujuan untuk melakukan
efisiensi (penggerak efisiensi). NPM menggunakan asumsi didalam proses manajemen
efisiensi. Asumsi yang digunakan adalah boros birokrasi, over birokratis dan berkinerja
buruk. Upaya yang dilakukan adalah menjadikan birokrasi menjadi lebih seperti bisnis
yang dilandasi oleh nilai 'efisiensi'. Praktik yang muncul antara lain memerangi kontrol
keuangan, peminggiran serikat pekerja, melakukan pemberdayaan terbatas dan
menekankan manajemen kewirausahaan, namun tetap dengan akuntabilitas hierarki
yang ketat.
• Model kedua New Public Management didorong oleh tujuan Perampingan dan
Desentralisasi. NPM menargetkan fleksibilitas dalam organisasi dan efisiensi dengan
melakukan pemisahan dan perampingan organisasi. Gerakan untuk memberantas
organisasi masif birokrasi yang terintegrasi secara vertikal, menurunkan derajat
standarisasi yang tinggi, meningkatkan desentralisasi tanggung jawab yang bersifat
strategis dan pengelolaan anggaran, meningkatkan contracting-out dan memisahkan
sebagian kecil dari strategi (pembuatan kebijakan) dan bagian lain yang lebih besar dan
bersifat operasional.
• Model Ketiga New Public Management didorong oleh tujuan mencari keunggulan.
NPM terkait erat dengan gelombang keunggulan. Model ini menunjukkan bagaimana
penerapan human relation school yang mengedepankan budaya / budaya organisasi
dalam pelayanan publik. Model ketiga sangat menolak model pertama dengan

7
pendekatan yang sangat rasional. Sebaliknya model ketiga menekankan pada peran
nilai dan budaya dalam organisasi.
• Model Keempat New Public Management didorong oleh tujuan Orientasi Pelayanan
Publik. Model ini mengingat manajemen kualitas total di sektor publik dan perhatian
kepada pengguna layanan publik.

2.2.2 Prinsip New Public Management (NPM)


Salah satu pendekatan utama NPM adalah mengelola sektor publik sesuai dengan prinsip-
prinsip yang berbasis pasar. Hambatan utama untuk menerapkan prinsip ini di negara
berkembang adalah tidak memadainya infrastruktur serta kurangnya pengalaman dalam
operasi pasar. Ini harus dipertimbangkan bahwa kegagalan tidak terbatas pada
perusahaanperusahaan publik tetapi juga banyak ada di pasar. Selain itu, ada beberapa
perusahaan publik di negara-negara maju yang dioperasikan dengan baik dan sangat sukses
yang tidak perlu privatisasi. Jadi, setiap kasus harus dipertimbangkan secara individual
daripada keputusan bahwa semua perusahaan publik harus diprivatisasi di negara berkembang.
(Hughes, 1998)

(Akbar, 2015) mengemukakan setidaknya terdapat 10 prinsip yang dikembangkan didalam


New Public Management (NPM).

1. Pemerintah katalis (Pemerintah Katalis, Mengarahkan, mengatur dan mengendalikan


daripada pelaksana langsung) Prinsip ini merupakan gambaran bahwa hanya peran
pemerintah langsung yang dapat diartikan sebagai pukulan atau memberikan
pengaturan pelayanan publik. Sedangkan pelayanan publik sendiri dilakukan oleh pihak
lain. Secara tidak langsung muncul definisi baru tentang peran pemerintah antara
fasilitator atau katalisator. Pemerintah (kota) akan lebih cenderung untuk
mendefinisikan masalah dan kemudian menyiapkan berbagai sumber daya untuk
digunakan oleh orang lain dalam menangani masalah tersebut.
2. Komunitas milik pemerintah, (Komunitas dengan tujuan memberdayakan daripada
melayani). Prinsip ini berupaya memberikan peran aktif masyarakat untuk berperan
serta mendukung keberhasilan suatu pelayanan publik. Dalam hal ini, pemerintah
memberikan kapasitas kepada masyarakat untuk memiliki kewenangan. Pemberian
otoritas kepada masyarakat tidak hanya mengubah ekspektasi dan menumbuhkan
kepercayaan yang biasanya memberikan solusi yang jauh lebih baik terhadap mereka
daripada melawan masalah layanan publik biasa. Meski pemerintah mendorong

8
kepemilikan dan kontrol kepada masyarakat, namun tanggung jawab mereka belum
selesai. Pemerintah tidak menghasilkan jasa, tetapi pemerintah tetap bertanggung jawab
untuk memastikan bahwa kebutuhan terpenuhi.
3. Pemerintah Kompetitif (Pemerintah Kompetitif, Menanamkan Persaingan ke dalam
Pemberian Layanan). Prinsip ini untuk menerapkan semangat bersaing antar pemberi
layanan guna mencapai pelayanan publik yang optimal. Prinsip ini cukup berhasil
karena memberikan persaingan monopolistik. Persaingan ini dapat dimanfaatkan dalam
pemerintahan untuk meningkatkan kualitas dan peningkatan pelayanan pemerintahan.
Namun kompetisi yang dimaksud adalah kompetisi antar tim atau antar organisasi yang
dapat membangun semangat dan kreativitas yang langgeng. Manfaat terkait, persaingan
memiliki beberapa keuntungan misalnya efisiensi yang lebih besar atau mendatangkan
lebih banyak uang, memaksa monopoli pemerintah atau sektor swasta untuk
menanggapi semua kebutuhan pelanggannya, menghargai inovasi karena tanpa inovasi,
monopoli akan melumpuhkannya, dan persaingan tersebut menimbulkan rasa harga diri
dan moral pegawai negeri, Dalam prosesnya, orang Amerika telah mengembangkan
beberapa metode yang hampir tidak terbatas, misalnya, persaingan publik melawan
swasta, persaingan swasta melawan persaingan swasta dan publik melawan publik.
4. Pemerintah atas dorongan Visi Misi. (mengubah organisasi atas dorongan pemerintah)
Prinsip pemerintah yang digerakkan oleh misi, memiliki prinsip untuk menentukan
tujuan yang ingin dicapai sebelum menentukan langkah yang akan diambil. Mekanisme
cara begerak Visi misi dilaksanakan oleh penyedia layanan publik. Organisasi yang
didorong oleh misi untuk memberikan kebebasan kepada karyawan dalam mencapai
misi organisasi dengan metode paling efektif yang dapat mereka temukan. Keuntungan
dari proses yang memprioritaskan misi termasuk organisasi yang digerakkan oleh misi
yang lebih efisien daripada organisasi yang didorong oleh peraturan, oleh misi juga
lebih efektif daripada organisasi yang digerakkan oleh undang-undang dan bisa juga
membawa hasil yang lebih baik, organisasi yang didorong oleh misi lebih inovatif
daripada yang didorong oleh peraturan dan organisasi yang digerakkan oleh misi lebih
fleksibel daripada yang didorong oleh peraturan. Salah satu metode yang dapat
digunakan adalah misi berbasis anggaran.
5. Pemerintah Berorientasi Hasil (Pemerintah Berorientasi Hasil, Hasil Pendanaan, Bukan
Masukan). Prinsip pemerintah yang berorientasi pada hasil mencoba mengubah
paradigma, yaitu fokus pada outcome daripada input. Pasalnya, dalam sejumlah

9
pendekatan sebelumnya dalam birokrasi tradisional masih fokus pada input, bukan
outcome.
6. Pemerintah Berorientasi pada Pelanggan (Pemerintah yang Didorong Pelanggan,
Memenuhi Kebutuhan Pelanggan, Bukan Birokrasi) Prinsip ini berusaha untuk
memberi penghargaan kepada pelanggan atas layanan publik. Penghargaan yang
diberikan kepada harus mulai meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui umpan
balik dari pelanggan serta orientasi kepuasan pelanggan. Pelanggan yang dimaksud
dalam hal ini adalah semua pihak yang menikmati layanan publik dari pemerintah.
7. Pemerintah Wirausaha (Pemerintah giat, Menghasilkan daripada Menghabiskan).
Prinsip ini dicari tidak hanya dari pengeluaran, tetapi juga pendapatan mereka dari
bisnis pemerintah.
8. Tata Kelola Antisipatif (Pemerintah Antisipatif, Pencegahan Bukan Penyembuhan).
Prinsip ini adalah pelayanan publik langsung untuk melakukan pelayanan preventif
sebelum tindakan kuratif, misalnya ada saatnya pemerintah fokus pada pembangunan
sistem air dan saluran air limbah untuk mencegah penyakit. Penyedia layanan publik
ini melakukan tindakan yang mencegah terjadinya kondisi yang lebih buruk.
9. Desentralisasi pemerintahan (Pemerintahan Terdesentralisasi, dari Hirarki ke
Partisipasi dan Kerja Sama Tim) Prinsip ini mengurai sistem pemerintahan yang
cenderung terpusat yang menyebabkan biaya produksi dan distribusi tinggi. Penyedia
layanan publik melakukan distributor layanan di tingkat yang lebih terdesentralisasi
sehingga layanan publik lebih dekat dengan pelanggan. Beberapa dekade yang lalu,
pemerintahan terpusat dan hierarkis sangat diperlukan. Pengambilan keputusan harus
datang dari pusat, mengikuti rantai komando hingga staf yang paling terkait dengan
publik dan bisnis.
10. Pemerintah Berorientasi Pasar (Pemerintah Berorientasi Pasar, Memanfaatkan
Perubahan Melalui Pasar) Prinsip ini memberikan pilihan kepada pemerintah untuk
melakukan mekanisme pasar dalam pengambilan kebijakan pelayanan publiknya.

2.3 Paradigma Good Governance


Paradigma Good Public Governance dikembangkan dari adanya konsep konsep manajemen
publik governance dimana pendekatan ini merujuk pada sebuah konsep dimana terjadi interaksi
antara para stakeholders dengan tujuan mempengaruhi hasil kebijakan yang dibuat.
Stakeholders tersebut meliputi antara lain masyarakat, organisasi masyarakat, organisasi

10
swasta, lembaga publik, media massa, organisasi nirlaba, kelompok yang memiliki
kepentingan dan sebagainya. Belakangan ini, good governance telah menjadi konsep yang
biasa digunakan dalam ilmu politik, administrasi publik, dan khusus dalam pengembangan
manajemen. Konsep good governance seringkali muncul bersamaan dengan konsep demokrasi,
masyarakat sipil, partisipasi rakyat, hak asasi manusia dan pembangunan sosial yang
berkelanjutan. Dalam dekade terakhir pemerintahan yang baik sering dikaitkan dengan
reformasi sektor publik. Oleh karena itu dalam paradigma ini unsur utama adalah partisipasi,
transparansi, akuntabilitas dan daya tanggap (responsiveness). Dengan demikian pengertian
good governance itu sendiri adalah suatu sistem pemerintahan yang transparan, akuntabel,
mengandung kebenaran, adil, demokratis, partisipatif dan tanggap terhadap kebutuhan
masyarakat.

2.4 Transformasi Pelayanan Publik melalui e-government


Lahirnya konsep New Public Services atau Pelayanan Publik Baru juga karena adanya kritik
terhadap NPM dianggap sebagai paradigma yang melupakan tugas pokok pemerintah yang
seharusnya, yaitu mengabdi kepada masyarakat karena penyelenggaraan negara tidak sama
dengan organisasi bisnis. Administrasi negara harus digerakkan sebagai penggerak
pemerintahan yang demokratis. pandangan baru dalam pelayanan publik yaitu perkembangan
demokrasi. Layanan Publik Baru menyerukan kepada pemerintah untuk melayani publik
sebagai warga negara, bukan pelanggan; memenuhi kepentingan umum; memprioritaskan
warga negara di atas kewirausahaan; berpikir strategis dan bertindak demokratis, artinya
pemerintah Harus mampu bertindak cepat dan menggunakan pendekatan dialog dalam
menyelesaikan permasalahan publik menyadari kompleksitas akuntabilitas dimana
akuntabilitas merupakan proses yang sulit dan terukur serta harus dilakukan dengan metode
pelayanan yang tepat. (Denhardt, 2007)menyatakan bahwa dengan munculnya paradigma baru
pelayanan publik diharapkan kata-kata seperti demokrasi, warga, dan kebanggaan lebih umum
digunakan daripada istilah pasar, persaingan, dan pelanggan. Pemikiran ini dilandasi oleh
pergeseran paradigma bahwa pelayanan publik seharusnya tidak seperti bisnis tetapi harus
berjalan seperti demokrasi.

Pada Tanggal 9 Juni 2003, mantan Presiden Indonesia ke-5 Megawati Soekarnoputri telah
mengeluarkan Intruksi Presiden No. 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan E-Government. Secara Normatif, Intruksi Presiden tersebut mengawali
pengembangan pelayanan publik baru melalui E-Government di Indonesia. Pada tahun 2020

11
indonesia menempati posisi 88 pada World E-Government Development Ranking yang
dikeluarkan oleh Lembaga PBB (Persatuan Bangsa-bangsa) (‘EGOVKB | United Nations > 2020)

Gambar 1. World E-Government Development Ranking Indonesia – United Nations 2020

Berdasarkan gambar diatas, diketahui sejak tahun 2003, Indonesia mengalami kenaikan dan
penurunan peringkat, dan di tahun 2020 Indonesia berhasil berada di posisi 88 pada Ranking
E-Government Depelopment dari 193 negara anggota PBB. (‘EGOVKB | United Nations >
Data > Indonesia’)

Tabel 1. World E-Government Development Index Indonesia– United Nations 2020

E-Government 2020 2018 2016 2014 2012 2010


Index
Indonesia (Rank) 88 107 116 106 97 109
Indonesia (Value) 0,66120 0,52580 0,44784 0,44874 0,49486 0,40264

Apabila kita bandingkan dengan Rannking dan Value dari E-Government Development Index
Singapura terlihat jelas sekali perbedaannya.

Tabel 2. World E-Government Development Index Singapore– United Nations 2020

E-Government 2020 2018 2016 2014 2012 2010


Index
Indonesia (Rank) 11 7 4 3 10 11
Indonesia 0,91500 0,88120 0,88280 0,90762 0,84742 0,74760
(Value)

12
Berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2 dapat kita lihat bahwa penyebab jauhnya perbandingan
perolehan ranking yang diperoleh Indonesia dibandingkan dengan Singapura yang selalu
menduduki peringkat 10 besar berdasarkan survey yang dilakukan PBB tersebut, adalah karena
masih jauhnya penggunaan pemberian layanan publik berbasis elektronik di Indonesia yang
penggunaannya masih diangka 0,66120 atau 66,12 % sedangkan Singapura telah berada di
angka 0,91500 atau 91,5 % yang hampir menyentuh angka 100 %.

Selama dua dekade ini, Indonesia telah mengalami perubahan sosial yang cukup besar. Nilai-
nilai yang ada dalam masyarakat perlahan mulai bergeser dari nilai tradisional menuju nilai
modern. Hal ini perlu direspon dengan adanya perubahan pada tubuh birokrasi Institusi
Pemerintah yang memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Perlu adanya perubahan
paradigma Administrasi, manajemen publik, meninggalkan perspektif Old Public
Administration menuju perspektif New Public Service.(e-government-dan-reformasi-
birokrasi’)

Janet dan Robert Denhart (Denhardt & Denhardt, 2003) mengemukakan bahwa terdapat 7
karakter prinsip New Public Service:

1 Pelayan Publik (Aparatur Sipil Negara/ASN) memiliki peran utama sebagai pembantu
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan mereka, bukan berarti
mengendalikan atau mengarahkan masyarakat ke arah yang baru.
2 Seluruh Administrator Publik sepakat terhadap gagasan bahwa kepentingan publik adalah
kepentingan yang terpenting atau utama.
3 Kebijakan dan Program-program pemerintah haruslah atas dasar kepentingan masyarakat
dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dengan upaya-upaya kolektif serta proses
kolaboratif agar kebijkan dan program pemerintah tersebut menjadi efektif dan responsif.
4 Kepentingan publik merupakan hasil dialektika nilai-nilai bersama daripada kepentingan
pribadi/individu.
5 Pelayan Publi (ASN) wajib menjunjung tinggi moral, peraturan perundang-undangan yang
berlaku, hukum konstitusi, nilai-nilai sosial, norma politik, standar profesional, dan
kepentingan masyarakat.
6 Organisasi pemerintah dan para pemangku kepentingan bekerja sama dalam proses
kolaborasi (Processes of colaboration) dan kepemimpinan bersama.

13
7 Kepentingan publik sebaiknya dilayani oleh Pelayan Publik (ASN) dan masyarakat secara
bersama-sama daripada dilakukan oleh pihak swasta yang bertindak seolah-olah uang
publik adalah uang mereka sendiri.

Berdasarkan ke tujuh prinsip New Public Service tersebut maka dapat dilihat bahwa perlu
adanya reformasi secara politik, manajemen dan administrasi. Jika tidak diimbangi dengan
reformasi ini maka akan sulit pemerintah dalam menerapkan transformasi pelayanan publik
berbasis e-government ini. Karena pengembangan dan pengoptimalisasian e-government
membutuhkan perubahan perspektif Administrasi negar dari Old Public Administration
menuju new Public Service.

Berdasarkan perbandingan tabel 1 dan 2 tadi mengindikasikan bahwa kerjasama antar instansi
pemerintah masih kurang, sinergisme dan koordinasi antar lembaga pemerintah yang ada di
Indonesia masih kurang, perlu adanya konsistensi dari pemerintah dalam melakukan
pengembangan perubahan pelayanan sektor publik tersebut. Hal ini tentu membuat pelayanan
publik berbasis e-government di Indonesia masih cukup tertinggal dari negara-negara maju
seperti Singapura.

14
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
• Manajemen Sektor Publik di Indonesia Dalam perkembangannya, hingga saat ini
penerapan Manajemen Publik Baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia
telah menunjukkan perkembangan yang positif, yang berdampak pada peningkatan
kinerja pemerintah. Karena konsep NPM membutuhkan desentralisasi, devolusi dan
pemberian kewenangan yang lebih besar kepada bawahan yang bertujuan untuk
menciptakan organisasi yang lebih efisien. Di Indonesia, pelaksanaan desentralisasi
dibuktikan dengan adanya otonomi daerah yang telah diberikan, kewenangan dan
kewajiban mengatur dan mengurus urusan dan kepentingan masyarakat serta
kepentingan masyarakat setempat secara jelas diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
• NPM merupakan paradigma pelayanan publik yang memiliki ide dan pendekatan
praktek pada sektor swasta dan bisnis. Suatu manajemen Pemerintah untuk menerapkan
pemikiran NPM sangat berorientasi pada jiwa dan semangat kewirausahaan, maka
manajemen publik yang baru di badan pemerintah dapat disebut sebagai Manajemen
Perusahaan. Namun, keberhasilan NPM di negara maju tidak berarti akan membantu
negara berkembang dengan cara yang sama. Banyak kritik telah dibuat bahwa
reformasi NPM yang berorientasi pada klaim akan gagal jika diterapkan di negara
berkembang. Ini karena NPM memberikan kebebasan yang lebih besar kepada manajer
publik daripada yang mereka gunakan untuk bekerja sama dengan tingkat pengawasan
yang lebih rendah, ini dapat menciptakan iklim yang subur untuk korupsi.
• Indonesia masih perlu meningkatkan penggunaan e-government terutama dalam
mengoptimalisasikan penerapan transformasi pelayanan sektor publik yang baru, Ini
bertujuan agar pelayanan sektor publik yang baru dapat lebih efektif dan efisien.

3.2 Saran
• Perlu adanya pengembangan perspektif Old Public Management (NPM) menuju New
Public Service yang menuntut adanya proses Kolaborasi (Processes of collaboration)
dan kepemimpinan bersama (shared Leadership).

15
• Perlu adanya perhatian lebih dalam memperhatikan kemauan politik dari pemerintah
daerah untuk tinggal melakukan reformasi dalam penerapan administrasi dengan
teknologi informasi berbasis web (e-government) dan meningkatkan budaya kerja
aparatur pemerintah daerah menuju lebih bagus lagi, biar pelayanan publik diberikan
sebenarnya bisa manfaat yang dirasakan oleh masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, M. (2015). PENERAPAN PRINSIP PRINSIP NEW PUBLIC MANAGEMENT


DAN GOVERNANCE DALAM REFORMASI ADMINISTRASI. , 5(2), 17.

Denhardt, J. V. (2007). The New Public Service, Expanded Edition: Serving, Not Steering.
ME Sharpe.

Denhardt, R. B. & Denhardt, J. V. (2003). The New Public Service: An Approach to Reform.
International Review of Public Administration, 8(1), 3–10.

Ferlie, E., Lynn Jr, L. E. & Pollitt, C. (2005). The Oxford Handbook of Public Management.
Oxford University Press.

Hughes, O. E. (1998). New Public Management, in: Public Management and Administration,
(pp. 52–80). Springer.

Moleong, L. J. & Edisi, P. (2004). Metodelogi Penelitian. Bandung: Penerbit Remaja


Rosdakarya.

Pratama, P. Y. & Kalalinggi, R. (2019). Application of New Public Management (NPM) in


Indonesia in the Field of Transportation (Case In Bandar Lampung). Journal of
Governance and Public Policy, 6(2), 126–147.

Srisook, K., Palachot, M., Mongkol, N., Srisook, E. & Sarapusit, S. (2011). Anti-
Inflammatory Effect of Ethyl Acetate Extract from Cissus Quadrangularis Linn May
Be Involved with Induction of Heme Oxygenase-1 and Suppression of NF-ΚB
Activation. Journal of ethnopharmacology, 133(3), 1008–1014.

EGOVKB | United Nations > Data > Country Information. Retrieved February 11, 2021,
from https://publicadministration.un.org/egovkb/en-us/Data/Country-
Information/id/78-Indonesia

243823-e-Government-Dan-Reformasi-Birokrasi-Dal-06e88185.Pdf. Retrieved February 11,


2021, from https://media.neliti.com/media/publications/243823-e-government-dan-
reformasi-birokrasi-dal-06e88185.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai