Anda di halaman 1dari 12

AKIBAT KECELAKAAN KERJA PADA PERAWAT

DISUSUN

JULIANA RATNA SARI SEMBIRING

032019048

NERS 2B

STIKes SANTA ELISABETH MEDAN


T.A 2020/2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………………………………………….............…. i

BAB I MATERI………….………………………….....…................ 1

2.1 mengenal dan berespon terhadap adverse events.................. 2

2.2 penggunaan teknologi dalam peningkatan keselamatan pasien..2

2.3 peran kerja tim untukkeselamatan pasien ............................. 3

2.4 peran pasien dan keluarga sebagai patner di pelayanan


kesehatan untuk mencegah terjadinya bahaya dan adverse events.. 4

BAB II KASUS………………………………………...................... 6

BAB III PEMBAHASAN………………………….......................... 7

DAFTARA PUSTAKA………………………………..................... 9

i
2.1 mengenal dan berespon terhadap adverse events

Adverse events secara sederhana dapat didefenisikan sebagai


suatu kejadian yang tidak diharpkan(KTD yang disebabkan
olehkesalahan pengobatan/tretment serta dapat berdampak negatif bahkan
fatal pada pasien.

Pada dasarnya, adverse events bersifat ketidak sengajan. Jadi


tidaak direncanakan untuk merugikan orang lain. Berbuat salah adalah
manusiawi tetapi kalau akibat dari kesalahan tersebut fatal dan merugikan
orang lain, padahal keslahan itu dapat dicegah maka sudah sepantasnya
menejemen rumah sakit mengupayakan seoptimal mungkin melakukan
tindakan preventif. Namun apapun alasannya hal tersebut tidak boleh
terjadi karena bisa berdampak negatif dan bahkan fatal pada pasien.

Adverse events dapat terjadi akibat:

1. Nilai-nilai, serta tindakan para medis non-medis yang belum


berorientasi pada keselamatan pasien.
2. Keterbatasn pengetahuan; kompetensi para medis/non-medis yang
kurang/tidak memadai, misalnya seorang dokter yang tidak
kompeten dalam mengoprasi pasien karena sudah lama tidak
melakukan pekerjaan tersebut tetapi melakukannya.
3. Keterbatasan pengetahuan; secara keilmuan misalnya belum
ditemukan cara-cara yang efektif untuk mengobati penyakit
tertentu.
4. Keterbatasan kompetensi dan fasilitas RS, secara keilmuan sudah
dimungkinkan tetapi rumah sakit tidak memiliki dokter yang
kompeten dan peralatan yang canggih yang mendukung.
5. Nilai-nilai pasien yang tidak berorientasi pada safety values,
misalnya pasien yang tidak mematuhi dokter dan aturan
keselamtan.
6. Kurang efektifnya sistem safety termasuk IT untuk membantu
pada medis dan non-medis di rumah sakit.

1
2.2 penggunaan teknologi dalam peningkatan keselamatan pasien

Isu patient safety merupakan salah satu isu utama dalam


pelayanan kesehatan. Para pengambil kebijakan, pemberi pelayanan
kesehatan, dan konsumenmenempatkan keamanan sebagai prioritas
pertama pelayanan. Patient safety merupakan sesuatu yang jauh lebih
penting daripada sekedar efesiensi pelayanan.

Penggunaan teknologi informasi diharapkan dapat meningkatkan


patient safety. Pada tahun 2004 agency for healthcare research and
quality menganggarkan 60 juta dolar bagi pengembangan teknologi
informasi untuk menunjang patients safety. Beberapa penelitian terdahulu
menunjukkan efektifitas penggunaan sistem komputer untuk
memperbaiki praktek peresepan, mengurangi medication error, dan
meningkatkan kepatuhan terhadap pelaksanaan standar pelayanan.

Kajian sistematis kawanto, dkk(9) pada 70 penelitian terdahulu


menunjukkan bahwa sistem pendukung keputusan klinis berbasis
komputer terbukti meningkatkan pelayananklinik pada 68%studi.
Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan efektifitas penggunaan
sistem komputer untuk memperbaiki praktek peresepan, meningkatkan
kepatuhan terhadap standar pelayanan medik, dan mengurangi resiko
kesalahan pengobatan.

Komite agency for healthcare research and quality mengkaji beberpapa


bukti ilmiah berbagai interverensi untuk meningkatkan patients safety.
Sebagai contoh : penggunaan sistem kkomputerisasi dan sistem
pendukung keputusan klinis, melibatkan farmasi klinik, protokol standar
untuk obat-obat beresiko tinggi, sistem distribusi obat unit-dosis.

2. 3 peran kerja tim untuk keselamatan pasien

Kesehatan merupakan hal yang sanga penting bai semua orang.


Dalam menangani masalah kesehatanpun tidak lepas dari tenaga
kesehatan. Tenaga kesehatan sangat berperan penting dalam membrikan
pelayanan kesehatan.

2
Tenaga kesehatan seperti dokter,perawat,ahli gizi, farmasi, dan tenaga
kesehatan lainnya memiliki peranan masing-masing dalam menagani
maslah kesehatan. Oleh arenai itu diperlukannya ad akolaborasi antara
tenaga kesehatan agar dalam penanganan maslah kesehatan berjalan
dengan baik dan efektif..

Menurut depkes RI, 2008, pelayanan kesehatan dengsan


mengutamakan keselamatan pasien perlu dilakukan diseluruh bagian
rumah sakit, termasuk salah satunya di ruang rawat inap bedah. Patient
safety menjadi prioritas utama dalam layanan kesehatan dan merupakan
angkah kritis pertama untuk memperbaiki kualitas pelayanan serta
berkaitan dengan mutu dan citra rumah sakit.

Keselamatan pasien adalah menjadi prioritas. Perawat harus lebih


mengutamakan keselamatan pasien dengan cara kerjasama tim agar
nantinya penerapan keselamatan pasien ini menjadi budaya yang harus
diterapkan di rumah sakit.

Tim work(kerjasam tim) adalah interkasi atau hubungan dari dua


atau lebih prfesional kesehatan yang bekerja saling bergantung untuk
memberikan perawatan untuk pasien (canadian health services research
foundation, 2006)

Tujuan dari kerjasama ini untuk memberikan perawatan kepada


pasien,berbagi informasi untuk mengambil keputusan bersama, dan
mengetahui waktu yang optimal untuk melakukan kerjasama dalam
perawatan pasien. Hal terpenting dari praktik kolaborasi adalah hubungan
saling percaya, menghargai dan mampu bekerja sama.

Peran kerja sama tim demi terlaksananya keselamatan pasien


seperti:

1. Pelayanan kesehatan tidak mungkin dilakukan oleh 1 tenaga


mendis.
2. Meningkatkan kesadaran pasien akan kesehatan.

3
3. Dapat mengevaluasi kesalahan yang pernah dilakukan agar tidak
terulag.
4. Dapat meminimalisir kesalahan
5. Pasien akan dapat berdiskusi dan berkomunikasi dengan baik
untuk dapat menyampaikan keinginannya.

Manfaat dari kerja sama tim kesehatan yaitu :

1. Kemamapuan dari pelayanan kesehatan yang berbeda dapat


terintegrasikan sehingga terbentuk tim yang fungsional.
2. Kualitas pelayanan kesehatan dan jumlah penawaran pelayanan
meningkat sehingga masnyarakat mudah menjangkau pelayanan
kesehatan.
3. Bagi tim medis dapat saling berbagi pengetahuan dari profesi
kesehatan lainnya dan menciptakan kerjasama tim yang kompak.
4. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan
menggabungkan keahlian unik profesional.
5. Meningkatkan kepuasan profesionalisme, loyalitas,dan kepuasan
kerja.
6. Peningkatan akses keberbagai pelayanan kesehatan.
7. Meningkatkan efektifitas dan efesiensi pelayanan kesehatan.
8. Memberikan kejelasan perandalam berinteraksi anatara tenaga
kesehatan profesional sehingga dapat slaing menghormati dan
bekerja sama.
9. Untuk tim kesehatan memiliki pengetahuan, keterampilan dan
pengalaman.

2.4 peran pasien dan keluarga sebagai patner di pelayanan


kesehatan untuk mencegah terjadinya bahaya dan adverse events

1. peran keluarga secara aktif dalam menjaga keselamatan pasien


di pelayanan kesehatan adalah:

a) memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap, dan jujur.


4
b) Mengetahui dan melaksanakan kewajiban serta tanggung
jawab pasien maupun keluarga.
c) Mengajukan pertanyaan tentang hal yang tidak dimengerti.
d) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
e) Mematuhi dan menghormati peraturan rumah sakit.

2. peran pasien dan keluarga untuk memastikan ketetapan


identifikasi pasien adalah:

a) Memberikan data diri yang tepat pada saat mendaftar


sesuai dokumen data diri yang dimiliki.
b) Selama rawat inap pasien dipakaikan gelang yang
berisikan identitas dari si pasien. Gelang warna biru untuk
laki-laki dan gelang warna merah muda untuk perempuan.
Gelang berwarna merah di pasangkan pada pasien riwayat
alergi.
c) Gelang warna kuning dipasangkan pada pasien yang
memiliki resiko jatuh.

3. peran serta keluarga dalam menejemen keamanan pemberian


obat adalah:

a) Memberikan informasi yang lengkap tentang riwayat obat


yang pernah dipergunakan sebelum masuk rumah sakit.
b) Memberikan informasi tentang riwayat alergi atau reaksi
yang dialami saat menggunakan obat tertentu.
c) Mendukung pengawasan pemberian obat selama rawat
inap dengan cara memastikan identitas pasien benar,
menanyakan jenis obat yang dberikan, tujuan pemberian
dosis dan waktu pemberian obat.

5
BAB II

KHASUS

Pelayanan untuk pasien Rawat Inap RSUD Kabupaten Bima masih


perlu diperhatikan. kurangnya mendapatkan tanggapan dari perawat
terkait dengan keluhan pasien saat menerima pelayanan yang kurang
sesuai dengan standar keselamatan pasien, belum mendapatkan perhatian
tersendiri dari pihak manajemen rumah sakit. Berdasarkan fenomena-
fenomena tersebut, penulis tertarik untuk meneliti dengan tema “Analisis
Pelaksanaan Persiapan Patient Safety di Ruang Rawat Inap RSUD
Kabupaten Bima”. Pemilihan RSUD Kabupaten Bima menjadi lokasi
penelitian adalah karena RSUD Kabupaten Bima merupakan satu-satunya
rumah sakit pemerintah yang ada di Kabupaten Bima dimana semua
pelayanan kesehatan masyarakat Bima berpusat di RSUD Kabupaten
Bima.

Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian.

Jenis Penelitian ini adalah penelitian Deskriptif dengan menggunakan


metode Kualitatif.Metode Kualitatif digunakan dalam penelitian ini
karena secara langsung hakikatnya hubungan antara penelitian dengan
responden.

2. Subyek Penelitian.

Subjek dalam penelitian ini adalah perawat ruang Rawat Inap, pasien
yang dirawat di RSUD Kabupaten Bima. Dalam penelitian kualitatif ini
teknik sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling, yaitu teknik
pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu yaitu
orang tersebut yang dianggap paling mengetahui tentang apa yang
peneliti harapkan sehingga memudahkan peneliti menjelajahi obyek atau
situasi sosial yang diteliti (Sugiyono, 2009). Dalam penelitian ini peneliti
memilih tiga bangsal perawatan yaitu bangsal bedah, bangsal penyakit
dalam, dan bangsal anak. 6
BAB III

PEMBAHASAN

1. Patient Safety Attitudes.

Logistik yang masih kurang adalah alat- alat kesehatan yang


seharusnya dimiliki oleh RSUD Kabupaten Bima sebagai rumah sakit
tipe C, tetapi sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan di RSUD
Kabupaten Bima bahwa fasilitas laboratorium yang dimiliki oleh RSUD
Kabupaten Bima masih sangat terbatas ketersediaannya, hal tersebut
menyebabkan kurang nyamannya pasien karena harus melakukan tes
laboratorium keluar rumah sakit.

2. Iklim kerja tim ruang rawat inap RSUD Kabupaten Bima.

Iklim kerja tim yang juga membutuhkan peningkatan yaitu pelayanan


rumah sakit serta peningkatan fasilitas layanan. Pelayanan rumah sakit
akan berkurang atau menurun apabila tidak didukung oleh fasilitas
penunjang yang baik dan bermutu dan secara tidak langsung akan
berpengaruh pada jumla kunjungan pasien ke Rumah Sakit itu sendiri.

3. Kepuasan kerja perawatdi Ruang rawat inap RSUD Kabupaten


Bima.

Kepuasan kerja di ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Bima


dibuktikan dengan hasil checklist dan wawancara yang tidak terdapat
masalah tentang kepuasan kerja perawat ruang Rawat Inap.

7
4. Kondisi pekerjaan perawat di Ruang rawat inap RSUD Kabupaten
Bima.

Kondisi pekerjaan yang masih membutuhkan perhatian untuk


ditingkatkan adalah kelengkapan logistik rumah sakit, masih kurangnya
fasilitas seperti alat-alat laboratorium dan yang lain harus segera
diadakan agar tidak menurunkan kondisi pekerjaan

perawat dan semangat perawat di RSUD Kabupaten Bima, perawat


tidak perlu mengantar keluar RS lain untuk melayani pasien yang
membutuhkan pelayanan yang lebih lengkap.
a. Komponen iklim kerja tim pada perawat di ruang Rawat Inap RSUD

Kabupaten Bima menunjukkan Patient Safety Attitudes rendah


sehingga menjadi penghambat kelengkapan Patient Safety Attitudes
tinggi pada iklim kerja tim.

b. Komponen kepuasan kerja pada perawat di ruang Rawat Inap RSUD

Kabupaten Bima menunjukkan Patient Safety Attitudes tinggi, tidak


terdapat penghambat Patient Safety Attitudes pada komponen kepuasan
kerja

8
DAFTAR PUSTAKA

Wilson T, Pringle M, Promoting Patient safety in Primary Care, BMJ,


2001,323:583-584

Zorab JSM, patient Safety is more important than


efficiency,BMJ;2002,324:365

Depkes RI 2010 profil kesehatan indonesia. Jakarta: depkes RI

Manuaba A 2000. Ergonomikesehatan keselamatan kerja. Dalam


wygnyosoebroto S dan wiranto, S.E : eds. Processing seminst nasional
ergonomi PT guna widya surabaya.

Manuaba A2002 ergonomi kesehatan keselamatan keja. PT guna widya


surabaya

Azwar, S. 2005. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Cahyono,B.S. 2008. Membangun Budaya Keselamatan Pasien (dalam


praktik kedokteran). Yogyakarta: Kanisius.

Departemen Kesehatan R.I. 2006.Panduan Nasional Keselamatan Pasien


Rumah Sakit(Patient Safety). Jakarta

9
8

Anda mungkin juga menyukai