Anda di halaman 1dari 8

PENGELOLAAN LIMBAH

DI SUSUN
O
L
E
H

JULIANA RATNA SARI SEMBIRING


(032019048)
NERS 2B

STIKes SANTA ELISABETH MEDAN


T.A. 2020/2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................i

BAB I MATERI…………………………………………………....……………………….. 1
2.1 pengertian sampah dan limbah…………………………………….............................1
2.2 pengelolaan limbah……………………………………………………………………2
2.3 pemisahan limbah……………………………………………………………………..2
2.4 penyimpanan limbah………………………………………………………………….2
2.5 penanganan limbah…………………………………………………………………...2
2.6 pengangkutan limbah………………………………………………………………....3
2.7 pembuangan limbah…………………………………………………………………..3

BAB II PENUTUP...................................................................................................................5
3.1 kesimpulan…………………………………………………………………………….5

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….6

I
BAB I
MATERI

2.1 pengertian sampah dan limbah


SAMPAH dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan
oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Secara umum sampah dan limbah
rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah klinis dan non klinis
baik padat maupun cair.
Jenis-jenis limbah
Jenis-jenis limbah rumah sakit meliputi bagian sebagai berikut ini :
- Limbah klinik
Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin pembedahan dan di unit-unit resiko
tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman dan
populasi umum dan staf Rumah Sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai resiko
tinggi. Contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau pembungkusyang kotor, cairan badan,
anggota badan yang diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urine dan produk
darah.
- Limbah patologi
Limbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diautoclaf sebelum keluar dari unit
patologi. Limbah tersebut harus diberi label biohazard.
- Limbah bukan klinik
Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan lastic yang tidak berkontak
dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan resiko sakit, limbah tersebut cukup
merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut dan menbuangnya.
- Limbah dapur
Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai serangga seperti kecoa, kutu dan
hewan pengerat seperti tikus merupakan gangguan bagi staf maupun pasien di Rumah Sakit.
- Limbah radioaktif
Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di rumah sakit,
pembuangan secara aman perlu diatur dengan baik. Pemberian kode warna yang berbeda untuk
masing-masing sangat membantu pengelolaan limbah tersebut(Prasojo. D, 2008).

1
Berikut adalah tabel yang menyajikan contoh sistem kondisifikasi limbah rumah sakit dengan
menggunakan warna :
JENIS LIMBAH WARNA
Bangsal / unit
klinik kuning
Bukan klinik hitam
Kamar cuci rumah sakit
Kotor/terinfeksi merah
Habis dipakai putih
Dari kamr oprasi Hijau/biru
dapur
Sarung tangan dengan warna yang berbeda
untuk memasak dan membersihkan badan.

2.2 Pengelolaan limbah


Pengolahan limbah RS Pengelolaan limbah RS dilakukan dengan berbagai cara. Yang
diutamakan adalah sterilisasi, yakni berupa pengurangan (reduce) dalam volume, penggunaan
kembali (reuse) dengan sterilisasi lebih dulu, daur ulang (recycle), dan pengolahan (treatment)
(Slamet Riyadi, 2000).
Berikut adalah beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan
kodifikasi dengan warna yang menyangkut hal-hal berikut :
2. 3 Pemisahan Limbah
- Limbah harus dipisahkan dari sumbernya
- Semua limbah beresiko tinggi hendaknya diberi label jelas
- Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda yang menunjukkan
kemana kantong plastik harus diangkut untuk insinerasi aau dibuang (Koesno Putranto. H, 1995).
2. 4 Penyimpanan Limbah
Dibeberapa Negara kantung plastik cukup mahal sehingga sebagai gantinya dapat
digunkanan kantung kertas yang tahan bocor (dibuat secara lokal sehingga dapat diperloleh
dengan mudah) kantung kertas ini dapat ditempeli dengan strip berwarna, kemudian ditempatkan
ditong dengan kode warna dibangsal dan unit-unit lain.
2. 5 Penanganan Limbah
- Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah terisi 2/3 bagian. Kemudian diikiat
bagian atasnya dan diberik label yang jelas

2
- Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga jika dibawa mengayun
menjauhi badan, dan diletakkan ditempat-tempat tertentu untuk dikumpulkan
- Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan warna yang sama
telah dijadikan satu dan dikirimkan ketempat yang sesuai
- Kantung harus disimpan pada kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan hewan perusak
sebelum diangkut ketempat pembuangan.
2.6 Pengangkutan limbah
Kantung limbah dipisahkan dan sekaligus dipisahkan menurut kode warnanya. Limbah
bagian bukan klinik misalnya dibawa kekompaktor, limbah bagian Klinik dibawa keinsenerator.
Pengangkutan dengan kendaraan khusus (mungkin ada kerjasama dengan dinas pekerja umum)
kendaraan yang digunakan untuk mengangkut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan
dibersihkan setiap hari, jika perlu (misalnya bila ada kebocoran kantung limbah) dibersihkan
dengan menggunakan larutan klorin.
2.7 Pembuangan limbah
Setelah dimanfaatkan dengan konpaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang ditempat
penimbunan sampah (Land-fill site), limbah klinik harus dibakar (insenerasi), jika tidak mungkin
harus ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama
sehingga tidak sampai membusuk.(Bambang Heruhadi, 2000).
Rumah sakit yang besar mungkin mampu memberli inserator sendiri, insinerator
berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300-1500 ºC atau lebih tinggi dan
mungkin dapat mendaur ulang sampai 60% panas yang dihasilkan untuk kebutuhan energi rumah
sakit. Suatu rumah sakit dapat pula mempertoleh penghasilan tambahan dengan melayani
insinerasi limbah rumah sakit yang berasal dari rumah sakit yang lain. Insinerator modern yang
baik tentu saja memiliki beberapa keuntungan antara lain kemampuannya menampung limbah
klinik maupun limbah bukan klinik, termasuk benda tajam dan produk farmasi yang tidak
terpakai lagi.
Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur dan ditanam.
Langkah-langkah pengapuran (Liming) tersebut meliputi sebagai berikut :
Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter
Tebarkan limbah klinik didasar lubang samapi setinggi 75 cm
Tambahkan lapisan kapur
Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa ditanamkan samapai ketinggian 0,5
meter dibawah permukaan tanah
Akhirnya lubang tersebut harus ditutup dengan tanah (Setyo Sarwanto, 2003).
3
Perlu diingat, bahan yang tidak dapat dicerna secara biologi (nonbiodegradable),
misalnya kantung plastik tidak perlu ikut ditimbun. Oleh karenanya limbah yang ditimbun
dengan kapur ini dibungkus kertas. Limbah-limbah tajam harus ditanam.
Limbah bukan klinik tidak usah ditimbun dengan kapur dan mungkin ditangani oleh DPU
atau kontraktor swasta dan dibuang ditempat tersendiri atau tempat pembuangan sampah umum.
Limbah klinik, jarum, semprit tidak boleh dibuang pada tempat pembuangan samapah umum.
Semua petugas yang menangani limbah klinik perlu dilatih secara memadai dan
mengetahui langkah-langkah apa yang harus dilakukan jika mengalami inokulasi atau
kontaminasi badan. Semua petugas harus menggunakan pakaian pelindung yang memadai,
imunisasi terhadap hepatitis B sangat dianjurkan dan catatan mengenai imunisasi tersebut
sebaiknya tersimpan dibagian kesehatan kerja (Moersidik. S.S, 1995).
4
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
SAMPAH dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan
oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Secara umum sampah dan limbah
rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah klinis dan non klinis
baik padat maupun cair.
5
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Pedoman Penanggulangan Nasional TBC.


Dinas Kesehatan Kabupaten Garut. (2017). Data dan Informasi Profil Kesehatan Kabupaten
Garut tahun 2016.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. (2015). Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Barat. Bandung: Dinas Kesehatan.
Djannah, S. N., Suryani, D., & Purwati, D. A. (2009). Hubungan tingkat pengetahuan
dan sikap dengan perilaku pencegahan penularan TBC pada mahasiswa di asrama manokwari
Sleman Yogyakarta. Universitas Ahmad Dahlan
Dhani M, Yulinah T. (2011). Kajian Pengelolaan Limbah Padat Jenis B3 Di Rumah Sakit
Bhayangkara Surabaya: Surabaya.
Depkes RI. (2004). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
Departemen Kesehatan RI: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai