Anda di halaman 1dari 17

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI DHF


a. Dengue Haemorrhagic Fever / Demam Berdarah adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk
Aedes aegypti dan Ae. albopictus, ditandai dengan demam 2-7 hari
disertai dengan manifestasi perdarahan, penurunan jumlah trombosit <
100.000 / mm3, adanya kebocoran plasma ditandai peningkatan
hematokrit ≥ 20 % dari nilai normal (Depkes RI, 2015).
b. Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang
disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi
mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Mansjoer
& Suprohaita, 2000).

2.2 KLASIFIKASI
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya
menjadi 4 golongan, yaitu :

1. Derajat I (Ringan)
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7
hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II (Sedang)
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan
seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
3. Derajat III (Berat)
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan
cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit (  120 mmHg ), tekanan darah
menurun, anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur (denyut jantung > 140x/mnt)

3
Menurut WHO, klasifikasi kasus Dengue yang disepakati sekarang adalah
(Kementerian Kesehatan RI, 2010) :

1) Dengue tanpa tanda bahaya (dengue without warning signs)


2) Dengue dengan tanda bahaya (dengue with warning signs)
3) Dengue berat (severe Dengue)
Kriteria dengue tanpa/dengan tanda bahaya :
Dengue probable :
 Bertempat tinggal/bepergian ke daerah endemic dengue
 Demam disertai 2 dari hal berikut :
- Mual, muntah
- Ruam
- Sakit dan nyeri
- Uji torniket positif
- Leukopenia
- Adanya tanda bahaya
 Tanda bahaya adalah :
- Nyeri perut atau kelembutannya
- Muntah berkepanjangan
- Terdapat akumulasi cairan
- Perdarahan mukosa
- Letargi, lemah
- Pembesaran hati >2 cm
- Kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit
yang cepat
Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran
plasma tidak jelas)

Kriteria dengue berat :


 Kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan syok (DDS),
akumulasi cairan dengan distress pernapasan. Bukti kebocoran plasma
seperti hematokrit yang tinggi atau meningkat secara progresif,
adanya efusi pleura atau asites, gangguan sirkulasi atau syok

4
(takikardi, ekstremitas dingin, CRT >3 detik, nadi lemah atau tidak
terdeteksi, tekanan nadi yang menyempit atau pada syok lanjut tidak
terukurnya tekanan darah).
 Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinis.
 Gangguan kesadaran.
 Gangguan gastrointestinal berat (muntah berkelanjutan, nyeri
abdomen yang hebat atau bertambah, ikterik).
 Gangguan organ berat : hepar (AST atau ALT 1000), gagal ginjal
akut, ensefalopati/ensefalitis, kardiomiopati dan organ lain).

Untuk mengetahui adanya kecenderungan perdarahan dapat dilakukan uji


tourniquet, walaupun banyak faktor yang mempengaruhi uji ini tetapi
sangat membantu diagnosis, sensitivitas uji ini sebesar 30% sedangkan
spesifisitasnya mencapai 82%.
(Kementerian Kesehatan RI, 2010)

2.3 ETIOLOGI
1. Virus Dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu
virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat
di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis
virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40
nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam
kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK
(Babby Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes
Albopictus. (Suharso, 1994)
2. Vector
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor
yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis
dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi
dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup

5
terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap
serotipe jenis yang lainnya (Mansjoer & Suprohaita; 2000).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui
gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah
perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk
tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada
genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam
rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang –
lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air
bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai
menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari
dan senja hari (Suharso, 1994).
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka
ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna,
sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama
tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever
(DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus
dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya
atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus
dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap
dengue dari ibunya melalui plasenta. (Suharso, 1994)
4. Lingkungan
1. Kepadatan penduduk
Semakin padat penduduk, semakin mudah nyamuk Aedes menularkan
virusnya dari satu orang ke orang lainnya. Pertumbuhan penduduk
yang tidak memiliki pola tertentu dan urbanisasi yang tidak terencana
serta tidak terkontrol merupakan salah satu faktor yang berperan
dalam munculnya kembali kejadian luar biasa penyakit DBD (WHO,
2000).
2. Sanitasi lingkungan

6
Kondisi sanitasi lingkungan berperan besar dalam perkembangbiakan
nyamuk Aedes, terutama apabila terdapat banyak kontainer
penampungan air hujan yang berserakan dan terlindung dari sinar
matahari, apalagi berdekatan dengan rumah penduduk (Soegijanto,
2004).
3. Keberadaan kontainer
Keberadaan kontainer sangat berperan dalam kepadatan vektor
nyamuk Aedes, karena semakin banyak kontainer akan semakin
banyak tempat perindukan dan akan semakin padat populasi nyamuk
Aedes. Semakin padat populasi nyamuk Aedes, maka semakin tinggi
pula risiko terinfeksi virus DBD dengan waktu penyebaran lebih cepat
sehingga jumlah kasus penyakit DBD cepat meningkat yang pada
akhirnya mengakibatkan terjadinya KLB penyakit DBD.

2.4 PATOFISIOLOGI
Patogenesis DBD masih belum jelas betul. Berdasarkan berbagai data
epidemiologi dianut 2 hipotesis yang sering dijadikan rujukan untuk
menerangkannya. Kedua teori tersebut adalah the secondary heterotypic antibody
dependent enchancement of a dengue virus infection yang lebih banyak dianut,
dan gabungan efek jumlah virus, virulensi virus, dan respons imun inang. Virus
dengue masuk kedalam tubuh inang kemudian mencapai sel target yaitu
makrofag. Sebelum mencapai sel target maka respon immune non-spesifik dan
spesifik tubuh akan berusaha menghalanginya. Aktivitas komplemen pada infeksi
virus dengue diketahui meningkat seperti C3a dan C5a mediator-mediator ini
menyebabkan terjadinya kenaikan permeabilitas kapiler celah endotel melebar
lagi. Akibat kejadian ini maka terjadi ekstravasasi cairan dari intravaskuler ke
extravaskuler dan menyebabkan terjadinya tanda kebocoran plasma seperti
hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi pleura, asites, penebalan dinding vesica
fellea dan syok hipovolemik. Kenaikan permeabilitas kapiler ini berimbas pada
terjadinya hemokonsentrasi, tekanan nadi menurun dan tanda syok lainnya
merupakan salah satu patofisiologi yang terjadi pada DBD.

7
2.5 MANIFESTASI KLINIS
Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus Dengue juga
merupakan suatu self limiting infectious disease yang akan berakhir sekitar 2-
7 hari. Infeksi virus Dengue pada manusia mengakibatkan suatu spektrum
manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit yang paling ringan, dengue
fever, dengue hemmorrhagic fever dan dengue shock syndrome (Depkes RI,
2006)
1. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari
kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan
berlangsung demam, gejala – gejala klinik yang tidak spesifik misalnya
anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan
rasa lemah dapat menyetainya. (Suharso, 1994)
2. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun
pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari
hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan
akan tejadi renjatan pada penderita . (Suharso, 1994)
3. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dari demam dan umumnya
terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi
perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura (Suharso, 1994;
39). Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna
bagian atas hingga menyebabkan haematemesis. (Nelson, 1993 ; 296).
Perdarahan gastrointestinat biasanya di dahului dengan nyeri perut yang
hebat (Ngastiyah, 1995)
4. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya
penderita, dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit
lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis
disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya
menunjukan prognosis yang buruk. (Suharso, 1994)

8
5. Trombositopenia
Trombositopenia adalah berkurangnya jumlah trombosit, apabila
dibawah 150.000/mm3 biasanya di temukan di antara hari ketiga sampai
ketujuh sakit.

6. Kenaikan Nilai Hematokrit


Meningkatnya nilai hematokrit merupakan indikator yang peka
terhadap terjadinya shock sehingga perlu di lakukan pemeriksaan secara
periodik.

7. Gejala Klinik Lain


Gejala Klinik Lain yang dapat menyertai penderita adalah
epigastrium, muntah-muntah, diare dan kejang-kejang (Depkes ,2006)

Kriteria WHO, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini
terpenuhi:
 Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik/
pola pelana.
 Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
- Uji bendung positif
- Petekie, ekimosis atau purpura
- Perdarahan mukosa atau perdarahan dari tempat lain
- Hematemesis atau melena
- Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
- Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma sebagai
berikut:
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standard sesuai
dengan umur dan jenis kelamin
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asistes atau
hipoproteinemia.

9
Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase
kritis, dan fase pemulihan.

Fase febris
Biasanya demam mendadak tinggi 2-7 hari, disertai muka kemerahan, eritema
kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa
kasus ditemukan nyeri tenggorokan, injeksi faring dan konjungtiva,
anoreksia, mual dan muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda
perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula
terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.

Fase kritis
Terjadi pada hari 3-7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai
kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang
biasanya berlangsung selama 24-48 jam.Kebocoran plasma sering didahului
oleh leukopeni progresif disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase ini
dapat terjadi syok.

Fase pemulihan
Bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler
ke intravaskuler secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya. Keadaan umum
penderita membaik, nafsu makan pulih kembali, hemodinamik stabil dan
diuresis membaik.
(Kementerian Kesehatan RI, 2010)

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Secara singkat, pemeriksaan penunjang yang menunjukkan DHF :

a. Darah

1. Trombosit menurun.
2. HB meningkat lebih 20 %
3. HT meningkat lebih 20 %

10
4. Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
5. Protein darah rendah
6. Ureum PH bisa meningkat
7. NA dan CL rendah
b. Serology : HI (hemaglutination inhibition test).

1. Rontgen thorax : Efusi pleura.


2. Uji test tourniket (+)

Adapun pemeriksaan yang dilakukan antara lain :

1. Pemeriksaan uji Tourniquet/Rumple leed

Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah pada penderita


DHF.Uji rumpel leed merupakan salah satu pemeriksaan penyaring untuk
mendeteksi kelainan sistem vaskuler dan trombosit. Dinyatakan positif jika
terdapat lebih dari 10 ptechiae dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah
bagian depan termasuk lipatan siku (Depkes RI, 2006).

Prinsip : Bila dinding kapiler rusak maka dengan pembendungan akan


tampak sebagai bercak merah kecil pada permukaan kulit yang disebut
Ptechiae (Gandasoebrata R, 2004).

2. Pemeriksaan Hemoglobin

Kasus DHF terjadi peningkatan kadar hemoglobin dikarenakan terjadi


kebocoran /perembesan pembuluh darah sehingga cairan plasmanya akan
keluar dan menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi. Kenaikan kadar
hemoglobin >14 gr/100 ml. Pemeriksaan kadar hemaglobin dapat
dilakukan dengan metode sahli dan fotoelektrik (cianmeth hemoglobin),
metode yang dilakukan adalah metode fotoelektrik.

3. Pemeriksaan Hematokrit

Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan terjadinya hemokonsentrasi,


yang merupakan indikator terjadinya perembesan plasma. Nilai

11
peningkatan ini lebih dari 20%. Pemeriksaan kadar hematokrit dapat
dilakukan dengan metode makro dan mikro.

4. Pemeriksaan Trombosit

Pemeriksaan jumlah trombosit ini dilakukan pertama kali pada saat pasien
didiagnosa sebagai pasien DHF, Pemeriksaan trombosit perlu di lakukan
pengulangan sampai terbukti bahwa jumlah trombosit tersebut normal atau
menurun. Penurunan jumlah trombosit < 100.000 /μl atau kurangdari 1-2
trombosit/ lapang pandang dengan rata-rata pemeriksaan 10 lapang
pandang pada pemeriksaan hapusan darah tepi.

5. Pemeriksaan Lekosit

Kasus DHF ditemukan jumlah bervariasi mulai dari lekositosis ringan


sampai lekopenia ringan.

6. Pemeriksaan Bleding time (BT)

Pasien DHF pada masa berdarah, masa perdarahan lebih memanjang


menutup kebocoran dinding pembuluh darah tersebut, sehingga jumlah
trombosit dalam darah berkurang. Berkurangnya jumlah trombosit dalam
darah akan menyebabkan terjadinya gangguan hemostatis sehingga waktu
perdarahan dan pembekuan menjadi memanjang.

7. Pemeriksaan Clothing time (CT )

Pemeriksaan ini juga memanjang dikarenakan terjadinya gangguan


hemostatis.

8. Pemeriksaan Limfosit Plasma Biru (LPB)

Pada pemeriksaan darah hapus ditemukan limfosit atipik atau limfosit


plasma biru ≥ 4 % dengan berbagai macam
bentuk :monositoid,plasmositoid dan blastoid. Terdapat limfosit
Monositoid mempunyai hubungan dengan DHF derajat penyakit II dan

12
IgG positif, dan limfosit non monositoid (plasmositoid dan blastoid)
dengan derajat penyakit I dan IgM positif. (Kosasih,E.N, 1984).

9. Pemeriksaan Imunoessei dot-blot

Hasil positif IgG menandakan adanya infeksi sekunder dengue, dan IgM
positif menandakan infeksi primer.Tes ini mempunyai kelemahan karena
sensitifitas pada infeksi sekunder lebih tinggi, tetapi pada infeksi primer
lebih rendah, dan harganya relatif lebih mahal.

2.7 PENATALAKSANAAN
Dasar penatalaksanaan penderita DBD adalah pengganti cairan yang
hilang sebagai akibat dari kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan
peninggian permeabilitas sehingga mengakibatkan kebocoran plasma. Selain
itu, perlu juga diberikan obat penurun panas (Rampengan, 2007). Secara
umum Demam Berdarah Dengue (DBD) dibagi 4 derajat, terapi yang biasa
dilakukan, yaitu :

Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue (DBD) Tanpa Syok

1. Penggantian volume cairan pada DBD


Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma yang terjadi pada fase
penurunan suhu sehingga dasar pengobatannya adalah penggantian volume
plasma yang hilang. Penggantian cairan awal dihitung untuk 2–3 jam
pertama, sedangkan pada kasus syok lebih sering sekitar 30–60 menit.
Tetesan 24–48 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital,
kadar hematokrit dan jumlah volume urin. Apabila terdapat kenaikan
hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang
diberikan harus sama dengan plasma. Volume dan komposisi cairan yang
diperlukan sesuai seperti cairan dehidrasi untuk diare ringan sampai sedang
yaitu cairan rumatan ditambah defisit 6% (5-8%) seperti tertera table di
bawah ini.

13
Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungkan dari table berikut:

2.
A

ntipiretika.
Antipiretikum yang diberikan ialah parasetamol, tidak disarankan diberikan
golongan salisilat karena dapat menyebabkan bertambahnya pendarahan
(Rampengan, 2007). Dosis parasetamol dapat dikelompokkan menurut umur
tiap kali pemberian yang ditampilkan pada tabel berikut ini :

14
Algoritma penanganan DHF

15
16
17
Algoritma DHF derajat III-IV

18
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. 2010. Demam Berdarah Dengue. Bulletin jendela epidemiologi.


Volume 2
Kemenkes RI. 2016. Pusat Data dan Informasi. Situasi Demam Berdarah.
Infodatin.
Kemenkes RI. 2019. Demam Berdarah Dengue. Online www. Kemkes. go.id
Setiyaningrum. 2009. Evaluasi Penatalaksanaan Terapi Penyakit Demam
Berdarah Dengue (Dbd) Pada Pasien Anak Di Instalasi Rawat Inap Rs.
Roemani Muhammadiyah. Skrisi. Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta Surakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai