Anda di halaman 1dari 2

Hukum Credit Card

Kartu kredit ini memiliki beberapa alasan untuk dilarang. Di antaranya:


1. Persyaratan Berbau Riba.
Transaksi untuk mengeluarkan kartu-kartu tersebut pada umumnya mengandung beberapa
komitmen berbau riba yang intinya mengharuskan pemegang kartu untuk membayar bunga-
bunga riba atau denda-denda finansial bila terlambat menutupi hutangnya.
2. Presentase yang dipotong oleh pihak yang mengeluarkan kartu dari bayaran untuk
pedagang.
Pihak yang mengeluarkan kartu tidak membayar jumlah bayaran yang ditetapkan dalam
rekening pembayaran. Namun pihak yang mengeluarkan kartu akan memotong prosentase
yang disepakati bersama dalam transaksi yang tegas antara pihaknya dengan pihak pedagang.
Sebagaian Ahli fiqih memandangnya sebagai biaya administrasi, upah dari pengambilan
pembayaran dari nasabah. Sementara mengambil upah dari usaha pengambilan hutang atau
menyampaikan barang yang dihutangkan adalah boleh-boleh saja.
3. Denda Keterlambatan dan Bunga Riba.
Pihak yang mengeluarkan kartu ini menetapkan beberapa bentuk denda finansial karena
keterlambatan penutupan hutang, karena penundaan atau karena tersendatnya pembayaran
dana yang ditarik melalui kartu. Denda semacam itu termasuk riba yang jelas yang tidak
pantas diperdebatkan lagi.

Kemunculan CC Syariah
Saat ekonomi syariah masuk ke Indonesia, bank-bank syariah bermunculan. Bahkan hampir
seluruh bank konvensional saat ini memiliki unit bisnis atau anak usaha syariah. Namun, tak
satu pun dari bank-bank syariah itu masuk ke bisnis kartu kredit syariah sampai pada Oktober
2006, Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan satu
fatwa tentang penggunaan kartu kredit. Fatwa itu menjadi dasar hukum bagi perbankan untuk
menerbitkan kartu kredit syariah.
Syariah card yang disebutkan DSN dalam fatwanya sebelas tahun lalu secara fungsi sama
saja dengan kartu kredit. Keduanya merupakan alat pembayaran. Pemegang kartu melakukan
pembayaran dengan menggunakan kartu, lalu membayarkan tagihan dari pembaran itu ke
pihak penerbit kartu.
Menurut fatwa, syariah card tidak dikenakan bunga seperti pada kartu kredit konvensional.
Akan tetapi, bukan berarti tak ada biaya sama sekali. Pemegang syariah card harus membayar
iuran keanggotaan setiap bulannya. Bank berhak menerima iuran keanggotaan dari pemegang
kartu sebagai imbalan atas izin penggunaan fasilitas kartu. Besaran iuran ditentukan oleh
bank.
Akad yang digunakan dalam penggunaan syariah card adalah kafalah, qardh dan ijarah.
Dalam akad kafalah, penerbit kartu adalah penjamin bagi pemegang kartu atas semua
transaksi dengan merchant. Atas pemberian jaminan itu, penerbit kartu boleh menerima ujrah
atau imbalan. Akad qardh digunakan ketika penerbit kartu memberikan pinjaman kepada
pemegang kartu melalui penarikan tunai dari ATM. Sedangkan dalam akad Ijarah, penerbit
kartu merupakan penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap pemegang kartu.
Oleh sebab itu, pemegang kartu dikenakan biaya keanggotaan. Dengan menggunakan tiga
akad ini, maka pendapatan penerbit kartu bukanlah dari bunga, melainkan dari biaya bulanan,
komisi merchant dan biaya penagihan.
Dari perincian biaya-biaya antara kedua jenis kartu kredit, kartu syariah lebih
menguntungkan. Hanya saja, penggunaan kartu kredit syariah dibatasi hanya untuk memberi
barang-barang atau jasa yang halal dan tidak mengandung riba.

Anda mungkin juga menyukai