Anda di halaman 1dari 111

KALBIS INSTITUTE

FAKULTAS BISNIS – AKUNTANSI

MANAJEMEN PAJAK UNTUK TRANSAKSI


INTERNASIONAL

Benyamin Melatnebar, SE., M.Ak


NIDN: 0414068104
Agenda

Manajemen Pajak

Pajak Internasional

Contoh Kasus

2
MANAJEMEN ATAU
PERENCANAAN
PAJAK
Manajemen dan Perencanaan Pajak

Manajemen Perencanaan
Pajak Pajak

• Manajemen pajak meliputi perencanaan pajak.


• Salah satu aspek dari manajemen pajak adalah perencanaan
pajak
• Manajemen pajak  seluruh aspek dalam pengelolaan pajak
suatu entitas
Manajemen Pajak

Penerapan ketentuan Efisiensi Pajak yang


perpajakan secara Dibayarkan ke
benar dan tepat Negara
Manajemen Pajak

Pelaksanaan • Memastikan pelaksanaan kewajiban perpajakan


Kewajiban telah memenuhi peraturan perpajakan yang
Perpajakan (Tax berlaku.
• Apabila pada tahap perencanaan pajak telah
Implementation)
dilakukan sesuai dengan faktor-faktor yang akan
dimanfaatkan untuk melakukan penghematan
pajak maka langkah selanjutnya adalah
mengimplementasikannya baik secara formal
maupun material.
• Harus dipastikan bahwa pelaksanaan kewajiban
perpajakan telah memenuhi peraturan perpajakan
yang berlaku.
• Manajemen pajak tidak dimaksudkan untuk
melanggar peraturan dan jika dalam
pelaksanaanya menyimpang dari peraturan yang
berlaku, maka praktik tersebut telah menyimpang
dari tujuan manajemen pajak.
Perencanaan Pajak

• Perencanaan pajak merupakan langkah awal


Perencanaan Pajak dalam manajemen pajak.
(Tax Planning) • Tahap perencanaan pajak ini, dilakukan
pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan
perpajakan. Tujuannya adalah agar dapat dipilih
jenis tindakan penghematan pajak yang akan
dilakukan.
• Perencanaan Pajak (Tax Planning) merupakan
suatu perencanaan pajak sehingga dapat
mencapai suatu penghematan pajak (tax savings)
dengan memanfaatkan celah hukum perpajakan.
• Syarat-syarat perencanaan pajak adalah sebagai
berikut :
• Tidak melanggar ketentuan perpajakan
• Dapat diterima secara bisnis
• Bukti-bukti pendukungnya memadai
Pengendalian Pajak

Pengendalian Pajak
• Memastikan bahwa peraturan perpajakan
(Tax Control)
telah dilaksanakan.
• Pengendalian pajak bertujuan untuk
memastikan bahwa kewajiban pajak telah
dilaksanakan sesuai dengan yang telah
direncanakan dan telah memenuhi
persyaratan formal maupun material.
• Hal terpenting dalam pengendalian pajak
adalah pemeriksaan pembayaran pajak.
Pengendalian dan pengaturan arus kas
sangat penting dalam strategi penghematan
pajak.
Manajemen Pajak

• Merupakan upaya atau sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan


dengan benar dalam melakukan penghematan pajak secara legal tetapi
jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk
memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan.
• Suatu strategi manajemen untuk mengendalikan, merencanakan, dan
mengorganisasikan aspek-aspek perpajakan agar menguntungkan nilai
bisnis perusahaan dengan tetap melaksanakan kewajiban perpajakan
secara peraturan dan perundang-undangan.
• Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban pajak
dengan benar tetapi dengan jumlah pajak yang dapat ditekan serendah
mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan
(Lumbantoruan 1994)
• Manajemen pajak sebagai proses perencanaan, implementasi serta
pengendalian kewajiban dan hak di bidang perpajakan sehingga
pemenuhannya dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien
(Hutagaol, 2006)
Perencanaan Pajak

• Tax Planning adalah suatu kapasitas yang dimiliki oleh wajib pajak
(WP) untuk menyusun aktivitas keuangan guna menmdapat
pengeluaran (beban) pajak yang minimal. secara teoritis, tax planning
dikenal sebagai effective tax planning, yaitu seorang wajib pajak
berusaha mendapat penghematan pajak (tax saving) melalui prosedur
penghindaran pajak (tax avoidance) secara sistematis sesuai
ketentuan UU Perpajakan (Hoffman, 1961).
• Tax avoidance adalah upaya pengurangan utang pajak secara
konstitusional (international tax glossary, 2005).
• Tax planning merupakan upaya legal yang bisa dilakukan oleh wajib
pajak. Tindakan itu legal karena penghematan pajak hanya dilakukan
dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur / loopholes.
(Gunawan)
Perilaku Pajak

Tax efisien

• WP ingin membayar pajak sekecil mungkin.


• All tax, all expense dan all parties harus memperoleh pajak
yang efisien

Tax Compliance

• Perilaku pajak dapat dipengaruhi oleh struktur regulasi,


penegakan hukum, dasar perilaku WP, budaya.

Tax Evasion

• Pelanggaran terhadap ketentuan perpajakan


TAX AVOIDANCE

 MANIPULASI PENGHASILAN SECARA LEGAL


YANG MASIH SESUAI DENGAN KETENTUAN
PERUNDANG – UNDANGAN PERPAJAKAN
UNTUK MEMPERKECIL JUMLAH PAJAK
TERUTANG (Barr NA, 1977)

 PENGATURAN SUATU PERISTIWA UNTUK


MEMINIMUMKAN PAJAK SESUAI DENGAN
KETENTUAN PERPAJAKAN
TAX SAVING

 USAHA MEMINIMALISASI JUMLAH UTANG PAJAK YANG


TIDAK TERMASUK DALAM LINGKUP PERPAJAKAN (Zain,
2003)
 MENGHINDARI UTANG PAJAK DENGAN TIDAK MEMBELI
ATAU MENJUAL YANG ADA PPN ATAU MENGURANGI
JAM KERJA
TAX HEAVENS

 FASILITAS PAJAK YANG DAPAT DINIKMATI DENGAN


ADANYA KETENTUAN PERPAJAKAN YANG BERLAKU
 JUSTIFIKASI :
 DOMISILI TIDAK ADA PAJAK YANG HARUS DIPUNGUT
 PAJAK HANYA DIPUNGUT UNTUK INTERNATIONAL
TAXABLE EVENT
 PERLAKUAN KHUSUS, MIS TAX HOLIDAYS
 EKSPANSI PASAR MELALUI PENDIRIAN KANTOR
TAX EVASION

 MANIPULASI SECARA ILEGAL ATAS PENGHASILAN


UNTUK MEMPERKECIL JUMLAH PAJAK TERUTANG
(Barr NA, 1997)
 PENYELUNDUPAN PAJAK YANG MELANGGAR
UNDANG-UNDANG PAJAK (Anderson, dalam Zain,
2003)
 KATEGORI:
 IGNORANCE ( KETIDAKTAHUAN )
 ERROR ( KESALAHAN )
 NEGLIGENCE ( KEALPAAN )
 MISSUNDERSTANDING ( KESALAHPAHAMAN )
 KESENGAJAAN
TAX PLANNING

 TINDAKAN LEGAL PENGENDALIAN TRANSAKSI


TERKAIT DENGAN KONSEKUENSI POTENSI PAJAK
PAJAK YANG DAPAT MENGEFISIENSIKAN JUMLAH
PAJAK YANG DITRANSFER KE PEMERINTAH.
 TRANSAKSI TERKENA PAJAK DIUPAYAKAN DIKURANGI
ATAU DITUNDA SECARA LEGAL
 ASPEK FORMAL DAN ADMININISTRATIF
 HUKUM PAJAK FORMIL
 NPWP DAN NPKP, PEMBUKUAN, MEMBAYAR PAJAK
 SELF ASSESMENT SYSTEM
 PAYMENT SYSTEM
 ASPEK MATERIIL : OPTIMALISASI ALOKASI SUMBER DANA
MANAJEMEN AGAR PEMBAYARAN PAJAK EFEKTIF
 HAL YANG PENTING :
 TIDAK MELANGGAR KETENTUAN PERPAJAKAN
 SECARA BISNIS MASUK AKAL
 BUKTI PENDUKUNG MEMADAI
(MIS. PERJANJIAN; FAKTUR; KEBIJAKAN AKUNTANSI)
 PENGENDALIAN PAJAK (TAX CONTROL)
 PERSYARATAN FORMAL DAN MARIIL
 PENGENDALIAN PEMBAYARAN PAJAK
 DOING THING RIGHT, DOING THE RIGHT THING AND
WORK SMART
STRUKTUR TAX PLANNING

ENTITAS BISNIS

TAX PLANNING

TAX TAX TAX


POLICY LAW ADMNST
TAX POLICY

 PAJAK YANG DIPUNGUT


 PAJAK PENGHASILAN BADAN DAN PERORANGAN
 PAJAK CAPITAL GAINS
 WITHOLDING TAX (GAJI, DIVIDEN, SEWA, BUNGA, dst)
 PAJAK IMPOR, EKSPOR DAN BEA MASUK
 PAJAK UNDIAN / HADIAH
 CAPITAL TRANSFER / TRANSFER DUTIES
 BUSINESS LICENCE DAN TRADE TAXES
 SIAPA SUBJEK PAJAK
 BADAN USAHA VS PEMEGANG SAHAM
 OBJEK PAJAK DAN TARIF PAJAK
 SELF ASSESMENT SYSTEM & PAYMENT SYSTEM
TAX LAW

 UNDANG - UNDANG PERPAJAKAN


 TIDAK MENGATUR SEMUA PERMASALAHAN PAJAK
 TIDAK MENGATUR SECARA TEKNIS

 PERATURAN PEMERINTAH, KEPMENKEU, SE DIRJEN PAJAK


 KETENTUAN BERTENTANGAN DENGAN UU
 PENYESUAIAN KEBIJAKAN TERTENTU
 ANALISIS CELAH (LOOPHOLES)
 PERBEDAAN TARIF PAJAK (TAX RATES)
 PERBEDAAN PERLAKUAN OBJEK PAJAK SEBAGAI
DASAR PENGENAAN PAJAK (TAX BASE)
 KESEMPATAN PENGHEMATAN PAJAK
TAX ADMINISTRATION

 PERSYARATAN ADMINISTRASI PAJAK


 MENGHINDARI SANKSI ADMINISTRASI & PIDANA
 PENGISIAN SPT DAN PEMBAYARAN PAJAK
 PENGAWASAN IMPLEMENTASI TAX PLANNING
Obyek Manajemen Pajak

• UU No 16 Tahun 2009 KUP


• UU No 36 Tahun 2008 PPh
Manajemen • UU No. 42 Tahun 2009 PPN
Perpajakan • Per PPh 21 dan 26
• Per Penilaian kembali aset
• Dll

Obyek Manajemen Pajak


• Pajak penghasilan badan dan pribadi
• pajak efisien
• Optimalkan tax deductible expense
• Pajak pihak ketiga PPh – tax deductible optimal, administrasi efisien
• PPN – administrasi efisien
Tujuan Manajemen Pajak

Financial mikro,  meminimalkan laba setelah pajak.

Organisasional-makro  memaksimalkan laba


setelah pajak.

Praktikal  mengurangi potensi ditemukannya item


oleh petugas pajak dalam proses pemeriksaan yang
akan menambah kewajiban pajak.

Konsep umum  Memenuhi kewajiban


perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.
Manajemen Pajak – Prasyarat

1. Memahami ketentuan perpajakan


Pemahaman yang baik atas aturan perpajakan dapat dimanfaatkan untuk
menghemat beban pajak.
2. Memahami tujuan manajemen pajak adalah efisiensi dan efektivitas
dalam pemenuhan kewajiban pajak
3. Memahami dan mengindentifikasi transaksi dan penilaian yang memiliki
konsekuensi pajak
4. Dokumentasi dan Pembukuan yang memenuhi syarat
Dokumen merupakan bukti transaksi dan dasar dalam menentukan pajak.
Pembukuan  bagaimana dokumen dicatat dan dilaporkan, baik secara
akuntansi atau secara perpajakan. Antar akuntansi dan pajak terkadang
ada perbedaan sehingga membutuhkan perhitungan ulang.
Langkah Manajemen Pajak

• Analisis informasi
1. yang ada
• Menganalisis 6.
• Pemutakhiran
komponen pajak
dalam transaksi • Triger Perubahan 5.
• Menghitung seakurat • Hasil Evaluasi
• Evaluasi
mungkin beban pajak • Perubahan Regulasi
pelaksanaan
yang harus • Perubahan bisnis
rencana yang telah
ditanggung. • Lingkungan ekonomi
dibuat

2. 3.
• Mencari alternative • Memilih alternative
lebih rencana yang paling efisien 4.
kemungkinan yang tersedia.
besarnya pajak atas • Tujuan  • Pelaksanaan
transaksi yang pembayaran pajak kewajiban
dianalisis yang efisien, sesuai perpajakan (tax
dengan ketentuan implementation) dan
yang berlaku, biaya pengendalian pajak
lain efisien (tax control)
Area Manajemen Pajak

Menghitung Tarip x DPP Pajak Terutang

Memperhitungkan Pelunasan Pajak Kredit Pajak

WP PT - KP

Membayar PT > KP PT = KP PT < KP

Melaporkan
SKPKB SKPN SKPLB

SPT SKPKBT
PELAKSANAAN TAX PLANNING

 PRINSIP FORMULA PAJAK PENGHASILAN


 UNSUR PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN
 PRINSIP DEDUCTIBLE MENJADI TAXABLE
 BIAYA DAPAT DIKURANGKAN
 PENGHASILAN TIDAK OBJEK PAJAK
 PEMECAHAN USAHA
 PEMBENTUKAN ENTITAS BARU--HOLDING COMPANY
 PENYEBARAN PENGHASILAN DAN BIAYA
 ALTERNATIF KEBIJAKAN MANAJEMEN & AKUNTANSI
 FAKTOR PAJAK
 PENINGKATAN BIAYA YANG DAPAT DIKURANGKAN
 PERUBAHAN PENGERTIAN PENGHASILAN YANG TIDAK
KENA PAJAK
FORMULA PAJAK PENGHASILAN

NO KOMPONEN PERHITUNGAN KETENTUAN


1 Jumlah seluruh penghasilan Pasal 4 ayat 1
2 Penghasilan tidak objek pajak penghasilan (-) Pasal 4 ayat 3
3 Penghasilan bruto (=) (1-2)
4 Biaya fiskal boleh dikurangkan (-) Pasal 6 ayat 1
Koreksi : Pasal 11
Biaya yang tidak boleh dikurangkan (-) Pasal 11A
Pasal 9 ayat 1 dan 2
5 Penghasilan neto (=) (3-4)
6 Kompensasi kerugian (-) Pasal 6 ayat 2
7 Penghasilan Tidak Kena Pajak ( Wajib Pajak (-) Pasal 7 ayat 1
Orang Pribadi )
8 Penghasilan Kena Pajak (=) (5-6-7)
9 Tarip pajak (x) Pasal 17
10 Pajak Penghasilan Terutang (=) (8-9)
11 Kredit pajak (-) Pasal 21; 22, 23, 24
dan pasal 25
12 Pajak Penghasilan Kurang Bayar / Lebih Bayar / ( 10 - 11 )
Nihil Bayar Pasal 28, 28 A dan 29
BIAYA DAPAT DIKURANGKAN

 BIAYA UNTUK MENDAPATKAN PENGHASILAN


 PENYUSUTAN DAN AMORTISASI
 IURAN DANA PENSIUN YANG DISAHKAN MENKEU
 KERUGIAN PENJUALAN HARTA
 KERUGIAN SELISIH KURS
 BIAYA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
 BIAYA BEA SISWA, MAGANG DAN PELATIHAN
 PIUTANG YANG TIDAK TERTAGIH, syarat :
a. TELAH DIBEBANKAN SEBAGAI BIAYA
b. DISERAHKAN BADAN URUSAN PIUTANG DAN LELANG
NEGARA (BUPLN)
c. DIPUBLIKASIKAN DALAM PENERBITAN
d. MENYERAHKAN DAFTAR PIUTANG TIDAK TERTAGIH
KEPADA DIRJEN PAJAK
PENGHASILAN BUKAN OBJEK PAJAK

 BANTUAN ATAU SUMBANGAN


 WARISAN
 SETORAN TUNAI PENYERTAAN SAHAM DITERIMA BADAN
 IMBALAN DALAM BENTUK NATURA
 PENERIMAAN ASURANSI KEPADA ORANG PRIBADI
 DEVIDEN YANG DITERIMA BADAN, syarat :
a. BERASAL DARI LABA DITAHAN
b. BAGI PT, BUMN DAN BUMD PENERIMA DEVIDEN PALING
RENDAH 25% DAN MEMPUNYAI USAHA AKTIF DILUAR
KEPEMILIKAN SAHAM
 IURAN PENSIUN
 PENGHASILAN MODAL YANG DITANAMKAN
 BAGIAN LABA YANG TIDAK TERBAGI ATAS SAHAM
 BUNGA OBIGASI DITERIMA PERUSAHAAN REKSADANA
 PENGHASILAN YANG DITERIMA PERUSAHAAN VENTURA
PRINSIP TAXABLE & DEDUCTIBLE

 MERUBAH DEDUCTIBLE MENJADI TAXABLE


 BEBAN YANG TIDAK DAPAT DIKURANGKAN MENJADI
DAPAT DIKURANGKAN
 PENGHASILAN SEBAGAI OBJEK PAJAK MENJADI BUKAN
OBJEK PAJAK
 ILUSTRASI !!
PT. DHANA MEMPEROLEH PENGHASILAN Rp10,000,000 RIBU
DAN BEBAN KOMERSIAL Rp7,500,000 RIBU, TERMASUK
KEBIJAKAN MENYEDIAAN DOKTER DAN OBAT-OBATAN
SEJUMLAH RP180,000,000 RIBU
PERHITUNGAN FISKAL
KETERANGAN TANPA PERENCANAAN TAX PLANNING

Penghasilan 10,000,000,000.00 10,000,000,000.00


Beban komersial (7,500,000,000.00) (7,500,000,000.00)
Laba sebelum pajak 2,500,000,000.00 2,500,000,000.00
Koreksi :
Biaya tidak boleh
dikurangkan 180,000,000.00
Laba Fiskal 2,680,000,000.00 2,500,000,000.00

Pajak penghasilan (786,500,000.00) (732,500,000.00)

Laba setelah pajak 1,893,500,000.00 1,767,500,000.00

PENGHEMATAN PAJAK Rp54,000,000.00


Penyebaran penghasilan & biaya

 PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PENGENAAN PAJAK


 PENJUALAN SECARA ANGSURAN / KREDIT
 PERPENDEK JANGKA WAKTU BIAYA YANG DAPAT
DIKURANGKAN
 PEMBELIAN TUNAI MENJADI LEASING
 BIAYA LEASING LEBIH BESAR PENYUSUTAN
FISKAL
 DIVERSIFIKASI USAHA PENUNJANG
 PEMBENTUKAN ENTITAS BISNIS BARU
MIS. PERUSAHAAN LEASING ATAU SEWA (RENTAL)
PERENCANAAN PPH PASAL 21
Kebijakan/metode pemotongan PPh Pasal 21 dapat dipilih oleh Wajib Pajak:
1. PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan (potong gaji)
Metode ini lazimnya disebut METODE GROSS. Dalam hal ini jumlah PPh Pasal 21 yang
terutang akan ditanggung oleh karyawan itu sendiri sehingga benar-benar mengurangi
penghasilan. Istilah yang sering digunakan adalah bahwa PPh Pasal 21 dipotong oleh
perusahaan.
2. PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan (ditanggung)
• Metode ini lazimnya disebut METODE NET. Dalam hal ini, jumlah PPh Pasal 21 yang
terutang akan ditanggung oleh perusahaan yang bersangkutan. Gaji yang diterima
oleh karyawan tersebut tidak dikurangi dengan PPh Pasal 21 karena perusahaanlah
yang menanggung biaya/beban PPh Pasal 21. Penghitungan PPh Pasal 21 tersebut
tidak dilakukan dengan cara gross up. PPh Pasal 21 yang ditanggung perusahaan
tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan karena tidak
dimasukkan sebagai faktor penambahan pendapatan dalam SPT PPh Pasal 21.
• PPh Pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan (ditunjang) Metode ini lazimnya
disebut METODE GROSS UP. Jika PPh Pasal 21 diberikan dalam bentuk Tunjangan,
maka jumlah tunjangan tersebut akan menambah penghasilan karyawan dan
kemudian baru dikenakan PPh Pasal 21. Dalam hal ini penghitungan PPh dilakukan
dengan cara gross up di mana besarnya tunjangan pajak sama dengan jumlah PPh
Pasal 21 terutang untuk masing-masing karyawan.
PERENCANAAN PPH PASAL 21

• Sepintas lalu kebijakan PPh Pasal 21 metode GROSS akan terlihat


memberatkan perusahaan karena jumlah penghasilan karyawan akan
bertambah besar sebagai akibat dari penambahan tunjangan pajak.
Namun demikian beban perusahaan tersebut akan tereliminasi karena
PPh Pasal 21-nya dapat dibiayakan.
• Di samping memberikan tunjangan PPh Pasal 21 yang besarnya sama
dengan PPh terutang untuk masing-masing karyawan (metode gross up),
perusahaan juga bisa memberikan tunjangan PPh Pasal 21 yang
besarnya berbeda dengan PPh terutang.
• Dalam hal besarnya PPh Pasal 21 yang terutang lebih besar daripada
tunjangan PPh Pasal 21, maka kekurangannya bisa ditanggung karyawan
(dipotong) dari karyawan atau ditanggung perusahaan. Jika
kekurangannya ditanggung oleh perusahaan, maka perlakuan
perpajakannya menjadi non deductible expenses.
PERENCANAAN PPN
• Optimalkan kredit pajak – pajak masukan yang dapat
dikurangkan.
• Hindari pembayaran PPN lebih awal dibandingkan dengan
pembayaran yang dilakukan oleh pelanggan.
– Hindari piutang macet
– Pembayaran kredit
• Hindari pajak masukan yang tidak dapat dikurangkan
– kelengkapan administrasi
– keterlambatan faktur
PAJAK
INTERNASIONAL
Pajak Internasional

• Pemenuhan ketentuan perpajakan yang terkait dengan


luar negeri
– PPh pasal 24
– PPh pasal 26
• Perencanaan pajak dalam konteks transaksi di luar
negeri
– Penentuan jurisdiksi pemajakan
– Transfer pricing
– Perjanjian penghindaran pajak berganda
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TRANSAKSI
INTERNASIONAL

• Teknologi Informasi
• Transportasi
• Globalisasi (FTA, EPA & Other Multilateral Co-operation)
• Tingkat Ketergantungan
• Isu klasik Pajak Internasional
– Transfer Pricing
– Double Taxation
– Harmful Tax Competition
– Electronic Commerce
– Special Purpose Vehicle & Tax Haven Countries
• Isu Terkini Pajak Internasional
– Treaty Shopping
– Contract Manufacturing
– Beneficial Owner
– Mutual Agreement Procedure versus Tax Arbitration
ASPEK INTERNASIONAL DALAM UU PPh

1. Subjek Pajak
2. Objek Pajak
3. BUT & Kantor Perwakilan Dagang Asing
4. SAAR
a. Related Party
b. Arm’s Length Price
c. Controlled Foreign Company
5. Pemotongan PPh Pasal 21/26
6. Kredit Pajak Luar Negeri & Sumber Penghasilan
SUBJEK PAJAK
1. Domicile Principle
2. Quantitative Test or Qualitative Test
3. Incorporation
4. Effective Management

Note:
a. Scope of tax obligations
b. Double taxation due to dual resident cannot be avoided
OBJEK PAJAK

1. World Wide Income versus Territorial Income


2. All type of income (business income, passive income, employment
income & other income)
3. Tax Object (final & non final) & Non Tax Object
4. Foreign Tax Credit Claims

Note:
a. Withholding Tax on Certain Income
b. Double taxation on the same income cannot be avoided
BENTUK USAHA TETAP & KANTOR
PERWAKILAN DAGANG ASING

1. Perusahaan PMA vs BUT vs KPDA


2. Pengertian BUT & jenis BUT (Asset type, Activity type, Insurance type
& Agency type)
3. Perlakuan perpajakan sama dengan WP DN
4. Cakupan penghasilan
5. Branch Profit Tax & Insentif Pajak

Note:
a. KPDA deem tax 0,44 %
b. How if there is tax treaty?
KREDIT PAJAK LUAR NEGERI & SUMBER
PENGHASILAN

1. Exemption vs Credit Method


2. Full Exemption & Exemption with Progression
3. Full Credit & Ordinary Credit
4. Ordinary Credit per Country Limitation
5. Source Rule

Note:
a. To avoid any double taxation
TAX TREATY

1. Bilateral Tax Agreement (DTAs)


2. Division of Taxing Rights
3. Spirit  DTA & Combat of Tax Evasion
4. Objective: DTA, Combat of Tax Evasion, Cash Flow Saving, Non
Discrimination, EoI, MAP for tax dispute settlement
OUTLOOK KEBIJAKAN PERPAJAKAN
INTERNASIONAL

1. Beneficial Owner
2. W/H atas Penghapusan Utang LN
3. Deem Purchase Rule
4. Deem Sale of Share Rule
5. World Wide Employment Rule
Special Purpose Company

BVI Ltd

Bank A menjual
asset kredit atas PT
L PT X memiliki 95%
X kepada BVI Ltd
N saham BVI Ltd.

DN
Bank A PT X

Bank A
memiliki asset Merupakan penjualan
kredit atas PT asset kredit kepada PT
X X

14-Nov-20 47
PASAL 18 AYAT (3c)

Penjualan atau pengalihan saham perusahaan


antara (conduit company atau Special Purpose
Company) yang didirikan atau bertempat
kedudukan di negara yang memberikan
perlindungan pajak (Tax Haven Country) yang
mempunyai hubungan istimewa dengan badan
yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia
dapat ditetapkan sebagai penjualan atau
pengalihan saham badan yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk
usaha tetap di Indonesia.

14-Nov-20 48
Conduit/Dummy Company

US Co. memiliki 50%


saham BVI Ltd.
US Co.
US Co. & UK Co.
menjual saham BVI
BVI Ltd Ltd. yg dimilikinya
UK Co. memiliki 50% kepada PT X
saham BVI Ltd. UK Co.
L
N BVI Ltd. memiliki 95%
PT PMA Y

DN
PT PMA Y PT X

Merupakan penjualan kepemilikan


atas PT PMA Y kepada PT X

14-Nov-20 49
PASAL 18 AYAT (3d)

Besarnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak


orang pribadi dalam negeri dari pemberi kerja
yang memiliki hubungan istimewa dengan
perusahaan lain yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia dapat
ditentukan kembali, dalam hal pemberi kerja
mengalihkan seluruh atau sebagian penghasilan
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tersebut
ke dalam bentuk biaya atau pengeluaran lainnya
yang dibayarkan kepada perusahaan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia tersebut.

14-Nov-20 50
Meminimalkan Penghindaran Pajak

Keluarga A X Co Terdapat
hubungan
Pembayaran istimewa
tunjangan keluarga antara X Co
L dengan PT
N Pembayaran X
Management
DN fee /royalti Penghasilan
/dll A di
Indonesia
A PT X
adalah
pembayaran
Pembayaran gaji +
Gaji pembayaran
tunjangan
keluarga
14-Nov-20 51
Comparability Analysis

• Faktor-faktor yang menentukan perbandingan:


– Karakteristik Barang dan Jasa.
– Analisis fungsional atas kegiatan usaha yang
dilakukan, risiko yang ditanggung, dan aktiva yang
dipergunakan dalam kegiatan usaha.
– Syarat-syarat yang tercantum dalam kontrak (e.g. cara
pembayaran, jangka waktu pembayaran, volume
penjualan, jaminan yang diberikan).
– Lingkungan ekonomi (e.g. geografi, kompetisi bisnis,
permintaan, penawaran, regulasi pemerintah, dan
produk pengganti).
– Strategi bisnis yang dijalankan perusahaan (e.g.
pengembangan produk baru dan penetrasi pasar).
Transfer Pricing Methods

Methods

Preferred methods Profit based


(Transaction based) methods

Transactional
Comparable Resale Cost plus Net Profit split
Uncontrolled Price Margin method
price Method
(CUP) (RPM)

Net Net Net Residual Contribution


Margin Margin Margin analysis analysis
on on on
cost sales assets
OECD Guidelines Hierarchy

Most Comparable
Preferred Uncontrolled
Price

Cost Plus Resale Price


Method

Transactional
Net Margin Profit Split
Least Preferred Method
Selection of Methods - OECD
Guidelines

YES
Is CUP approach reliable? Use CUP
NO

Is RPM or
YES YES
RPM Cost Plus Cost Plus
reliable?
NO

Profit Method

EITHER
Profit Split TNMM
OECD Guidelines tentang TP
Methods
• Tidak ada satu metode yang tepat untuk dipergunakan dalam
setiap situasi yang ada.
• Wajib Pajak tidak dipersyaratkan untuk menentukan harga
pasar wajar melalui pendekatan berbagai metode yang ada.
Sedangkan di Amerika Serikat, Wajib Pajak diharuskan
menentukan harga pasar wajar melalui berbagai metode yang
ada. Setelah itu, Wajib Pajak diminta untuk memilih salah satu
metode yang dipakai sebagai penentuan harga pasar yang
paling baik (best method rule).
• Metode tradisional yang terdiri dari CUP, resale price, dan cost
plus lebih diutamakan daripada metode transactional profit.
Comparable Controlled Price (CUP)

Independent
Tested Party Tested Party Party

X Y A B

Independent Independent
Related Party Related Party
Party Party

Produk/jasa sama, syarat dan Produk/jasa sama, syarat dan


kondisi sama, kondisi sama, membandingkan
membandingkan harga X harga A dengan harga B
dengan harga Y (Source: Douglas Fone)
Penggunaan CUP

• Metode CUP dalam praktiknya memerlukan adjustment (misalnya


karena perbedaan: currency, terms of trade seperti FOB, CIF, credit
terms)
• secara luas dipergunakan pada perusahaan pertambangan minyak, biji
besi, gandum, dan jenis barang lainnya dalam pasar komoditi.
Resale Price Method (RPM)

Independent Independent
Related Party Related Party
Party Party

Independent
Tested Party Tested Party
Party
X Y A B
Independent Independent Independent
Party Party Party

produk sama, ada penambahan value produk sama, ada penambahan value
oleh tested distributor, membandingkan oleh tested distributor, membandingkan
gross margin X dengan gross margin Y gross margin A dengan gross margin B

(Source: Douglas Fone)


Penggunaan RPM

• Diterapkan di perusahaan yang menjalankan fungsi distribusi yang tidak


terlalu banyak memberikan added value atas produk yang
didistribusikan
Cost Plus Method (CPM)

Independent
Tested Party Tested Party Party

X Y A B

Independent Independent
Related Party Related Party
Party Party

FAR sama, membandingkan gross FAR sama, membandingkan gross


margin X dengan gross margin Y margin A dengan gross margin B
(Source: Douglas Fone)
Penggunaan CPM

• Metode ini diterapkan untuk kondisi seperti berikut:


– barang yang diperjual-belikan oleh pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa adalah barang setengah jadi (semi-finished goods),
– kegiatan pemberian jasa (intra group services)
– Ketersediaan data dan keakuratan data
Profit Split Method (PSM)-Residual

Contract R&D Limited risk sales & distribution


(cost centre) (revenue centre)

Call centre services


(cost centre)
Limited risk procurement
(cost centre)
Contract manufacturer
(cost centre)

Routine
Return
(Source: Douglas Fone)
Profit Split Method (PSM)-Contribution

Tested Party
keseluruhan
Total profit

Related Party

Related Party

Related Party

(Source: Douglas Fone)


Transactional Net Margin Method (TNNM)

Independent
Related Party Tested Party Related Party
Party

Independent
Tested Party Tested Party
Party

X Y A B

Independent Independent Independent


Party Party Party

FAR sama, membandingkan net FAR sama, membandingkan net


margin X dengan net margin Y margin A dengan net margin B
(Source: Douglas Fone)
Illustration of Traditional Methods

Cost 110 A C
150
Associated 180
160 Enterprise
(distributor)

B D
Independent
Enterprise Independent
distributor buyer

High taxing country


Low taxing country
Comparative Traditional Methods

No Description Non Arm’s length price based


arm’s on traditional methods
lengt CUP Cost Resale
price plus price
1 Sale price of C 180 180 180 180

2 Sale price of A 150 160 154 162


3 Cost of A 110 110 110 110
4 Profit of A 40 50 44 52
5 Profit of C 30 20 26 18
6 Total profit of groups 70 70 70 70
Pengungkapan Hubungan Istimewa - 1

• Hakekat hubungan istimewa,


• Jenis dan unsur transaksi yang diperlukan untuk
pemahaman laporan keuangan tersebut.
– suatu petunjuk mengenai volume transaksi, baik jumlahnya
maupun proporsinya, jumlah atau proporsi pos-pos terbuka
(outstanding items), dan
– kebijakan harga.
• Pos-pos yang berhakekat sama dapat diungkapkan secara
agregatif kecuali bila pengungkapan terpisah diperlukan
untuk memahami dampak transaksi antara pihak yang
mempunyai hubungan istimewa pada laporan keuangan
perusahaan pelapor.
• Pengaruh pengungkapan ini untuk semua transaksi dan tersebar
untuk semua akun (piutang, utang, penjualan, dll)
68
Pengungkapan Hubungan Istimewa - 2
• Pengungkapan transaksi tidak diperlukan:
– dalam laporan keuangan konsolidasi sehubungan dengan transaksi intra-
kelompok.
– dalam laporan keuangan induk perusahaan bila laporan itu tersedia atau
ikut diterbitkan bersama dengan laporan keuangan konsolidasi.
– dalam laporan keuangan anak perusahaan yang dimiliki seluruhnya oleh
induk perusahaan dan telah disusun laporan keuangan konsolidasinya,
dan dalam
– laporan keuangan badan usaha milik negara/daerah mengenai transaksi
dengan badan usaha milik negara/daerah lainnya.

69
BENTUK USAHA TETAP & KANTOR
PERWAKILAN DAGANG ASING

1. Perusahaan PMA vs BUT vs KPDA


2. Pengertian BUT & jenis BUT (Asset type, Activity type, Insurance type
& Agency type)
3. Perlakuan perpajakan sama dengan WP DN
4. Cakupan penghasilan
5. Branch Profit Tax & Insentif Pajak

Note:
a. KPDA deem tax 0,44 %
b. How if there is tax treaty?
CONTOH
MANAJEMEN
PAJAK
Kasus Penggelapan Pajak PT. Indosat Multimedia
(IM3)
Dengan cara memanipulasi Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai ( SPT Masa
PPN) ke kantor pajak untuk tahun buku Desember 2001 dan Desember 2002. Jika pajak
masukan lebih besar dari pajak keluaran, dapat direstitusi atau ditarik kembali. Karena itu,
IM3 melakukan restitusi sebesar Rp 65,7 miliar. 750 penanam modal asing (PMA) terindikasi
tidak membayar pajak dengan cara melaporkan rugi selama lima tahun terakhir secara
berturut-turut. Dalam kasus ini terungkap bahwa pihak manajemen berkonspirasi dengan
para pejabat tinggi negara danotoritas terkait dalam melakukan penipuan akuntansi.

Manajemen juga melakukan konspirasi dengan


auditor dari kantor akuntan publik dalam
melakukan manipulasi laba yang menguntungkan
dirinya dan korporasi, sehingga merugikan banyak
pihak dan pemerintah. Kemungkinan telah terjadi
mekanisme penyuapan (bribery) dalam kasus
tersebut. Pihak pemerintah dan DPR perlu segera
membentuk tim auditor independen yang kompeten
dan kredibel untuk melakukan audit investigatif
atau audit forensik untuk membedah laporan
keuangan dari 750 PMA yang tidak membayar
pajak. Korporasi multinasional yang secara sengaja
terbukti tidak memenuhi kewajiban ekonomi,
hukum, dan sosialnya bisa dicabut izin operasinya
dan dilarang beroperasi di negara berkembang.
Analisis atau Tanggapan Kasus Penggelapan Pajak PT. Indosat
Multimedia (IM3)

Analisis atau Tanggapan:


Memang tak terpungkiri kasus seperti ini sering sekali terjadi di perusahaan-
perusahaan besar apalagi yang sudah terbuka. Mereka melakukan manipulasi laba
yang menguntungkan dirinya dan korporasi, sehingga merugikan banyak pihak dan
pemerintah. Dapat kita kaitkan bahwa PT. Indosat belum melakukan fungsi
manajemen pajak dengan baik. Fungsi tersebut diantaranya melakukan perencanaan
pajak, pelaksanaan kewajiban perpajakan dan pengendalian pajak.

Dalam hal ini, pihak PT. Indosat IM3 melakukan restitusi sebesar
Rp 65,7 miliar. 750 penanam modal asing (PMA) terindikasi tidak
membayar pajak dengan cara memanipulasi Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai ( SPT Masa PPN)
ke kantor pajak untuk tahun buku Desember 2001 dan Desember
2002 dan melaporkan rugi selama lima tahun terakhir secara
berturut-turut sehingga menimbulkan kecurigaan pihak Dirjen
Pajak. Dan juga pihak manajemen berkonspirasi dengan para
pejabat tinggi negara danotoritas terkait dalam melakukan
penipuan akuntansi. Oleh karena itu, kasus ini harus segera
ditindak lanjuti karena sudah merugikan berbagai pihak akibat
buruknya manajemen pajak PT. Indosat Multimedia (IM3).
Dwi Martani - 081318227080
martani@ui.ac.id atau dwimartani@yahoo.com
http://staff.blog.ui.ac.id/martani/ 74
Pengertian P3B

Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) adalah perjanjian internasional di


bidang perpajakan antar kedua negara guna menghindari pemajakan ganda agar tidak
menghambat perekonomian kedua negara dengan prinsip saling menguntungkan antar
kedua negara dan dilaksanakan oleh penduduk antar kedua negara yang terlibat dalam
perjanjian tersebut.

Dengan demikian, inti dari suatu P3B adalah pembagian hak pemajakan antar negara.
P3B tidak menimbulkan jenis pajak baru dan tidak mengatur tarif pajak. P3B hanya akan
mengatur pembagian hak pemajakan sehingga nantinya atas beberapa jenis penghasilan,
hak pemajakan suatu negara akan dibatasi oleh P3B.
Tujuan P3B
a. Tidak terjadi pemajakan berganda yang memberatkan ikim dunia usaha;
b. Peningkatan investasi modal dari luar negeri ke dalam negeri;
c. Peningkatan sumber daya manusia;
d. Pertukaran informasi guna mencegah pengelakan pajak;
e. Kedudukan yang setara dalam hal pemajakan antar kedua negara.

Selain untuk mencegah pengenaan pajak berganda, P3B juga dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya penghindaran pajak (tax avoidance) dan pengelakan pajak (tax
evasion). Jika tujuan-tujuan tersebut tercapai tentu saja pada akhirnya P3B dapat
menghilangkan hambatan dalam lalu lintas perdagangan, modal dan investasi antar negara
sehingga pada akhirnya dapat dicapai kesejahteraan suatu negara karena sumber daya
dialokasikan secara efisien.
Teori P3B
Persetujuan penghindaran pajak berganda adalah persetujuan antara dua negara yang
berisi kesepakatan membagi hak untuk mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang
berasal dari suatu negara yang diperoleh penduduk negara lain. Istilah lain yang biasa
digunakan dalam menyebut P3B adalah Tax Treaty, double taxation agreement (DTA),
double taxation convention (DTC), double taxation treaty, atau tax conventions.

Pembagian hak pemajakan tersebut dituangkan dalam suatu persetujuan berisi


ketentuan – ketentuan yang akan mengikat kedua negara. Suatu P3B yang lengkap
umumnya memuat ketentuan mengenai:
1. Ketentuan tentang hal – hal yang menjadi ruang lingkup (scope provisions) dari P3B,
yang terdiri atas:
a.Jenis – jenis pajak yang diatur dalam P3B
b.Subjek pajak yang dapat memanfaatkan P3B

2. Ketentuan yang mengatur tentang definisi dari istilah yang ada dalam P3B (definition
provisions).
3. Ketentuan yang mengatur tentang hak pemajakan suatu negara atas suatu jenis
penghasilan (substanstive provisions).
Teori P3B
4. Ketentuan yang mengatur tentang pemberian fasilitas eliminasi atau keringanan pajak
berganda (provisions for the elimination of double taxation).
5. Ketentuan yang mengatur upaya penghindaran pajak (anti avoidance provisions), yang
terdiri atas:
Ketentuan tentang hubungan istimewa :
a.Ketentuan tentang kerjasama antar otoritas perpajakan (mutual agreement procedure);
b.Ketentuan tentang pertukaran informasi.
6. Ketentuan lainnya (special provisions) seperti ketentuan tentang non diskriminasi,
diplomat, teritorial ekstensi, dan bantuan untuk melakukan pemungutan pajak.
7. Ketentuan tentang saat dimulai dan berakhirnya suatu P3B (final provisons).
Proses Pembentukan P3B
Proses pembentukan P3B:
1. Adanya inisiatif dari salah satu negara untuk mengadakan suatu P3B.
2. Pertukaran draft P3B. Negosiasi akan dilakukan untuk membahas isi pasal-pasal dari
draft P3B masing-masing negara yang menunjukkan perbedaan.
3. Setelah dicapai kesepakatan, para negosiator melakukan penandatanganan draft dan
melanjutkannya ke proses ratifikasi.
4. Ratifikasi dilakukan dengan penerbitan Peraturan Presiden tanpa melalui pembahasan
dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
5. Setelah kedua negara meratifikasi dan melakukan pertukaran ratifikasi, biasanya P3B
akan berlaku pada tanggal 1 Januari tahun berikutnya atau sesuai dengan persetujuan.
Bagan/ Struktur P3B
STRUKTUR P3B - OECD MODEL
Ketentuan-ketentuan di dalam P3B dapat dikelompokkan menjadi:
1. Ruang Lingkup (Scope);
2. Definisi;
3. Substansi (pembagian hak pemajakan atas penghasilan);
4. Anti Penghindaran Pajak;
5. Metode menghilangkan pajak berganda;
6. Lain-lain.
Bagan/ Struktur P3B
STRUKTUR P3B-OECD MODEL
Bagan/ Struktur P3B
Istilah Baku
Istilah baku P3B:
1.DTA : Double Tax Agreement;
2.DTC : Double Tax Convention;
3.Tax Treaty : perjanjian internasional yang disepakati antar negara
dan dibuat sesuai dengan hukum internasional;
4.P3B : Persetujuan antara 2 negara atau lebih dengan membagi
hak untuk mengenakan pajak atas penghasilan yang berasal dari
suatu negara yang diperoleh penduduk negara lain(IBFD).
Istilah Penduduk dan Status
Rangkap
Istilah "penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan" berarti setiap orang
dan badan, yang menurut perundang-undangan Negara tersebut dapat
dikenakan pajak di Negara itu berdasarkan domisilinya, tempat kediamannya,
tempat terdaftarnya, kedudukan kantor pusatnya, tempat kedudukan
manajernya ataupun atas dasar lainnya yang sifatnya serupa.
Penentuan Domisili (Penduduk)

Penentuan domisili suatu badan usaha menurut Pasal 2 ayat (3) UU PPh berdasarkan
kriteria tempat pendirian residence dengan memberikan ketentuan (Pasal 4 ayat (3) model
OECD) .Tiebreaker Rule. , yaitu dengan merujuk kepada:
(1)tempat pendirian;
(2)manajemen efektif; atau
(3)kesepakatan bersama (mutual agreement procedures). Dengan merujuk kepada
ketentuan solusi tersebut, maka untuk tujuan penerapan P3B tidak terdapat residensi
ganda.

Sementara itu, untuk menentukan status penduduk wajib pajak orang pribadi apabila
terjadi dual residences, ditetapkan berdasarkan:
a. Tempat tinggal tetap yang tersedia baginya;
b. Hubungan-hubungan pribadi dan ekonomi yang lebih erat (pusat kepentingan-
kepentingan pokok);
c. Tempat kebiasaan berdiam;
d. Kewarganegaraan;
e. Persetujuan bersama pejabat-pejabat yang berwenang.
Surat Keterangan Domisili (SKD)

 SKD wajib diserahkan oleh WPLN untuk memperoleh manfaat P3B;


 SKD diterbitkan oleh Competent Authority atau wakilnya yang sah di
negara mitra P3B Indonesia;
―Wakilnya yang sah  s.d. Kepala kantor dimana WPLN tersebut
terdaftar sebagai WPDN
 Bentuk SKD sesuai dengan kelaziman di negara tempat WPLN
berkedudukan
(SE Dirjen Pajak Nomor SE-03/PJ.101/1996)
Surat Keterangan Domisili (SKD)

Isi SKD sekurang-kurangnya menyatakan:


― Wajib Pajak luar negeri ybs. benar berkedudukan di negara
tersebut,
― disertai tanggal dan tandatangan pejabat yang menerbitkan SKD.

SKD berlaku selama 1 (satu) tahun sejak tanggal diterbitkan, kecuali


untuk WP bank. Bagi WP bank, SKD berlaku selama bank tersebut
tetap mempunyai alamat yang sama dengan alamat yang tercantum
dalam SKD.

(SE Dirjen Pajak Nomor SE-03/PJ.101/1996)


Contoh Surat Keterangan Domisili
Konsep Penduduk Dari Negara yang Mengadakan
Persetujuan

Antar negara mengadakan perpanjian perpajakan (tax treaty) yang disebut Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan maksud melindungi penduduk suatu negara
supaya tidak menanggung beban pajak dari dua atau lebih otoritas pajak (dalam negeri
dan luar negeri). Dalam hal telah ada perjanjian perpajakan, maka pemungutan pajak
berdasarkan perjanjian perpajakan (kedudukan perjanjian perpajakan lebih tinggi dari
undang-undang pajak nasional suatu negara).
Model Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Dalam
Dunia Perpajakan Internasional

Model P3B dibuat untuk mempermudah negara – negara dalam mebuat P3b. Dalam
mengadakan persetujuan dengan negara lain, biasanya negara – negara di dunia
menggunakan Model P3B sebagai acuan. Model P3B yang paling umum dikenal, yaitu:
1. OECD Model. OECD Model merupakan model P3B yang digunakan sebagai acuan
negara – negara yang tergabung dalam organisasi OECD (organization for economic
cooperation and development). OECD Model menganuta azas domisili, model ini lebih
banyak digunakan oleh negara – negara maju sebagai negara yang mempunyai subjek
dari yang mempunyai penghasilan.
2. UN Model. UN Model merupakan model P3B yang dikembangkan oleh organisasi
perserikatan Bangsa – Bangsa (united nation/UN). UN Model menganut azas sumber,
model ini lebih banyak digunakan oleh negara – negara yang sedang berkembang
sebagai negara yang memounyai sumber penghasilan.
Aspek P3B
Indonesia sebagai Negara berdaulat memiliki hak untuk membuat ketentuan tentang
perpajakan. Fungsi dari pajak yang ditarik oleh pemerintah ini utamanya adalah untuk
membiayai kegiatan pemerintahan dalam rangka menyediakan barang dan jasa publik
yang diperlukan oleh seluruh rakyat Indonesia. Di samping itu, pajak juga berfungsi untuk
mengatur perilaku warga Negara untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Salah satu jenis pajak yang berlaku di Indonesia dan memiliki peranan penting dalam
penerimaan negara adalah Pajak Penghasilan (PPh) yang pertama kali diberlakukan pada
tahun 1984 berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983.

Pajak Penghasilan adalah pajak subjektif di mana jenis pajak ini bisa dikenakan apabila
syarat subjektif dan objektif terpenuhi bagi orang atau badan. Pada umumnya hampir
semua orang atau badan di Indonesia akan memenihi syarat subjektif dan jika orang atau
badan ini memperoleh penghasilan maka syarat objektif juga terpenuhi.
Aspek P3B
Jika subjek pajak yang dikenakan PPh adalah WNI yang penghasilannya berasal dari
Indonesia juga, maka tidak ada aspek pajak internasional dalam kasus ini. Namun
demikian, karena definisi subjek pajak tidak dikaitkan dengan kewarganegaraan maka
terdapat kemungkinan ada warga Negara asing atau badan asing yang dikenakan
kewajiban Pajak Penghasilan di Indonesia. Dalam kasus seperti ini, Pajak Penghasilan
sudah menyentuh aspek pajak internasional.

Aspek pajak internasional juga akan terjadi bila seorang WNI atau badan Indonesia
menerima atau memperoleh penghasilan dari luar negeri. Hal ini disebabkan karena Pajak
Penghasilan Indonesia menerapkan prinsip worldwide income sehingga penghasilan dari
luar negeri di atas juga merupakan objek Pajak Penghasilan Indonesia.
Ketentuan-ketentuan Lain
Non-Diskriminasi
Ketentuan mengenai nondiskrimasi dimaksudkan agar warga negara dari suatu
negara pihak pada persetujuan yang melakukan kegiatan di negara pihak lainnya pada
persetujuan, dilindungi dari praktik pembebanan pajak berbeda yang memberatkan
salah satu negara pihak pada persetujuan.

Ketentuan nondiskrimasi berlaku terhadap bentuk usaha tetap milik penduduk dari
suatu negara pihak pada persetujuan yang beroperasi di negara pihak lainnya pada
persetujuan, termasuk perusahaan penanaman modal di negara yang bersangkutan
yang modalnya sebagian atau seluruhnya, dimiliki atau dikuasi baik langsung maupun
tidak langsung oleh penduduk dari negara yang disebutkan pertama. Ketentuan ini juga
mengatur bahwa negara pihak lainnya pada persetujuan tidak diwajibkan untuk
memperlakukan pengenaan pajak khusus, seperti keringanan pajak, potongan atau pun
pengurangan kepada warga negara atau penduduk dari negara yang disebutkan
pertama.
Ketentuan-ketentuan Lain
Tata cara persetujuan bersama
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengakomodasi penyimpangan yang muncul
dalam praktik, yang disebabkan oleh perbedaan interpretasi berkenaan dengan
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam persetujuan yang selanjutnya mengakibatkan
pula pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan jumlah yang seharusnya seperti yang
dimaksudkan dalam P3B.

Ketentuan ini mengatur pula tentang batas waktu penyampaian masalah yang
diduga tidak sesuai dengan P3B, misalnya paling lambat dua tahun sejak
pemberitahuan pertama berkenaan dengan ketidaksesuaian dimaksud. Apabila
penyelesaian keberatan tersebut tidak memuaskan pihak-pihak pada persetujuan, maka
masalahnya akan diselesaikan melalui persetujuan bersama yang dilakukan oleh
perjabat yang berwenang dari kedua negara pihak pada persetujuan.
Ketentuan-ketentuan Lain
Pertukaran Informasi
Ketentuan ini untuk mengakomodasi kerja sama pertukaran informasi di bidang
perpajakan, yang akan memberikan manfaat bagi kedua negara pihak pada
persetujuan yang memungkinkan pihak-pihak pada persetujuan memperoleh informasi
yang lengkap tentang transaksi yang dilakukan oleh penduduk salah satu negara pihak
pada persetujuan. Informasi dimaksud akan sangat berguna dalam rangka pengenaan
pajak yang bersangkutan lebih akurat (jumlah yang benar) dan sekaligus
mengamankan penerimaan negara dari sektor pajak.
Ketentuan-ketentuan Lain
Kegiatan-kegiatan Diplomatik dan Konsuler
Perjanjian ini tidak akan mempengaruhi hak-hak istimewa di bidang fiskal dari
anggota-anggota misi diplomatik dan konsuler berdasarkan peraturan umum dari hukum
internasional maupun berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam suatu persetujuan
khusus.

Berlakunya Perjanjian
Perjanjian ini mengharuskan adanya ratifikasi (pengesahan) dan instrumen ratifikasi
tersebut akan dipertukarkan di Washington sesegera mungkin. Perjanjian ini akan mulai
berlaku satu bulan setelah tanggal pertukaran instrumen ratifikasi. Ketentuan-ketentuan
dalam Perjanjian ini untuk pertama kali akan mulai berlaku, terhadap pajak-pajak yang
dipungut di Negara sumbernya sesuai dengan Pasal 11 (Dividen), Pasal 12 (Bunga) dan
13 (Royalti), atas jumlah yang dibayarkan atau dikreditkan pada atau setelah hari
pertama dari bulan kedua setelah hari mulai berlakunya Perjanjian, dan terhadap pajak-
pajak lainnya dalam tahun takwim atau tahun pajak, pada atau setelah 1 Januari pada
tahun di mana Perjanjian ini mulai berlaku.
Ketentuan-ketentuan Lain
Berakhirnya Perjanjian
Perjanjian ini akan tetap berlaku sampai diakhiri oleh salah satu Negara Pihak
pada Perjanjian. Salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dapat mengakhiri Perjanjian
sewaktu-waktu setelah masa 5 (lima) tahun sejak tanggal Perjanjian mulai berlaku
sepanjang dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sebelumnya memberitahukan
rencana penghentian tersebut melalui saluran-saluran diplomatik. Dalam hal demikian,
Perjanjian akan tidak berlaku lagi dan tidak mempunyai pengaruh lagi terhadap
penghasilan pada tahun takwim atau tahun pajak yang dimulai pada atau setelah 1
Januari yang datang setelah berakhirnya masa 6 (enam) bulan.
Protokol
Protokol adalah etiket berdiplomasi dan urusan negara.

Sebuah protokol adalah sebuah aturan yang membimbing bagaimana sebuah


aktivitas selayaknya dijalankan terutama dalam bidang diplomasi.
Dalam bidang diplomatik dan pemerintahan protokol usaha seringkali garis
pembimbing yang tak tertulis. Protokol membahas kebiasaan yang layak dan diterima-
umum dalam masalah negara dan diplomasi, seperti menunjukkan rasa hormat kepada
kepala negara, diplomat utama dalam urutan kronologikal dalam pengadilan, dan lain-lain.

Dalam hukum internasional dan hubungan internasional, sebuah protokol adalah


sebuah perjanjian atau persetujuan internasional yang menambah perjanjian atau
persetujuan internasional sebelumnya.
Kedudukan P3B atas Undang-undang
Domestik

Pasal 32A UU PPh:


Pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain
dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak.“
 Kedudukan tax treaty: lex specialis dari UU PPh. (Penjelasan Pasal 32 A UU PPh);
 Bila terjadi perbedaan pengaturan antara UU PPh dan tax treaty, maka ketentuan
dalam tax treaty yang diberlakukan (”Tax Treaty Superceeding Domestic Tax
Laws”).

UU No.24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional:


 Pasal 1 ayat (1):
Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang
diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan
hak dan kewajiban di bidang hukum publik;
Kedudukan P3B atas Undang-undang
Domestik

 Pasal 1 ayat (2):


Pengesahan adalah perbuatan hukum untuk mengikatkan diri pada suatu
perjanjian internasional dalam bentuk ratifikasi (ratification), aksesi
(accession), penerimaan (acceptance) dan penyetujuan (approval);

UU No.24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional:


 Pasal 4 ayat (1):
Pemerintah Republik Indonesia membuat perjanjian internasional dengan
satu negara atau lebih, organisasi internasional, subjek hukum internasional
lain berdasarkan kesepakatan; dan para pihak berkewajiban untuk
melaksanakan perjanjian tersebut dengan itikad baik.
Pajak yang Dicakup P3B
1. Pajak Penjualan
Walaupun hanya ditujukan terhadap peredaran dan konsumsi domestic, terdapat kemungkinan bahwa
pajak penjualan (peredaran dan pertambahan nilai ) dapat menimbulkan PBI. Hal itu dapat terjadi
apabila dalam prinsip pemajakan Negara pengekspor menganut prinsip Negara asal (origin principle,
pemajakan oleh Negara asal barang dan jasa ), sedangkan negara pengimpor menganut prinsip
negara tujuan (destination principle, pemajakan oleh negara tujuan sebagai pemanfaat barang dan
jasa). Namun, karena pemajakan atas transfer barang dan jasa, hampir semua Negara pemungut pajak
penjualan menganut prinsip negara tujuan, maka tidak akan terjadi PBI dalam pajak tidak langsung.

2. Pajak Penghasilan
Dalam pemajakan ini, kita mengenal dua pendekatan kewajiban pajak, antara lain :
a. Kewajiban pajak tidak terbatas, merupakan resultat dari pemajakan berdasarkan pertalian subjektif
yang dapat berupa nasionalitas atau tempat pendirian atau tempat kedudukan.
b. Kewajiban pajak terbatas, merupakan resultat dari pemajakan berdasarkan pertalian objektif yang
dapat berupa lokasi aktivitas ekonomi dan sumber penghasilan .

Sehubungan dengan pajak penghasilan, PBI dapat terjadi karena benturan antarklaim, yaitu :
a. Pemajakan tak terbatas;
b. Pemajakan tak dengan terbatas;
c. Pemajakan terbatas.
Pajak yang Dicakup P3B

Benturan antarklaim pemajakan tak terbatas dapat terjadi antarnegara penganut prinsip :
1. Nasionalitas, pada umumnya terjadi terhadap orang pribadi yang berada di Negara
penganut temapt kelahiran dengan orang tua dari Negara penganut keturunan.
2. Nasionalitas dengan residensi, dapat terjadi baik pada wajib pajak orang pribadi maupun
badan.
3. Residensi, terjadi pda orang pribadi yang mempunyai tempat tinggal di Negara penganut
pemajakan berdasarkan asas domisili namun ia berada dalam waktu yang relative
substansial di Negara penganut prinsip kehadiran substansial (lebih dari 183 hari).

Benturan tersebut terjadi apabila subjek pajak yang bertempat tinggal atau bertempat
kedudukan di Negara penganut pemajakan global memperoleh penghasilan atau
menjalankan aktivitas ekonomi juga memperoleh penghasilan dari Negara penganut klaim
pemajakan terbatas, maka akan timbul Pajak Berganda Indonesia sebagai akibat benturan
klaim pemajakan terbatas.
Prosedur Pemungutan

Sesuai dengan UU PPh, Pemotong/Pemungut Pajak *) wajib untuk memotong atau


memungut pajak yang terutang atas penghasilan yang diterima/ diperoleh oleh Wajib Pajak
Luar Negeri (WPLN). Namun demikian, dalam hal WPLN berasal dari Negara mitra P3B,
pemotongan/pemungutan pajak juga akan mengikuti ketentuan yang diatur dalam P3B.

Pemotong/Pemungut pajak terdiri dari :


a) Badan Pemerintah;
b) Subyek Pajak dalam Negeri;
c) Penyelenggara Kegiatan;
d) Bentuk Usaha Tetap; atau
e) Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang diwajibkan melakukan pemotongan
atau pemungutan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WPLN.
Prosedur Pemungutan

1. Pemotong/Pemungut Pajak harus melakukan pemotongan atau pemungutan pajak sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam P3B, apabila :
a. Penerima Penghasilan bukan Subyek Pajak dalam negeri Indonesia;
b. Persyaratan Administratif untuk menerapkan ketentuan yang diatur dalam P3B telah dipenuhi;
c. Tidak terjadi penyalahgunaan P3B oleh WPLN sebagaimana telah diatur dalam PER-62/PJ./2009.

2. Apabila syarat2 tersebut diatas (point 1a-1c) tidak terpenuhi maka pemotong/pemungut pajak wajib
memotong/memungut pajak yang terutang sesuai dengan UU PPh.

3. Persyaratan Administratif yang harus dipenuhi (ref point 1b diatas) adalah sbb :
a) Menggunakan formulir Surat Keterangan Domisili (SKD)yang telah ditetapkan Dirjen Pajak
(Lampiran II PER 61 –[Form – DGT I] atau Lampiran III PER 61 [form – DGT II]);
b) (Formulir tsb) telah diisi oleh WPLN dengan lengkap;
c) (Formulir tsb) telah ditandatangani oleh WPLN;
d) (formulir tsb) telah disahkan oleh pejabat pajak yang berwenang di Negara mitra P3B, dan;
e) Disampaikan sebelum berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa untuk masa pajak
terutangnya pajak.

4. SKD yang menggunakan [form DGT-1] yang disampaikan kepada pemotong /pemungut pajak setelah
berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa untuk masa pajak terutangnya pajak, tidak dapat
dipertimbangkan sebagai dasar penerapan ketentuan yang diatur dalam P3B sejak tanggal SKD
tersebut disahkan oleh pejabat yang berwenang dari Negara mitra perjanjian dan berlaku selama 12
(dua belas) bulan
Prosedur Pemungutan

Bukti Potong
1. Bukti pemotongan/pemungutan wajib dibuat oleh pemotong pajak/pemungut pajak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
2. Apabila terdapat penghasilan yang diterima/diperoleh WPLN, tetapi tidak terdapat pajak yang
dipotong/dipungut di Indonesia berdasarkan ketentuan yang diatur dalam P3B, Pemotong/Pemungut
Pajak tetap diwajibkan untuk membuat bukti pemotongan/pemungutan Pajak.

Lain-Lain
1. Pemotong/Pemungut Pajak wajib menyampaikan fotocopi SKD yang diterima dari WPLN sebagai
lampiran SPT Masa;
2. Kepala KPP harus melakukan penelitian kebenaran pelaporan atas jumlah pajak yang dipotong dan
melakukan perekaman SKD dan bukti pemotongan/pemungutan yang dilaporkan oleh
pemotong/pemungut pajak;
3. Kepala KPP harus melakukan penelitian mengenai ada atau tidaknya BUT dari WPLN yang berada di
Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B;
4. Apabila terdapat indikasi bahwa WPLN menjalankan kegiatan atau usaha di Indonesia melalui suatu
BUT dan belum terdaftar sebagai wajib pajak, KPP memberitahukan KPP tempat BUT seharusnya
terdaftar untuk dikirimi Surat Himbauan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
5. Dengan berlakunya PER-62 ini, maka SE-03/PJ.101/1996 dan SE-04/PJ.101/1996 dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Kredit Pajak
Penghasilan yang diperoleh WP Dalam Negeri yang terhutang pajak berasal dari :
Penghasilan dari dalam negeri dan Penghasilan dari Luar Negeri.

Bila Penghasilan dari Luar Negeri telah dikenakan Pajak di Luar Negeri, maka pajak yang
telah dibayar di Luar Negeri tersebut bisa dikreditkan (dikurangkan) terhadap pajak
terhutang di Dalam Negeri.

Pengkreditan pajak yang dibayar di Luar Negeri tersebut diatur dalam KMK No. 640/KMK
04/1994.>>>> KMK No.164/KMK.03/2002 tentang kredit pajak Luar Negeri.

PPh terhutang = penghasilan kena pajak x tarif ps.17.

Formula perhitungan PPh Ps.24 yang dihitung di Indonesia:

Penghasilan Luar Negeri


x PPh Terhutang atas Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak
Kredit Pajak
Untuk melaksanakan pengkreditan kredit pajak luar negeri, maka wajib pajak dalam negeri
harus menyampaikan permohonan pengkreditan pajak luar negeri kepada Direktur Jendral
Pajak dengan melampirkan:
a. Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri;
b. Foto copy Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri;
c. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri;
d. Penyampaian permohonan kredit pajak luar negeri dilakukan bersama dengan
penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan.
Kredit Pajak
Contoh Perhitungan :

PT. Trimegah pada tahun 2009 dengan peredaran bruto Rp.400.000.000.000,- memperoleh Penghasilan
Kena Pajak sbb :
 Di Australia, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 10.000.000.000,- dengan tarif pajak 35 % (Rp.
3.500.000.000,-)
 Di Belanda, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 30.000.000.000,- dengan tarif pajak 20 % (Rp.
6.000.000.000,-)
 Di Cina, menderita kerugian Rp. 20.000.000.000,-
 Di Indonesia, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 40.000.000.000,-

Pertanyaan :
 Berapakah jumlah pajak luar negeri yang dapat dikreditkan ?
 Berapakah PPh yang disetor di Dalam Negeri untuk tahun pajak 2009 ?
Kredit Pajak
A. Pajak Luar Negeri yang dapat dikreditkan:
1. Penghasilan dari LN :
Laba di Australia Rp. 10.000.000.000,-
Laba di Belanda Rp. 30.000.000.000,-
Rugi di Cina Rp. 0 ,-
Jumlah Penghasilan di LN Rp. 40.000.000.000,-

2. Penghasilan Dalam Negeri Rp. 40.000.000.000,-

3. Jumlah PKP (LN & DN) Rp. 80.000.000.000,-

4. PPh terhutang = (28 % x Rp. 80.000.000.000,-) = Rp. 22.400.000.000,-

5. Batas maximum kredit pajak untuk masing-masing negara sbb:


― Di Australia
10.000.000.000 x 22.400.000.000 = Rp. 2.800.000.000,-
80.000.000.000

Pajak yang dibayar di Australia Rp. 3.500.000.000,- maka maximum kredit pajak yang dapat
dikreditkan di Indonesia adalah Rp. 2.800.000.000,- (pilih yang terendah)
Kredit Pajak
― Di Belanda
30.000.000.000 x 22.400.000.000 = Rp. 8.400.000.000,-
80.000.000.000

Pajak yang dibayar di Belanda sebesar Rp. 6.000.000.000, maka maximum kredit pajak yang
dapat dikreditkan Rp. 6.000.000.000,-

― Di Cina
Menderita rugi Rp. 2.000.000.000,-.Kerugian ini tidak dapat dimasukkan dalam perhitungan
penghasilan kena pajak. Kerugian ini juga tidak dapat dikompensasikan sebagai kredit pajak
luar negeri.

Jadi jumlah pajak luar negeri yang diperkenankan adalah:

Rp. 2.800.000.000,- + Rp. 6.000.000.000,- = Rp. 8.800.000.000,-

B. PPh yang harus disetor di Dalam Negeri untuk tahun pajak 2009 :
= Rp. 22.400.000.000 – Rp.8.800.000.000
= Rp. 13.600.000.000,-
Restitusi PPh Pasal 26

WPLN dapat menyampaikan permohonan pengembalian kelebihan Pajak yang tidak


seharusnya terutang sesuai dengan ketentuan yang berlaku apabila manfaat P3B
tidak diberikan akibat persyaratan administrative sebagaimana dimaksid pada point
3 tidak terpenuhi, tetapi WPLN menganggap pemotongan atau pemungutan pajak
tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B.

Anda mungkin juga menyukai