Pert 10 Manajemen Pajak Untuk Transaksi Internasional
Pert 10 Manajemen Pajak Untuk Transaksi Internasional
Manajemen Pajak
Pajak Internasional
Contoh Kasus
2
MANAJEMEN ATAU
PERENCANAAN
PAJAK
Manajemen dan Perencanaan Pajak
Manajemen Perencanaan
Pajak Pajak
Pengendalian Pajak
• Memastikan bahwa peraturan perpajakan
(Tax Control)
telah dilaksanakan.
• Pengendalian pajak bertujuan untuk
memastikan bahwa kewajiban pajak telah
dilaksanakan sesuai dengan yang telah
direncanakan dan telah memenuhi
persyaratan formal maupun material.
• Hal terpenting dalam pengendalian pajak
adalah pemeriksaan pembayaran pajak.
Pengendalian dan pengaturan arus kas
sangat penting dalam strategi penghematan
pajak.
Manajemen Pajak
• Tax Planning adalah suatu kapasitas yang dimiliki oleh wajib pajak
(WP) untuk menyusun aktivitas keuangan guna menmdapat
pengeluaran (beban) pajak yang minimal. secara teoritis, tax planning
dikenal sebagai effective tax planning, yaitu seorang wajib pajak
berusaha mendapat penghematan pajak (tax saving) melalui prosedur
penghindaran pajak (tax avoidance) secara sistematis sesuai
ketentuan UU Perpajakan (Hoffman, 1961).
• Tax avoidance adalah upaya pengurangan utang pajak secara
konstitusional (international tax glossary, 2005).
• Tax planning merupakan upaya legal yang bisa dilakukan oleh wajib
pajak. Tindakan itu legal karena penghematan pajak hanya dilakukan
dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur / loopholes.
(Gunawan)
Perilaku Pajak
Tax efisien
Tax Compliance
Tax Evasion
ENTITAS BISNIS
TAX PLANNING
• Analisis informasi
1. yang ada
• Menganalisis 6.
• Pemutakhiran
komponen pajak
dalam transaksi • Triger Perubahan 5.
• Menghitung seakurat • Hasil Evaluasi
• Evaluasi
mungkin beban pajak • Perubahan Regulasi
pelaksanaan
yang harus • Perubahan bisnis
rencana yang telah
ditanggung. • Lingkungan ekonomi
dibuat
2. 3.
• Mencari alternative • Memilih alternative
lebih rencana yang paling efisien 4.
kemungkinan yang tersedia.
besarnya pajak atas • Tujuan • Pelaksanaan
transaksi yang pembayaran pajak kewajiban
dianalisis yang efisien, sesuai perpajakan (tax
dengan ketentuan implementation) dan
yang berlaku, biaya pengendalian pajak
lain efisien (tax control)
Area Manajemen Pajak
WP PT - KP
Melaporkan
SKPKB SKPN SKPLB
SPT SKPKBT
PELAKSANAAN TAX PLANNING
• Teknologi Informasi
• Transportasi
• Globalisasi (FTA, EPA & Other Multilateral Co-operation)
• Tingkat Ketergantungan
• Isu klasik Pajak Internasional
– Transfer Pricing
– Double Taxation
– Harmful Tax Competition
– Electronic Commerce
– Special Purpose Vehicle & Tax Haven Countries
• Isu Terkini Pajak Internasional
– Treaty Shopping
– Contract Manufacturing
– Beneficial Owner
– Mutual Agreement Procedure versus Tax Arbitration
ASPEK INTERNASIONAL DALAM UU PPh
1. Subjek Pajak
2. Objek Pajak
3. BUT & Kantor Perwakilan Dagang Asing
4. SAAR
a. Related Party
b. Arm’s Length Price
c. Controlled Foreign Company
5. Pemotongan PPh Pasal 21/26
6. Kredit Pajak Luar Negeri & Sumber Penghasilan
SUBJEK PAJAK
1. Domicile Principle
2. Quantitative Test or Qualitative Test
3. Incorporation
4. Effective Management
Note:
a. Scope of tax obligations
b. Double taxation due to dual resident cannot be avoided
OBJEK PAJAK
Note:
a. Withholding Tax on Certain Income
b. Double taxation on the same income cannot be avoided
BENTUK USAHA TETAP & KANTOR
PERWAKILAN DAGANG ASING
Note:
a. KPDA deem tax 0,44 %
b. How if there is tax treaty?
KREDIT PAJAK LUAR NEGERI & SUMBER
PENGHASILAN
Note:
a. To avoid any double taxation
TAX TREATY
1. Beneficial Owner
2. W/H atas Penghapusan Utang LN
3. Deem Purchase Rule
4. Deem Sale of Share Rule
5. World Wide Employment Rule
Special Purpose Company
BVI Ltd
Bank A menjual
asset kredit atas PT
L PT X memiliki 95%
X kepada BVI Ltd
N saham BVI Ltd.
DN
Bank A PT X
Bank A
memiliki asset Merupakan penjualan
kredit atas PT asset kredit kepada PT
X X
14-Nov-20 47
PASAL 18 AYAT (3c)
14-Nov-20 48
Conduit/Dummy Company
DN
PT PMA Y PT X
14-Nov-20 49
PASAL 18 AYAT (3d)
14-Nov-20 50
Meminimalkan Penghindaran Pajak
Keluarga A X Co Terdapat
hubungan
Pembayaran istimewa
tunjangan keluarga antara X Co
L dengan PT
N Pembayaran X
Management
DN fee /royalti Penghasilan
/dll A di
Indonesia
A PT X
adalah
pembayaran
Pembayaran gaji +
Gaji pembayaran
tunjangan
keluarga
14-Nov-20 51
Comparability Analysis
Methods
Transactional
Comparable Resale Cost plus Net Profit split
Uncontrolled Price Margin method
price Method
(CUP) (RPM)
Most Comparable
Preferred Uncontrolled
Price
Transactional
Net Margin Profit Split
Least Preferred Method
Selection of Methods - OECD
Guidelines
YES
Is CUP approach reliable? Use CUP
NO
Is RPM or
YES YES
RPM Cost Plus Cost Plus
reliable?
NO
Profit Method
EITHER
Profit Split TNMM
OECD Guidelines tentang TP
Methods
• Tidak ada satu metode yang tepat untuk dipergunakan dalam
setiap situasi yang ada.
• Wajib Pajak tidak dipersyaratkan untuk menentukan harga
pasar wajar melalui pendekatan berbagai metode yang ada.
Sedangkan di Amerika Serikat, Wajib Pajak diharuskan
menentukan harga pasar wajar melalui berbagai metode yang
ada. Setelah itu, Wajib Pajak diminta untuk memilih salah satu
metode yang dipakai sebagai penentuan harga pasar yang
paling baik (best method rule).
• Metode tradisional yang terdiri dari CUP, resale price, dan cost
plus lebih diutamakan daripada metode transactional profit.
Comparable Controlled Price (CUP)
Independent
Tested Party Tested Party Party
X Y A B
Independent Independent
Related Party Related Party
Party Party
Independent Independent
Related Party Related Party
Party Party
Independent
Tested Party Tested Party
Party
X Y A B
Independent Independent Independent
Party Party Party
produk sama, ada penambahan value produk sama, ada penambahan value
oleh tested distributor, membandingkan oleh tested distributor, membandingkan
gross margin X dengan gross margin Y gross margin A dengan gross margin B
Independent
Tested Party Tested Party Party
X Y A B
Independent Independent
Related Party Related Party
Party Party
Routine
Return
(Source: Douglas Fone)
Profit Split Method (PSM)-Contribution
Tested Party
keseluruhan
Total profit
Related Party
Related Party
Related Party
Independent
Related Party Tested Party Related Party
Party
Independent
Tested Party Tested Party
Party
X Y A B
Cost 110 A C
150
Associated 180
160 Enterprise
(distributor)
B D
Independent
Enterprise Independent
distributor buyer
69
BENTUK USAHA TETAP & KANTOR
PERWAKILAN DAGANG ASING
Note:
a. KPDA deem tax 0,44 %
b. How if there is tax treaty?
CONTOH
MANAJEMEN
PAJAK
Kasus Penggelapan Pajak PT. Indosat Multimedia
(IM3)
Dengan cara memanipulasi Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai ( SPT Masa
PPN) ke kantor pajak untuk tahun buku Desember 2001 dan Desember 2002. Jika pajak
masukan lebih besar dari pajak keluaran, dapat direstitusi atau ditarik kembali. Karena itu,
IM3 melakukan restitusi sebesar Rp 65,7 miliar. 750 penanam modal asing (PMA) terindikasi
tidak membayar pajak dengan cara melaporkan rugi selama lima tahun terakhir secara
berturut-turut. Dalam kasus ini terungkap bahwa pihak manajemen berkonspirasi dengan
para pejabat tinggi negara danotoritas terkait dalam melakukan penipuan akuntansi.
Dalam hal ini, pihak PT. Indosat IM3 melakukan restitusi sebesar
Rp 65,7 miliar. 750 penanam modal asing (PMA) terindikasi tidak
membayar pajak dengan cara memanipulasi Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai ( SPT Masa PPN)
ke kantor pajak untuk tahun buku Desember 2001 dan Desember
2002 dan melaporkan rugi selama lima tahun terakhir secara
berturut-turut sehingga menimbulkan kecurigaan pihak Dirjen
Pajak. Dan juga pihak manajemen berkonspirasi dengan para
pejabat tinggi negara danotoritas terkait dalam melakukan
penipuan akuntansi. Oleh karena itu, kasus ini harus segera
ditindak lanjuti karena sudah merugikan berbagai pihak akibat
buruknya manajemen pajak PT. Indosat Multimedia (IM3).
Dwi Martani - 081318227080
martani@ui.ac.id atau dwimartani@yahoo.com
http://staff.blog.ui.ac.id/martani/ 74
Pengertian P3B
Dengan demikian, inti dari suatu P3B adalah pembagian hak pemajakan antar negara.
P3B tidak menimbulkan jenis pajak baru dan tidak mengatur tarif pajak. P3B hanya akan
mengatur pembagian hak pemajakan sehingga nantinya atas beberapa jenis penghasilan,
hak pemajakan suatu negara akan dibatasi oleh P3B.
Tujuan P3B
a. Tidak terjadi pemajakan berganda yang memberatkan ikim dunia usaha;
b. Peningkatan investasi modal dari luar negeri ke dalam negeri;
c. Peningkatan sumber daya manusia;
d. Pertukaran informasi guna mencegah pengelakan pajak;
e. Kedudukan yang setara dalam hal pemajakan antar kedua negara.
Selain untuk mencegah pengenaan pajak berganda, P3B juga dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya penghindaran pajak (tax avoidance) dan pengelakan pajak (tax
evasion). Jika tujuan-tujuan tersebut tercapai tentu saja pada akhirnya P3B dapat
menghilangkan hambatan dalam lalu lintas perdagangan, modal dan investasi antar negara
sehingga pada akhirnya dapat dicapai kesejahteraan suatu negara karena sumber daya
dialokasikan secara efisien.
Teori P3B
Persetujuan penghindaran pajak berganda adalah persetujuan antara dua negara yang
berisi kesepakatan membagi hak untuk mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang
berasal dari suatu negara yang diperoleh penduduk negara lain. Istilah lain yang biasa
digunakan dalam menyebut P3B adalah Tax Treaty, double taxation agreement (DTA),
double taxation convention (DTC), double taxation treaty, atau tax conventions.
2. Ketentuan yang mengatur tentang definisi dari istilah yang ada dalam P3B (definition
provisions).
3. Ketentuan yang mengatur tentang hak pemajakan suatu negara atas suatu jenis
penghasilan (substanstive provisions).
Teori P3B
4. Ketentuan yang mengatur tentang pemberian fasilitas eliminasi atau keringanan pajak
berganda (provisions for the elimination of double taxation).
5. Ketentuan yang mengatur upaya penghindaran pajak (anti avoidance provisions), yang
terdiri atas:
Ketentuan tentang hubungan istimewa :
a.Ketentuan tentang kerjasama antar otoritas perpajakan (mutual agreement procedure);
b.Ketentuan tentang pertukaran informasi.
6. Ketentuan lainnya (special provisions) seperti ketentuan tentang non diskriminasi,
diplomat, teritorial ekstensi, dan bantuan untuk melakukan pemungutan pajak.
7. Ketentuan tentang saat dimulai dan berakhirnya suatu P3B (final provisons).
Proses Pembentukan P3B
Proses pembentukan P3B:
1. Adanya inisiatif dari salah satu negara untuk mengadakan suatu P3B.
2. Pertukaran draft P3B. Negosiasi akan dilakukan untuk membahas isi pasal-pasal dari
draft P3B masing-masing negara yang menunjukkan perbedaan.
3. Setelah dicapai kesepakatan, para negosiator melakukan penandatanganan draft dan
melanjutkannya ke proses ratifikasi.
4. Ratifikasi dilakukan dengan penerbitan Peraturan Presiden tanpa melalui pembahasan
dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
5. Setelah kedua negara meratifikasi dan melakukan pertukaran ratifikasi, biasanya P3B
akan berlaku pada tanggal 1 Januari tahun berikutnya atau sesuai dengan persetujuan.
Bagan/ Struktur P3B
STRUKTUR P3B - OECD MODEL
Ketentuan-ketentuan di dalam P3B dapat dikelompokkan menjadi:
1. Ruang Lingkup (Scope);
2. Definisi;
3. Substansi (pembagian hak pemajakan atas penghasilan);
4. Anti Penghindaran Pajak;
5. Metode menghilangkan pajak berganda;
6. Lain-lain.
Bagan/ Struktur P3B
STRUKTUR P3B-OECD MODEL
Bagan/ Struktur P3B
Istilah Baku
Istilah baku P3B:
1.DTA : Double Tax Agreement;
2.DTC : Double Tax Convention;
3.Tax Treaty : perjanjian internasional yang disepakati antar negara
dan dibuat sesuai dengan hukum internasional;
4.P3B : Persetujuan antara 2 negara atau lebih dengan membagi
hak untuk mengenakan pajak atas penghasilan yang berasal dari
suatu negara yang diperoleh penduduk negara lain(IBFD).
Istilah Penduduk dan Status
Rangkap
Istilah "penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan" berarti setiap orang
dan badan, yang menurut perundang-undangan Negara tersebut dapat
dikenakan pajak di Negara itu berdasarkan domisilinya, tempat kediamannya,
tempat terdaftarnya, kedudukan kantor pusatnya, tempat kedudukan
manajernya ataupun atas dasar lainnya yang sifatnya serupa.
Penentuan Domisili (Penduduk)
Penentuan domisili suatu badan usaha menurut Pasal 2 ayat (3) UU PPh berdasarkan
kriteria tempat pendirian residence dengan memberikan ketentuan (Pasal 4 ayat (3) model
OECD) .Tiebreaker Rule. , yaitu dengan merujuk kepada:
(1)tempat pendirian;
(2)manajemen efektif; atau
(3)kesepakatan bersama (mutual agreement procedures). Dengan merujuk kepada
ketentuan solusi tersebut, maka untuk tujuan penerapan P3B tidak terdapat residensi
ganda.
Sementara itu, untuk menentukan status penduduk wajib pajak orang pribadi apabila
terjadi dual residences, ditetapkan berdasarkan:
a. Tempat tinggal tetap yang tersedia baginya;
b. Hubungan-hubungan pribadi dan ekonomi yang lebih erat (pusat kepentingan-
kepentingan pokok);
c. Tempat kebiasaan berdiam;
d. Kewarganegaraan;
e. Persetujuan bersama pejabat-pejabat yang berwenang.
Surat Keterangan Domisili (SKD)
Antar negara mengadakan perpanjian perpajakan (tax treaty) yang disebut Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan maksud melindungi penduduk suatu negara
supaya tidak menanggung beban pajak dari dua atau lebih otoritas pajak (dalam negeri
dan luar negeri). Dalam hal telah ada perjanjian perpajakan, maka pemungutan pajak
berdasarkan perjanjian perpajakan (kedudukan perjanjian perpajakan lebih tinggi dari
undang-undang pajak nasional suatu negara).
Model Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Dalam
Dunia Perpajakan Internasional
Model P3B dibuat untuk mempermudah negara – negara dalam mebuat P3b. Dalam
mengadakan persetujuan dengan negara lain, biasanya negara – negara di dunia
menggunakan Model P3B sebagai acuan. Model P3B yang paling umum dikenal, yaitu:
1. OECD Model. OECD Model merupakan model P3B yang digunakan sebagai acuan
negara – negara yang tergabung dalam organisasi OECD (organization for economic
cooperation and development). OECD Model menganuta azas domisili, model ini lebih
banyak digunakan oleh negara – negara maju sebagai negara yang mempunyai subjek
dari yang mempunyai penghasilan.
2. UN Model. UN Model merupakan model P3B yang dikembangkan oleh organisasi
perserikatan Bangsa – Bangsa (united nation/UN). UN Model menganut azas sumber,
model ini lebih banyak digunakan oleh negara – negara yang sedang berkembang
sebagai negara yang memounyai sumber penghasilan.
Aspek P3B
Indonesia sebagai Negara berdaulat memiliki hak untuk membuat ketentuan tentang
perpajakan. Fungsi dari pajak yang ditarik oleh pemerintah ini utamanya adalah untuk
membiayai kegiatan pemerintahan dalam rangka menyediakan barang dan jasa publik
yang diperlukan oleh seluruh rakyat Indonesia. Di samping itu, pajak juga berfungsi untuk
mengatur perilaku warga Negara untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Salah satu jenis pajak yang berlaku di Indonesia dan memiliki peranan penting dalam
penerimaan negara adalah Pajak Penghasilan (PPh) yang pertama kali diberlakukan pada
tahun 1984 berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983.
Pajak Penghasilan adalah pajak subjektif di mana jenis pajak ini bisa dikenakan apabila
syarat subjektif dan objektif terpenuhi bagi orang atau badan. Pada umumnya hampir
semua orang atau badan di Indonesia akan memenihi syarat subjektif dan jika orang atau
badan ini memperoleh penghasilan maka syarat objektif juga terpenuhi.
Aspek P3B
Jika subjek pajak yang dikenakan PPh adalah WNI yang penghasilannya berasal dari
Indonesia juga, maka tidak ada aspek pajak internasional dalam kasus ini. Namun
demikian, karena definisi subjek pajak tidak dikaitkan dengan kewarganegaraan maka
terdapat kemungkinan ada warga Negara asing atau badan asing yang dikenakan
kewajiban Pajak Penghasilan di Indonesia. Dalam kasus seperti ini, Pajak Penghasilan
sudah menyentuh aspek pajak internasional.
Aspek pajak internasional juga akan terjadi bila seorang WNI atau badan Indonesia
menerima atau memperoleh penghasilan dari luar negeri. Hal ini disebabkan karena Pajak
Penghasilan Indonesia menerapkan prinsip worldwide income sehingga penghasilan dari
luar negeri di atas juga merupakan objek Pajak Penghasilan Indonesia.
Ketentuan-ketentuan Lain
Non-Diskriminasi
Ketentuan mengenai nondiskrimasi dimaksudkan agar warga negara dari suatu
negara pihak pada persetujuan yang melakukan kegiatan di negara pihak lainnya pada
persetujuan, dilindungi dari praktik pembebanan pajak berbeda yang memberatkan
salah satu negara pihak pada persetujuan.
Ketentuan nondiskrimasi berlaku terhadap bentuk usaha tetap milik penduduk dari
suatu negara pihak pada persetujuan yang beroperasi di negara pihak lainnya pada
persetujuan, termasuk perusahaan penanaman modal di negara yang bersangkutan
yang modalnya sebagian atau seluruhnya, dimiliki atau dikuasi baik langsung maupun
tidak langsung oleh penduduk dari negara yang disebutkan pertama. Ketentuan ini juga
mengatur bahwa negara pihak lainnya pada persetujuan tidak diwajibkan untuk
memperlakukan pengenaan pajak khusus, seperti keringanan pajak, potongan atau pun
pengurangan kepada warga negara atau penduduk dari negara yang disebutkan
pertama.
Ketentuan-ketentuan Lain
Tata cara persetujuan bersama
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengakomodasi penyimpangan yang muncul
dalam praktik, yang disebabkan oleh perbedaan interpretasi berkenaan dengan
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam persetujuan yang selanjutnya mengakibatkan
pula pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan jumlah yang seharusnya seperti yang
dimaksudkan dalam P3B.
Ketentuan ini mengatur pula tentang batas waktu penyampaian masalah yang
diduga tidak sesuai dengan P3B, misalnya paling lambat dua tahun sejak
pemberitahuan pertama berkenaan dengan ketidaksesuaian dimaksud. Apabila
penyelesaian keberatan tersebut tidak memuaskan pihak-pihak pada persetujuan, maka
masalahnya akan diselesaikan melalui persetujuan bersama yang dilakukan oleh
perjabat yang berwenang dari kedua negara pihak pada persetujuan.
Ketentuan-ketentuan Lain
Pertukaran Informasi
Ketentuan ini untuk mengakomodasi kerja sama pertukaran informasi di bidang
perpajakan, yang akan memberikan manfaat bagi kedua negara pihak pada
persetujuan yang memungkinkan pihak-pihak pada persetujuan memperoleh informasi
yang lengkap tentang transaksi yang dilakukan oleh penduduk salah satu negara pihak
pada persetujuan. Informasi dimaksud akan sangat berguna dalam rangka pengenaan
pajak yang bersangkutan lebih akurat (jumlah yang benar) dan sekaligus
mengamankan penerimaan negara dari sektor pajak.
Ketentuan-ketentuan Lain
Kegiatan-kegiatan Diplomatik dan Konsuler
Perjanjian ini tidak akan mempengaruhi hak-hak istimewa di bidang fiskal dari
anggota-anggota misi diplomatik dan konsuler berdasarkan peraturan umum dari hukum
internasional maupun berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam suatu persetujuan
khusus.
Berlakunya Perjanjian
Perjanjian ini mengharuskan adanya ratifikasi (pengesahan) dan instrumen ratifikasi
tersebut akan dipertukarkan di Washington sesegera mungkin. Perjanjian ini akan mulai
berlaku satu bulan setelah tanggal pertukaran instrumen ratifikasi. Ketentuan-ketentuan
dalam Perjanjian ini untuk pertama kali akan mulai berlaku, terhadap pajak-pajak yang
dipungut di Negara sumbernya sesuai dengan Pasal 11 (Dividen), Pasal 12 (Bunga) dan
13 (Royalti), atas jumlah yang dibayarkan atau dikreditkan pada atau setelah hari
pertama dari bulan kedua setelah hari mulai berlakunya Perjanjian, dan terhadap pajak-
pajak lainnya dalam tahun takwim atau tahun pajak, pada atau setelah 1 Januari pada
tahun di mana Perjanjian ini mulai berlaku.
Ketentuan-ketentuan Lain
Berakhirnya Perjanjian
Perjanjian ini akan tetap berlaku sampai diakhiri oleh salah satu Negara Pihak
pada Perjanjian. Salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dapat mengakhiri Perjanjian
sewaktu-waktu setelah masa 5 (lima) tahun sejak tanggal Perjanjian mulai berlaku
sepanjang dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sebelumnya memberitahukan
rencana penghentian tersebut melalui saluran-saluran diplomatik. Dalam hal demikian,
Perjanjian akan tidak berlaku lagi dan tidak mempunyai pengaruh lagi terhadap
penghasilan pada tahun takwim atau tahun pajak yang dimulai pada atau setelah 1
Januari yang datang setelah berakhirnya masa 6 (enam) bulan.
Protokol
Protokol adalah etiket berdiplomasi dan urusan negara.
2. Pajak Penghasilan
Dalam pemajakan ini, kita mengenal dua pendekatan kewajiban pajak, antara lain :
a. Kewajiban pajak tidak terbatas, merupakan resultat dari pemajakan berdasarkan pertalian subjektif
yang dapat berupa nasionalitas atau tempat pendirian atau tempat kedudukan.
b. Kewajiban pajak terbatas, merupakan resultat dari pemajakan berdasarkan pertalian objektif yang
dapat berupa lokasi aktivitas ekonomi dan sumber penghasilan .
Sehubungan dengan pajak penghasilan, PBI dapat terjadi karena benturan antarklaim, yaitu :
a. Pemajakan tak terbatas;
b. Pemajakan tak dengan terbatas;
c. Pemajakan terbatas.
Pajak yang Dicakup P3B
Benturan antarklaim pemajakan tak terbatas dapat terjadi antarnegara penganut prinsip :
1. Nasionalitas, pada umumnya terjadi terhadap orang pribadi yang berada di Negara
penganut temapt kelahiran dengan orang tua dari Negara penganut keturunan.
2. Nasionalitas dengan residensi, dapat terjadi baik pada wajib pajak orang pribadi maupun
badan.
3. Residensi, terjadi pda orang pribadi yang mempunyai tempat tinggal di Negara penganut
pemajakan berdasarkan asas domisili namun ia berada dalam waktu yang relative
substansial di Negara penganut prinsip kehadiran substansial (lebih dari 183 hari).
Benturan tersebut terjadi apabila subjek pajak yang bertempat tinggal atau bertempat
kedudukan di Negara penganut pemajakan global memperoleh penghasilan atau
menjalankan aktivitas ekonomi juga memperoleh penghasilan dari Negara penganut klaim
pemajakan terbatas, maka akan timbul Pajak Berganda Indonesia sebagai akibat benturan
klaim pemajakan terbatas.
Prosedur Pemungutan
1. Pemotong/Pemungut Pajak harus melakukan pemotongan atau pemungutan pajak sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam P3B, apabila :
a. Penerima Penghasilan bukan Subyek Pajak dalam negeri Indonesia;
b. Persyaratan Administratif untuk menerapkan ketentuan yang diatur dalam P3B telah dipenuhi;
c. Tidak terjadi penyalahgunaan P3B oleh WPLN sebagaimana telah diatur dalam PER-62/PJ./2009.
2. Apabila syarat2 tersebut diatas (point 1a-1c) tidak terpenuhi maka pemotong/pemungut pajak wajib
memotong/memungut pajak yang terutang sesuai dengan UU PPh.
3. Persyaratan Administratif yang harus dipenuhi (ref point 1b diatas) adalah sbb :
a) Menggunakan formulir Surat Keterangan Domisili (SKD)yang telah ditetapkan Dirjen Pajak
(Lampiran II PER 61 –[Form – DGT I] atau Lampiran III PER 61 [form – DGT II]);
b) (Formulir tsb) telah diisi oleh WPLN dengan lengkap;
c) (Formulir tsb) telah ditandatangani oleh WPLN;
d) (formulir tsb) telah disahkan oleh pejabat pajak yang berwenang di Negara mitra P3B, dan;
e) Disampaikan sebelum berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa untuk masa pajak
terutangnya pajak.
4. SKD yang menggunakan [form DGT-1] yang disampaikan kepada pemotong /pemungut pajak setelah
berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa untuk masa pajak terutangnya pajak, tidak dapat
dipertimbangkan sebagai dasar penerapan ketentuan yang diatur dalam P3B sejak tanggal SKD
tersebut disahkan oleh pejabat yang berwenang dari Negara mitra perjanjian dan berlaku selama 12
(dua belas) bulan
Prosedur Pemungutan
Bukti Potong
1. Bukti pemotongan/pemungutan wajib dibuat oleh pemotong pajak/pemungut pajak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
2. Apabila terdapat penghasilan yang diterima/diperoleh WPLN, tetapi tidak terdapat pajak yang
dipotong/dipungut di Indonesia berdasarkan ketentuan yang diatur dalam P3B, Pemotong/Pemungut
Pajak tetap diwajibkan untuk membuat bukti pemotongan/pemungutan Pajak.
Lain-Lain
1. Pemotong/Pemungut Pajak wajib menyampaikan fotocopi SKD yang diterima dari WPLN sebagai
lampiran SPT Masa;
2. Kepala KPP harus melakukan penelitian kebenaran pelaporan atas jumlah pajak yang dipotong dan
melakukan perekaman SKD dan bukti pemotongan/pemungutan yang dilaporkan oleh
pemotong/pemungut pajak;
3. Kepala KPP harus melakukan penelitian mengenai ada atau tidaknya BUT dari WPLN yang berada di
Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B;
4. Apabila terdapat indikasi bahwa WPLN menjalankan kegiatan atau usaha di Indonesia melalui suatu
BUT dan belum terdaftar sebagai wajib pajak, KPP memberitahukan KPP tempat BUT seharusnya
terdaftar untuk dikirimi Surat Himbauan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
5. Dengan berlakunya PER-62 ini, maka SE-03/PJ.101/1996 dan SE-04/PJ.101/1996 dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Kredit Pajak
Penghasilan yang diperoleh WP Dalam Negeri yang terhutang pajak berasal dari :
Penghasilan dari dalam negeri dan Penghasilan dari Luar Negeri.
Bila Penghasilan dari Luar Negeri telah dikenakan Pajak di Luar Negeri, maka pajak yang
telah dibayar di Luar Negeri tersebut bisa dikreditkan (dikurangkan) terhadap pajak
terhutang di Dalam Negeri.
Pengkreditan pajak yang dibayar di Luar Negeri tersebut diatur dalam KMK No. 640/KMK
04/1994.>>>> KMK No.164/KMK.03/2002 tentang kredit pajak Luar Negeri.
PT. Trimegah pada tahun 2009 dengan peredaran bruto Rp.400.000.000.000,- memperoleh Penghasilan
Kena Pajak sbb :
Di Australia, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 10.000.000.000,- dengan tarif pajak 35 % (Rp.
3.500.000.000,-)
Di Belanda, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 30.000.000.000,- dengan tarif pajak 20 % (Rp.
6.000.000.000,-)
Di Cina, menderita kerugian Rp. 20.000.000.000,-
Di Indonesia, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 40.000.000.000,-
Pertanyaan :
Berapakah jumlah pajak luar negeri yang dapat dikreditkan ?
Berapakah PPh yang disetor di Dalam Negeri untuk tahun pajak 2009 ?
Kredit Pajak
A. Pajak Luar Negeri yang dapat dikreditkan:
1. Penghasilan dari LN :
Laba di Australia Rp. 10.000.000.000,-
Laba di Belanda Rp. 30.000.000.000,-
Rugi di Cina Rp. 0 ,-
Jumlah Penghasilan di LN Rp. 40.000.000.000,-
Pajak yang dibayar di Australia Rp. 3.500.000.000,- maka maximum kredit pajak yang dapat
dikreditkan di Indonesia adalah Rp. 2.800.000.000,- (pilih yang terendah)
Kredit Pajak
― Di Belanda
30.000.000.000 x 22.400.000.000 = Rp. 8.400.000.000,-
80.000.000.000
Pajak yang dibayar di Belanda sebesar Rp. 6.000.000.000, maka maximum kredit pajak yang
dapat dikreditkan Rp. 6.000.000.000,-
― Di Cina
Menderita rugi Rp. 2.000.000.000,-.Kerugian ini tidak dapat dimasukkan dalam perhitungan
penghasilan kena pajak. Kerugian ini juga tidak dapat dikompensasikan sebagai kredit pajak
luar negeri.
B. PPh yang harus disetor di Dalam Negeri untuk tahun pajak 2009 :
= Rp. 22.400.000.000 – Rp.8.800.000.000
= Rp. 13.600.000.000,-
Restitusi PPh Pasal 26