Diajukan guna melengkapi tugas mata kuliah Sejarah Maritim
Kelas B
Dosen pengampu: Drs. Sumarjono, M.Si
Oleh : Ayu Widyawati 180210302055
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER 2020 A. Teori – Teori Kemaritiman a. Alfred Thayer Mahan Istilah negara maruim (maritime state), dalam Oxford English Dictionary, mengacu pada kekuatan armada dan angkatan laut. Belajar dari pengalaman negara maritim Inggris, Prancis, dan Belanda, Mahan merumuskan enam elemen pendukung suatu negara dapat berkembang menjadi negara maritim. Enam elemen tersebut dibagi atas dua bagian. Tiga elemen pertama berkaitan dengan kondisi alam, sedangkan tiga elemen lainnya menyangkut penduduk. Tiga elemen pendukung pertama yang berkaitan dengan faktor alam sebagai berikut: 1. Posisi geografi (geographical position) Elemen ini sangat mempengaruhi intesintas dan keuntungan yang diperoleh dari hubungan suatu negara dengan negara lain, yang berada dalam suatu kawasan laut tertentu. Pada konteks ini, posisi geografi Inggris lebih menguntungkan dan strategis dibandingkan dengan Belanda dan Prancis sebagai sebuah kekuatan laut. Hal itu turut mempengaruhi upaya – upaya negara tersebut dalam membangun sistem pertahanan negaranya, yang bertumpu pada kekuatan laut. Berbeda dengan negara darat, yang secara geografis bertaut dengan wilayah negara lain, upaya pertahanannya dibangun berbasis pada darat. Upaya itu seirama dengan sumber ancaman terhadap negara yang tidak datang dari laut melainkan dari darat. Karena itu bagi negara darat, pertahanan laut kurang mendapat perhatian. Sebalinya pertahanan darat sangat penting bagi kelangsungan negaranya. Posisi geografis Inggris sebagai sebuah negara di kawasan Laut Tengah sangat strategis, baik dalam hubungan dengan negara lain dikawasan itu, juga karena letaknya yang kurang mementingkan pengembangan kekuatan darat untuk mempertahankan diri dari serangan negara lain. Sebagai ilustrasi, Mahan mencotohkan Amerika Serikat sebagai negara besar, berada di antara dua kawasan laut besar, cukup menyulitkannya untuk mengembangkan kekuatan angkatan laut. Selain karena luas wilayah laut yang akan di kontrolnya, juga butuh biaya besar untuk membangun kekuatan laut untuk menjamin keamanan negaranya. 2. Kondisi wilayah (physical conformation) Aspek pendukung kedua adalah kondisi wilayah, termasuk dalam hal ini segala yang berkaitan dengannya seperti hasil alam dan keadaan iklim, yang berpengaruh terhadap upaya pengembangan kekuatan laut. Hasil alam erat kaitannya dengan sumber kekayaan yang dapat dimanfaatkan untuk modal pengembangan dan pengoperasian armada laut. Kondisi iklim mempengaruhi pola pertahanan negara maritim. Menurut Mahan, apabila keadaan pantai suatu negara memudahkan orang turun ke laut maka penduduknya akan lebih bergairah mencari hubungan ke laut melalui kegiatan pelayaran dan perdagangan. Dalam hubungan ini, di perlukan pelabuhan yang baik dalam jumlah yang cukup. 3. Luas wilayah teritorial (extant of territory) Dua elemen pertama (posisi geografi dan kondisi wilayah) berhubungan erat dengan luas wilayah sebagai elemen ketiga yang mendukung berkembangnya negara maritim. Luas wilayah berpengaruh terhadap panjang garis pantai yang memberi akses bagi penduduknya untuk mencari nafkah di seberang lautan. Panjang garis pantai, dalam hal ini, tidak di takar hanya berdasarkan luas wilayah, tetapi seberapa besar peluang untuk memanfaatkan potensi wilayah pantai dalam hubungan dengan daerah luas, dalam fungsinya sebagai pelabuhan pantai yang baik. Tiga elemen penting lain yang mendukung suatu negara menjadi negara maritim, berkaitan dengan aspek penduduk, sebagai berikut: 4. Jumlah penduduk (number of population) Elemen ini berkaitan dengan kepadatan penduduk suatu negara. Jumlah yang dimaksud bukan secara total dari penduduk suatu negara, melainkan jumlah penduduk yang berorientasi ke laut. Sebagai contoh pada masa revolusi Prancis, jumlah penduduk Prancis lebih besar dibandingkan dengan Inggris. Tetapi, perhatian Prancis terhadap kekuatan laut secara umum bersifat imperior terhadap Inggris. Padahal dalam aspek pengembangan kekuatan militer, Prancis lebih baik, tetapi tidak dimanfaatkan dengan baik. Akibatnya ketika terjadi perang laut di Eropa dalam abad ke-18, Prancis tidak dapat mengimbangi kekuatan laut Inggris, Negara Inggris berkembang menjadi kekuatan laut yang besar, dengan armada laut yang sangat kuat “England is at the present time the greatest maritime nation in the word” kata Mahan. 5. Karakter/kebijakan nasional (national character) Jika suatu negara hendak mengembangkan kekuatan laut dan perluasan kegiatan perdagangan maritim, maka penguatan kebijakan maritim harus menjadi fokus pehatian pemerintah. Setiap periode dan rezim bergiat membangun kekuatan laut. Hal itu erat kaitannya dengan kebutuhan untuk memproduksi barang untuk menjalin perdagangan maritim. Aspek ini sangat penting dalam pembinaan kekuatan laut. 6. Kebijakan pemerintah (character of the governmental) Elemen terakhir ini berkaiatan dengan lembaga dan kebijakan pemerintah di sektor kelautan. Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa bentuk pemerintahan serta sifat dan pandangan tokoh – tokoh pemerintahan telah menentukan maju dan mundurnya suatu negara sebagai kekuatan laut. Seringkali tampil penguasa besar yang mendorong pembentukan kekuatan laut. Tetapi usaha itu tidak berlanjut setelh dia meninggal atau digantikan oleh yang lain. Hal itu didasari oleh pandangan bahwa jika kekuatan yang dibangun oleh penguasa baru merupakan kelanjutan kebijakan penguasa sebelumnya, maka ia dipandang sebagai pelanjut atau tidak punya konstribusi dalam membangun negara yang dipimpinnya. Namun demikian, pada pengalaman sejarah Inggris, siapa dan partai apa pun yang memerintah, pemerintah selalu menyadari kepentingan nasional untuk mempertahankan keunggulan dilaut, sebagai negara maritim. Ada dua kekuatan kekuaan laut untuk membangun negara maritim, dengan daya jangkau wilayah operasi yang berbeda, namun tujuannya sama untuk mengamankan kepentingan ekonomi negara maritim. Kekuatan laut yang dimaksud ialah naval power dan sea power. 1. Naval power ialah armada laut kerajaan/negara yang dioperasikan dikawasan laut dalam batas wilayah teritorial suatu negara. 2. Sea power ialah bentuk penguasaan wilayah laut dengan menggunakan armada laut yang tangguh, yang diperuntukan pada kawasan laut yang strategis, terutama untuk menjamin kelancaran pelayaran dan perdagangan luar negeri. Dua aspek kekuatan laut tersebut, kata Mahan merupakan prasyarat yang mendukung suatu negara menjadi negara maritim. b. Sir Halford J.Mackinder Sir Halford J. Mackinder adalah seorang ahli geografi Inggris yang secara terbuka mengkritik pandangan Mahan. Menurut Mackinder, sejarah dunia tidak hanya terbatas pada pergulatan berkelanjutan untuk mengontrol lautan, namun juga antara kekuatan laut dan darat. Dalam pandangan MacKinder, negara maritim merupakan salah satu fase dalam pergulatan sejarah. Hal ini didasari oleh perkembangan signifikan dalam bidang transportasi darat dan udara yang akan memperkuat land power. Pemikiran geografis Mackinder populer pada Perang Dunia II ketika Jerman menjadi kekuatan darat terbesar yang ada di Eropa. Tanpa mengabaikan pengembangan U-boat yang mengesankan, Jerman menginvasi daratan di sekitarnya dengan kekuatan darat. Hal ini cukup kontras dengan pemikiran Mahan yang memprioritaskan penguasaan rute perdagangan maritim untuk mengontrol dunia. Mackinder berpendapat, sekalipun keadaan geografis tidak akan berubah dari jaman ke jaman, namun perkembangan teknologi merubah perspektif terhadap geografis. Perubahan ini membawa Mackinder untuk mengenalkan istilah Heartland, sebuah jantung dunia, atau mungkin dapat pula diasumsikan sebagai pusat sumber daya. Dengan menggunakan basis geografis, Mackinder memetakan kawasan strategis yang perlu diwaspadai, yaitu pergerakan Rusia di Eropa Timur. Rusia bertetangga dengan Mongolia di bagian selatan, sebuah celah untuk mencapai Asia. Melalui wilayah yang luas, Rusia mengembangkan jalur kereta api Trans- Siberian Railway yang menghubungkannya dengan Mongolia hingga mencapai mulut Jepang. Jalur kereta api tersebut merupakan perkembangan signifikan dalam transportasi darat yang dapat mengintegrasikan wilayah- wilayah kaya sumber daya di sekitar Rusia melalui lalu lintas kontainer. Teori daerah inti adalah sebuah teori geopolitik yang dikemukakan pada tahun 1904 oleh seorang geografer berkebangsaan Inggris yang bernama Halford John Mackinder dalam artikelnya yang ditulis untuk Royal Geographical Society dengan judul "The Geographical Pivot of History". Dalam tulisannya tersebut, Mackinder mengklasifikasi dunia menjadi tiga kawasan secara geografis, yaitu: a) Pulau Dunia, yang terdiri atas daratan yang menggabungkan Benua Eropa, Afrika, dan Asia b) Pulau Lepas-pantai, yang terdiri atas Kepulauan Inggris dan Jepang c) Pulau Luar, yang terdiri atas Benua Amerika, dan Australia Daerah inti yang dirujuk oleh Mackinder terletak di Pulau Dunia, yaitu daerah antara Sungai Volga hingga Sungai Yangtze serta antara Pegunungan Himalaya hingga Samudra Arktik. Menurut teori daerah inti, penguasaan daerah inti merupakan langkah awal untuk penguasaan Pulau Dunia, dan kemudian dunia secara keseluruhan. Namun untuk menguasai daerah inti, Eropa Timur haruslah dikuasai terlebih dahulu untuk menjadi jalur penaklukan daerah inti. Teori ini kerap dipakai pada awal abad ke-20 untuk menjelaskan nilai strategis daerah inti yang saat itu dikuasai oleh Kekaisaran Rusia bagi kekuatan imperialis Eropa untuk mencapai dominasi dunia secara keseluruhan. Menjelang abad ke-21, teori ini jarang dipakai dikarenakan nilai-nilai determinisme geografis yang dibawanya. Meski demikian, teori ini masih kerap dirujuk dalam beberapa karya akademik yang terkait dengan isu-isu geopolitik kontemporer. c. J.C Van Leur Pada tahun 1941, sejarawan J.C. Van Leur menulis artikel berjudul “Mahan di meja baca Hindia”1 (Coolhaas, 1971: 13-27) gunamengomentari artikel Dr. Verhoeven berjudul “De Compagnie als instrument van den oorlog ter zee (1602- 1641)” dalam Koloniaal Tijdschrift. Dalam komentarnya, Van Leur menyarankan referensi Mahan untuk menganalisis VOC sebagai alat perang di laut. Terutama karena Mahan merumuskan konsep naval power untuk menunjuk kekuatan laut dalam kurun waktu tertentu. Naval power dimulai pada 1660 ketika pelayaran telah menggunakan kapal layar, bukan lagi kapal galei. Pernyataan ini mengkritik pendapat Dr.Verhoeven yang menyebutkan posisi VOC pada tahun 1602-1641 sebagai naval power. Kilasan artikel di atas menjadi referensi utama bagaimana teori Mahan telah dipandang sebagai acuan sejarawan sekaliber Van Leur untuk menganalisis kekuatan maritim VOC. Namun nada ‘prasangka Mahan’ yang menyebutkan kekuatan laut Belanda tidak profesional membuat Verhoeven mengkritik Mahan. Menurut Verhoeven, kajian Mahan terbatas pada sumber non- Belanda, telah usang dan lebih khusus bertujuan untuk menghidupkan kesadaran berarmada Amerika.Pengkajian van Leur tampaknya menjadi patokan bagaimana pemikiran Mahan begitu menyita perhatian. Kenyataan ini terutama didukung dengan implementasi pemikiran Mahan pada perkembangan kekuatan laut Amerika yang impresif. Dengan menempatkan Inggris sebagai simbol kekuatan maritim yang unggul, Mahan memikat khalayak pada jamannya. Terutama pada mereka yang begitu ambisius untuk mengontrol dunia atau kepentingan ekspansif. Pendapat ini diperkuat dengan tema utama pemikiran Mahan yaitu strategi militer. d. Xu Qi Teori Xu Qi, seorang ahli maritim dari Cina, terdapat tiga tahap dalam pembangunan kekuatan maritim. Pertama adalah kesadaran negara akan keadaan faktual dan ancaman dari dalam maupun luar wilayah. Kedua adalah pengakuan akan kondisi pertama sehingga membantu konseptualisasi geostrategi. Ketiga adalah implementasi dari konsep yang telah terbentuk di atas. Menurut Xu Qi, urgensi geostrategi maritim cukup mendesak tatkala melihat besarnya arus perdagangan dunia saat ini bergantung pada transportasi laut. Qi menyatakan empat (4) preposisi mengenai teori geostrategi maritim; yang pertama ialah hubungan erat diantara laut dan national power merupakan faktor penentu yang vital bagi kemakmuran sebuah negara dalam jangka panjang Kedua, laut memiliki pengaruh besar atas power negara dan kemakmuran; Ketiga, hubungan langsung diantara siginifikansi ruang maritim yang luas dengan keamanan nasional; dan keempat, dalam sejarahnya perebutan keunggulan diantara great powers selalu ditekankan pada rivalitas geostrategi maritim. Kendati konteks teori geostrategi maritim yang diusung oleh Xu Qi berkenaan dengan permasalahan mengapa Tiongkok sebagai rising power perlu untuk memiliki geostrategi maritim, tidak dapat dipungkiri bahwa ketiga preposisi teori geostrategi maritim Xu Qi bersifat umum dan dapat diperuntukkan bagi negara-negara secondary powers. Saat ini, memperoleh dan memperkuat akses perdagangan, politik dan militer atas wilayah laut penting untuk dilakukan.James R. Holmes menyetujui bahwa gagasan geostrategi maritim tidak selalu dilakukan oleh great powers saja – yang kapabilitas ekonomi dan militernya mampu memastikan perolehan, penjagaan dan penguatan akses perdagangan dan pelayaran di laut. Negara secondary powers yang berupaya untuk mengamankan akses perdagangan di wilayah krusial dengan mendekatkan diri atau mendukung keberadaan great power di wilayah terkait. B. Kesimpulan Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau terbanyak di dunia.Pulau – pulau di kepulauan Indonesia dipisahkan oleh samudra, laut maupun selat.Namun demikian, luas wilayah lautan lebih luas bila dibandingkan dengan wilayah daratan, oleh karena itu negara Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Selain disebut negara maritim , negara Indonesia dikenal pula sebagai negara agraris. Penduduk di kepulauan Indonesia sangat heterogen, terdiri dari bermacam - macam suku, ras, agama dan masyarakat.Berdasarkan kondisi geografisnya masyarakat Indonesia dapat dibagi menjadi dua, yaitu masyarakat pesisir dan masyarakat agraris.Masyarakat pesisir mendiami di wilayah – wilayah sekitar pantai, sedangkan masyarakat agraris mendiami di daerah pedalaman pulau yang ada di Indonesia.Kondisi yang demikian menjadikan masyarakat pesisir dan pedalaman mempunyai perbedaan dalam berbagai aspek kehidupannya. Masyarakat pesisir atau dapat pula disebut masyarakat laut adalah sekumpulan manusia yang hidup bersama dalam suatu tempat dekat daerah pantai dengan ikatan – ikatan tertentu.Masyarakat laut umumnya mendiami daerah – daerah di sekitar pantai yang ada di pulau – pulau di kepulauan Indonesia.Wilayah kepulauan Indonesia sebagian besar terdiri dari wilayah perairan yang didalamnya terdapat ribuan pulau. Atau dengan kata lain, secara geografis Indonesia berbentuk kepulauan dengan wilayah laut lebih besar dari pada wilayah daratan. Hal ini memungkinkan peran dari masyarakat laut atau pesisir tidak bisa dilepaskan dari berbagai segi kehidupan di Indonesia. Indonesia sebagai negara yang dikelilingi oleh laut hampir semua provinsinya memiliki wilayah perairan, kondisi geografis yang demikian menjadikan Indonesia negara maritim yang mempunyai daerah perikanan laut tak kurang dari 6,85 juta km2 dan diperkirakan daerah tersebut memiliki kandungan produksi ikan 10 juta ton pertahunnya. Namun sayangnya dengan potensi kelautan yang berlimpah itu masyarakat Indonesia belum dapat memaksimalkan potensi tersebut.Hal ini diakibatkan oleh paradikma pembangunan yang lebih memprioritaskan masyarakat perkotaan dan pertanian di pedalaman sehingga kurang memperhatikan kehidupan masyarakat di daerah pesisir. Sebab lain yang mengakibatkan kurang diperhatikannya masyarakat didaerah pesisir dari segi historis karena masih kurangnya para sejarawan yang melakukan penelitian dibidang kemaritiman. Perhatian para sejarawan pada aspek maritim seperti perdagangan, pelayaran, perkapalan, perikanan, perompakan, dan sebagainya masih sangat kurang proporsinya jika dibandingkan dengan aspek- aspek lainnya seperti bidang pertanian, industri, perhubungan politik dan sebagainya.Hal tersebut mungkin berkaitan dengan pengalaman sebagai bangsa Indonesia yang semenjak memproklamirkan kemerdekaannya lebih banyak di warnai dengan persoalan-persoalan kebaratan daripada persoalan-persoalan kebaharian, inilah yang menyebabkan bangsa Indonesia naluri kebahariaannya semakin tumpul sehingga kurang mampu melihat apalagi bertindak untuk memanfaatkan dunia kebahariaan. Secara geografis wilayah Indonesia merupakan kawasan kepulauan yang menempatkan laut sebagai jembatan penghubung bukan sebagai pemisah.Dengan demikian, penguasaan terhadap laut merupakan suatu keharusan bagi penduduk yang menghuni pulau – pulau yang ada di Indonesia. Kondisi semacam ini, membentuk mereka sebagai manusia yang akrab dengan kehidupan laut.Selain itu, pulau – pulau yang ada di Indonesia letaknya sangat strategis dalam konteks perdagangan laut internasional antara dunia barat dan dunia timur. Dari berbagai teori yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dilihat teori yang sesuai dengan Indonesia adalah teori Mahan. Mahan telah merumuskan enam karakter yang menjadi sebuah syarat negara potensial untuk mengembangkan sea power. Enam karakter tersebut ialah: 1. Posisi geografi (geographical position) Elemen ini sangat mempengaruhi intesintas dan keuntungan yang diperoleh dari hubungan suatu negara dengan negara lain, yang berada dalam suatu kawasan laut tertentu. Pada konteks ini, posisi geografi Inggris lebih menguntungkan dan strategis dibandingkan dengan Belanda dan Prancis sebagai sebuah kekuatan laut. Hal itu turut mempengaruhi upaya – upaya negara tersebut dalam membangun sistem pertahanan negaranya, yang bertumpu pada kekuatan laut. Berbeda dengan negara darat, yang secara geografis bertaut dengan wilayah negara lain, upaya pertahanannya dibangun berbasis pada darat. Upaya itu seirama dengan sumber ancaman terhadap negara yang tidak datang dari laut melainkan dari darat. Karena itu bagi negara darat, pertahanan laut kurang mendapat perhatian. Sebalinya pertahanan darat sangat penting bagi kelangsungan negaranya. Posisi geografis Inggris sebagai sebuah negara di kawasan Laut Tengah sangat strategis, baik dalam hubungan dengan negara lain dikawasan itu, juga karena letaknya yang kurang mementingkan pengembangan kekuatan darat untuk mempertahankan diri dari serangan negara lain. Sebagai ilustrasi, Mahan mencotohkan Amerika Serikat sebagai negara besar, berada di antara dua kawasan laut besar, cukup menyulitkannya untuk mengembangkan kekuatan angkatan laut. Selain karena luas wilayah laut yang akan di kontrolnya, juga butuh biaya besar untuk membangun kekuatan laut untuk menjamin keamanan negaranya. 2. Kondisi wilayah (physical conformation) Aspek pendukung kedua adalah kondisi wilayah, termasuk dalam hal ini segala yang berkaitan dengannya seperti hasil alam dan keadaan iklim, yang berpengaruh terhadap upaya pengembangan kekuatan laut. Hasil alam erat kaitannya dengan sumber kekayaan yang dapat dimanfaatkan untuk modal pengembangan dan pengoperasian armada laut. Kondisi iklim mempengaruhi pola pertahanan negara maritim. Menurut Mahan, apabila keadaan pantai suatu negara memudahkan orang turun ke laut maka penduduknya akan lebih bergairah mencari hubungan ke laut melalui kegiatan pelayaran dan perdagangan. Dalam hubungan ini, di perlukan pelabuhan yang baik dalam jumlah yang cukup. 3. Luas wilayah teritorial (extant of territory) Dua elemen pertama (posisi geografi dan kondisi wilayah) berhubungan erat dengan luas wilayah sebagai elemen ketiga yang mendukung berkembangnya negara maritim. Luas wilayah berpengaruh terhadap panjang garis pantai yang memberi akses bagi penduduknya untuk mencari nafkah di seberang lautan. Panjang garis pantai, dalam hal ini, tidak di takar hanya berdasarkan luas wilayah, tetapi seberapa besar peluang untuk memanfaatkan potensi wilayah pantai dalam hubungan dengan daerah luas, dalam fungsinya sebagai pelabuhan pantai yang baik. 4. Jumlah penduduk (number of population) Elemen ini berkaitan dengan kepadatan penduduk suatu negara. Jumlah yang dimaksud bukan secara total dari penduduk suatu negara, melainkan jumlah penduduk yang berorientasi ke laut. Sebagai contoh pada masa revolusi Prancis, jumlah penduduk Prancis lebih besar dibandingkan dengan Inggris. Tetapi, perhatian Prancis terhadap kekuatan laut secara umum bersifat imperior terhadap Inggris. Padahal dalam aspek pengembangan kekuatan militer, Prancis lebih baik, tetapi tidak dimanfaatkan dengan baik. Akibatnya ketika terjadi perang laut di Eropa dalam abad ke-18, Prancis tidak dapat mengimbangi kekuatan laut Inggris, Negara Inggris berkembang menjadi kekuatan laut yang besar, dengan armada laut yang sangat kuat “England is at the present time the greatest maritime nation in the word” kata Mahan. 5. Karakter/kebijakan nasional (national character) Jika suatu negara hendak mengembangkan kekuatan laut dan perluasan kegiatan perdagangan maritim, maka penguatan kebijakan maritim harus menjadi fokus pehatian pemerintah. Setiap periode dan rezim bergiat membangun kekuatan laut. Hal itu erat kaitannya dengan kebutuhan untuk memproduksi barang untuk menjalin perdagangan maritim. Aspek ini sangat penting dalam pembinaan kekuatan laut. 6. Kebijakan pemerintah (character of the governmental) Elemen terakhir ini berkaiatan dengan lembaga dan kebijakan pemerintah di sektor kelautan. Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa bentuk pemerintahan serta sifat dan pandangan tokoh – tokoh pemerintahan telah menentukan maju dan mundurnya suatu negara sebagai kekuatan laut. Seringkali tampil penguasa besar yang mendorong pembentukan kekuatan laut. Tetapi usaha itu tidak berlanjut setelh dia meninggal atau digantikan oleh yang lain. Hal itu didasari oleh pandangan bahwa jika kekuatan yang dibangun oleh penguasa baru merupakan kelanjutan kebijakan penguasa sebelumnya, maka ia dipandang sebagai pelanjut atau tidak punya konstribusi dalam membangun negara yang dipimpinnya. Namun demikian, pada pengalaman sejarah Inggris, siapa dan partai apa pun yang memerintah, pemerintah selalu menyadari kepentingan nasional untuk mempertahankan keunggulan dilaut, sebagai negara maritim. Yang juga disesuaikan dengan dua aspek kekuatan laut menurut Mahan, yaitu noval powe dan sea power yang merupakan prasyarat pendukung suatu negara menjadi negara maritim. Dengan cara pandang ini, kita dapat mengelaborasi sejarah kerajaan – kerajaan yang pernah berjaya di Nusantara, khususnya di laut, yang dipandang sebagai kerajaan maritim. Dua kerajaan yang kerap dilekatkan dengan predikat maritim adalah Sriwijaya dan Majapahit. Di kawasan timur Nusantara dikenal kerajaan Makassar (gabungan dari dua kerajaan kembar Gowa dan Tallo) dan Kesultanan Buton di Sulawesi dan Kesultanan Ternate di Maluku. Secara umum kerajaan – kerajaan tersebut tampil dan berkembang erat dengan kemampuannya mengembangkan perdagangan maritim. Jika dilihat dari aspek – aspek diatas, maka aspek tersebut sesuai dengan Indonesia. Dari 6 aspek yang dikatan Mahan, Indonesia memiliki prasyat tersebut untuk menjadi suatu negara Maritim. Hal inilah yang menjadikan teori Mahan sesuai digunakan untuk diterapkan di Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Hamid, A. 2013. Sejarah Maritim. Yogyakarta: Ombak Marsetio. 2014. Sea Power Indonesia. Jakarta:Universitas Pertahanan Mulya Lillyana. 2013. Postur Maritim Indonesia: Pengukuran Melalui Teori Mahan. Alumna Program Studi S2 Ilmu Sejarah Universitas Gadjah Mada. 10 (2).