Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
I. TUJUAN
Agar mahasiswa dapat memahami langkah-langkah analisis obat dalam cairan hayati.
3. Parameter Turunan
Waktu mencapai kadar puncak ( tmak )
Nilai ini menunjukkan kapan kadar obat dalam sirkulasi sistemikmencapai puncak.
Kadar puncak (Cp mak)
Kadar puncak adalah kadar tertinggi yang terukur dalam darah atau serum atau
plasma. Nilai ini merupakan hasil dari proses absorbsi, distribusi dan eliminasi
dengan pengertian bahwa pada saat kadar mencapai puncak proses-proses
tersebut berada dalam keadaan seimbang.
Luas daerah di bawah kurva kadar obat dalam sirkulasi sistemik vs waktu (AUC)
Nilai ini menggambarkan derajad absorbsi, yakni berapa banyak obatdiabsorbsi
dari sejumlah dosis yang diberikan. Area dibawah kurva konsentrasi obat-waktu
(AUC) berguna sebagai ukuran dari jumlah total obat yang utuh tidak berubah
yang mencapai sirkulasi sistemik.
Parameter farmakokinetika sangat penting karena dapat menggambarkan
seberapa besar obat diabsorbsi, seberapa tepat obat dieliminasi, seberapa besar efek
terapeutik dan ketoksisikan suatu obat. Oleh karena itu agar parameter dapat dipercaya,
metode yang digunakan dalam menentukan kadar obat yang digunakan harus memenuhi
criteria sebagai berikut:
1. Selektif atau spesifik
Selektifitas metode adalah kemampuan suatu metode untuk membedakan suatu
obat dari metabolitnya, obat lahir(dalam kasus tertentu yang berkaitan) dan
kandungan endogen cuplikan hayati. Selektifitas metode menempati prioritas utama
karena bentuk obat yang akan ditetapkan dalam cuplikan hayati adalah dalam
bentuk tak berubah atau metabolitnya. Metode analisis yang digunakan harus
memiliki spesifitas yang tinggi terhadap salah satu obat yang akan ditetapkan
tersebut. Spesifik hendaknya diterapkan dengan percobaan melalui bukti
kromatografi bahwa metode spesfik untuk obat.Sebagai tambahan, standar internal
hendaknya dapat dipisahkan secara lengkap dan menunjukkan tidak adanya
gangguan senyawa-senyawa lain. Penetapan kadar secara kalorimetrik dan
spektrofotometrik biasanya kurang spesifik. Gangguan dari zat lain dapat
memperbesar kesalahan hasil (Shargel, 1998).
2. Sensitif atau peka
Sensitifitas metode berkaiatan dengan kadar terendah yang dapat diukur oleh suatu
metode analisis yang digunakan. Pemilihan metode analisis tergantung pada tingkat
sensitifitas yang dimiliki oleh metode tersebut. Hal ini dapat dipahami karena dalam
menghitung parameter farmakokinetika suatu obat, diperlukan sederetan kadar dari
waktu ke waktu. Sehingga metode analisis yang dipilih harus dapat mengukur kadar
obat tertimggi sampai yang terendah yang ada dalam badan.
Perlu diperhatikan bahwa terdapat keterkaitan antara kespesifikan dan kepekaan
suatu metode analisis. Dalam berbagai kasus,kespesifikan suatu metode dapat
ditingkatkan dengan menurunkan kepekaan, karena dengan cara gangguan
komponen lain dalam sampel dapat ditekan. Akan tetapi, penurunan kepekaan
kadang-kadang mengakibatkan kekeliruan negative yang merugikan dalam analissi
kualitatif. Oleh karena itu, sebelum memilih suatu metode, perlu dipertimbangkan
dengan seksama manakah yang lebih dibutuhkan,kepekaan yang maksimum atau
kespesifikan yang tinggi.
3. Ketelitian (accuracy) dan ketepatan(precision)
Ketelitian(accuracy) ditunjukan oleh kemampuan suatu metode untuk memberikan
hasil pengukuran sedekat mungkin dengan true value (nilai sesungguhnya).
Ketelitian suatu metode dapat dilihat dari perbedaan anatara harga penetapan
kadar rata-rata dengan harga sebenarnya atau konsentrasi yang diketahui.
Jika tidak ada data nilai sebenarnya atau nilai yang dianggap benar tersebut maka
tidak mungkin untuk menentukan berapa akurasi pengukuran tersebut.Presisi
menyatakan seberapa dekat nilai hasil dua kali atau lebih pengulangan pengukuran.
Semakin dekat nilai‐nilai hasil pengulangan pengukuran maka semakin presisi
pengukuran tersebut.
harga uji
Recovery= x 100 %=P %
harga sesungguhnya
simpangan baku
Kesalahan acak ( CV )= x 100 %
purata
4. Cepat
Kecepatan berkaitan dengan banyaknya cuplikan hayati yang harus dianalisis dalam
suatu macam penelitian farmakokinetika
5. Efisien
Metode tidak terlalu panjang karena dikhawatirkan akan menimbulkan suatu
kesalahan sistematik.
Masukkan pipa kapiler ke dalam kelopak mata kelinci, tunggu hingga darah mengalir
Masukkan sulfametoksasol dengan kadar 25, 50, 100, 200, dan 400 µg/mL ke dalam 5
tabung reaksi berisi darah yang berbeda @ 250 µL
Masukkan 250 µL aqquadest ke dalam 1 sampel darah dalam tabung reaksi yang
tersisa sebagai blangko
Ke dalam tiap tabung reaksi tambahkan 2 mL TCA 5%, vortex selama 30 detik
3. Perhitungan validasi
Masukkan darah tikus ke dalam 9 tabung reaksi @ 250 µL
Masukkan sulfametoksasol dengan kadar 50, 100, dan 300 µg/mL ke dalam 9 tabung
reaksi berisi darah yang berbeda @ 250 µL, 3 tabung reaksi untuk tiap konsentrasi
sulfametoksazol
tambahkan ke dalam tiap tabung reaksi 2 mL TCA 5%, vortex selama 30 detik
Sentrifugasi selama 5 menit (2500 rpm)
Hitung kadar sulfametoksazol terukur dengan persamaan kurva baku yang telah ditentukan
Analisis Data
Hitung perolehan kembali dan keslahan sistematik untuk tiap besaran kadar
kadar terukur
Perolehan kembali= ×100 %
kadar diketahui
Kesalahan acak
simpangan baku
Kesalahan acak = x 100 %
hargarata−rata
Absorbansi
Data Sampel Kadar (g/ml)
Replikasi I Replikasi II Replikasi III
75 0,526 0,365 0,389
Darah tikus 150 0,245 0,365 0,391
300 0,870 0,860 0,661
V1.M1=V2.M2
Keterangan:
a. Kadar 25 g/ml
V1.M1 = V2.M2
V1. 1000 g/ml = 5 ml. 25 g/ml
V1 = 0,125 ml = 125 l
b. Kadar 50 g/ml
V1.M1 = V2.M2
V1. 1000 g/ml = 5 ml. 50 g/ml
V1 = 0,25 ml = 250 l
c. Kadar 100 g/ml
V1.M1 = V2.M2
V1. 1000 g/ml = 5 ml. 100 g/ml
V1 = 0,5 ml = 500 l
d. Kadar 200 g/ml
V1.M1 = V2.M2
V1. 1000 g/ml = 5 ml. 200 g/ml
V1 = 1 ml
e. Kadar 400 g/ml
V1.M1 = V2.M2
V1. 1000 g/ml = 5 ml. 400 g/ml
V1 = 2 ml
Cairan hayati yang digunakan sebagai media obat adalah darah. Digunakan
darahkarena darah merupakan tempat yang paling cepat dicapai dalam proses absorpsi dan
distribusi baik ke jaringan target maupun ke organ eliminasi, sehingga kadar obat di dalam
sirkulasi sistemik ini paling mencerminkan kadar obat sebenarnya di dalam badan. Selain
itu, bentuk obat pada umumnya tidak berubah, merupakan senyawa yang memiliki aktivitas
farmakologi. Karena itu, penetapan kadar obat pada cuplikan darah akan memberikan suatu
indikasi langsung berapa kadarnya yang mencapai sirkulasi.
Obat yang dianalisis dalam praktikum ini ialah sulfametoksazol. Struktur
sulfametoksazol :
C10H11N3O3S BM 253,28
Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai hampir putih; praktis tidak berbau.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, dalam eter dan dalam kloroform; mudah larut
dalam aseton dan dalam larutan natrium hidroksida encer; agak sukar larut
dalam etanol
(Anonim, 1995)
Sulfametoksazol merupakan derivat dari Sulfisoxasol yang mempunyai absorbsi dan
ekskresi yang lebih lambat. Bersifat tidak larut dalam air, tetapi larut dalam NaOH encer. Dari
sifat-sifat itu, larutan obat ini dibuat dengan melarutkan terlebih dahulu SMZ dalam NaOH
Obat ini biasa digunakan dalam bentuk sediaan tablet, injeksi, suspensi, tetes mata, dan salep
mata.
Sulfametoksazol: absorbsi dalam saluran cerna cepat dan sempurna dan ± 20 G terikat oleh
protein plasma. Dalam darah, 10-20 obat terdapat dalam bentuk terasetilasi. Kadar plasma
tertinggi dicapai dalam 4 jam setelah pemberian secara oral, dengan waktu paro 10-12 jam.
Metode yang digunakan dalam praktikum kali ini ialah metode Bratton-Marshall.
Metode ini didasarkan pada prinsip kalorimetri yaitu terbentuknya senyawa berwarna
yang intensitasnya dapat ditentukan secara spektrofotometri visibel. Metode ini melalui
3 tahap yaitu :
NaNO2
+ + H2O
TCA
(garam diazonum dari sulfametoksazol)
Dari hasil perhitungan, nilai kesalahan sistematik tidak ada yang < 10%, sehingga dapat
dikatakan hasil percobaan tidak teliti atau tidak akurat. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kesalahan sistemik antara lain:
Kesalahan personel dan operasi. Dalam percobaan ini kemunkinan kesalahan pada
ketidaktelitian praktikan dalam pengukuran volume sampel maupun reagen. Dapat
diminimalisir dengan peningkatan ketrampilan analisis. Makin terampil, makin kecil
kesalahan personel.
Kesalahan alat dan pereaksi, dapat disebabkan oleh pereaksi yang kurang valid atau
telah terkontaminasi atau pemakaian alat yang kurang tepat walaupun alatnya baik.
Kesalahan metode, dapat disebabkan kesalahan pengambilan sampel dan kesalahan
reaksi kimia yang tidak sempurna. Kemungkinan dalam percobaan ini reaksi diazotasi
belum sempurna, yaitu masih adanya gelembung udara saat pengukuran absorbansi
sehingga mempengaruhi serapan.
VII. KESIMPULAN
1. Cairan hayati yang digunakan dalam percobaan ini adalah darah tikus.
2. Obat yang digunakan dalam percobaan ini adalah sulfametoksazol.
3. Metode yang digunakan yaitu prosedur penetapan kadar Brattan Marshall yang telah
dimodifikasi.
4. Data yang di peroleh dari percobaan “Analisis Obat dalam Cairan Hayati” adalah sebagai
berikut :
rata-rata rata-rata
KESALAHAN
CAIRAN HAYATI KADAR RECOVERY KESALAHAN SISTEMATIK
ACAK (%)
(%) (%)
75,0 166,9670 %
37,4927 % −66,9670 %
μg/ml
150,0 49,9700 %
Darah Tikus 56,1636 % 50,0300 %
μg/ml
300,0 10 8,4685 %
19,5823 % −8,4685 %
μg/ml