Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Faur Rasid
NIM: 1111032100022
FAKULTAS USHULUDIN
JAKARTA
2017 M/1438 H
ABSTRAK
Faur Rasid
Gus Dur Dan Agama Khonghucu Di Indonesia
v
KATA PENGANTAR
“Orang yang luar biasa itu sederhana dalam ucapan tetapi hebat dalam tindakan”
(Nabi Khonghucu)
melimpahkan rahmat serta karunianya dalam segala hal, sehingga penulis dapat
Penulisan skripsi ini untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Strata Satu pada Program Studi Agama - Agama Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat
banyak kesan dan pelajaran dalam setiap proses yang amat panjang dalam
penulis sendiri. Penulis menyadari, skripsi ini tidak akan selesai jika tidak ada
Maka dari itu sudah selayaknya penulis ingin memberikan ucapan terima
kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang turut membantu dalam
setiap proses untuk menyelesaikan skripsi ini. Baik berupa dukungan, bantuan,
serta ucapan semangat yang tiada henti hentinya kepada penulis. Oleh karena itu
vi
1. Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M, Si. selaku dosen pembimbing yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini, yang tidak pernah
2. Dr. Media Zainul Bahri, MA, dan Dra. Halimah Mahmudy, MA, selaku ketua
dan sekretaris jurusan Studi Agama - Agama, yang telah membantu dan
3. Prof. Dr. Masri Mansoer, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Rektor UIN
4. Segenap jajaran dosen dan guru besar Studi Agama - Agama, Dr. Ahmad
Ridho, DESA, Pros. Dr. Kautsar Azhari Noer, Prof. Dr. Ridwan Lubis, MA,
Dra. Hermawati, MA, Drs. M. Nuh Hasan, MA, Dr. Amin Nurdin, MA, Dr.
Hamid Nasuhi, M,Ag, Dr. Abdul Muthalib, Syaiful Azmi, MA dan Dra. Siti
Nadroh, MA, yang telah memberikan berbagai ilmu yang sangat bermanfaat
bagi penulis.
dibutuhkan penulis.
6. Litang Bio Tangerang terkhusus untuk Bapak Rudi, Engkong Tjin Enk, dan
staf lainnya, juga kepada bapak Uung Sendana Selaku Ketua MATAKIN,
vii
yang telah memberikan banyak kontrinusinya kepada penulis untuk
kakaku Eko Handoyo dan Istri, Ningsih dan Suami, Siti Nur Efiyah dan
Suami, serta adikku tersayang Riski Nisa Khomisatin yang selalu membantu
dan memberi dukungan. Tidak lupa juga untuk keluaraga besar Simbah
Habibi, dan Widia Nisa yang tiada bosan memberikan semangat dan
Chaerunissa, Enis Chaerunisa, Anissa Khalida dan Nur Jaman yang selalu
Perbandingan Agama.
12. Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Pelajar Pemalang - Jakarta (IMPP-J), yang
viii
Burhani Cokro Handoko, Faiqul Himam, Abdul Basyir, Teti Anggriani Dewi
13. Keluarga Besar Ikatan Remaja Masjid Fathullah (Irmafa) UIN Syarif
14. Teman-teman KKN Kreatif, Inovatif, Totalitas, dan Aktif (KITA) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
15. Dan yang terakhir untuk dua sahabatku yang selama ini selalu memberikan
segalanya buat penulis yaitu Ade Eko Kurniawan yang dengan setianya
menemani penulis dari semenjak SMK sampai sekarang, juga buat Fela Sufah
Semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua yang
Faur Rasid
ix
DAFTAR ISI
Abstrak ............................................................................................................... v
x
BAB III GUS DUR DAN KHONGHUCU DI INDONESIA .......................... 36
A. Kesimpulan ................................................................................................. 76
B. Saran........................................................................................................... 80
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
samping itu, Indonesia juga dikenal sebagai negara kepulauan, karena memiliki
17.508 pulau yang membentang dari sabang sampai merauke.1 Sebagai negara
kepulauan, Indonesia dihuni oleh berbagai suku bangsa, baik yang berasal dari
Indonesia itu sendiri maupun dari negeri lain yang sudah lama tinggal di
Indonesia. Salah satu diantaranya adalah suku bangsa Cina atau orang Tionghoa.2
SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan). Dari keempat masalah tersebut
Tidak ubahnya seperti suku bangsa lain di Indonesia, etnis Cina juga
menganut agama yang berbeda-beda, baik yang secara resmi diakui oleh
pemerintah ataupun tidak. Salah satu agama yang dianut oleh etnis Cina di
1
Budi Untung, Buku Pintar BimbelSD Kelas 4, 5, 6 (Jakarta: Lembar Langit 2015), h.
238.
2
M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia (Jakarta:
Pelita Kebajikan, 2005).
3
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. xiv.
1
2
Baru, tidak diakui sebagai agama resmi oleh Pemerintah Indonesia.4 Hal ini
diperkuat dengan dikeluarkannya Inpres No. 14 tahun 1967 tentang larangan bagi
WNI keturunan Cina untuk melakukan perayaan pesta agama dan adat istiadat
Cina secara terbuka dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No.
agama yang diakui oleh pemerintah, yaitu: Islam, Kristen Protestan, Katolik,
tahun 1977 dipaksa mengikuti pelajaran pendidikan agama lain demi memenuhi
tuntutan kurikulum yang berlaku. Para penganut agama Khonghucu bahkan sering
mengaku beragama lain dengan alasan karena pada saat itu Khonghucu bukan
agama yang diakui. Hal ini mengakibatkan umat Khonghucu tidak diijinkan
harus mengakui beragama lain yang formal dan tercantum dalam daftar isian kartu
penduduk hanya diberi tanda.7 Kebijakan semacam ini jelas sangat membatasi
kebebasan manusia untuk memeluk suatu agama dan juga membatasi manusia
UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2 yaitu: Negara berdasar atas Ketuhanan Yang
4
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. xiv.
5
http://www.spocjournal.com/hukum/372-berbagai-keputusan-pemerintah-tentang-
agama-khonghucu.html Diakses pada 23 April 2017 Pukul 21.51
6
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. xvi.
7
Leo Suryadinata, Negara dan Etnis Tionghoa Kasus Indonesia (Jakarta: Pustaka LP3ES,
2002), h. 62.
3
kepercayaannya itu.8 Hal ini membuktikan bahwa Indonesia adalah Negara yang
beragama, bukan Negara yang tidak beragama (atheis). Dalam pasal 29 ayat 2
dalam berbangsa dan bernegara belum begitu jelas dan masih simpang siur. Hal
dapat disetarakan dengan agama yang sah yang diakui oleh pemerintah. Mereka
konsep tentang adanya Tuhan yang Maha Esa, nabi (Khonghucu), kitab suci (Su
Si), rumah ibadah (Lithang), tata cara ibadah, dan konsep eskatologi. Di lain pihak
agama Khonghucu ini tidak layak dianggap sebagai agama, karena Khonghucu
tidak berbicara tetang hal-hal yang menyangkut kehidupan setelah mati, doa, atau
8
Dihimpun oleh Redaksi Sinar Grafika, UUD 1945 Hasil Amandemen & Proses
Amandemen UUD 1945 Secara Lengkap (Jakarta: Sinar Grafika 2016) h. 24.
9
http://hukum.kompasiana.com/2012/08/29/norma-yang-terkandung-dalam-pasal-29-uud-
1945-dan-peraturan-nomor-ipnps1965-482817.html Diakses 16 Maret 2016 Pukul 22.43
10
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. xv.
4
komunikasi antara yang hidup dan yang mati, dan sarana untuk mempertahankan
Nur13 dan Dr. Tarmizi Taher (mantan Menteri Agama RI). Gus Dur dan Cak Nur
Berbeda dengan pendapat Gus Dur dan Cak Nur di atas, Tarmizi Taher
Khonghucuisme tidak dianggap sebagai agama dan dipandang dari sudut apapun
Namun, hal tersebut tidak menciutkan jiwa umat Khonghucu yang begitu
semangat walaupun banyak rintangan yang perlu dihadapinya. Hal ini bukan
11
Leo Suryadinata, Kebudayaan Minoritas Tionghoa Indonesia (Terjemahan Dede
Oetomo), (Jakarta: PT. Gramedia, 1988), h. 48.
12
Dalam tulisan ini penulis akan menggunakan kata Gus Dur ketika menyebut nama
Abdurahman Wahid, sebagai panggilan akrab yang lebih membumi dikalangan masyarakat.
13
Dalam tulisan ini penulis akan menggunakan kata Cak Nur ketika menyebut nama
Nurcholish Majid, sebagai panggilan akrab yang lebih membumi dikalangan masyarakat.
14
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. xvi.
15
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. xvi.
16
Gunawan Saidi,Perkembangan Agama Khonghucu di Indonesia Pada Masa
Reformasi”(Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta,2009), h. 3.
5
mulai mempunyai peluang ke arah yang lebih baik. Beberapa seminar yang
Salah satunya digelar di IAIN Jakarta pada Agustus 1998. Disamping itu, karya-
karya tulis yang menyangkut agama Khonghucu juga sudah mulai bermunculan.
Perspektif Sosial, Legal, dan Teologi” yang diterbitkan oleh PT. Gramedia 1998.
Buku ini ditulis oleh beberapa tokoh yang memandang Khonghucu dari berbagai
sudut.17
mendapat angin segar. Hal ini terlihat dari pertemuan Gus Dur dengan tokoh-
tokoh agama di Bali (Oktober 1999), dan dalam pertemuannya dengan masyarakat
Cina di Beijing (November 1999). Angin segar bagi Khonghucu ini, tidak saja
datang dari Gus Dur tapi juga dari Ketua MPR, Amin Rais, pada saat penutupan
sidang umum MPR 1999, telah mengajak semua umat beragama termasuk yang
17
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. 105.
18
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia , h. 106.
6
Kepres No. 6 tahun 2000. Dengan ini, Inpres No. 14 tahun 1967 dinyatakan
dicabut dan semua ketentuan pelaksanaan yang ada akibat Inpres tersebut
dinyatakan tidak berlaku lagi. Pada akhirnya umat Khonghucu dapat merayakan
hari raya Implek 2551 (bertepatan dengan tahun 2000 Masehi) secara nasional,
yang diadakan di Jakarta dan Surabaya pada bulan Februari 2000. Kemungkinan
perlu lagi meminta izin atau membolos di hari Implek, karena Gus Dur
menetapkan hari itu sebagai hari libur fakultatif yaitu hari libur yang diperuntukan
Tentu dicabutnya Inpres No. 14 tahun 1967 dan Surat Edaran Menteri
tahun 1978 tersebut, maka di Indonesia sudah tidak ada lagi istilah agama yang
diakui oleh pemerintah maupun agama yang tidak diakui oleh pemerintah. Gus
Dur berpendapat sebuah agama dapat dikatakan agama atau tidak, bukan urusan
pemerintah, sebab yang menghidupkan agama bukan jaminan pemerintah tapi hati
manusia. Sehingga, menurut Gus Dur, pengakuan negara terhadap suatu agama
tanggal 17 Februari 2000 di Jakarta, Gus Dur juga mengatakan bahwa apakah
19
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. xvi-xvii.
20
Damien Dematra, Sejuta Hati untuk Gus Dur (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2010), h.264
7
Khonghucu itu agama atau filsafat hidup, adalah suatu pernyataan yang mudah
untuk dijawab. Agama, kata Gus Dur, manakala itu diyakini oleh pemeluk-
pemeluknya. Tanpa pengakuan negara, agama itu akan tetap hidup karena adanya
dalam hati manusia. Untuk menetapkan apakah agama betul-betul agama atau
bukan, bukan urusan pemerintah atau negara. Tidak hanya itu, mengakui saja
Dur sebagai tokoh humanis dan pluralis berkelas dunia.23 Sebagai tokoh
nasionalis beliau menerima asas tunggal pancasila. Dalam pandangan Gus Dur,
meskipun negara Pancasila tidak secara tegas sebagai negara agama, bukan berarti
tinggi dari suatu agama., terutama karena Pancasila menjamin hak setiap pemeluk
Sementara itu sebagai tokoh pluralisme agama dalam pandangan Gus Dur
21
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. 106-107.
22
http://filsafat.kompasiana.com/2012/08/15/9-nilai-prisma-pemikiran-gus-dur-
479610.html Diakses 23 April 2015 Pukul 22.05
23
Aryanto Nugroho, Jejak Langkah Guru Bangsa (Semarang: Ein Institute 2010), h. 26.
24
Ali Masykur Musa, Pemikiran dan Sikap Politik Gus Dur (Jakarta: Erlangga, 2010), h.
101.
8
yang demokratis, pluralis, inklusif dan egaliter inilah Beliau membela kaum
salah satunya dapat dilihat dari perjuangan Gus Dur saat menjabat presiden
melegalkan agama Khonghucu di Indonesia. Yang kita tahu sejak zaman Orde
keyakinannya. Hal inilah yang menarik untuk kemudian diangkat menjadi sebuah
judul skripsi yang bertujuan seperti apa dan bagaimana kontribusi Gus Dur
Hak Asasi Manusia Gus Dur mendapat banyak penghargaan dari berbagai agama,
negara, organisasi dan universitas di berbagai negara. Karena Gus Dur dianggap
perdamaian dan keadilan bagi seluruh umat manusia. Kematian bukan akhir hayat
bagi Gus Dur untuk menyuarakan pluralisme agama, karena perjuangan tersebut
bakal dilanjutkan oleh generasi penerusnya yang mempelajari pemikiran Gus Dur.
Sebelum meninggal Gus Dur berpesan “saya ingin di kuburan saya ada tulisan:
gelombang pujian mengalir dari berbagai agama, ras, organisasi, dan negara.
25
Wahid, Prisma Pemikiran Gus Dur, h.202.
26
Rumadi, ed., Damai Bersama Gus Dur (Jakarta: Buku Kompas,2010), h. 69.
9
melandasi hubungan antar warga masyarakat atas dasar sikap saling hormat-
menghormati, yang akan mendorong kerangka sikap tenggang rasa dan saling
minoritas yang berbeda keyakinan atau agama dari keyakinan mayoritas, sejarah
Satu hal yang mungkin kita tidak dapat melupakan beliau sebagai salah
satu anak bangsa terbaik adalah betapa pengabdian yang dilakukan oleh Gus Dur,
dilandasi oleh sebuah keputusan yang konsisten walaupun keputusan itu mendapat
banyak tantangan, disamping memang dukungan. Tantangan satu per satu sudah
beragama.28 Salah satu yang kontroversi adalah keputusan Gus Dur melegalkan
dalam pemikiran Gus Dur yang terkait erat dengan kontribusi Gus Dur terhadap
legalitas agama Khonghucu di Indonesia yang selama masa Orde Baru tidak
27
Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan: Nilai-nilai Indonesia & Transformasi
Kebudayaan (Jakarta: Wahid Institute, 2007), h. 5.
28
Abdul Fattah, Jejak Langkah Guru Bangsa (Semarang: Ein Institute, 2010), h. 46.
10
1. Masalah
1/Pn.Ps/1965 yang menyebutkan salah satu agama resmi yang dipeluk penduduk
Indonesia adalah agama Khonghucu. Namun, ketika masa Orde Baru agama
saat itu menganggap etnis Tionghoa adalah etnis asing sehingga perlu adanya
Gus Dur yang pada masa Orde Baru mendirikan LSM Forum Demokrasi
dari ikut sidang di PTUN Surabaya atas gugatan Bingky Irawan terhadap Dinas
Pendudukan dan Catatan Sipil pada masa Orde Baru, mengundang seluruh tokoh
lintas agama termasuk Khonghucu di Bali pada masa Reformasi dan mencabut
Inpres No. 14 Tahun 1967 dengan mengeluarkan Keppres No. 6 Tahun 2000
2. Batasan Masalah
masalah dalam skripsi ini, yaitu, mengkaji pemikiran Gus Dur tentang legalitas
agama Khonghucu.
11
3. Rumusan Masalah
pertanyaan sebagai perumusan masalah yang akan diuraikan dalam skripsi ini,
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
selanjutnya.
Indonesia.
Indonesia.
12
E. Kajian Pustaka
Pertama mengkaji hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.
wajar ketika banyak orang yang ingin meneliti sepak terjang Gus Dur dalam
beberapa aspek. Mulai dari masalah sosial, politik, kebudayaan, keagamaan dan
lain-lain. Inilah yang menarik untuk dijadikan sebuah penelitian ilmiah. Sebagai
bahan perbandingan terhadap apa yang sekarang penulis teliti, ada beberapa karya
ilmiah yang lebih dulu meneliti mengenai pemikiran Abdurrahman Wahid (Gus
yang ditulis oleh Gunawan Saidi mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
jurusan Perbandingan Agama tahun 2009. Skripsi ini menjelaskan sejarah agama
jurusan Pendidikan Agama Islam tahun 2011. Skripsi ini menjelaskan konsep
F. Metode Penelitian
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah
1. Jenis Penelitian
pemeluk agama Khonghucu dan mempelajari buku-buku “Gus Dur Pecinta Ulama
Sampean? (tafsir teoritis atas tindakan dan pertanyaan Gus Dur)”, “Teologi
Indonesia”.
2. Pendekatan
pesan yang ingin disampaikan Gus Dur dalam melegalkan agama Khonghucu.
filosofis dan historis. Istilah filsafat secara etimologi berarti cinta kebijakan atau
14
kebajikan dan kebenaran. Filsafat merupakan hasil proses berfikir dalam mencari
bertalian atau ada hubungannya dengan masa lampau.32 Jadi, pendekatan historis
merupakan salah satu tipe dalam penelitian kualitatif yang bertujuan untuk
agama Khonghucu di Indonesia serta mengungkap latar belakang Gus Dur dan
3. Subyek Penelitian
29
Amsal, Bakhtiar, Filsafat Agama, Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia
(Jakarta: PT Raja Grafindo Oersada, 2007), h.6.
30
Dendi Sugono, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Cetakan Pertama Edisi
IV (Jakarta: Gramedia Pusaka Utama) h. 392.
31
Sirojuddin Zar, Filsafat Islam, Filosof dan Filsafatnya (Jakarta: Pt Raja Grafindon
Persada, 2012), h. 2.
32
Dendi Sugono, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, h. 503.
33
A. Muri Yusuf, Metode Penelitian, Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan
(Jakarta: Prenadamedia Grup, 2014), h. 346.
15
dan pustaka yang bersifat kualitatif, maka data yang digunakan dalam penelitian
dokumen atau transkip yang telah ada. Adapun data penelitian ini dibagi menjadi
dua, yaitu:
a. Interview (wawancara)
b. Dokumentasi
buku, surat kabar, media online, majalah, prasasti, rapat, agenda dan sebagainya
5. Teknik Penulisan
yang diatur dan dibukukan dalam pedoman penulisan Skripsi Fakultas Ushuludin
G. Sistematika Penulisan
menjadi pokok penulisan dan memudahkan para pembaca dalam memahami tata
aturan penulisan skripsi ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai
berikut:
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaaat penelitian, review studi
Kedua dalam bab ini berisi kajian teoritis tentang sejarah agama
Khonghucu beserta ajarannya. Dalam bab ini menjelaskan sekilas tentang sejarah
lahirnya agama Khonghucu dari sebelum lahir dan sesudah lahir sampai masuk ke
Ketiga dalam bab ini berisi tentang Gus Dur dan Khonghucu di Indonesia.
Dalam bab ini menjelaskan pandangan Gus Dur terhadap kebebasan beragama,
pandangan Gus Dur terhadap Khonghucu dan regulasi politik Gus Dur terhadap
masuknya agama Khonghucu dalam kolom agama di KTP dan ditetapkannya hari
Keempat dalam bab ini merupakan penutup, pada bab penutup ini berisi
PEMBAHASAN TEORITIS
ini hanya berdasarkan hasil temuan benda-benda kuno seperti tembikar dari
berbagai kapak batu yang dipoles dari zaman Neolithikum yang mempunyai
persamaan dengan kapak batu giok atau zamrud yang ditemukan di Tiongkok dan
berasal dari zaman yang sama.1 Oleh karena itu, penulis memulai masuknya etnis
oleh para perantau Tionghoa yang merantau ke negeri Samudra Selatan, dari
yang dinamakan klenteng untuk meneruskan ketenangan batin akan leluhur dan
1
Benny G. Setiopno, Tionghoa Dalam Pusaran Politik (Jakarta: Trans Media Pusaka,
2008), h. 19.
2
Ws. Indarto, Selayang Pandang Lembaga Agama Khonghucu Indonesia Dahulu,
Sekarang dan Masa Depannya (Jakarta: Matakin, 2010), h. 2.
17
18
Tiongkok (Kelompok Sin Po), yang percaya bahwa orang Tionghoa lokal adalah
anggota bangsa Cina. Kedua, mereka yang berorientasi ke Hindia Belanda (Chung
Hwa Hui), yang memahami posisi mereka mereka sebagai kawula Belanda sambil
yang menyebut sebagai anggota bangsa Indonesia yang akan datang (Partai
kelompok yang kedua dan ketiga kebanyakan terdiri dari orang Tionghoa
peranakan.3
umumnya buta huruf dan hanya berminat mencari uang. Beberapa orang mampu
dibesarkan ibunya menurut kebiasaan dan pola orang-orang pribumi. Waktu anak
3
Leo Suryadinata, Negara dan Etnis Tionghoa (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia 2002),
h. 19.
4
Tionghoa Peranakan adalah orang tionghoa yang sudah lama tinggal di Indonesia dan
umumnya sudah berbaur. Mereka berbahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari dan bertingkah
laku seperti pribumi. Lihat Leo Suryadinata, Negara dan Etnis Tionghoa (Jakarta: Pustaka LP3ES
Indonesia 2002), h. 17.
19
adat pribumi. Kwee Tek Hoay, dan seorang yang ikut serta dalam pergerakan
Namun demikian, keadaan itu telah berubah pada tahun 1800-an, Belanida
masuk agama Islam dan larangan bagi kelompok pribumi menikah dengan
yang terpinggirkan, dikucilkan dan dibenci oleh kelompok masyarakat yang lain
pemerintahan Kolonial Belanda. Belum lagi, Belanda dengan para sarjananya dan
juga para sarjana pribumi yang menjadi kaki tangan Belanda,, juga ikut serta
5
Kwee Tek Hoay (terj. Lea E. Williams), The Origins of the Modern Chinese Movement
in Indonesia (Ithaca: Cornel Modern in Indonesia Project 1969), h. 9-10.
6
Kwee Tek Hoay (terj. Lea E. Williams), The Origins of the Modern Chinese Movement
in Indonesia, h. 11.
20
Tionghoa.7
Hindia dibatasi geraknya dan sumber penghasilannya yang penting yaitu sistem
7
MN. Ibad, Akhmad Fikri AF, Bapak Tionghoa Indonesia (Yogyakarta: PT LKiS Printing
Cemerlang 2012), h. 62.
8
Leo Suryadinata, Negara dan Etnis Tionghoa, h. 159.
9
Suatu sistem yang menggunakan orang-orang Tionghoa sebagai apa yang dinamakan
Pachter, yaitu pemegang izin resmi untuk mengoperasikan beraneka ragam monopoli sebagai
penghasilan pajak negara. Untuk suatu uraian yang lebih lengkap mengenai sistem Pacht pajak
dan orang Tionghoa di Jwa, lihat, Lea E. Williams, “The Ethical Program and the chinese of
Indonesia”, Journal of Southeast Asian History, Thn. II, No. 2 (1961), h. 35-42.
10
Leo Suryadinata, Negara dan Etnis Tionghoa, h. 159.
21
berdampak besar pada orang-orang Tionghoa perantauan dan sejak waktu itu
THHK (Tiong Hoa hwee Koan) di Jakarta12 dengan tujuan utama untuk
Tahun 1919 di Nusantara sudah ada 200 lebih sekolah yang diusahakan
oleh Tiong Hua Hwe Koan. Arah perjuangan THHK berubah dari ajaran
membentuk Khong Kauw Tjong Hwe atau pusat perkumpulan Khong Kauw
Poey Kok Gwan (Bandung), wakil ketua Tjiook Khe Bing (Jogja), Sekretaris Tjia
Tjip Ling (Cilacap), sayang Khong Kauw Tjong Hwe ini hanya beberapa tahun
aktif selanjutnya pasif dan Khong Kauw Hwe-Khong Kauw Hwe berjalan sendiri-
11
Leo Suryadinata, Negara dan Etnis Tionghoa, h. 159-160.
12
M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia (Jakarta:
Pelita Kebijakan 2005), h. 89
13
Leo Suryadinata, Negara dan Etnis Tionghoa, h. 161
14
Indarto, Selayang Pandang Lembaga Agama Khonghucu Indonesia Dahulu, Sekarang
dan Masa Depannya, h. 3.
22
sendiri. Laporan rapat dimuat di Khong Kauw Goat Po atau Bulanan Khong
penjajahan Belanda tidak begitu terlihat dalam teks sejarah, namun sebenarnya
Diantara etnis Tionghoa yang ikut aktif dalam pergerakan dan perjuangan adalah
John Lie alias Jahya Daniel Dharma seorang keturunan Tionghoa yang menjadi
perwira angkatan laut RI. Dengan kapal kecil cepat bernama The Outlow, ia rutin
15
Indarto, Selayang Pandang Lembaga Agama Khonghucu Indonesia Dahulu, Sekarang
dan Masa Depannya, h. 3.
16
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. 86
17
Ibad, Bapak Tionghoa Indonesia, h. 67-68.
23
dipungkiri juga dengan eksistensi tersebut banyak etnis Tionghoa yang ikut
berjuang untuk memerdekakan Indonesia dari jerat penjajah yang terjadi di bumi
pertiwi. Meskipun ajaran dan tradisi yang mereka amalkan berasal dari nenek
moyangnya tetapi mereka juga menganggap Indonesia adalah tanah air dan
Khong Kauw Hwe atau Khong Kauw Tjong Hwe. Tujuannya menyatukan seluruh
Kauw Hwe mandiri tidak berada dalam satu komando, meski memiliki kedaulatan
tersendiri tetapi satu dalam Keimanan., tetapi pusat majelis ini beku pada zaman
pendudukan Jepang.19
Perserikatan Khung Chiao Hui Indonesia (PKCHI) yang bersifat federasi meski
tetap dalam satu Keimanan.. PKCHI mengadakan konggres I di Solo pada tanggal
6-7 Juli 1956 dengan Dr. Kwik Tjie Tiok sebagai ketua pertamanya.20
18
Wawancara dengan pemeluk agama Khonghucu Oesman Arif, Sabtu 14 Mei 2016
Pukul 14.30
19
Indarto, Selayang Pandang Lembaga Agama Khonghucu Indonesia Dahulu, Sekarang
dan Masa Depannya, h. 5-6.
20
Indarto, Selayang Pandang Lembaga Agama Khonghucu Indonesia Dahulu, Sekarang
dan Masa Depannya, h. 6.
24
Konggres nasional I, II, dan III diadakan pada tahun 1956, 1957, dan 1959,
(GAPAKSI)”.21
penduduk Indonesia berdasarkan sejarah ada enam, yaitu Islam, Kristen, Katolik,
Hindu, Budha, dan Khonghucu. Menurut Eka Dharmaputra, seperti yang dikutip
agama seperti yang diusulkan menteri agama pada masa itu adalah minimal
memiliki: Kitab Suci, Nabi, kepercayaan akan satu Tuhan, dan tata ibadah bagi
pengikutnya.23
21
Indarto, Selayang Pandang Lembaga Agama Khonghucu Indonesia Dahulu, Sekarang
dan Masa Depannya, h. 6.
22
Emma Nurmawati Hadian, Swia Asto, Buku Saku Pembinaan dan Penganut Agama
Khonghucu di Indonesia, (Jakarta: Kementrian Agama Republik Indonesia, 2013), h. 65.
23
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. 104.
25
pada etnis Tionghoa. Terutama dalam bidang ekonomi dan budaya, karena
Pada periode 1965-1967 terjadi tragedi nasional peristiwa G. 30S PKI, yang
terjadi pada tahun 1965 yang mengakhiri masa Orde Lama menjadi Masa Orde
Indonesia.25
dihadiri utusan dari 17 daerah. Keputusan yang diambil dalam konggres tersebut
antara lain:
24
Ibad, Bapak Tionghoa Indonesia, h. 69-70.
25
Indarto, Selayang Pandang Lembaga Agama Khonghucu Indonesia Dahulu, Sekarang
dan Masa Depannya, h. 6.
26
Desember 1967, semua kegiatan agama dan adat istiadat yang bernuansa
dikeluarkannya Inpres No. 14 tahun 1967 tentang agama, kepercayaan, dan adat
istiadat Cina oleh presiden Soeharto. Tanggal 14 Juli 1978 agama Khonghucu
tidak boleh dicantumkan lagi pada kolom „agama‟ dalam KTP dan Sidang
c. Masa Reformasi
peluang kearah yang lebih baik. Presiden Habibie telah menghapuskan istilah
pribumi dan non pribumi (Inpres No. 26/1998),28 beberapa seminar juga diadakan
Jakarta tahun 1998. Ada juga karya tulis yang menyangkut agama Khonghucu,
26
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. 104.
27
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. 105.
28
E. Setiawan, Tahun Baru Imlek, Marga Dan Silsilah Warga Tionghoa (Semarang:
Yayasan Widya Manggala Indonesia, 2012), h. 134.
27
Legal, dan Teologi” yang diterbitkan oleh PT. Gramedia 1998. Buku ini ditulis
dikeluarkan oleh pemerintah Orde Baru yang berisi apapun bentuk ekspresi
keagamaan dan adat istiadat Tionghoa di muka umum, dan termasuk pelarangan
bagi semua tempat usaha kelompok etnis Tionghoa, seperti toko, pabrik dan
sebagainya untuk tutup pada hari raya Imlek, dengan mengeluarkan Peraturan
Pemerintah No. 6 tahun 2000. Gus Dur juga mengeluarkan pengumuman bahwa
tahun baru Imlek juga menjadi hari libur fakultatif yaitu hari libur untuk penganut
Pengumuman Gus Dur atas hari libur fakultatif pada tahun baru Imlek
tahun 2002 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional berlaku sejak
salah satu poin pentingnya adalah etnis Tionghoa yang lahir di negeri ini termasuk
orang Indonesia asli. Bukan hanya itu saja, sejumlah kebijakanpun dikeluarkan
oleh presiden Susilo Bambang Yudoyono dengan pasal-pasal yang telah diambil
29
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. 105.
30
Ibad, Bapak Tionghoa Indonesia, h. 81-82.
31
Setiawan, Tahun Baru Imlek, Marga Dan Silsilah Warga Tionghoa, h. 135.
28
metafisika, tidak terlalu banyak disinggung dalam kitab Su Si. Ajaran tentang
metafisika ini justru lebih banyak bersumber pada kitab klasik yang memang
sudah ada sejak sebelum kelahiran Khonghucu. Adapun yang dimaksud dengan
ajaran metafisika ialah ajaran yang mencangkup tentang Tuhan, manuasia, alam
adanya Tuhan. Dalam agama Khonghucu istilah Tuhan disebut dengan Thian dan
bukan allah seperti yang terdapat dalam agama kristen dan Islam. Dalam kitab-
kitab agama Khonghucu terdapat banyak berbicara tentang Thian atau Tuhan
Yang Maha Esa, diantaranya terdapat dalam kitab She Cing (kitab puisi). Dalam
kitab ini banyak bicara tentang Tuhan Yang Maha Esa, yang disebut sebagai
32
Ibad, Bapak Tionghoa Indonesia, h. 82.
33
M. Ali Imron, Sejarah Terlengkap Agama-Agama di Dunia (Yogyakarta: Diva Press,
2015), h. 249.
34
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. 44.
29
“Kekuasaan dan bimbingan dari Thian (Tuhan Yang Maha Esa) sangat
luas dan dalam hal ini di luar jangkauan suara, sentuhan, atau penciuman” (She
yang memerintah dan membimbing seluruh umat manusia” (She Cing IV Thang
1/1)36
perkiraan para ahli, syair-syair tersebut ditulis kira-kira 1000 tahun sebelum
kelahiran Khonghucu atau sekitar tahun 1550 SM. Dari syair-syair di atas, dapat
dikatakan karya-karya klasik di atas yang ditulis 1000 tahun sebelum kelahiran
Disamping konsep Tuhan yang banyak dibicarakan dalam kitab She Cing
dan Su Cing di atas, istilah Tuhan (Thien) juga banyak dijumpai dalam kitab Lun
Yu (Lun Gi) atau Analects Confucius atau ujar-ujar Khonghucu dan murid-
dalam kitab Lun Yu (Lun Gi) yang ada kaitannya dengan konsep Tuhan (Thian).38
35
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. 44.
36
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. 44.
37
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. 44.
38
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. 45.
30
“Dia yang telah berdosa pada Thien, berdoapun tidak akan bermanfaat”
(Lun Gi III:13)39
“Aku tidak menggerutu pada Thien, tidak pula menyesali manusia. Aku
hanya belajar dari tempat terendah ini, terus maju menuju tempat yang tinggi.
Tentunya masih banyak lagi kitab suci agama Khonghucu yang berbicara
banyak tentang Tuhan, seperti dalam kitab Tai Hak (Ajaran Besar), yang terdapat
satu kali (satu ayat), dalam kitab Tiong Yong (Tengah Sempurna) juga ada ayat-
ayatnya yang berbicara tentang Tuhan Yang Maha Esa dan juga terdapat dalam
Selain istilah Thien atau Thian yang banyak dijumpai dalam kitab-kitab
Khonghucu, kita juga mengenal istilah Thian Li dan Than Ming. Istilah Thian Li
perluasan pada masa Neo-Konfusianisme. Jadi, Thian Li itu sendiri bukanlah nama
lain dari Thian, tetapi lebih dekat dengan firman Thian atau hukam-hukum dan
Thian Ming sendiri dapat diartikan sesuatu yang telah dijadikan atau
sesuatu yang telah terjadi. Pangeran Chou pernah mengajarkan Thien Ming (The
kepada seseorang yang memimpin bangsa dan negara. Oleh karena itu seseorang
39
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. 45.
40
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. 45.
31
atau manusia harus menjalankan tugas dan kewajibannya sesuai dengan kehendak
diterjemahkan sebagai Tuhan Yang Maha Esa, maka agama Khonghucu dapat
Selain itu, agama tersebut juga mempercayai dewa-dewa, roh-roh suci dan para
nabi.42
Gambaran khonghucu tentang Tuhan adalah imanen atau Thian (Tuhan/langit) itu
tentang keimanan yang terdapat dalam kitab Su Si. Oleh umat Khonghucu di
Khonghucu di Indonesia, bahwa istilah iman yang sering dipakai dalam agama
Khonghucu selama ini diambil dari kata “Sing”. Kata “Sing” ini menurut asalnya
41
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. 46-48.
42
Imron, Sejarah Terlengkap Agama-Agama di Dunia, h. 249.
43
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. 50.
44
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. 51.
32
terdiri dari rangkaian akar kata “gan” dan “sing”. Gan berarti
berbicara/sabda/kalam, dan “sing” berarti “sempurna atau jadi”. Oleh karena itu,
Menurut Hs, Tjhie Tjay Ing, umat Khonghucu wajib memiliki sing (iman)
sebagai berikut:
c. Iman itu dapat diperoleh kalau manusia dapat berbuat hal-hal yang
baik.
adalah:
a. Adanya Thian.
45
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. 51.
46
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. 52.
33
agama Khonghucu.
Menurut Lie Kim Hok,48 Khonghucu tidak banyak bicara tentang hidup
setelah mati, tetapi ia percaya akan keberadaan roh-roh dan roh-roh yang
sehari-hari, setiap keluarga memiliki meja sembahyang atau altar untuk keluarga.
Meja sembahyang inilah yang mereka gunakan sebagai media atau sarana untuk
menghormati atau menyembah roh leluhurnya. Mereka percaya bahwa roh leluhur
percaya tentang dunia setelah kematian, namun bagi dia dunia setelah kematian
itu dapat diketahui kalau manusia sudah mengenal kehidupan. Bagi Khonghucu,
47
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. 53.
48
Lie Kim Hok adalah seorang penulis Indonesia, perintis sastra Melayu Tionghoa yakni
masa rintisan (1875-1895), pada periode ini telah ditulis karya-karya sastra berbahasa Melayu
Rendah baik oleh orang-orang Belanda maupun Tionghoa peranakan.
49
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. 54.
50
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. 55.
34
mengenal arti kehidupan itu lebih penting untuk diketahui sebelum kita mengenal
arti kematian.51
Di samping itu, Khonghucu juga percaya bahwa perbuatan baik itu akan
mendapat balasan (Tai Hak Bab X:11). Namun Khonghucu tidak berbicara
tentang surga sebagai ganjaran bagi orang yang berbuat baik dan neraka bagi
peradaban yang maju dan juga mempunyai sistem kepercayaan dengan percaya
kepada roh leluhur yang sangat mereka hormati. Roh leluhur disini adalah para
raja yang sudah wafat dan kembali yang dipercaya mengawasi anak cucunya yang
dan sangat bermoral. Khonghucu sebagai nabi yang agung tidak hanya
sampai sekarang.
seluruh belahan dunia termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan banyak keturunan
51
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. 55.
52
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. 56.
35
sebagai salah satu agama yang dianut di Indonesia. Tetapi pada zaman Orde Baru,
kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Namun, sejak bergantinya masa Orde
eksistensinya kembali.
Dengan ajaran mengenai konsep tentang Thian (Tuhan Yang Maha Esa),
keimanan dan kehidupan setelah mati serta mempunyai kitab suci sebagai
K.H Abdurrahman Wahid atau yang biasa disapa dengan Gus Dur
mempunyai ciri khas untuk mencari ilmu yang mendalam demi disumbangkan
untuk kemaslahatan umat, bangsa dan negara. Selain itu juga pemikiran Gus Dur
dicurahkan untuk membela nilai-nilai atau ajaran agama dan tradisi setempat.
inspirasi perubahan sosial yang ditopang oleh semangat toleransi dan penghargaan
yang tinggi terhadap kemanusiaan. Bahkan tidak jarang Gus Dur sering mendapat
hujatan baik dari kalangan umat muslim sendiri atau umat agama lain karena
Dalam beragama Gus Dur memiliki sikap yang inklusif, ia sangat terbuka
Salah satu perjuangan yang dilakukan Gus Dur adalah dalam relasi nilai
ajaran agama dengan nilai-nilai hak asasi manusia. Lebih khusus dalam hal ini
1
Umaruddin Masdar, Gus Dur: Pecinta Ulama Sepanjang Jalan, Pembela Minoritas
Etnis-Keagamaan, (Jakarta: DPP PKB dan KLIK.R, 2005), h. 160.
36
37
dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) tahun 1948, artikel 18
dan beragama; hak ini mencakup kebebasan untuk berganti agama atau
pribadi”.2
ada hal yang kontradiksi dengan ajaran setiap agama termasuk Islam, yaitu hak
mencakup kebebasan untuk berganti agama atau kepercayaan. Dalam ajaran Islam
ganti atau pindah agama disebut murtad dan termasuk perbuatan dosa besar.
tulisannya “Culture Of Peace: Sebuah Pendekatan Islam” 2002. Ada dua hal yang
dikemukakan oleh Gus Dur. Pertama, dengan mencari kejelasan dan reinterpretasi
terhadap hukum kanonik Islam (fiqh) tentang pindah agama yang di dalam Islam
disebut murtad3 atau riddah4 yang hukumannya adalah hukuman mati. Kalau
hukuman ini diterapkan dalam negara yang mayoritas muslim, maka akan banyak
2
http://lama.elsam.or.id/downloads/1363164069_HAM_dan_Kebebasan_Beragama._Mus
dah_Mulia.pdf dan lihat Gunawan Sumodiningrat dan Ibnu Purna (ed), Landasan Hukum dan
Rencana Aksi Nasional HAM di Indonesia 2004-2009, (Jakarta: 2004), h. 9 di akses pada tanggal
25 Juni 2016.
3
Murtad adalah berpindahnya agama Islam dengan agama yang lain. Lihat :
http://www.islamcendekia.com/2014/02/pengertian-riddah-murtad-dalam-hukum-islam.html
diakses tanggal 25 Juni 2016.
4
Riddah adalah keluar dari Islam baik dengan perkataan, perbuatan maupun dengan
keyakinan. Misalnya, enggan membayar zakat, puasa atau haji karena dianggap tidak wajib atau
meyakini Muhammad dusta. Tapi keyakinan yang tidak disertai perbuatan, belum dianggap
murtad. Lihat : http://www.islamcendekia.com/2014/02/pengertian-riddah-murtad-dalam-hukum-
islam.html diakses tanggal 25 Juni 2016.
38
sekali orang yang di hukum mati karena pindah agama. Dengan demikian, hal ini
kebebasan hak beragama termasuk ganti atau pindah agama secara sukarela.
Menurut Gus Dur, kaum muslimin harus mengakhiri kontradiksi seperti ini
dengan bidang ilmu teknologi dan sains dan merangkumnya dengan pengetahuan
dan penghayatan agama. Sayang, di bidang agama para intelektual muda Islam ini
hanya mempelajari al-qur’an dan hadist secara tekstual tanpa ada pemahaman
yang mendalam dengan menggunakan ilmu tafsir melainkan hanya sebatas harfiah
saja. Pada akhirnya, yang muncul kepermukaan adalah sikap defensif kaum
Dari pemaparan yang dikemukakan oleh Gus Dur dapat kita pelajari
mengapa sikap intoleran dan kebebasan beragama sangat susah dijumpai baik
sesama muslim maupun beda agama. Hal ini tidak terlepas dari kurangnya
pemahaman dan metode dalam belajar agama. Pada dasarnya kekeliruan dalam
5
M. Imam , Aziz, Culture Of Peace: Sebuah Pendekatan Islam, dalam kumpulan kolom
dan artikel Abdurrahman Wahid selama era lengser (Yogyakarta, ELKiS 2002), h. 145-148.
39
memahami suatu teks agama tidak dapat disalahkan teks ajaran tersebut,
melainkan cara memahaminya yang keliru. Oleh karena itu, cara memahami teks
ajaran harus menafsirkan dari segi historisitas dan juga perkembangan jaman
manusia. Demikian juga metode pemahaman teks ajaran yang melulu harfiah, ikut
intoleransi dan kekerasan terhadap umat lain dan kelompok sempalan di dalam
Islam sendiri, merupakan hasil dari sebuah proses berfikir dan pemahaman
sebagai makhluk yang bermartabat mempunyai hak yang sama dengan manusia
lainnya tanpa memandang suku, agama maupun ras yang berbeda. Sebagai warga
negara Indonesia, tentu hak-hak kita sudah dijamin oleh Pancasila dan UUD 1945.
Setiap manusia hidup dalam ruang sosial, tempat dan waktu tertentu.
hidup individu dan sosialnya, atau apa yang tidak berharga. Berdasarkan
6
Aziz, Culture Of Peace: Sebuah Pendekatan Islam, dalam kumpulan kolom dan artikel
Abdurrahman Wahid selama era lengser, h. 145-148.
7
Dendi Sugono, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Cetakan Pertama Edisi IV
(Jakarta: Gramedia Pusaka Utama) h. 152.
40
sebagai pemeluk agama tertentu, tetapi karena didasari pemahaman bahwa nilai
kemanusiaan memang menjadi milik setiap orang. Apalagi bangsa Indonesia yang
India, Persia, Arab, Asia Tenggara dan Eropa masuk ke perairan Indonesia
Kiranya hal di atas itulah yang kemudian menyemangati sosok Gus Dur
rakyat Indonesia Gus Dur ialah seorang yang humanis yang ingin menegakkan
demokrasi dan hak asasi manusia dalam hal yang sebenar-benarnya. Apa yang
8
Mahmudi Muhith, M. Latif, Imam Muslich, Gus Dur Bapak Pluralisme (Malang 2010),
h. 77.
9
Muhith, Gus Dur Bapak Pluralisme, h. 78.
41
unsur primordial. Gus Dur sangat sadar bahwa humanisme yang masih dibatasi
kemanusiaan adalah inti dari ajaran agama. Tanpa nilai-nilai tersebut dunia akan
dibangunnya.11
agama yang sempit. Islam bagi Gus Dur, sebagaimana agama lain, adalah doktrin
hidup di negara yang beranekaragam agama dan kepercayaan yang berbeda. Sikap
merasa paling benar (eksklusif) dengan ajaran dan kepercayaannya hanya akan
merugikan diri sendiri, orang lain dan negara. Karena sikap tersebut dapat
10
Ali Masykur Musa, Pemikiran dan Sikap Politik Gus Dur (Jakarta: Erlangga 2010), h.
119.
11
Musa, Pemikiran dan Sikap Politik Gus Dur h. 120.
12
Musa, Pemikiran dan Sikap Politik Gus Dur h. 120.
42
Prinsip humanis yang diterapkan Gus Dur, diakui oleh segenap lapisan
sosial. Baik warga dikalangan Islam maupun non Islam, mengakui gaya humanis
yang dipraktikkan Gus Dur. Dalam hal ini KH Hasyim Muzadi pernah
mengatakan, “humanisme Gus Dur berangkat dari nilai-nilai Islam yang paling
dalam. Tetapi, humanismenya itu melintasi agama, etnis, teritorial, dan negara.”
Karena itu tidak perlu heran apabila Gus Dur menerima banyak penghargaan
humanis, Gus Dur mengetahui persis apa yang menjadi kebutuhan masyarakat dan
Gus Dur yang seorang humanis ini juga dapat dibuktikan ketika beliau
luas dan berpeluang menindas. Gus Dur juga menghapus penelitian khusus
13
H. Muhammad Zen, Gus Dur Kiai Super Unik (Malang:Cakrawala Media Publisher
2010), h. 125-126.
43
(litsus), yang “menakuti” pegawai negeri agar jangan bersikap kritis. Gus Dur
juga mengusulkan pencabutan Tap MPRS No. XXV/1996 soal pembubaran Partai
diskriminasi terhadap etnis Tionghoa, melalui Keppres No. 6/2000 dan mencabut
Inpres No. 14/1967 tentang Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina.14
Intinya, Gus Dur membuka paradigma baru agar setiap orang mendapat
perlakuan setara dalam hukum, tanpa membeda-bedakan warna kulit, etnis, agama
ataupun ideologinya. Ini bagian dari cita-cita Gus Dur yang ingin membangun
Indonesia sebagai Negara Kesatuan yang ke-Bhinneka Tunggal Ika-an yang damai
Humanisme Gus Dur adalah sebuah wujud dari penghargaan yang tinggi
terhadap nilai kemanusiaan dan kecintaannya terhadap bangsa dan negara yang
majemuk ini. Sebelum meninggal Gus Dur berpesan “saya ingin di kuburan saya
ada tulisan: disinilah di kubur seorang humanis”16 dan terbukti setelah dirinya
meninggal, gelombang pujian mengalir dari berbagai agama, ras, organisasi, dan
negara. Hal tersebut menunjukan konsistensi Gus Dur terhadap kesetaraan hak
asasi manusia tidak ada yang sia-sia dan menunjukan kebesarannya sebagai Guru
Bangsa.
14
Mahfud MD, Gus Dur Tokoh Humanis dan Pluralis Kelas Dunia dalam buku Aryanto
Nugroho, Jejak Langkah Guru Bangsa (Semarang: Ein Institute, 2010), h. 27-28.
15
Mahfud MD, Gus Dur Tokoh Humanis dan Pluralis Kelas Dunia dalam buku Aryanto
Nugroho, Jejak Langkah Guru Bangsa h. 28.
16
Rumadi, ed., Damai Bersama Gus Dur, (Jakarta: Buku Kompas,2010), h. 69.
44
dengan sistem sosial dan politiknya).17 Jadi pluralisme bisa dikatakan paham atau
pembangunan suatu bangsa tetapi justru dilihat sebagai anugrah dari Tuhan yang
Di sebuah negara yang pluralistik seperti Indonesia ini, sikap toleransi dan
rendah hati dalam beragama merupakan suatu keniscayaan. Dengan sikap seperti
pluralitas yang ada hanya akan menjadi hambatan bagi perubahan yang dicita-
karena membangun negara yang besar dan beragam yang berazas “Bhinneka
Tunggal Ika” tidak hanya dari segi infrastruktur saja tetapi juga dari segi
1717
Sugono, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Cetakan Pertama Edisi IV
(Jakarta: Gramedia Pusaka Utama), h. 1086.
18
M. Hanif Dhakiri, 41 Warisan Kebesan Gus Dur (Yogyakarta: LkiS, 2010), h. 117.
45
kurangnya bisa dilihat sebagai fakta dalam dua sisi. Pertama, pluralitas suku,
agama dan budaya serta berbagai turunannya. Berbagai suku, agama dan budaya
yang ada di Indonesia sejak berabad-abad yang lampau merupakan fakta sejarah
masyarakat yang tidak bisa diabaikan. Kedua, pluralitas di internal suku, agama
dan budaya itu sendiri. Dalam Islam misalnya, ada berbagai aliran yang secara
dihindarkan dan sekaligus merupakan kekuatan bangsa dan komitmen untuk tidak
merupakan modal dasar untuk membangun toleransi. Dan kesadaran seperti ini
merupakan cermin dari sebuah sikap dewasa, arif dan rendah hati, sebagaimana
keyakinan orang lain, itulah yang menjadi pakem ajaran tentang toleransi selama
ini. Termasuk dalam pakem ini adalah ajaran tentang tri kerukunan yang sering
Padahal dalam kontek Indonesia yang sangat beragam ini tidak hanya
diperlukan saling menghormati dan menghargai keyakinan orang lain, tetapi kita
19
Dhakiri, 41 Warisan Kebesan Gus Dur, h. 118.
20
Dhakiri, 41 Warisan Kebesan Gus Dur, h. 118.
46
bisa melakukan lebih dari sekedar hal tersebut. Seperti halnya membantu warga
masyarakat yang terkena bencana secara bersama tanpa memandang suku, agama
atau budayanya. Saling bersilaturahmi antar warga dan terlibat aktif dalam
kegiatan sosial lainnya. Jadi toleransi tidak hanya dibatasi tentang keyakinan saja
Dalam hal menyikapi pluralitas tersebut, Gus Dur ternyata lebih maju
beberapa langkah daripada tokoh agama dan intelektual muslim yang lain. Karena
itu tidak heran jika ia mendapat gelar sebagai Bapak Pluralisme dan Pembela
hidup berdampingan secara damai, karena hal demikian masih sangat rentan
pluralisme berarti adanya kesadaran untuk saling mengenal dan berdialog secara
tulus sehingga kelompok yang satu dengan yang lain bisa saling memberi dan
menerima.22
dalam satu dogma yang mutlak kebenarannya. Namun sebagai dimensi budaya,
agama dipahami memiliki derajat pluralitas yang cukup tinggi. Dimensi budaya
ini dapat dipahami sebagai upaya penerjemahan nilai-nilai dan ajaran agama yang
21
Dhakiri, 41 Warisan Kebesan Gus Dur, h. 119.
22
Dhakiri, 41 Warisan Kebesan Gus Dur, h. 119-120.
47
ada dalam dimensi keyakinan. Dimensi budaya dalam hal ini akan sangat
pengetahuan, nilai dan relasi sosial itu membentuk pola yang membedakan
seorang atau sekelompok pemeluk dari pemeluk lain. Sehingga, menjadi tak
ajaran tunggal, namun karena ia dipahami oleh umat yang memiliki latar belakang
pelaksanaan dan prakteknya menjadi berbeda dan plural. Di samping itu, Gus Dur
berpikir bahwa tidak semua simbol dan ritus itu sebagai sesuatu yang baku yang
bisa dianggap sebagai suatu ajaran yang harus dijaga dan dipertahankan, di dalam
agama ada dimensi kebudayaan yang kadang juga menjelma dalam bentuk simbol
dan ritus.25
23
Al-Zastrauw Ng, Gus Dur, Siapa sih Sampeyan? Tafsir Teoritik atas Tindakan dan
Pertanyaan Gus Dur (Jakarta: Erlangga, 1999), h. 267.
24
Al-Zastrauw Ng, Gus Dur, Siapa sih Sampeyan? Tafsir Teoritik atas Tindakan dan
Pertanyaan Gus Dur, h. 267.
25
Al-Zastrauw Ng, Gus Dur, Siapa sih Sampeyan? Tafsir Teoritik atas Tindakan dan
Pertanyaan Gus Dur, h. 267.
48
dan ritus yang menjadi bagian dari dimensi kebudayaan agama. Inilah yang
dilakukan Gus Dur selama ini. Untuk mendinamisir agama, agar nilai-nilai agama
tetap relevan dengan realitas zamannya, dan agar agama memiliki fungsi yang
Atas dasar ini juga, Gus Dur bersikap tegas menjadi pembela pluralisme
dalam beragama. Gus Dur tidak menginginkan agama hanya sebagai simbol,
kehidupan yang ada dibiarkan tidak tersentuh. Sikap demikian memang sangat
ritus-ritus formal.27
Dur adalah dalam masyarakat yang majemuk tidak boleh ada perlakuan yang
berbeda antara satu kelompok dengan kelompok yang lainnya. Dalam masyarakat
yang majemuk dalam konsep kenegaraan “Bhinneka Tunggal Ika” tidak boleh ada
dalam wacana pluralisme Gus Dur ibarat sebuah masjid yang dapat digunakan
oleh siapa saja tanpa melihat pangkat dan derajat. Masjid tidak boleh diklaim
26
Al-Zastrauw Ng, Gus Dur, Siapa sih Sampeyan? Tafsir Teoritik atas Tindakan dan
Pertanyaan Gus Dur, h. 268-269
27
Al-Zastrauw Ng, Gus Dur, Siapa sih Sampeyan? Tafsir Teoritik atas Tindakan dan
Pertanyaan Gus Dur, h. 269.
49
milik salah satu kelompok orang tertentu yang akibatnya ada dominasi dan
membatasi partisipasi orang lain. Filosofi masjid yang terbuka bebas untuk
berlaku. Yang demikian ini contoh pluralisme religius ditinjau dari kesamaan
Pluralisme struktur yang dilakukan oleh Gus Dur ketika menjabat sebagai
Presiden merupakan bukti ketegaran yang prima dalam merubah secara radikal
dari birokrasi yang sakral menjadi keterbukaan. Pilar-pilar kekuasaan Orde Baru
yang masih ada pada kabinet Presiden Gus Dur dilakukan perombakan hingga
yang sama yaitu pemecatan dari jabatan seperti Hamza Haz dari Menteri. Faham
nepotisme tidak ada dalam kamus perilaku pluralisme Gus Dur dalam hal yang
prinsip.
28
Muhith, Gus Dur Bapak Pluralisme, h. 63.
29
Muhith, Gus Dur Bapak Pluralisme, h. 64.
50
masa transisi Gus Dur ini adalah menuju pada supremasi sipil. Negara demokrasi
yang maju dimana kekuasaan dipegang oleh rakyat melalui pemilihan umum yang
jujur, kedaulatan di tangan rakyat maka supremasi sipil harus cepat ditegakkan.30
Atas sikapnya yang humanis, pluralis dan demokratis itulah Gus Dur
mendapatkan banyak penghargaan salah satunya, pada tahun 1993, Gus Dur
menerima hadiah “Nobel” Asia, yaitu Roman Magsaysay Award dari pemerintah
Filipina karena Gus Dur dinilai berhasil memimpin organisasi Islam terbesar di
“penghargaan ini bukan hanya kehormatan bagi saya dan keluarga saya, tetapi
terhadap fakta bahwa Indonesia sebagai bangsa telah menunjukan secara nyata
berkumpul lintas agama, tidak murni dalam rangka titik temu teologis, melainkan
gerakan publik agama demi perjuangan di luar agama yaitu lintas agama demi
30
Muhith, Gus Dur Bapak Pluralisme, h. 64.
31
Mitsuo Nakamura, Abdurrahman Wahid, dalam John I. Esposito (ed.), The Oxford
Encyclopedia of the Modern Muslim World (New York, Oxford university Press,1995), I:14.
32
Masdar, Gus Dur: Pecinta Ulama Sepanjang Jalan, Pembela Minoritas Etnis-
Keagamaan, h. 159.
51
pancasila tidak hanya berisi tentang sila kemajemukan, namun juga berkelindan
dengan sila keadilan sosial dan demokrasi. Dengan cara seperti ini, gerakan
hak-hak kaum minoritas, tentunya Gus Dur juga tidak dapat dipisahkan dari
Tionghoa dan ia sendiri adalah keturunan Tan Kim Han. Tan Kim Han menurut
Gus Dur menikah dengan Tan A Lok yang merupakan saudara kandung Raden
Pattah (Tan Eng Hwa), dan keduanya adalah anak dari Putri Cempa (Putri
Tiongkok)yang merupakan selir dari Rden Brawijaya V. Tan Kim Han ini dalam
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, karena ada etnis Tionghoa yang mau
Dur yang saat itu masih aktif di LSM Forum Demokrasi (Fordem) langsung
Masyarakat menganggap upaya Gus Dur itu sia-sia, karena kekuatan rezim
Soeharto sangat kuat, termasuk dalam urusan pengadilan. Namun, sikap pesimistis
masyarakat tidak mengendurkan semangat Gus Dur untuk menegakkan Hak Asasi
Manusia (HAM) di bumi pertiwi ini. Kedatangan Gus Dur yang berkaitan dengan
etnis Tionghoa dan agama Khonghucu ini menjadi titik awal yang berdampak
panjang.35
ke PTUN, menurut Gatot Seger Santoso ada juga peristiwa Kapasan akibat
menimbulkan atmosfer anti-Tionghoa. Ketika itu Gus Dur juga tampil membela
Sementara sejumlah keturunan Tionghoa yang saat itu duduk di jajaran birokrat
Pembelaan Gus Dur terhadap etnis Tionghoa dan agama Khonghucu di era
Orde Baru merupakan bentuk eksistensi perjuangan hak asasi manusia dan
34
Muhith, Gus Dur Bapak Pluralisme, h. 87.
35
Muhith, Gus Dur Bapak Pluralisme, h. 87.
36
Zen, Gus Dur Kiai Super Unik, h. 35.
53
juga adanya keniscayaan terhadap Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara.
Ketika menjabat sebagai presiden, pada bulan Oktober 1999 Gus Dur
di Indonesia.
masa mendatang karena pada masa itu Gus Dur mencabut Inpres No. 14 Tahun
1967 tentang Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina dirasa oleh warga
negara Indonesia yang beretnis Tionghoa telah dibatasi ruang geraknya dalam
Ada kejadian menarik ketika Gus Dur mencabut Inpres No. 14 Tahun 1967
dan menggantinya dengan Keppres No 6 Tahun 2000. Pada waktu itu, menurut
Budi Tanuwibowo39 yang merupakan teman dekat Gus Dur meminta untuk
merayakan Tahun Baru Imlek secara nasional. Tanggapan Gus Dur pada waktu itu
37
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. 105.
38
Emma Nurmawati Hadian, Swia Asto, Buku Saku Pembinaan dan Penganut Agama
Khonghucu di Indonesia (Jakarta: Kementrian Agama Republik Indonesia, 2013), h. 6.
39
Budi Tanuwibowo adalah Sekretaris Dewan Rohaniawan Majelis Tinggi Agama
Khonghucu Indonesia (Matakin).
54
langsung mengiyakan, bahkan Gus Dur menyarankan Imlek digelar dua kali, di
Gus Dur dengan spontan berkata “gampang Inpres saya cabut”. Gus Dur lantas
waktu kemudian Gus Dur memanggil Menteri Dalam Negeri untuk mencabut
surat edaran Menteri Dalam Negeri Amirmachmud tahun 1978 tantang agama
Mulai saat itulah, Imlek dirayakan dengan riang dan meriah di sudut-sudut
negeri, Imlek yang menandai hari lahirnya nabi Khonghucu itu menjadi bagian
Indonesia.
Bukan saja tentang Imlek, pencabutan Inpres Nomer 14 Tahun 1967 juga
kebebasan untuk berekspresi. Agam Khonghucu saat ini sudah dapat ditulis dalam
Catatan Sipil dan siswa Khonghucu dapat mengikuti pelajaran agama sesuai
dengan imannya.
Pada tahun 2001, presiden Gus Dur menjadikan tahun baru Imlek sebagai
hari libur fakultatif bagi etnis Tionghoa. Kebijakan tersebut dilanjutkan oleh
40
IVV, Gus Dur dan Imlek, Media Cetak Kompas, Minggu, 7 Februari 2016.
41
IVV, Gus Dur dan Imlek, Media Cetak Kompas, Minggu, 7 Februari 2016.
55
pengganti Gus Dur yaitu presiden Megawati dengan menetapkan Imlek sebagai
hari libur nasional melalui Keppres No 19 Tahun 2002 tentang Tahun Baru
Imlek.42
Tionghoa dan agama Khonghucu pada masa Orde Baru, Gus Dur ditasbihkan
Tay Kak Sie, di Semarang Jawa Tengah pada tanggal 10 Maret 2004. 43 Umat
Khonghucu juga mengusulkan agar Gus Dur mendapatkan Nobel atas jasanya
tersebut.
Agama Khonghucu Indonesia Dahulu, Sekarang dan Masa Depannya. Ketika Gus
Dur wafat dalam hitungan kurang dari dua jam, tempat-tempat ibadah Khonghucu
telah disesaki umat yang langsung mengadakan doa bersama untuk beliau.
barongsai tanpa iringan musik, sebagai tanda duka cita yang amat mendalam.44
Begitu besarnya dukungan dan simpati terhadap wafatnya Gus Dur yang
mengalir dari rakyat Indonesia termasuk umat Khonghucu dari berbagai penjuru
negeri. Hal tersebut menandakan betapa dekatnya dan dicintainya sosok Gus Dur
42
Hadian, Buku Saku Pembinaan dan Penganut Agama Khonghucu di Indonesia, h. 9.
43
Masdar, Gus Dur: Pecinta Ulama Sepanjang Jalan, Pembela Minoritas Etnis-
Keagamaan, h. 157.
44
Ws. Indarto, Selayang Pandang Agama Khonghucu Indonesia Dahulu, Sekarang dan
Masa Depannya, h. x.
56
persoalan utama kiprah politik umat Islam di dalam masyarakat modern dan
sosial.45
agama yang ada. Dengan kata lain negara harus memberikan pelayanan yang adil
Indonesia.
1. Menegakkan Demokrasi
konsekuensi logis dari segenap pluralitas di dalamnya.47 Oleh karena itu, sebagai
negara yang heterogen ini Gus Dur sangat mencintai demokrasi agar dapat
45
Musa, Pemikiran dan Sikap Politik Gus Dur, h. 87.
46
Musa, Pemikiran dan Sikap Politik Gus Dur h, 103.
47
Listiyono Santoso, Teologi Politik Gus Dur (Yogyakarta: Ar-Ruzz Jogjakarta 2004), h.
195.
57
suatu prinsip mengenai toleransi dan mungkin juga tentang pluralisme. Prinsip
kebebasan dalam beribadah sesuai dengan agamanya dan pada sisi negatif campur
tangan terhadap kebebasan itu oleh institusi-institusi negara, apabila dalam negara
menjelaskan bahwa negara tidak boleh memberikan pilihan kepada suatu agama
atas pihak lainnya. Hal ini merupakan prinsip tentang tidak memihak. Negara
yang demokratis tidak boleh berdiri di atas kepentingan golongan yang satu
48
Santoso, Teologi Politik Gus Dur, h. 189-190.
58
demokrasi liberal dengan membuat pemisahan antara negara dan agama. Prinsip
ketiga ini lebih ditekankan kepada posisi negara untuk selalu menghindarkan diri
Hak-hak tersebut di atas harus dilakukan secara adil kepada seluruh warga
negara tanpa harus memandang asal usulnya. Bagi Gus Dur heterogenitas adalah
masyarakat. Wacana dan perilaku politik dalam suatu negara harus menjadi
medan untuk menyerap heterogenitas politik rakyat. Karena itu sektarianisme dan
penyekatan politik atas nama agama dan etnis tertentu ditolaknya. Sikap
(Fordem).50
intelektual muslim dalam suatu wadah dalam bendera Islam demi tujuan
mendominasi lembaga politik.51 Dalam hal ini Gus Dur menunjukkan kecintaan
Tetapi, agama baginya adalah kesadaran individu dan tidak perlu diformalkan.
49
Santoso, Teologi Politik Gus Dur, h. 189-190.
50
Musa, Pemikiran dan Sikap Politik Gus Dur, h 98-99.
51
Musa, Pemikiran dan Sikap Politik Gus Dur, h. 110.
59
Bahkan sewaktu ditanya oleh beberapa kyai, Gus Dur memberikan alasan bahwa
kalau agama itu dibesarkan oleh negara, maka sesungguhnya agama itu lemah.
Tetapi, yang diinginkan adalah agama yang berkembang tanpa turut campur
ditolak oleh Dus Dur. Salah satu konsekuensi logis dari penolakan formalisasi
agama dalam konsep negara bangsa Indonesia tersebut, Gus Dur berkeyakinan
atas pemerintahan yang berideologi Pancasila, menurut Gus Dur, karena syariah
dalam bentuk hukum agama/fiqih atau etika masyarakat masih dilaksanakan oleh
kaum muslimin di dalamnya, sekalipun hal itu tidak diikuti dengan upaya legislasi
Ideologi Pancasila tidak berada pada kedudukan lebih tinggi dari agama
Islam atau agama lainnya, terutama karena Pancasila menjamin hak setiap agama
sebagai sumber pandangan hidup bangsa dan negara. Ideologi negara dan
pandangan hidup negara bersumber pada sejumlah nilai luhur yang ada dalam
52
A. Malik Harmain, Mohammad Badi’ Zamas, Eko Darwanto, Gus Dur: Goro-Goro
Dalam Lakon Multi Krisis (Jakarta: Bumi Selamat Printing 2001), h. 74-75.
53
Santoso, Teologi Politik Gus Dur, h. 251.
60
agama. Namun, pada saat yang sama Ideologi Pancasila menjamin kebebasan
Pancasila dan dituangkan dalam bentuk pandangan hidup bangsa. Dalam hal ini,
menurut Gus Dur, karena dalam negara yang begitu majemuk susunan warga
negara dan letak geografisnya, maka Islam ternyata bukan satu-satunya agama
yang ada. Dengan kata lain, negara harus memberikan pelayanan yang adil kepada
semua agama yang diakui. Ini berarti negara harus menjamin pola pergaulan yang
berisi berbagai agama, suku, dan bahasa. Karenanya, penerimaan Pancasila dalam
keadaan seperti itu konsekuensi logis dan tidak dapat ditolak. Bagi Gus Dur,
bermasyarakat, melainkan hanya pola relasi antar berbagai elemen yang ada.55
dan merujuk pada Al-Qur’an dan Sunnah sebagai referensi pembenaran, pada
54
Musa, Pemikiran dan Sikap Politik Gus Dur, h. 90.
55
Santoso, Teologi Politik Gus Dur, h. 254.
56
Musa, Pemikiran dan Sikap Politik Gus Dur, h 11.
61
bersama secara berkeadilan, tanpa harus melebihkan satu kelompok atau agama
sebagai Ideologi negara bukan hanya oleh pemerintah tetapi juga oleh seluruh
warga negara.
konsisten mengamalkan Pancasila ini, pemerintah pasti akan berbuat adil serta
berserikat.58
masa Orde Baru. Dimana kegiatan ritual keagamaan umat khonghucu dilakukan
Dari segi geografis, Indonesia terletak di dua benua (Asia dan Australia)
dan dua samudra (Hindia dan Pasifik). Hal ini mengakibatkan Indonesia menjadi
jalur perdagangan dari berbagai negara termasuk Tiongkok. Banyak dari para
57
Santoso, Teologi Politik Gus Dur h. 261.
58
Masykuri Abdillah, Berguru Kepada Bapak Bangsa (Jakarta: PP Gerakan Pemuda
Ansor 1999), h. 193.
62
wilayah nusantara, baik yang berdarah asli Tionghoa maupun yang campuran
darah pribumi.
organisasi yang bernama Bing Sing Su Wan, sebuah lembaga yang menyebarkan
ajaran Khonghucu. Tahun 1919 di Nusantara sudah ada 200 lebih sekolah yang
diusahakan oleh Tiong Hua Kauw Hwe Koan. Arah perjuangan THHK berubah
perkumpulan Kong-jiao Hui (Khong Kauw Hwe) yang mandiri, misalnya Khong
lain.59
Tahun 1923, muncul organisasi Khong Kauw Tjong Hwee atau Himpunan
Pusat Umat Penganut Konghucu yang didirikan di Yogyakarta. Pada tahun ini
juga diadakan musyawarah dalam rangka membentuk Badan Pusat Khong Kauw
Bandung lah yang tepat untuk dijadikan pusat Khong Kauw Tjong Hwee.60 Para
59
Indarto, Selayang Pandang Agama Khonghucu Indonesia Dahulu, Sekarang dan Masa
Depannya, h. 3.
60
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. 98.
63
wali Khong Kauw Tjong Hwee juga memilih pengurus pusatnya dengan ketua
Poey Kok Gwan (Bandung), wakil ketua Tjiook Khe Bing (Jogja), sekretaris Tjia
konggres dan juga pada tahun 1965 Presiden Soekarno mengeluarkan penetapan
terjadinya tragedi nasional peristiwa G. 30S. PKI, yang terjadi pada tahun 1965
yang mengakhiri masa Orde Lama menjadi masa Orde Baru. Pengurus
61
Indarto, Selayang Pandang Agama Khonghucu Indonesia Dahulu, Sekarang dan Masa
Depannya, h. 3.
62
Indarto, Selayang Pandang Agama Khonghucu Indonesia Dahulu, Sekarang dan Masa
Depannya, h. 6.
64
kepercayaan, dan adat istiadat Cina dilaksanakan tanpa memerlukan izin khusus
bukan asli dari Indonesia tetapi dengan dikeluarkannya Inpres tersebut berarti
pemerintah telah melanggar kontitusi negara yaitu Pancasila terutama sila pertama
Pada masa presiden Habibie telah menghapus istilah pribumi dan non pribumi
63
Indarto, Selayang Pandang Agama Khonghucu Indonesia Dahulu, Sekarang dan Masa
Depannya, h. 7.
64
Hadian, Buku Saku Pembinaan dan Penganut Agama Khonghucu di Indonesia, h. 6.
65
Agus N. Cahyo, Salah Apakah Gus Dur? Misteri di Balik Pelengserannya (Jogjakarta:
IRCiSoD, 2014), h. 135.
65
Khonghucu, apalagi selama era Orde Baru mereka dianggap sebagai non pribumi
sehingga harus melakukan proses asimilasi salah satunya dengan mengganti nama
Puncaknnya pada pemerintahan Gus Dur, sikap politik Gus Dur yang
dikenal sangat pluralis, humanis, pejuang HAM dan penegak demokrasi sejati
menjadi anugrah tersendiri bagi umat Khonghucu. Gus Dur yang mempunyai
wawasan kebangsaan yang luas mengerti akan heterogennya Indonesia. Hal ini
kedudukan lebih tinggi dari agama Islam dan yang lainnya, terutama karena
agamanya masing-masing.67 Hal ini tertuang dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 1
dan 2 yaitu:Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, Negara menjamin
66
E. Setiawan, Tahun Baru Imlek, Marga dan Silsilah Warga Tionghoa (Semarang:
Yayasan Widya Manggala Indonesia, 2012), h. 135.
67
Musa, Pemikiran dan Sikap Politik Gus Dur, h. 101.
66
Ketuhanan Yang Maha Esa menurut pasal 29 ayat 1 UUD 1945 yang menjiwai
Dalam penjelasan pasal 29 ayat 2 UUD 1945 juga bahwa negara Indonesia
Abdillah, Gus Dur memberikan alasan bahwa kalau agama itu dibesarkan oleh
negara, maka sesungguhnya agama itu lemah. Tetapi, yang diinginkan adalah
agama yang berkembang tanpa turut campur negara, yang sesungguhnya itulah
kekuatan agama.68
dari pemerintah, terutama pengakuan yang datang dari Gus Dur. Menurut Gus
Dur sebuah agama dapat dikatakan agama atau tidak, bukan urusan pemerintah,
sebab yang menghidupkan agama bukan jaminan pemerintah tapi hati manusia.
Sehingga menurut Gus Dur, pengakuan negara terhadap suatu agama merupakan
suatu kekeliruan. Dalam kesempatan perayaan tahun baru Imlek 2551, tanggal 17
Februari 2000 di Jakarta, Gus Dur juga mengatakan bahwa apakah Khonghucu
agama atau fisafat hidup, adalah suatu pertanyaan yang mudah dijawab. Agama,
kata Gus Dur, manakala itu diyakini oleh pemeluk-pemeluknya. Tanpa pengakuan
68
Harmain, Gus Dur: Goro-Goro Dalam Lakon Multi Krisis, h. 74-75.
67
negara, agama itu akan tetap hidup karena adanya dalam hati manusia. Untuk
menetapkan apakah agama itu betul-betul agama atau bukan, bukan urusan
pemerintah atau negara. Tidak hanya itu, mengakui saja sudah merupakan
Atas dasar pemikiran Gus Dur yang inklusif dan sikap politik Gus Dur
hak asasi manusia70 begitu juga dengan penerimaannya terhadap Pancasila yang
langkah politiknya, Gus Dur mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang
Nomer 6 Tahun 2000. Dengan dicabutnya Inpres Nomor 14 Tahun 1967 maka
adat istiadatnya.71
surat edaran Menteri Dalam Negeri Amirmachmud era Orde Baru No. 477/74054
tanggal 18 November tahun 1978 tantang agama yang diakui oleh negara.72
yang memimpin suatu negara dan juga seorang ulama Gus Dur mempraktekkan
69
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. 106-107.
70
Mahfud MD, Gus Dur Tokoh Humanis dan Pluralis Berkelas Dunia dalam buku
Aryanto Nugroho, Jejak Langkah Guru Bangsa (Semarang: Ein Institute, 2010), h. 26.
71
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. 108.
72
IVV, Gus Dur dan Tahun Baru Imlek, Media Cetak Kompas, Minggu, 7 Februari 2016
68
prinsip agama Islam yang rahmatan lil alamin, karena sebagai presiden Gus Dur
adalah pemimpin buat warganya yang beragam agamanya tidak hanya dari satu
agama. Hal ini menunjukan kalau Gus Dur mempunyai wawasan kebangsaan dan
umat Khonghucu di Indonesia dengan lega dapat melaksanakan tahun baru Imlek
Pada masa ini juga, Gus Dur menetapkan perayaan Tahun Baru Imlek
sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya)
April 2001.74 Dengan ditetapkannya Imlek sebagai hari libur fakultatif maka umat
Khonghucu tidak perlu meminta izin libur kerja maupun sekolah karena sudah
Tahun 2000 yang menjadi kran untuk memulihkan kembali hak-hak sipil umat
Khonghucu dan etnis Tionghoa sebagai warga negara Indonesia yang sebelumnya
73
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, h. 108.
74
Setiawan, Tahun Baru Imlek, Marga dan Silsilah Warga Tionghoa, h. 135.
69
Dikeluarkannya keppres tersebut juga menjadi salah satu bentuk tolak ukur
pembangunan negara. Karena Gus Dur sadar membangun negara yang sangat
pluralistik ini tidak hanya melulu soal infrastruktur saja tetapi juga dari segi
Jadi masyarakatnya hidup rukun dan bahagia karena majunya infrastruktur dan
suprastruktur di Indonesia.
Ketika pemerintahan Gus Dur juga terlihat ueforia budaya Tionghoa yang
yang dipertunjukan dimuka umum. Masyarakat dapat melihat Tarian Naga dan
Tahun baru Imlek sebenarnya bukan perayaan tahun baru yang asing bagi
masyarakat Indonesia. Dulu ketika masa pemerintahan Soekarno atau yang biasa
dikenal dengan masa Orde Lama perayaan tahun baru Imlek diadakan rutin setiap
tahunnya. Hal ini terjadi karena pada waktu itu agama Khonghucu diakui sebagai
salah satu agama resmi di Indonesia merujuk pada Penetapan Presiden (Penpres)
Nomor 1 Tahun 1965. Namun, ketika masa Orde Baru perayaan tahun baru Imlek
75
Tesis Sugiandi Surya Atmaja Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Konsentrasi
Agama Khonghucu Program Studi Perbandingan Agama dengan judul Politik Hukum Pemerintah
Indonesia Terhadap Agama Khonghucu Era Orde Baru Hingga Era Reformasi (1967-2014), h.
124.
70
tidak dapat ditampilkan lagi di depan publik. Hal ini terjadi ketika presiden
Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina. Inpres tersebut secara tidak langsung
mengekang ekspresi agama, kebudayaan dan adat istiadat umat Khoghucu karena
tidak bisa dipungkiri agama Khonghucu sendiri berasal dari Cina atau Tiongkok.76
Dengan adanya Inpres tersebut etnis Tionghoa dan umat Khonghucu tidak
dapat lagi menggunakan bahasa Mandarin, hak-hak sipil yang tidak terpenuhi oleh
negara termasuk perayaan tahun baru Imlek yang tidak dapat lagi dirayakan secara
Pada masa Reformasi tepatnya pemerintahan Gus Dur tahun baru Imlek
dapat dirayakan secara terbuka kembali di depan publik. Dilatar belakangi dengan
pertemuan antara Gus Dur dan Budi Tanuwibowo di Istana. Ketika itu Gus Dur
yang dikenal sangat terbuka dan berpegang teguh terhadap Hak Asasi Manusia
pada masa Gus Dur tahun baru Imlek masih ditetapka sebagai hari libur fakultatif.
Ketika Gus Dur dilengser sebagai presiden setelah adanya sidang istimewa
MPR, tanggal 23 Juli 2001 dan digantikan oleh wakilnya yaitu Megawati, tahun
baru Imlek tetap diadakan secara terbuka dan meriah. Semangat presiden
76
Atmaja, Politik Hukum Pemerintah Indonesia Terhadap Agama Khonghucu Era Orde
Baru Hingga Era Reformasi, (1967-2014), h. 124.
77
IVV, Gus Dur dan Tahun Baru Imlek, Media Cetak Kompas, Minggu, 7 Februari 2016.
71
Hari Raya Tahun Bharu Imlek sebagai Hari Libur Nasional pada tanggal 9 April
2002 dengan Keputusan Presiden No. 19 Tahun 2002. Keputusan presiden ini
Agama RI Nomor 331 Tahun 2002 tertanggal 25 Juni 2002 Tentang Tahun Baru
Megawati dalam perayaan Tahun Baru Imlek 2553 di Pekan Raya Jakarta. Pada
kesempata tersebut dihadiri oleh Gus Dur dan sekitar 1.000 orang. menurut
Khonghucu saja yang menikmati Tarian Naga, Barongsai, dan Lampion tetapi
78
Atmaja, Politik Hukum Pemerintah Indonesia Terhadap Agama Khonghucu Era Orde
Baru Hingga Era Reformas, (1967-2014), h. 125.
79
Atmaja, Politik Hukum Pemerintah Indonesia Terhadap Agama Khonghucu Era Orde
Baru Hingga Era Reformasi, h. 125.
80
http://news.liputan6.com/read/29279/imlek-resmi-menjadi-hari-libur-nasional Diakses
pada 22 Agustus 2016 pukul 22.30
72
Orde Baru yang bersifat diskriminasi terhadap kaum minoritas sedikit demi
Mulai dari kebijkan presiden Habibie yang menghapus istilah pribumi dan
non pribumi dengan mengeluarkan Intruksi Presiden No. 26. Tahun 1998 tentang
Nomor 6 Tahun 2000 untuk mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 yang
menjadikan etnis Tionghoa dan umat Khonghucu terbebas dari belenggu pada
masa Orde Baru. Keppres tersebut seakan menjadi pintu masuk bagi pemerintah
Manusia.
Megawati tentang Hari Libur Nasional Imlek, pemerintah selanjutnya pada masa
81
Setiawan, Tahun Baru Imlek, Marga dan Silsilah Warga Tionghoa, h. 135.
73
sebagai bagian integral dari bangsa Indonesia. Bukti dari keseriusan presiden
kepada masyarakat.84
Khonghucu dan dilayani oleh negara, dalam bidang pendidikan para siswa yang
82
Atmaja, Politik Hukum Pemerintah Indonesia Terhadap Agama Khonghucu Era Orde
Baru Hingga Era Reformasi, (1967-2014), h. 126.
83
Hadian, Buku Saku Pembinaan dan Penganut Agama Khonghucu di Indonesia, h. 107.
84
Hadian, Buku Saku Pembinaan dan Penganut Agama Khonghucu di Indonesia, h. 105.
74
Mandarin di sekolahnya.
nama aslinya (Tionghoa) di dalam KTP, tetapi hal tersebut tidak lantas membuat
nyaman dan banyak yag kenal dengan nama Indonesianya. Ada juga yang malas
memberikan hadiah kepada umat Khonghucu berupa peraturan Nomer 135 Tahun
85
Atmaja, Politik Hukum Pemerintah Indonesia Terhadap Agama Khonghucu Era Orde
Baru Hingga Era Reformasi, (1967-2014), h. 128
75
Tionghoa dan agama Khonghucu juga sudah mulai secara bebas dipertunjukan di
perayaan Imlek, saat ini mudah ditemui di Indonesia. Hak-hak politik, ekonomi,
sosial dan budaya yang pada masa sebelumnya tidak pernah didapatkan oleh etnis
86
Hadian dan Swia Asto, Buku Saku Pembinaan dan Penganut Agama Khonghucu di
Indonesia, h. 10
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Meski hidup di Indonesia tetapi tidak serta merta membuat mereka meninggalkan
Khonghucunya.
agama yang dipeluk penduduk Indonesia ada enam, yaitu Islam, Kristen, Katolik,
Nomor 14 Tahun 1967, tentang larangan bagi WNI keturunan Cina untuk
melakukan perayaan pesta agama dan adat istiadat Cina secara terbuka dan Surat
76
77
November tahun 1978 tentang lima agama yang diakui oleh pemerintah, yaitu:
Isalm, Kristen Protestan, Katolik, Hindu dan Buddha. Adanya kebijakan tersebut,
Masa diskriminasi tersebut terjadi kurang lebih selama 32 tahun atau pada
terbebas dari diskriminasi, karena pemerintah pada zaman Gus Dur membuka
agama atau etnis lain yang minoritas dan tertindas. Kedekatan Gus Dur dengan
agama Khonghucu bukan berawal ketika Gus Dur menjabat sebagai Presiden,
melainkan jauh sebelum itu, yaitu terjadi pada masa Orde Baru berlangsung.
Banyak sekali kejadian yang melibatkan Gus Dur dengan agama Khonghucu pada
saat itu. Gus Dur tidak serta merta membela begitu saja melainkan ada alasan
dengan menegakkan dan memperjuangkan Hak Asasi Manusia, Gus Dur tampil
alami.
sangat memperhatikan kaum tertidas yang minoritas. Gus Dur juga mengadakan
78
Tidak hanya dengan lembaga keagamaan Khonghucu saja, Gus Dur juga
Irawan dan Budi Santoso Tanuwibowo. Jadi kedekatan Gus Dur dengan agama
Khonghucu sama seperti dengan agama atau etnis lain yang tertindas tanpa
Pancasila dan UUD 1945 secara tegas menjamin hak-hak warga negaranya
termasuk agama dan kepercayaan yang dianutnya seperti dalam pasal 29 ayat 1
dan 2 yaitu: Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, Negara menjamin
untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Dengan alasan ingin
menegakkan Ideologi Pancasila, UUD 1945 dan juga negara yang benar-benar
demokratis tanpa ada diskriminasi yang dialami oleh setiap warga negara.
Akhirnya Gus Dur mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 yang selama
6 Tahun 2000. Selain itu Gus Dur juga beralasan, sebuah agama dapat dikatakan
agama atau tidak, bukan urusan pemerintah, sebab yang menghidupkan agama
bukan jaminan pemerintah tapi hati manusia. Sehingga, menurut Gus Dur,
warga negara untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-
masing, seperti yang sudah diatur oleh Pancasila dan UUD 1945.
Melalui Keppres presiden Gus Dur No. 6 tahun 2000 tersebut, maka umat
Khonghucu dapat mengekspresikan kembali ajaran agama yang selama masa Orde
Baru terbelenggu. Hak-hak sipil sebagai warga negara Indonesia juga mulai pulih
Dur. Dari ditetapkannya Hari Libur Nasional Imlek pada masa pemerintahan
bagi bangsa Indonesia, karena budaya Tionghoa dan local bercampur. Hal ini
B. Saran
dari penulis baik untuk umat Khonghucu, peneliti selanjutnya dan lembaga
1. Umat Khonghucu
2. Peneliti selanjutnya
Cahyo, Agus N., Salah Apakah Gus Dur? Misteri di Balik Pelengserannya
(Jogjakarta: IRCiSoD, 2014)
Darwanto, Eko dan A. Malik Harmain dan Mohammad Badi’ Zamas ,Gus Dur:
Goro-Goro Dalam Lakon Multi Krisis (Jakarta: Bumi Selamat Printing
2001)
Dematra, Damien, Sejuta Hati untuk Gus Dur (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2010)
Dihimpun oleh Redaksi Sinar Grafika, UUD 1945 Hasil Amandemen & Proses
Amandemen UUD 1945 Secara Lengkap (Jakarta: Sinar Grafika 2016)
Fattah, Abdul, Jejak Langkah Guru Bangsa (Semarang: Ein Institute, 2010)
Hadian, Emma Nurmawati, Swia Asto, Buku Saku Pembinaan dan Penganut
Agama Khonghucu di Indonesia (Jakarta: Kementrian Agama Republik
Indonesia, 2013)
Ibad, MN, Akhmad Fikri AF, Bapak Tionghoa Indonesia, (Yogyakarta: LKiS
Printing Cemerlang 2012)
81
82
Milles, M.B. dan Huberman, AM, Analisa Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang
Metode-Metode Baru, (Jakarta: UI Press, 1992)
Muhith, Mahmudi dan M. Latif dan Imam Muslich, Gus Dur Bapak Pluralisme,
(Malang, 2010)
Musa, Ali Masykur, Pemikiran dan Sikap Politik Gus Dur, (Jakarta: Erlangga,
2010)
Ng, Al-Zastrauw, Gus Dur, Siapa sih Sampeyan? Tafsir Teoritik atas Tindakan
dan Pertanyaan Gus Dur, (Jakarta: Erlangga, 1999)
Nugroho, Aryanto, Jejak Langkah Guru Bangsa, (Semarang: Ein Institute, 2010)
Setiawan, E., Tahun Baru Imlek, Marga Dan Silsilah Warga Tionghoa,
(Semarang: Yayasan Widya Manggala Indonesia, 2012)
Setiopno, Benny G., Tionghoa Dalam Pusaran Politik, (Jakarta: Trans Media
Pusaka, 2008)
Sugono, Dendi, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Cetakan Pertama
Edisi IV (Jakarta: Gramedia Pusaka Utama)
Sumodiningrat, Gunawan dan Ibnu Purna (ed), Landasan Hukum dan Rencana
Aksi Nasional HAM di Indonesia 2004-2009, (Jakarta: 2004)
Suryadinata, Leo, Negara dan Etnis Tionghoa Kasus Indonesia, (Jakarta: Pustaka
LP3ES, 2002)
Untung Budi, Buku Pintar BimbelSD Kelas 4, 5, 6 (Jakarta: Lembar Langit 2015)
Zen, H. Muhammad, Gus Dur Kiai Super Unik, (Malang: Cakrawala Media
Publisher 2010)
Website
http://filsafat.kompasiana.com/2012/08/15/9-nilai-prisma-pemikiran-gus-dur-
479610.html Diakses pada tanggal 22 Maret 2016
http://hukum.kompasiana.com/2012/08/29/norma-yang-terkandung-dalam-pasal-
29-uud-1945-dan-peraturan-nomor-ipnps1965-482817.html Diakses pada
tanggal 21 Maret 2016
http://www.islamcendekia.com/2014/02/pengertian-riddah-murtad-dalam-hukum-
islam.html Diakses tanggal 25 Juni 2016
http://www.islamcendekia.com/2014/02/pengertian-riddah-murtad-dalam-hukum-
islam.html Diakses tanggal 25 Juni 2016
http://lama.elsam.or.id/downloads/1363164069_HAM_dan_Kebebasan_Beragam
a._Musdah_Mulia.pdf Diakses pada tanggal 25 Juni 2016
http://news.liputan6.com/read/29279/imlek-resmi-menjadi-hari-libur-nasional
Diakses pada tanggal 22 Agustus 2016
http://www.spocjournal.com/hukum/372-berbagai-keputusan-pemerintah-tentang-
agama-khonghucu.html Diakses pada 23 April 2017