Anda di halaman 1dari 1

3 bulan terakhir dibalut dengan nyata oleh sedu sedan yang tidak bisa ditahan.

Dibiarkan mengalir begitu


saja tanpa berkengininan untuk mencoba memutus kesedihan itu sendiri. Paling tidak mencari asal-asal
kesedihan itu. Lantas menemukan muara yang pantas untuk kesedihan itu pula. Tidak bisa dipahami, si
empunya raga pun memilih rehat sejenak—walaupun sebenarnya 3 bulan tidak bisa dibilang sebentar.
Bulan masih sempurna membulat di angkasa malam. Tidak akan lama, sabit akan bertemu juga. Bulan
sudah hampir berakhir, begitu pula sang tahun yang sudah sampai diujung hari. Inginnya sedu sedan ini
selesai sejak sebulan yang lalu. Sehingga kegiatan-kegiatan yang membutuhkan kepala jernih mampu
tergenggam semua. Namun apa daya, kita hanya si pembuat rencana-rencana. Raga masih menutup diri
dibalik selimut, belum ingin keluar barang sejenak melihat purnama. Jiwa juga masih dikuasai si sedu
sedan yang ternyata lebih lemah dari dedaun kering di jalanan.
Ah, sepertinya memang begini baiknya. Membiarkan semuanya mengalir seperti air hujan di selokan kota
besar. Yang terpenting kita tahu, bahwa aliran ini memiliki sebuh tujuan, memiliki ujung, memiliki muara
yang setelahnya harus si pemilik rasa mengambil alih. Entah dibawa ke angkasa lepas, atau surga
kebahagian, atau mungkin pulang ke rumah ternyaman, memulai untuk merangkai bunga-bunga yang
baru mekar menjadi lebih cantik, lebih indah dipandang. Atau menyusun menara domino yang lebih kuat,
yang tidak modah goyah, sehingga tidak mudah runtuh oleh tiupan sepoi angin.
Kita sampai di penghujung. Berhenti sejenak sambil menghirup udara banyak-banyak. Biarkan seluruh
tubuh merasakan kelegaan yang sama. Untuk kemudian berjanji pada sang raga dan jiwa sendiri
bahwasannya, ada yang sudah selesai, namun bukan berati akan hilang sepenuhnya.
Salam hangat, saya.

Anda mungkin juga menyukai