Anda di halaman 1dari 4

ASD dan LRFD, Hemat Mana?

(Bagian #1)
November 21, 2019 Junaidi Sidiq 0 Comments ASD dan LRFD, ASD vs LRFD, Definisi ASD, Definisi LRFD, Perbandingan
ASD dan LRFD
Bahasan mengenai dua filosofi desain, ASD dan LRFD, bisa dibilang sudah usang. Namun, hal ini
tetap saja eksis tak pernah habis ditelan zaman. Hehe. Kali ini penulis mau bagikan dalam dua bagian
tulisan ya, biar ga kalah sama thread-thread mistis yang belakangan viral di beberapa medsos.
Singkat saja, jika penulis ditanya mengenai lebih hemat mana antara metode ASD dan
LRFD? Penulis lebih suka menjawab, LRFD lebih hemat.
Nah, lho?

Tapi alasan kenapa penulis memilih kata “lebih suka” di pernyataan atas lah yang perlu pembaca garis
bawahi. Alih-alih sampai dibuatkan 2 bagian, tentunya ada hal penting yang penulis hendak
sampaikan.

Kisahnya berawal dari filosofi desain ASD yang merupakan singkatan dari Allowable Stress
Design milik AISC dari Amerika sana. Namun, AISC-ASD code dirilis terakhir tahun 1989 lalu,
setelahnya, AISC hanya merilis panduan dengan metode LRFD (Load and Resistance Factor Design).
Kondisi tersebut mengisyaratkan seolah metode ASD tak relevan lagi, sehingga banyak engineer yang
memiliki tekad untuk berkembang seiring kemajuan penelitian dan teknologi merasa wajib untuk
berhijrah ke LRFD. Lantas, mengapa hingga saat ini kita masih menjumpai istilah ASD meskipun
sudah 30 tahun berlalu sejak code terakhirnya rilis?
ASD Dibangkitkan Kembali
Selanjutnya, barangkali karena metode ASD masih banyak fans-nya, kedua metode, ASD dan LRFD,
secara resmi diberlakukan dengan adanya ANSI/AISC 360-05. Meskipun demikian, pembaca perlu
paham bahwa ASD yang sekarang bukanlah ASD yang dulu lagi. Konsep yang dijabarkan pada code
2005 memiliki definisi berbeda dengan code 1989.

Keduanya memiliki dua filosofi desain yang serupa namun tak sama. ASD (AISC 1989) merupakan
singkatan dari Allowable Stress Design, sedangkan ASD (AISC 2005) merupakan singkatan
dari Allowable Strength Design. Perbedaan utama yang ada di keduanya adalah parameter yang
dipakai untuk menentukan kesimpulan analisis struktur. ASD Stress menggunakan “tegangan aktual”
pada penampang, sedangkan ASD Strength menggunakan “kuat nominal”.
ASD Stress
Filosofi yang sudah berkembang dari tahun 1921, terbukti handal hingga kini. Pada ASD Stress, gaya
dalam yang ada dikonversikan menjadi tegangan aktual melalui perhitungan yang berkaitan dengan
properti penampang profil. Konsep yang dipakai adalah perencanaan elastis, sehingga tegangan aktual
permukaan penampang berada di bawah tegangan ijin. Tegangan ijin adalah tegangan leleh (fy) dibagi
dengan safety factor.
Elemen struktur tidak dirancang untuk mencapai kondisi leleh atau bahkan plastis. Jika mengambil
contoh dari perencanaan baloknya, perbedaan antara balok kompak dan balok non-kompak hanya ada
pada nilai tegangan ijinnya. Pada balok kompak, nilai tegangan yang dipakai adalah Fb = 0.66 Fy,
sedangkan pada balok non-kompak nilai tegangan yang dipakai adalah Fb = 0.60 Fy.

ASD Strength
Sementara itu, untuk ASD Strength, gaya dalam atau disebut kuat perlu akan dibandingkan dengan
kuat ijin. Kuat ijin didapatkan dari kuat nominal dibagi dengan safety factor yang dipersyaratkan.
Kuat nominal (nominal strength) adalah kekuatan suatu komponen struktur yang dihitung melalui
ketentuan dan asumsi desain yang sesuai dengan peraturan yang telah disepakati.
Berbeda dari konsep ASD Stress yang memakai perencanaan elastis, ASD Strength sudah
memperhitungkan perencanaan inelastis. Kuat nominal tidak hanya memperhitungkan kondisi elastis
(fs < fy), tetapi juga telah memperhitungkan tegangan ultimate-nya (fu).

Perbedaan kedua filosofi desain di atas bisa mengecoh praktisi yang tidak jeli dalam memahami
konsep dasarnya. Seperti yang kita umum dapatkan sedari masa kuliah, filosofi desain yang ada kini
adalah ASD dan LRFD. Sementara, yang wajar dipahami dari ASD tersebut adalah ASD dari konsep
lama, yang kita sebut sebagai ASD Stress di tulisan ini.

Ibarat katak yang sudah bebas dari tempurungnya, pertanyaan-pertanyaan baru pun muncul.

Jika ASD Strength pada dasarnya adalah limit state design, memperhitungkan tegangan pasca
lelehnya sehingga dapat dihasilkan kuat penampang ultimate, maka apakah bedanya dengan LRFD
yang notabene-nya mengusung dasar yang sama? Teman-teman pembaca juga semestinya paham,
mengapa dalam perencanaan fondasi dan kondisi layan masih menggunakan ASD? Bagaimana bisa
penulis menyatakan LRFD lebih hemat?
Jawabannya akan kita bahas di ASD dan LRFD, Hemat Mana? (Bagian #2)

ASD dan LRFD, Hemat Mana? (Bagian #2)


November 23, 2019 Junaidi Sidiq 2 Comments ASD dan LRFD, ASD dan LRFD Hemat Mana, ASD vs LRFD, Definisi
ASD, Definisi LRFD, Perbandingan ASD dan LRFD, Safety Factor
Sebelum memulai kembali pembahasan, pastikan pembaca sudah menyimak bagian #1 artikel ini
di ASD dan LRFD, Hemat Mana? (Bagian #1).
Berbicara perihal perencanaan elastis dan inelastis, sebenarnya seperti membahas faktor ekonomi dari
sebuah desain. Bukan melulu karena prosedur hitungan yang lebih rumit, tapi juga karena soal duit.
Lain hal dengan konsep ASD Stress yang mengacu pada perencanaan elastis, memastikan semua
tegangan yang terjadi di bawah tegangan ijin (fy/SF), konsep ASD Strength dan LRFD mengacu
pada perencanaan inelastis, memperhitungkan tegangan pasca leleh (fs>fy), sehingga dapat
dihasilkan kuat penampang ultimate.
Sedemikian hebatkah terobosan dari perencanaan inelastis?
Perencanaan inelastis memungkinkan perencana untuk dapat memprediksi perilaku keruntuhan sebuah
struktur, apakah perilakunya daktail atau tidak. Kondisi tersebut menjadi penting guna mengantisipasi
adanya beban tak terduga yang mungkin terjadi, seperti halnya beban impak dan gempa.

Perbedaan ASD Strength dan LRFD


Ngobrolin soal perencanaan inelastis, faktanya di AISC 360-05 secara resmi ada dua metode yang
diusung, yaitu ASD Strength dan LRFD. Di postingan Bagian #1, kita telah membahas bahwa ASD
(Allowable Strength Design) dan LRFD (Load and Resistance Factor Design) sama-sama
memakai nominal strength dalam formulasinya. Oleh karena itu, kita bisa pahami bahwa pada
dasarnya keduanya identik.

Tiga hal yang membedakan dua metode tersebut adalah load combination, resistance factor,
dan safety factor saja. Namun, meskipun ketiganya berbeda, tetapi kedua metode ini telah dikalibrasi
agar mempunyai tingkat keamanan yang sama pada kondisi pembebanan tertentu, khususnya terhadap
pembebanan tetap dengan konfigurasi beban hidup nilainya tiga kali lipat beban mati (LL = 3 x DL).
Jadi, pada kondisi demikian, keduanya (ASD dan LRFD) akan menghasilkan nilai yang sama persis.
Adapun perbedaannya adalah pada safety factor. LRFD menggunakan faktor keamanan yang
disesuaikan dengan kasus beban yang dihitung berdasar statistika probabilistik. Sedangkan, ASD
Strength menggunakan faktor keamanan tunggal yang didasarkan pada pengalaman-pengalaman
empiris. Jelas terjadi perbedaan besarnya faktor aman untuk tiap-tiap kasus beban. Dalam kasus ini,
pengambilan dasar dari nilai safety factor metode LRFD dianggap lebih logis dan dapat diterima.
sumber: https://www.bgstructuralengineering.com/
ASD Stress Dalam Desain Fondasi dan Serviceability Check
ASD Stress memang hebat, tetapi hanya untuk kinerja elastis, ASD Stress tidak didesain untuk
memprediksi perilaku inelastis struktur. Nah, dengan pemahaman tersebut, mari perhatikan bagaimana
kedua metode tersebut diterapkan.

Struktur atas memang didesain agar bisa berperilaku daktail, khususnya untuk mengatasi beban tak
terduga. Oleh karena itu, analisis desain yang digunakan harus bisa mengakses kondisi inelastis. Itulah
gunanya LRFD. Kondisi berbeda ada pada desain fondasi, keruntuhan tidak boleh terjadi. Berarti
harus didesain elastis. Jadi, untuk apa LRFD diterapkan, bahkan angka aman untuk pondasi harus
lebih tinggi dari sistem di atasnya. Dengan menyadari hal tersebut, maka akan lebih praktis jika
struktur atas dan fondasi didesain secara berbeda.
Kasus yang sama terjadi juga pada serviceability check. Karakter dari ASD Stress yang bekerja di
kondisi elastis, menjadikannya metode yang tepat. Beam deflection maupun column
displacement harus memenuhi kondisi batasnya untuk mencegah terjadinya deformasi yang
bersifat permanen.
ASD Stress vs LRFD
Dengan perencanaan inelastis, memungkinkan perencana untuk mengakses daktilitas struktur. Hal ini
dibutuhkan untuk mengantisipasi kondisi beban yang tak terduga, misal beban gempa. Struktur tidak
hanya menjadi optimum (terhadap suatu beban rencana yang bersifat tetap), namun juga masih bisa
aman ketika terjadi beban besar tak terduga.

Coba anda bayangkan sendiri kalau estimasi beban tak terduga itu dihitung dengan perencanaan
elastis, maka tentu akan mahal. Itulah mengapa, untuk bangunan gedung tahan gempa, metode LRFD
lebih tepat.

Anda mungkin juga menyukai