Anda di halaman 1dari 14

TUGAS OBSTETRI GINEKOLOGI

HIPERTENSI

Disusun Oleh :

SRI RAHAYU
NIM : P0 0340218 041

Dosen Pengampu :
Yenni Puspita, SKM.MPH

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

DIPLOMA III KEBIDANAN CURUP

T.A 2020
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hipertensi
Menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia, Hipertensi atau
tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari
140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat atau tenang.
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan
pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah.
Sedangkan definisi hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg
dan diastolik ≥ 90 mmHg (Anonim, 2006).

B. Klasifikasi Hipertensi
Tekanan darah dibagi 2 menjadi tekanan darah sistolik dan tekanan
darah diastolik. Tekanan darah sistolik adalah tekanan saat jantung
memompa darah ke seluruh tubuh. Sedangkan tekanan darah diastolik
adalah tekanan saat otot jantung relaksasi, sebelum kembali memompa
darah. Menurut perkumpulan dokter jantung di Amerika Serikat, AHA,
pada tahun 2017, tekanan darah diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Normal: berada di bawah 120/80 mmHg.
2. Meningkat: berkisar antara 120-129 untuk tekanan sistolik dan < 80
mmHg untuk tekanan diastolik.
3. Hipertensi tingkat 1: 130/80 mmHg hingga 139/89 mmHg.
4. Hipertensi tingkat 2: 140/90 atau lebih tinggi.
Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 didasarkan pada rata-rata
dua atau lebih pengukuran tekanan darah. Klasifikasi tersebut meliputi 4
kategori, normal, prehipertensi, hipertensi stage I, dan hipertensi stage II.
Prehipertensi digunakan untuk mengidentifikasi pasien dengan tekanan
darah yang mungkin dapat meningkat menjadi hipertensi stage I dan II
(Dipiro et al., 2008).

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik


(mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi stage 1 140 – 159 90 – 99
Hipertensi stage 2 Atau ≥160 Atau ≥100

C. Etiologi Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Hipertensi Primer/Esensial
Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa
kelainan dasar patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan
hipertensi essensial. Penyebab hipertensi meliputi faktor genetik dan
lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium,
kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap
vasokontriktor, resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang
termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress
emosi, obesitas dan lain-lain (Nafrialdi, 2009). Pada sebagian besar
pasien, kenaikan berat badan yang berlebihan dan gaya hidup
tampaknya memiliki peran yang utama dalam menyebabkan hipertensi.
Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat badan yang berlebih dan
penelitian pada berbagai populasi menunjukkan bahwa kenaikan berat
badan yang berlebih (obesitas) memberikan risiko 65-70 % untuk
terkena hipertensi primer (Guyton, 2008).

2. Hipertensi Sekunder
Meliputi 5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder
dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat
meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal
akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah
penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara
langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan 11 hipertensi atau
memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah (Oparil,
2003).

D. Tanda dan Gejala


Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain
tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada
retina, seperti perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan
pada kasus berat dapat ditemukan edema pupil (edema pada diskus
optikus). Menurut Price, gejala hipertensi antara lain sakit kepala bagian
belakang, kaku kuduk, sulit tidur, gelisah, kepala pusing, dada berdebar-
debar, lemas, sesak nafas, berkeringat dan pusing (Price, 2005).
Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita
hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal
hipertensi yaitu sakit kepala, gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung,
sulit tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga berdenging, tekuk terasa berat,
berdebar dan sering kencing di malam hari. Gejala akibat komplikasi
hipertensi yang pernah dijumpai meliputi gangguan penglihatan, saraf,
jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan
kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan
kelumpuhan dan gangguan kesadaran hingga koma (Cahyono, 2008).
Corwin menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul
setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun adalah nyeri kepala saat
terjaga, kadang kadang disertai mual dan muntah yang disebabkan
peningkatan tekanan darah intrakranial (Corwin, 2005).

E. Faktor Resiko Hipertensi


1. Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Diubah
a. Usia
Usia mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan
bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar
sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi,
yaitu sekitar 40%, dengan kematian sekitar di atas usia 65 tahun
(Depkes, 2006b ). Pada usia lanjut, hipertensi terutama ditemukan
hanya berupa kenaikan tekanan sistolik. Sedangkan menurut WHO
memakai tekanan diastolik sebagai bagian tekanan yang lebih tepat
dipakai dalam menentukan ada tidaknya hipertensi. Tingginya
hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur yang disebabkan oleh
perubahaan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen
menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih
kaku, sebagai akibatnya terjadi peningkatan tekanan darah sistolik.
b. Jenis kelamin
Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi,
dimana pria lebih banyak yang menderita hipertensi dibandingkan
wanita, dengan rasio sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan darah
sistolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat
meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita (Depkes,
2006b ). Namun, setelah memasuki manopause, prevalensi hipertensi
pada wanita meningkat. Setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi
pada wanita lebih meningkat dibandingkan dengan pria yang
diakibatkan faktor hormonal. Penelitian di Indonesia prevalensi yang
lebih tinggi terdapat pada wanita (Depkes, 2006b ).

c. Keturunan (genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor
keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama
pada hipertensi primer (essensial). Tentunya faktor genetik ini juga
dipenggaruhi faktor-faktor lingkungan, yang kemudian
menyebabkan seorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga
berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran
sel. Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi,
maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu
orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun
ke anak-anaknya (Depkes, 2006 ).

2. Faktor Risiko Yang Dapat Diubah


a. Kegemukan (obesitas)
Kaitan erat antara 18 kelebihan berat badan dan kenaikan
tekanan darah telah dilaporkan oleh beberapa studi. Berat badan dan
IMT berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan
darah sistolik. Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan
sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih (overweight) (Depkes,
2006b ). Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi
prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif
untuk menderita hipertensi pada orang gemuk 5 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan seorang yang badannya normal. Pada penderita
hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih
(overweight) (Depkes, 2006b ).

b. Psikososial dan stress


Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa
marah, dendam, rasa takut dan rasa bersalah) dapat merangsang
kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu
jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan
darah akan meningkat. Jika stress berlangsung lama, tubuh akan
berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis
atau perubahaan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa
hipertensi atau penyakit maag. Diperkirakan, prevalensi atau
kejadian hipertensi pada orang kulit hitam di Amerika Serikat lebih
tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih disebabkan stress atau
rasa tidak puas orang kulit hitam pada nasib mereka. (Depkes, 2006)
c. Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida
yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat
merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri yang mengakibatkan
proses artereosklerosis dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi,
dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan adanya
artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga
meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai
ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi
semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri
(Depkes, 2006).

d. Konsumsi alkohol berlebih


Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah
dibuktikan. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol
masih belum jelas. Namun, diduga peningkatan kadar kortisol dan
peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan
dalam menaikkan tekanan darah. Beberapa studi menunjukkan
hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan alkohol
dilaporkan menimbulkan efek terhadap tekanan darah baru terlihat
apabila mengkomsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar
setiap harinya (Depkes, 2006).
e. Komsumsi garam berlebihan
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena
menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus
hipertensi primer (essensial) terjadi respon penurunan tekanan darah
dengan mengurangi asupan garam 3 gram atau kurang, ditemukan
tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan
garam sekitar 7-8 gram tekanan rata-rata lebih tinggi (Depkes, 2006).
f. Hiperlipidemia/Hiperkolestrolemia
Kelainan metabolisme lipid (lemak) yang ditandai dengan
peningkatan kadar kolestrol total, trigliserida, kolestrol LDL atau
penurunan kadar kolestrol HDL dalam darah. Kolestrol merupakan
faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan
peninggian tahanan perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah
meningkat.

F. Komplikasi
1. Stroke. Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global
akut, lebih dari 24 jam yang berasal dari gangguan aliran darah otak dan
bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah.
2. Infark miokardium. Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner
yang arterosklerotik tidak dapat mensuplai cukup oksigen ke
miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menyumbat aliran
darah melalui pembuluh tersebut. Akibat hipertensi kronik dan
hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin
tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang
menyebabkan infark.
3. Gagal ginjal. Mekanisme terjadinya hipertensi pada gagal ginjal kronik
oleh karena penimbunan garam dan air atau sistem renin angiotensin
aldosterone
4. Ensefalopati (kerusakan otak). Tekanan yang sangat tinggi pada
kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong
ke dalam ruang intersitium diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-
neuron disekitarnya kolaps yang dapat menyebabkan ketulian, kebutaan
dan tak jarang juga koma serta kematian mendadak.

G. Pencegahan Hipertensi
Menjalani gaya hidup sehat dapat menurunkan sekaligus mencegah
hipertensi. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah:
a. Konsumsi makanan yang sehat.
b. Menjaga berat badan ideal.
c. Rutin berolahraga.
d. Berhenti merokok.
e. Mengurangi konsumsi garam jangan sampai berlebihan.
f. Mengurangi konsumsi kafein yang berlebihan seperti teh dan kopi.
g. Mengurangi konsumsi minuman beralkohol.
h. Menghindari konsumsi minuman bersoda
H. Penatalaksanaan Hipertensi
Non Farmalogis :
1. Nasehat untuk mengurangi asupan garam didalam tubuh
Nasehat pengurangan garam harus memperhatikan kebiasaan
makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit
dirasakan. Batasi sampai dengan kurang dari 5 gram (1 sendok teh) per
hari pada saat memasak (Depkes, 2006).
2. Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis
dapat mengontrol sistem saraf yang akan menurunkan tekanan darah
(Depkes, 2006 ).
3. Melakukan olahraga teratur
Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45
menit sebanyak 3-4 kali dalam seminggu, diharapkan dapat menambah
kebugaran dan memperbaiki metabolisme tubuh yang akhirnya
mengontrol tekanan darah (Depkes, 2006b ).
4. Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
5. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alcohol
6. Perbanyak maknan yg mengandung kalsium,kalium dan magnesium
7. Perbanyak makanan yg mengandung serat
8. Menjaga berat badan
9. Hindari kebiasaan minum kopi berlebihan
Farmakologis ( sesuai resep dokter dan anjuran dari dokter) :
1. Diuretik.
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan
cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang
yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.
2. Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf
simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ).
Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
3. Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui
penurunan daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada
penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti
asma bronkial. Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan
Atenolol.
Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat
menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah
turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi
penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme
(penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-
hati.
4. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah
dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk
dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang
kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala
dan pusing.
5. Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan
cara menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk
golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek
samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala
dan muntah.
6. Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat
Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya
pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah
Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah : sakit
kepala, pusing, lemas dan mual. Dengan pengobatan dan kontrol yang
teratur, serta menghindari faktor resiko terjadinya hipertensi, maka
angka kematian akibat penyakit ini bisa ditekan.

I. Penatalaksanaan Hipertensi Pada Kehamilan dan Laktasi


1. Penatalaksanaan non farmakologis
Melakukan olahraga atau aktifitas fisik ringan, mengurangi
asupan natrium, hindari konsumsi alkohol, berhenti merokok, faktor
psikologi dan stress, dan kalsium.
2. Penatalsaksanaan farmakologis
Pada kehamilan normal, MAP (Mean Arterial Pressure) pada
perempuan turun 10-15 mmHg selama paruh pertama kehamilan.
Mayoritas perempuan dengan hipertensi kronik derajat sedang (sistolik
140-160 mmHg dan diastolik 90-100mmHg) memiliki penurunan yang
sama pada tekanan darah dan tidak membutuhkan terapi farmakologis
selama periode ini. Sebaliknya, tekanan diastolik >110 mmHg
berhubungan dengan peningkatan risiko abruptio placenta dan IUGR
sementara tekanan sistolik >160 mmHg meningkatkan risiko
perdarahan intraserebral pada ibu. Oleh karena itu, pasien harus
memulai terapi obat antihipertensi jika tekanan sistolik >160 mmHg
atau tekanan diastolik >100 mmHg, dan jika tekanan darah >170/110
mmHg kan dianggap suatu kedaruratan medis dan dianjurkan untuk
mendapatkan perwatan di rumah sakit dimana tekanan darah harus
diturunkan secepat mungkin.

J. Penatalaksannan Hipertensi pada Persalinan


Persalinan dengan penderita Hipertensi sendiri biasanya dapat
dilakukan dengan alat bantu berupa Forsep yang menyerupai sendok dan
terbuat dari logam. Proses persalinan semacam ini akrab disebut dengan
istilah Ekstraksi Forsep. Keuntungan persalinan dengan metode ini adalah
selama proses persalinan ibu tidak perlu mengejan dengan kuat. Mengejan
sendiri dapat menaikkan tekanan darah, karena itu persalinan normal tidak
disarankan untuk dilakukan bagi ibu yang memiliki riwayat Hipertensi.
Namun demikian ada juga alternatif persalinan lainnya yang aman
dilakukan untuk ibu hamil dengan riwayat Hipertensi, yaitu dengan
melakukan Persalinan Caesar.
DAFTAR PUSTAKA

Kowalski, R., 2010, Terapi Hipertensi. Terjemahan: Rani S. Bandung: Qanita


Zulkeflie, NASB 2011

https://www.academia.edu/36181617/Makalah_tentang_Hipertensi_and_preeklam
sia Diakses pada tanggal 31 Mret 2020

https://www.academia.edu/9011207/HIPERTENSI_DALAM_KEHAMILAN_Hi
pertensi Diakses pada tanggal 31 Maret 2020

Kemenkes RI. 2013. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai