Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

“PERKEMBANGAN MORAL SPRITUAL”

Disusun oleh:
JOLLEEN MARIAM LAOH 1928040015
ANISA PUTRI 1928042012
ANDI BAU DEWA SURYA 1928042009
NURUL FAATIHAH ASHYLA 1928042004

PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NERGRI MAKASSAR 2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja
dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah perkembangan peserta didik tentang “pertumbuhan
fisik”

Makalah ini telah kami susun dengan sebaik-baiknya dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah bekerjasama dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala
kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat mengevaluasi makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang pertumbuhan fisik pada perkembangan peserta didik
ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Penulis

Makassar, 31 Agustus 2020


DAFTAR ISI
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4
A.    Latar Belakang.................................................................................................................................4
B.      Rumusan Masalah..........................................................................................................................4
C.     Tujuan.............................................................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................5
A.    Definisi Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik..............................................................5
B.     Teori-Teori dari Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik................................................6
C.     Proses Perkembangan Moral dan Spiritual pada Peserta Didik.......................................................8
D.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik.................10
E.     Dampak Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik pada Pendidikan................................11
BAB III......................................................................................................................................................13
PENUTUP.................................................................................................................................................13
Kesimpulan............................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................14
BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan, dimana aspek
yang menjadi subjek sekaligus objek yang penting dalam hal ini adalah peserta didik. Pendidikan
yang diberikan tidak hanya dalam lingkup akademik namun mendidik disini dimaksudkan untuk
membentuk kepribadian yang sesuai dengan norma hukum dan agama. Setiap peserta didik
bersifat khas dan unik karena setiap peserta didik berbeda-beda.
Dalam pendidikan dan pembelajaran diperlukan suatu pengetahuan akan perkembangan-
perkembangan yang terjadi pada peserta didik. Dimana aspek-aspek perkembangan peserta didik
cukup banyak seperti perkembangan fisik, perkembangan intelektual, perkembangan moral,
perkembangan spiritual atau kesadaran beragama dal lain sebagainya. Setiap aspek-aspek
tersebut dapat dikaji berdasarkan fase-fasenya untuk membantu dalam memahami cara belajar
dan tentunya sikap maupun tingkah laku peserta didik. Selain itu, aspek pembelajaran yang
diberikan kepada para peserta didik juga berupa pendidikan moral dan spirituall untuk
membentuk pribadi-pribadi yang sesuai dengan harapan bangsa yang dituliskan pada tujuan
pendidikan bangsa Indonesia.

B.      Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, terbentuk beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.  Apa
yang dimaksud dengan perkembangan moral dan spiritual?
2. Apa teori-teori yang mendasari perkembangan moral dan spiritual pada peserta didik?
3.  Bagaimana proses perkembangan moral dan spiritual pada peserta didik?
4.  Apa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral dan spiritual pada peserta
didik?
5. Bagaimana implikasi atau dampak perkembangan moral dan spiritual peserta didik
terhadap pendidikan?

C.     Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian perkembangan moral dan spiritual pada peserta didik.
2. Untuk mengetahui teori-teori yang mendasari perkembangan moral dan spiritual pada
peserta didik.
3.  Untuk mengetahui proses perkembangan moral dan spiritual pada peserta didik.
4. Untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral dan spiritual.
5. Untuk mengetahui dan memahami dampak dari perkembangan moral dan spiritual
peserta didik terhadap pendidikan.
BAB II

PEMBAHASAN

A.    Definisi Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik


Secara etimologi istilah moral berasal dari bahasa Latin mos, moris (adat, istiadat, kebiasaan,
cara, tingkah laku, kelakuan) mores (adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak). Sedangkan
moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai dan prinsip-
prinsip moral. Nilai-nilai moral ini antara lain, seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, atau
larangan untuk tidak berbuat kejahatan kepada orang lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa moral
merupakan tingkah laku manusia yang berdasarkan atas baik-buruk dengan landasan nilai dan
norma yang berlaku dalam masyarakat.
Seseorang dikatakan bermoral apabila ia mempunyai pertimbangan baik dan buruk yang
ditunjukkan melalui tingkah lakunya yang sesuai dengan adat dan sopan santun. Sebaliknya
seseorang dikatakan memiliki perilaku tak bermoral apabila perilakunya tidak sesuai dengan
harapan sosial yang disebabkan dengan ketidaksetujuan dengan standar sosial atau kurang
adanya perasaan wajib menyesuaikan diri. Selain itu ada perilaku amoral atau nonmoral yang
merupakan perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial yang lebih disebabkan karena
ketidak acuhan terhadap harapan kelompok sosial dari pada pelanggaran sengaja terhadap
standar kelompok.
Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan mengenai apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain (Santrock, 2002).
Perkembangan moral juga merupakan perubahan-perubahan perilaku yang terjadi dalam
kehidupan anak berkenaan dengan tata cara, kebiasaan, adat, atau standar nilai yang berlaku
dalam kelompok sosial. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral) akan tetapi
dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk dikembangkan. Melalui pengalamannya
berinteraksi dengan orang lain (orang tua, saudara, teman sebaya atau guru), anak belajar
memahami tingkah laku mana yang buruk atau tidak boleh dilakukan dan mana yang baik atau
boleh dilakukan sehingga terjadi perkembangan moral anak tersebut.
Pengertian Spiritual dan Perkembangan Spiritual
Spiritual berasal dari bahasa latin “spiritus” yang berarti nafas atau udara, spirit memberikan
hidup, menjiwai seseorang. Mempunyai kepercayaan atau keyakinan berarti mempercayai atau
mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau seseorang. Konsep kepercayaan mempunyai dua
pengertian. Pertama kepercayaan didefinisikan sebagai kultur atau budaya dan lembaga
keagamaan seperti Islam, Kristen, Budha, dan lain-lain. Kedua, kepercayaan didefinisikan
sebagai sesuatu yang berhubungan dengan Ketuhanan, Kekuatan tertinggi, orang yang
mempunyai wewenang atau kuasaa, sesuatu perasaan yang memberikan alasan tentang
keyakinan (believe) dan keyakinan sepenuhnya (action), harapan (hope).
Definisi spiritual setiap individu dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup,
kepercayaan dan ide-ide tentang kehidupan. Spiritualitas juga memberikan suatu perasaan yang
berhubungan dengan intrapersonal (hubungan antara diri sendiri), interpersonal (hubungan antara
orang lain dengan lingkungan) dan transpersonal (hubungan yang tidak dapat dilihat yaitu suatu
hubungan dengan ketuhanan yang merupakan kekuatan tertinggi). Jadi spiritual merupakan
kepercayaan peserta didik terhadap suatu keyakinan yang didasarkan pada adat istiadat maupun
ketuhanan.
           Perkembangan spiritual lebih spesifik membahas tentang kebutuhan manusia terhadap
agama. Agama adalah sebagai sistem organisasi kepercayaan dan peribadatan dimana seseorang
bisa mengungkapkan dengan jelas secara lahiriah mengenai spiritualitasnya. Perkembangan
spiritual diartikan sebagai tahap dimana seseorang yang dalam hal ini adalah peserta didik untuk
membentuk kepercayaannya. Baik berupa kepercayaan yang berhubungan dengan religi maupun
adat.
B.     Teori-Teori dari Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik
Teori perkembangan moral
Kohlberg mengembangkan gagasannya mengenai perkembangan moral melalui penelitian
terhadap individu-individu dari berbagai usia. Terhadap setiap orang, ia mengajukan ceritera dan
disertai dengan pertanyaan-pertanyaan terhadap ceritera tersebut. Mengenai perkembangan
moral, dia yakin bahwa perkembangan yang baik terjadi manakala perilaku manusia mengalami
perubahan-perubahan dari perilaku yang dikontrol secara internal oleh si pelaku moral. Ketiga
tingkatan tersebut adalah penalaran prakonvensional, penalaran konvensional, dan penalaran
postkonvensional.

Penalaran prakonvensional
Pada tingkatan terendah ini individu tidak menunjukkan adanya internalisasi nilai-nilai moral-
penalaran moral dikendalikan oleh faktor internal, yakni hadiah, pujian, tepukan bahu, atau
sebaliknya berupa cacian, makian, kritik, hukuman. Pada tingkatan yang paling dasar ini dipilah
menjadi dua tahap, yaitu:
Tahap 1: punishment and obedience orientation. Pada tahap orientasi hukuman dan kepatuhan
ini pemikiran moral didasarkan pada hukuman. Contohnya, seorang menjadi berperilaku patuh
karena takut kalau-kalau hukuman menimpa dirinya.
Tahap 2: Individualism and purpose. Pada tahap ini perkembangan moral lebih berdasar pada
hadiah dan minat pribadi anak atau remaja. Anak atau remaja menjadi patuh karena dia berharap
akan mendapatkan sesuatu yang menyenangkan setelah dia menjalankan perilaku patuh.

Penalaran konvensional
Pada tingkatan ini individu melakukan kepatuhan berdasarkan standar pribadi yang diperoleh
atau yang diinternalisasi dari lingkungan ata orang lain. Pada tingkatan kedua ini dipilah menjadi
dua tahap:
Tahap 3: Interpersonal norm. Pada tahap norma interpersonal ini, anak beranggapan bahwa rasa
percaya, rasa kasih sayang , dan kesetiaan kepada orang lain sebagai dasar untuk melakukan
penilaian terhadap perilaku moral. Agar anak dikatakan sebagai anak yang baik, maka anak
mengambil standar moral yang diberlakukan oleh orang tuanya. Dengan demikian, hubungan
antara anak dan orang tua tetap terjaga dalam suasana penuh kasih sayang.
Tahap 4: social system morality. Pada tahap keempat ini ukuran moralitas didasarkan pada
sistem sosial yang berlaku saat itu. Artinya, kehidupan masyrakat didasarkan pada aturan hukum
yang dibuat dengan maksud melindungi semua warga di dalam komunitas tertentu. Jadi pada
tahap perkembangan moral didasrkan pada pemahaman terhadap aturan, hukum, keadilan, dan
tugas sosial kemasyarakatan.
Penalaran postkonvensional
Tingkatan tertinggi dari perkembangan moral adalah diinternalisasikannya standar moral
sepenuhnya dalam diri individu tanpa didasarkan pada standar orang lain. Pada tingkatan
tertinggi ini dibagi menjadi dua tahap:
Tahap 5: community rights vs individual rights. Pada tahap ini, perkembangan moral mengarah
ke pemahaman bahwa nilai dan hukum bersifat relatif. Sementara itu nilai yang dimiliki orang
satu berbeda dari orang yang lainnya.
Tahap 6: Universal ethical principles. Tahapan tertinggi dari perkembangan moral adalah
seseorang sudah mampu membentuk standar moral sendiri berdasar pada hak-hak manusia yang
bersifat universal. Walaupun mengandung resiko, orang pada tahap ini berani mengambil suatu
tindakan berdasar kata hatinya sendiri, bahkan bertentangan dengan hukum sekalipun.
Teori perkembangan spiritual.
Perkembangan spiritual didasarkan pada ayat-ayat alquran dan hadist yang menjelaskan tentang
fitrah beragama. Dalam perkembangannya, firtrah beragama ini ada yang berjalan secara alamiah
dan ada juga yang mendapat bimbingan dari para rasul Allah SWT, sehingga fitrahnya itu
berkembang sesuai kehendak Allah SWT. Keyakinan bahwa manusia itu mempunyai fitrah atau
kepercayaan kepada Tuhan didasarkan pada firman Allah:
1.                  Surat Al-‘araf ayat 172 yang artinya:
“dan ingatlah ketika tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak adam dari sulbi mereka dan
Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘bukankah aku ini
tuhanmu?’ mereka menjawab: ‘betul (engkau tuhan kami). Kami menjadi saksi (kami lakukan
yang demikian itu) agar di hari kiamat tidak mengatakan, sesungguhnya kami adalah orang-
orang yang lengah terhadap ini (keesaan tuhan).”
2.                  Surat ar-rum ayat 30, yang artinya:
“maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama allah, (tetaplah atas) fitrah allah yang
telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Ituah
agam lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
3.                  Surat Asy-syamsu ayat 8 yang artinya:
“maka allah mengilhamkan kepada jiwa itu kefasikan dan ketakwaannya.”
Fitrah beragama ini merupakan disposisi (kemampuan dasar) yang mengandung kemungkinan
atau berpeluang untuk berkembang. Namun, mengenai arah dan kualitas perkembangan
beragama anak sangat bergantung kepada proses pendidikan yang diterimanya. Hal ini
sebagaimana yang telah dinyatakan oleh nabi Muhammad Saw: “setiap anak dilahirkan dalam
keadaan fitrah, hanya karena keadaan orangtuanyalah, anak itu menjadi yahudi, nasrani atau
majusi.” Hadis ini mengisyaratkan bahwa faktor lingkungan (terutama orangtua) sangat berperan
dalam mempengaruhi perkembangan fitrah keberagamaan anak. Jiwa beragama merujuk kepada
aspek rohaniah individu yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah yang direfleksikan ke
dalam peribadatan kepada-Nya, baik yang bersifat habluminallah dan hablumminannas.

C.     Proses Perkembangan Moral dan Spiritual pada Peserta Didik


Setiap aspek perkembangan peserta didik memiliki tahapan atau proses hingga mencapai suatu
tahapan atau tingkatan yang matang. Perkembangan moral pada peserta didik dapat berlangsung
melalui beberapa cara yaitu,
1. Pendidikan langsung, melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar dan
salah, atau baik dan buruk oleh orangtua, guru atau orang dewasa lainnya.  Di samping itu, yang
paling penting dalam pendidikan moral ini, adalah keteladanan dari orangtua, guru atau orang
dewasa lainnya dalam melakukan nilai-nilai moral.
2. Identifikasi, dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku moral
seseorang yang menjadi idolanya (seperti orang tua, guru, artis atau orang dewasa lainnya).
3. Proses coba-coba (trial & error), dengan cara mengembangkan tingkah laku moral secara
coba-coba.  Jika tingkah laku tersebut mendatangkan pujian atau penghargaan maka akan terus
dikembangkan, sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan maka akan
dihentikan. (Yusuf, 2011).
Selain itu, berdasarkan hasil penyelidikan Kohlberg mengemukakan 6 tahap (stadium)
perkembangan moral yang berlaku secara universal dan dalam urutan tertentu. Masing-masing
tingkat terdiri dari 2 tahap, sehingga keseluruhan ada 6 tahapan yang berkembang secara
bertingkat dengan urutan yang tetap. Dalam stadium nol, anak menganggap baik apa yang sesuai
dengan permintaan dan keinginannya.
Ada 3 tingkat perkembangan moral menurut Kohlberg, yaitu tingkat :
1.      Prakonvensional,
            Pada stadium 1, anak berorientasi kepada kepatuhan dan hukuman. Anak menganggap
baik atau buruk atas dasar akibat yang ditimbulkannya. Anak hanya mengetahui bahwa aturan-
aturan ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak bisa diganggu gugat. Ia harus menurut atau
kalau tidak, akan memperoleh hukuman.
            Pada stadium 2, berlaku prinsip Relaivistik-Hedonism.  Pada tahap ini, anak tidak lagi
secara mutlak tergantung kepada aturan yang ada di luar dirinya, atau ditentukan oleh orang lain,
tetapi mereka sadar bahwa setiap kejadian mempunyai berbagai segi. Jadi, ada Relativisme.
Relativisme ini artinya bergantung pada kebutuhan dan kesanggupan sesorang. Misalnya
mencuri kambing karena kelaparan. Karena perbuatan “mencuri” untuk memenuhi kebutuhanya,
maka mencuri dianggap sebagai perbuatan yang bermoral, meskipun perbuatan mencuri itu
diketahui sebagai perbuatan yang salah karena ada akibatnya, yaitu hukuman.

2.      Konvensional
Stadium 3, meliputi orientasi mengenai anak yang baik. Pada stadium ini, anak mulai memasuki
umur belasan tahun, dimana anak memperlihatkan orientasi perbuatan-perbuatan yang dapat
dinilai baik oleh orang lain dan masyarakat adalah sumber yang menentukan, apakah perbuatan
sesorang baik atau tidak. Menjadi “anak yang manis” masih sangat penting dalam stadium ini.
Stadium 4, yaitu tahap mempertahankan norma-norma sosial dari otoritas. Pada stadium ini
perbuatan baik yang diperlihatkan seseorang bukan hanya agar dapat diterima oleh lingkungan
masyarakatnya, melainkan bertujuan agar dapat ikut mempertahankan aturan-aturan atau norma-
norma sosial. Jadi perbuatan baik merupakan kewajiban untuk ikut melaksanakan aturan-aturan
yang ada, agar tidak timbul kekacauan (Baharuddin, 2009).

3.      Pasca-konvensional
Stadium 5, merupakan tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan
sosial, pada stadium ini ada hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial,atau
dengan masyarakat. Seseorang harus memperlihatkan kewajibannya, harus sesuai dengan
tuntutan norma-norma sosial kerena sebaiknya, lingkungan sosial atau masyarakat akan
memberikan perlindungan kepadanya.
Stadium 6, tahap ini disebut prinsip universal. Pada tahap ini ada norma etik disamping norma
pribadi dan subjektif. Dalam hubungan dan perjanjian antara seseorang ada unsur subjektif  yang
menilai apakah suatu perbuatan itu baik atau tidak. Dalam hal ini, unsur etika akan menentukan
apa yang boleh dan baik dilakukan atau sebaliknya (Baharuddin, 2009). Menurut Furter (1965),
menjadi remaja berarti mengerti nila-nilai. Mengerti nilai-nilai ini tidak berarti hanya
memperoleh pengertian saja melainkan juga dapat menjelaskanya/mengamalkannya. Hal ini
selanjutnya berarti bahwa remaja sudah dapat menginternalisasikan penilaian-penilaian moral,
menjadikanya sebagai nilai-nilai pribadi. Untuk selanjutnya penginternalisasian nilai-nilai ini
akan tercemin dalam sikap dan tingkah lakunya.
D.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik
Berbagai aspek perkembangan pada peserta didik dipengaruhi oleh interaksi atau gabungan dari
pengruh internal dan faktor eksternal. Begitu pula dengan perkembangan moral dan spiritual dari
peserta didik. Meskipun kedua aspek perkembangan tersebut dipengaruhi oleh faktor eksternal
dan internal yang hampir sama tetapi kadar atau bentuk pengaruhnya berbeda.
Pada perkembangan moral peserta didik faktor internal meliputi faktor genetis atau pengaruh
sifat-sifat bawaan yang ada pada diri peserta didik. Selanjutnya sifat-sifat yang mendasari adanya
perkembangan moral dikembangkan atau dibentuk oleh lingkungan. Peserta didik akan mulai
melihat dan memasukkan nilai-nilai yang ada di lingkubgan sekitarnya baik lingkungan keluarga
maupun lingkungan masyarakat yang dapat meliputi para tetua yang mungkin menjadi teladan di
masyarakat, para tetangga, teman maupun guru yang ada di lingkungan sekolah. Semua aspek di
atas memiliki peran yang penting dalam perkembangan moral peserta didik yang kadarnya tau
besarnya pengaruh bergantung pada usia atau kebiasaan dari peserta didik itu sendiri
(Baharuddin, 2011).
Meskipun faktor eksternal memiliki pengaruh yang cukup besar pada perkembangan moral
peserta didik, peserta didik tetap mampu menentukan hal-hal atau nilai-nilai yang akan dianut
atau digunakan sebagai pembentuk jati diri. Hal tersebut tentunya dipengaruhi oleh pengetahuan
peserta didik akan nilai-nilai moral yang tenyunya pertama kali akan dilihat dari sosok atau jati
diri orang tua. Meskipun terkadang orang tua tidak secara formal memberikan nilai-nilai moral
tersebut, peserta didik tetap mampu menginternalisasi atau memasukkan nilai-nilai tersebut ke
dalam jati dirinya yang diwujudkan dengan sikap dan tingkah laku peserta didik. Oleh karena
itu, para sosiolog beranggapan bahwa masyarakat sendiri mempunyai peran penting dalam
pembentukan moral. Dimana dalam usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-
nilai hidup tertentu tersebut, banyak faktor yang mempengaruhinya diantaranya yaitu:
1. Tingkat harmonisasi hubungan antara orang tua dan anak.
2. Banyak model (orang-orang dewasa yang simpatik, teman-teman, orang-orang yang terkenal
dan hal-hal lain) yang diidentifikasi oleh anak sebagai gambaran-gambaran ideal.
3. Lingkungan meliputi segala segala unsur lingkungan sosial yang berpengaruh, yang
tampaknya sangat penting adalah unsur lingkungan berbentuk manusia yang langsung dikenal
atau dihadapi oleh seseorang sebagai perwujudan dari nilai-nilai tertentu.
4. Tingkat penalaran, dimana perkembangan moral yang sifatnya penalaran menurut Kohlberg,
dipengaruhi oleh perkembangan nalar sebagaimana dikemukakan oleh piaget. Makin tinggi
tingkat penalaran seseorang menrut tahap-tahap perkembangan piaget, makin tinggi pula tingkat
moral seseorang.
5. Interaksi sosial dalam memberik kesepakatan pada anak untuk mempelajari dan menerapkan
standart perilaku yang disetujui masyarakat, keluarga, sekolah, dan dalam pergaulan dengan
orang lain (Yusuf, 2011)
Perkembangan spiritual juga dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal pula. Faktor internal
pada perkembangan spiritual juga berupa faktor keturunan yaitu berupa pembawaan dimana
faktor ini merupakan karakteristik dari orang itu sendiri, dasar pemikiran dari individu
berdasarkan kepercayaan dan budaya yang dimilikinya. Faktor eksternal dapat berupa keluarga
yang sangat menentukan pula dalam perkembangan spiritual anak karena orang tua memiliki
peran yang sangat penting sebagai pendidik atau penentu keyakinan yang mendasari anak.
Kemudian pendidikan keagamaan yang diterapkan di sekolah juga dapat menjadi faktor penentu
perkembangan spiritual anak, karena dengan adanya pendidikan anak akan mulai berpikir secara
logika dan menentukan apa yang baik dan tidak bagi dirinya dan kelak akan menjadi karakter
dari peserta didik. Selain itu, adanya budaya yang berkembang di masyarakat akan
mempengaruhi perkembangan spiritual peserta didik pula. Baik perkembangan yang menuju arah
yang baik (positif) atau menuju ke arah yang  buruk (negatif), itu semua tergantung pada
bagaimana cara anak berinteraksi dengan masyarakat tersebut (Baharuddin, 2009).

E.     Dampak Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik pada Pendidikan


Manusia pada umumnya berkembang sesuai dengan tahapan-tahapannya. Ketika individu
memasuki usia sekolah, yakni antara tujuh sampai dengan dua belas tahun, individu tersebut
disebut sebagai peserta didik yang akan berhubungan dengan proses pembelajaran dalam suatu
sistem pendidikan.
Cara pembelajaran yang diharapkan harus sesuai dengan tahapan perkembangan anak, yakni
memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) programnya disusun secara fleksibel dan tidak kaku
serta memperhatikan perbedaan individual anak; (2) tidak dilakukan secara monoton, tetapi
disajikan secara variatif melalui banyak aktivitas; dan (3) melibatkan penggunaan berbagai
media dan sumber belajar sehingga memungkinkan anak terlibat secara penuh dengan
menggunakan berbagai proses perkembangannya (Syamsuddin, 2007).
Aspek-aspek perkembangan peserta didik yang berimplikasi terhadap proses pendidikan melalui
karakteristik perkembangan moral dan religi akan diuraikan seperti di bawah ini.
1.    Implikasi Perkembangan Moral
Purwanto (2006) berpendapat bahwa moral bukan hanya memiliki arti bertingkah laku sopan
santun, bertindak dengan lemah lembut, dan berbakti kepada orang tua saja, melainkan lebih luas
lagi dari itu. Selalu berkata jujur, bertindak konsekuen, bertanggung jawab, cinta bangsa dan
sesama manusia, mengabdi kepada rakyat dan negara, berkemauan keras, berperasaan halus, dan
sebagainya, termasuk pula ke dalam moral yang perlu dikembangkan dan ditanamkan dalam hati
sanubari anak-anak. Adapun perkembangan moral menurut Santrock yaitu perkembangan yang
berkaitan dengan aturan mengenai hal yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam
interaksinya dengan orang lain (Desmita, 2008).
Perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara, salah satunya melalui
pendidikan langsung. Pendidikan langsung yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah
laku yang benar-salah atau baik-buruk oleh orang tua dan gurunya. Selanjutnya pada usia
sekolah dasar anak sudah dapat mengikuti tuntutan dari orang tua atau lingkungan sosialnya.
Pada akhir usia ini, anak dapat memahami alasan yang mendasari suatu bentuk perilaku dengan
konsep baik-buruk. Misalnya, dia memandang bahwa perbuatan nakal, berdusta, dan tidak
hormat kepada orang tua merupakan suatu hal yang buruk. Sedangkan perbuatan jujur, adil, dan
sikap hormat kepada orang tua merupakan suatu hal yang baik. (Yusuf, 2011).
Selain itu berdasarkan teori Piaget (Hurlock, 1980) memaparkan bahwa pada usia lima sampai
dengan dua belas tahun konsep anak mengenai moral sudah berubah. Pengertian yang kaku dan
keras tentang benar dan salah yang dipelajari dari orang tua, menjadi berubah dan anak mulai
memperhitungkan keadaan-keadaan khusus di sekitar pelanggaran moral. Misalnya bagi anak
usia lima tahun, berbohong selalu buruk. Sedangkan anak yang lebih besar sadar bahwa dalam
beberapa situasi, berbohong dibenarkan. Oleh karena itu, berbohong tidak selalu buruk.
Selain lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan juga menjadi sarana yang kondusif bagi
pertumbuhan dan perkembangan moral peserta didik. Untuk itu, sekolah diharapkan dapat
berfungsi sebagai kawasan yang sejuk untuk melakukan sosialisasi bagi anak-anak dalam
pengembangan moral dan segala aspek kepribadiannya. Pelaksanaan pendidikan moral di kelas
hendaknya dihubungkan dengan kehidupan yang ada di luar kelas. Dengan demikian, pembinaan
perkembangan moral peserta didik sangat penting karena percuma saja jika mendidik anak-anak
hanya untuk menjadi orang yang berilmu pengetahuan, tetapi jiwa dan wataknya tidak dibangun
dan dibina (Hartono, 2002).
2.    Implikasi Perkembangan Spiritual
Anak-anak sebenarnya telah memiliki dasar-dasar kemampuan spiritual yang dibawanya sejak
lahir. Untuk mengembangkan kemampuan ini, pendidikan mempunyai peranan yang sangat
penting. Oleh karena itu, untuk melahirkan manusia yang ber-SQ tinggi dibutuhkan pendidikan
yang tidak hanya berorientasi pada perkembangan aspek IQ saja, melainkan EQ dan SQ juga.  
Zohar dan Marshall (Desmita, 2008) pertama kali meneliti secara ilmiah tentang kecerdasan
spiritual, yaitu kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yang
menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya.
Purwanto (2006) mengemukakan bahwa pendidikan yang dilakukan terhadap manusia berbeda
dengan “pendidikan” yang dilakukan terhadap binatang. Menurutnya, pendidikan pada manusia
tidak terletak pada perkembangan biologis saja, yaitu yang berhubungan dengan perkembangan
jasmani. Akan tetapi, pendidikan pada manusia harus diperhitungkan pula perkembangan
rohaninya. Itulah kelebihan manusia yang diberikan oleh Allah SWT sebagai tuhan semesta
alam, yaitu dianugerahi fitrah (perasaan dan kemampuan) untuk mengenal penciptanya, yang
membedakan antara manusia dengan binatang. Fitrah ini berkaitan dengan aspek spiritual.
Perkembangan spiritual membawa banyak implikasi terhadap pendidikan dan diharapkan muncul
manusia yang benar-benar utuh dari lembaga-lembaga pendidikan. Untuk itu, pendidikan agama
nampaknya harus tetap dipertahankan sebagai bagian penting dari program-program pendidikan
yang diberikan di sekolah dasar. Tanpa melalui pendidikan agama, mustahil SQ dapat
berkembang baik dalam diri peserta didik (AKBIN, 2010).
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan

 Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa,


1. Moral merupakan tingkah laku manusia yang berdasarkan atas baik-buruk dengan landasan
nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Spiritual merupakan kepercayaan peserta didik
terhadap suatu keyakinan yang didasarkan pada adat istiadat maupun ketuhanan.
2. Teori perkembangan moral menurut Kohlberg terdapat tiga tingkatan yaitu penalaran
prakonvensional, konvensional, dan postkonvensional. Setiap tingkatan dibagi menjadi dua
tahap. Teori perkembangan spiritual didasarkan pada ayat-ayat alquran dan hadits yang
menjelaskan tentang fitrah beragama.
3. Tahapan perkembangan moral
4. Faktor yang mempengaruhi perkembangan moral dan spiritual meliputi faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor  internal meliputi sifat atau pembawaan dari diri sendiri, dalam
perkembangan moral berupa sifat-sifat yang diturunkan dan pada perkembangan spiritual berupa
keyakinan. Faktor eksternal meliput keluarga, masyarakat sekitar, sekolah, dan tentunya budaya.
DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin. 2009. Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media


Baharuddin. 2009. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Desmita. 2010. PSikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Hartono, Agung. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta
Pengurus Besar Asosisi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN). 2010. Jurnal Bimbingan
dan Konseling ISSN 1411-5026. Bandung: AKBIN
Triyono, dkk. 2012. Perkembangan Peserta Didik. Malang: FIP UM

Anda mungkin juga menyukai