Anda di halaman 1dari 3

.

‫ب ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ بَ ْه َجةً َّو ُسرُوْ رًا‬ ِ ْ‫ض َوالَّ ِذى َج َع َل ُك َّل َشي ٍْئ ِإ ْعتِبَارًا ِّل ْل ُمتَّقِ ْينَ َو َج َع َل فِى قُلُو‬ ِ ْ‫ق ْا ِإل ْنسَانَ َخلِ ْيفَةً فِي ْاألَر‬ َ َ‫ اَلَّ ِذى خَ ل‬، َ‫اَ ْل َح ْم ُد ِهللِ َربِّ ْال َعالَ ِم ْين‬
.ُ‫ي بَ ْع َده‬ َ َ
َّ ِ‫ َوأ ْشهَ ُد أ َّن ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُهُ الَنَب‬.‫ْت َوه َُو َعلَى ُك ِّل َشيْئ ٍقَ ِد ْي ٌر‬ ْ
ُ ‫ك َولَهُ ال َح ْم ُد يُحْ يِى َويُ ِمي‬ ْ ْ
ُ ‫ لَهُ ال ُمل‬،ُ‫َر ْيكَ لَه‬ ِ ‫أَ ْشهَ ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَ ش‬
‫ق تُقَاتِه‬ َّ ‫ اِتَّقُوْ اهللاَ َح‬، َ‫ فَيَاأَيُّهَا ْال ُم ْسلِ ُموْ ن‬،ُ‫صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َحمـ َّ ٍد َسيِّ ِد ْال ُمرْ َسلِ ْينَ َوأَ ْفض ِل ْاألَ ْنبِيَا ِء َو َعلَى آلِ ِه َوأَصْ َحاِبه أَجْ َم ِع ْينَ أَ َّما بَ ْعد‬ َ ‫اَللَّهُ َّم‬
‫ َواآْل ِخ َرةُ َخ ْي ٌر َوأَ ْبقَى‬. ‫ بَلْ تُ ْؤثِرُونَ ْال َحيَاةَ ال ُّد ْنيَا‬:‫َري ِْم‬ ِ ‫الى فِي ِكتَابِ ِه ْالك‬
َ ‫ال هللاُ تَ َع‬َ َ‫َوالَتَ ُموْ تُ َّن إِالَّ َوأَنـْتُ ْم ُم ْسلِ ُموْ نَ فَقَ ْد ق‬

Jamaah shalat Jum’at yang semoga dirahmati Allah,

Kaum Muslimin patut bangga memiliki ajaran yang begitu memuliakan manusia. Islam lahir dari
latar sejarah bangsa Arab yang melanggar moralitas perikemanusiaan: fanatisme kesukuan yang parah,
pelecehan terhadap perempuan, perang saudara, perampasan hak milik orang lain, perjudian, dan lain
sebagainya. Dalam ajarannya pun, komitmen tersebut juga sangat jelas. Allah berfirman, wa laqad
karramnâ banî âdam (sungguh telah Kami telah muliakan manusia). Islam juga menjamin kehidupan
yang berkeadilan, aman secara jasmani dan ruhani, serta merdeka dari belenggu penindasan. Dalam
tradisi ushul fiqih, kita mengenal prinsip-prinsip yang haram dilanggar, yakni hak hidup (hifdhun nafs),
terjaganya kehidupan agama (hifdhud din), jaminan mendayagunakan akal (hifdhul 'aql), jaminan
kepemilikan harta (hifdhul mâl), dan terjaganya kesucian keluarga (hifdhun nasl). Beberapa hal pokok
inilah yang lazim disebut maqâshidus syarî‘ah . Umat Islam, juga seluruh umat manusia lainnya, masing-
masing memiliki hak untuk hidup yang wajar. Sebagai implementasi dari nilai-nilai utama tadi, mereka
seyogianya mendapat keleluasaan dalam mencari ilmu, beribadah, mengekspresikan pikiran, berkarya,
dan sejenisnya. Jaminan tersebut wajib ada selama dilaksanakan dalam kerangka kemasyarakatan yang
bertanggung jawab. Apabila kebebasan tersebut dirampas secara zalim maka sangatlah wajar sebuah
perlawanan dan pembelaan kemudian mengemuka.

ُ ‫ق إِاَّل أَ ْن يَقُولُوا َربُّنَا هَّللا‬ ُ ُ


ِ َ‫ الَّ ِذينَ أ ْخ ِرجُوا ِم ْن ِدي‬.‫أ ِذنَ لِلَّ ِذينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُ ْم ظُلِ ُموا َوإِ َّن هَّللا َ َعلَ ٰى نَصْ ِر ِه ْم لَقَ ِدي ٌر‬
ٍّ ‫ار ِه ْم بِ َغي ِْر َح‬

Artinya: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka
telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (Yang teraniaya
itu adalah) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar,
kecuali karena mereka berkata "Tuhan kami hanyalah Allah". Jika kita perhatikan secara seksama, Surat
Al-Hajj ayat 39-40 ini menegaskan bahwa tiap orang memiliki hak atas kampung halaman, rumah,
tempat tinggal, tanah air yang dalam bahasa Al-Qur’an disebut diyârihim (berasal dari kata dâr, rumah).
Sebab itu, tatkala mereka diusir atau dirampas hak-haknya, Allah memberi kewenangan mereka untuk
membela diri. Mengapa demikian? Karena kampung halaman atau tanah air adalah tempat berpijak
untuk melaksanakan kehidupan secara wajar dan aman sebagai manusia yang dimuliakan di buka bumi.
Tanah air adalah tempat untuk mencari nafkah, makan, berkeluarga, menunaikan kewajiban agama,
bermasyarakat, mengembangkan pendidikan, dan seterusnya.

Jamaah shalat Jum’at rahimakumullâh,

Begitu pula yang diteladankan Rasulullah. Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam bersama
para sahabat berjuang keras melindungi hak-hak mereka. Mereka berperang bukan semata hanya untuk
menyerang. Mereka berperang karena sedang diserang dan melawan kezaliman kaum Musyrik Quraisy
yang merenggut kebebasan kaum Muslim dalam bertauhid dan hidup tanpa gangguan siapa pun.
Artinya, umat Islam berperang justru karena tak menginginkan perang itu terjadi sama sekali di muka
bumi. Semangat serupa juga dikobarkan para ulama-ulama kita era pra-kemerdekaan Indonesia. Selama
proses penjajahan Jepang dan Belanda, penduduk pribumi tak aman dan tak nyaman di tanah air sendiri.
Mereka tersingkir dari kehidupan yang layak: susah belajar, susah makan, susah bekerja, dan susah
beribadah. Berbagai kekejaman dan kezaliman inilah mendorong para ulama bersama umat Muslim, dan
para pahlawan lain untuk mengusir kaum kolonial. Kalau kita pernah mendengar “Resolusi Jihad” maka
itu adalah salah satu cerminan nyata dari semangat tersebut. Resolusi Jihad adalah deklarasi perang
kemerdekaan sebagai “jihad suci” yang digelorakan para kiai di Indonesia pada 22 Oktober 1945 guna
menghadang pasukan Inggris (NICA) yang hendak menjajah Indonesia. Berkat perjuangan yang gigih,
gelora keislaman yang tinggi, serta riyadlah dan doa para ulama, serangan NICA dapat digagalkan dan
bangsa Indonesia tetap merdeka hingga kini sejak Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Sebagian ulama tersebut bahkan tak hanya memimpin perlawanan, tapi juga aktif bergerilya,
menyusun strategi, bahkan perang fisik secara langsung dengan pasukan musuh. Umat Islam sadar
bahwa membela tanah air dari penindasan adalah bagian dari perjuangan Islam, yang nilai maslahatnya
akan dirasakan oleh jutaan orang. Terlebih saat Resolusi Jihad dikumandangkan, Indonesia adalah
negara yang baru dua bulan berdiri. Para ulama dan cendekia Muslim sadar betul, bahwa sebagai
makhluk sosial kehadiran negara merupakan sebuah keniscayaan, baik secara syar’i maupun ‘aqli,
karena banyak ajaran syariat yang tak mungkin dilaksanakan tanpa kehadiran negara. Oleh karena itu,
al-Imam Hujjatul Islam Abu Hamid al-Ghazali dalam Ihyâ’ ‘Ulûmid Dîn mengatakan:

َ َ‫س لَهُ ف‬
‫ضائِ ٌع‬ ِ ‫ارسٌ َو َما اَل أَصْ َل لَهُ فَ َم ْه ُدوْ ٌم َو َما اَل َح‬
َ ‫ار‬ ِ ‫ان فَال ِّديْنُ أَصْ ٌل َوالس ُّْلطَانُ َح‬
ِ ‫ك َوال ِّديْنُ تَوْ أَ َم‬
ُ ‫ال ُم ْل‬

“Kekuasaan (negara) dan agama merupakan dua saudara kembar. Agama adalah landasan, sedangkan
kekuasaan adalah pemelihara. Sesuatu tanpa landasan akan roboh. Sedangkan sesuatu tanpa
pemelihara akan lenyap.”

Jamaah shalat Jum’at rahimakumullâh,

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang kini kita diami adalah hasil kesepakatan bangsa
(mu’ahadah wathaniyyah), dengan Pancasila sebagai dasar negara. Ia dibangun atas janji bersama,
termasuk di dalamnya mayoritas umat Islam. Bahkan, sebagian perumus Pancasila adalah para tokoh
dan ulama Muslim. Karena itu, sebagai penganut agama yang sangat menghormati janji, seluruh umat
Islam wajib menaati dasar tersebut, apalagi kita tahu nilai-nilai di dalamnya selaras dengan substansi
ajaran Islam. Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda:

‫ال ُم ْسلِ ُموْ نَ عَل َى ُشرُوْ ِط ِه ْم‬

Artinya: “Kaum Muslimin itu berdasar pada syarat-syarat (kesepakatan) mereka.” (HR Al-Baihaqi dari Abi
Hurairah)

Indonesia memang bukan Negara Islam (dawlah Islamiyyah), akan tetapi sah menurut pandangan Islam.
Demikian pula Pancasila sebagai dasar negara, walaupun bukan selevel syari’at/agama, namun ia tidak
bertentangan, bahkan selaras dengan prinsip-prinsip Islam. Sebagai konsekuensi sahnya NKRI, maka
segenap elemen bangsa wajib mempertahankan dan membela kedaulatannya. Pemerintah dan rakyat
memiliki hak dan kewajibannya masing-masing. Kewajiban utama pemerintah ialah mewujudkan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya secara berkeadilan dan berketuhanan. Sedangkan kewajiban
rakyat ialah taat kepada pemimpin sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Jamaah shalat Jum’at rahimakumullâh,

Kita patut bersyukur bahwa negara kita, Indonesia, cukup aman dibanding sebagian negara di
belahan lain dunia. Umat Islam di sini dapat menjalankan ibadah dan menuntut ilmu agama dengan
tenang kendatipun berbeda-beda madzhab dan kelompok. Kita juga relatif bebas dari kekangan di Tanah
Air dalam menjalankan hidup sehari-hari. Udara kemerdekaan ini adalah karunia besar dari Allah
subhanahu wata’ala. Jangan sampai kita baru menyadari dan merasakan kenikmatan luar biasa ini
setelah rudal-rudal berjatuhan di sekeliling kita, tank-tank perang berseliweran, tempat ibadah hancur
karena bom, atau konflik berdarah antara-saudara sesama bangsa. Na’ûdzubillâhi min dzâlik. Mari kita
syukuri kemerdekaan ini dengan hamdalah, sujud syukur, dan mengisinya dengan kegiatan-kegiatan
positif. Kita mungkin tak lagi sedang berperang secara fisik sebagaimana ulama-ulama dan pahlawan kita
terdahulu, tapi kita masih punya cukup banyak masalah kemiskinan, kebodohan, korupsi, kekerasan,
narkoba, dan lain-lain yang juga wajib kita perangi.

Khutbah II

ُ‫أن َسيِّ َدنَا ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُه‬ َّ ‫ك لَهُ َوأَ ْشهَ ُد‬ ِ ‫ َوأَ ْشهَ ُد أَ ْن الَ اِلَهَ إِالَّ هللاُ َوهللاُ َوحْ َدهُ الَ ش‬. ‫َلى تَوْ فِ ْيقِ ِه َواِ ْمتِنَانِ ِه‬
َ ‫َر ْي‬ َ ‫َلى اِحْ َسانِ ِه َوال ُّش ْك ُر لَهُ ع‬ َ ‫اَ ْل َح ْم ُد هللِ ع‬
‫ص ِّل َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد ِو َعلَى اَلِ ِه َواَصْ َحابِ ِه َو َسلِّ ْم تَ ْسلِ ْي ًما ِكث ْيرًا أَ َّما بَ ْع ُد فَيا َ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُواهللاَ فِ ْي َما أَ َم َر َوا ْنتَهُوْ ا َع َّما‬ َ ‫ اللهُ َّم‬.‫اعى إل َى ِرضْ َوانِ ِه‬ ِ ‫ال َّد‬
ُّ
‫صلوْ ا‬ ُ َّ َ َّ
َ ‫صلوْ نَ عَل َى النبِى يآ ايُّهَا ال ِذ ْينَ آ َمنوْ ا‬ ُّ َ
َ ُ‫ال تَعالى إِ َّن هللاَ َو َمآل ئِ َكتَهُ ي‬َ َ ُ َ ْ َ َ ُ َ َ َ
َ ‫نَهَى َوا ْعل ُموْ ا أ َّن هللاّ أ َم َرك ْم بِا ْم ٍر بَدَأ فِ ْي ِه بِنَف ِس ِه َوثـنَى بِ َمآل ئِ َكتِ ِه بِق ْد ِس ِه َوق‬
‫ض‬ َ ْ
َ ْ‫ك َو َمآلئِك ِة ال ُمق َّربِ ْينَ َوار‬ َ ْ َ َ َ
َ ِ‫آل َسيِّ ِدنا ُم َح َّم ٍد َو َعلى انبِيآئِكَ َو ُر ُسل‬ ِ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ْم َو َعلى‬
َ َ ‫ص ِّل َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد‬ َ ‫ اللهُ َّم‬.‫َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ُموْ ا تَ ْسلِ ْي ًما‬
‫ض َعنَّا‬ َ ْ‫َّحابَ ِة َوالتَّابِ ِع ْينَ َوتَابِ ِعي التَّابِ ِع ْينَ لَهُ ْم بِاِحْ َسا ٍن ِالَىيَوْ ِم ال ِّد ْي ِن َوار‬ َ ‫َّاش ِد ْينَ أَبِى بَ ْك ٍر َو ُع َمر َوع ُْث َمان َو َعلِى َوع َْن بَقِيَّ ِة الص‬ ِ ‫اللّهُ َّم ع َِن ْال ُخلَفَا ِء الر‬
َ‫ت اللهُ َّم أَ ِع َّز ْا ِإل ْسالَ َم َو ْال ُم ْسلِ ِم ْين‬ ِ ‫ت اَالَحْ يآ ُء ِم ْنهُ ْم َو ْاالَ ْم َوا‬‫ت َو ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ َو ْال ُم ْسلِ َما ِـ‬ ِ ‫َم َعهُ ْم بِ َرحْ َمتِكَ يَا اَرْ َح َم الرَّا ِح ِم ْينَ اَللهُ َّم ا ْغفِرْ لِ ْل ُم ْؤ ِمنِ ْينَ َو ْال ُم ْؤ ِمنَا‬
‫ك إِلَى يَوْ َم‬ َ ِ‫اخ ُذلْ َم ْن َخ َذ َل ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ َو َد ِّمرْ أَ ْعدَا َءال ِّد ْي ِن َوا ْع ِل َكلِ َمات‬ ْ ‫ص َر ال ِّد ْينَ َو‬ َ َ‫ك َو ْال ُم ْش ِر ِك ْينَ َوا ْنصُرْ ِعبَادَكَ ْال ُم َوحِّ ِديَّةَ َوا ْنصُرْ َم ْن ن‬ َ ْ‫َوأَ ِذ َّل ال ِّشر‬
ْ ْ
‫صةً َو َسائِ ِر البُلدَا ِن‬ ْ ْ ْ
َّ ‫لوبَا َء َوال َّزالَ ِز َل َوال ِم َحنَ َوسُوْ َء الفِ ْتنَ ِة َوال ِم َحنَ َما ظَهَ َر ِم ْنهَا َو َما بَطَنَ ع َْن بَلَ ِدنَا اِ ْندُونِ ْي ِسيَّا خآ‬ ْ ْ
َ ‫ اللهُ َّم ا ْدفَ ْع َعنَّا البَالَ َء َوا‬.‫ال ِّدي ِْن‬
ُ
‫ َربَّنَا ظَلَ ْمنَا اَ ْنف َسنَا َواِ ْن لَ ْم تَ ْغفِرْ لَنَا َوتَرْ َح ْمنَا لَنَ ُكوْ ن ََّن‬.‫ار‬ ِ َّ‫اب الن‬ ً
َ ‫آلخ َر ِة َح َسنَة َوقِنَا َع َذ‬ ِ ‫ َربَّنَا آتِنا َ فِى ال ُّد ْنيَا َح َسنَة َوفِى ا‬.َ‫ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ عآ َّمةً يَا َربَّ ْال َعالَ ِم ْين‬
ْ ً
‫َر َو ْالبَ ْغي يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم‬ ِ ‫بى َويَ ْنهَى ع َِن ْالفَحْ شآ ِء َو ْال ُم ْنك‬ َ ْ‫ان َوإِيْتآ ِء ِذي ْالقُر‬ ِ ‫ ِعبَا َدهللاِ ! إِ َّن هللاَ يَأْ ُم ُرنَايَأْ ُم ُرنَيَأْ ُم ُرنَايَأْ ُمرُن بِاْل َع ْد ِل َو ْا ِإلحْ َس‬. َ‫ِمنَ ْالخَا ِس ِر ْين‬
ْ‫تَ َذ َّكرُوْ نَ َو ْاذ ُكرُواهللاَ ْال َع ِظ ْي َم يَ ْذ ُكرْ ُك ْم َوا ْش ُكرُوْ هُ عَل َى نِ َع ِم ِه يَ ِز ْد ُك ْم َولَ ِذ ْك ُر هللاِ أَ ْكبَر‬

Anda mungkin juga menyukai