Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN


HALUSINASI

A. Definisi

Halusinasi adalah gangguan persepsi panca indra tanpa adanya rangsangan dari

luar yang dapat meliputi semua penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran

individu itu penuh atau baik (DepKes RI, 1998).

Halusinasi ialah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indera

seorang pasien, yang terjadi dalam kehidupan sadar atau bangun, dasarnya mungkin

organik, fungsional, psikopatik ataupun histerik (Maramis, 2005).

Kemudian Sunaryo (2004) menjelaskan bahwa halusinasi merupakan bentuk

kesalahan pengamatan tanpa pengamatan objektivitas penginderaan dan tidak disertai

stimulus fisik yang adekuat.

B. Proses Terjadinya Masalah

1. Faktor Predisposisi

a. Biologis, lesi pada area frontal, temporal dan limbic, gangguan otak (kerusakan

otak, keracunan zat halusinogenik), genetik

b. Neurotransmiter, abnormalitas pada dopamin dan serotonin

c. Psikologis, Teori psikodinamik untuk terjadinya respon neurobiologist yang

maladaptive

d. Sosiobudaya, Stress yang menumpuk dapat menunjang awitan skizofrenia

2. faktor presipitasi

Secara fisik klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya

hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan

tidak berdaya. Penilaian induvidu terhadap stressor dan maslah koping dapat

mengindikasi  kemungkinnan kekambuhan (kelliat,2006).


Faktor presipitasi terjadinya gangguan  halusinasi adalah :

a. Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses

informasi serta abnomalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak akibat

ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi  stimulus yang diterima oleh

otak untuk diinterpretasikan.

b. Sterss lingkungan

Ambang toleransi terhadap sress yang berinteraksi terhadap stresor lingkungan

untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.

c. sumber koping.

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

C. Jenis - jenis dan Tanda Halusinasi

1. Halusinasi Pendengaran

Halusinasi pendengaran adalah ketika mendengar suara atau kebisingan, paling

sering mendengar suara orang. Suara berbentuk kebinsingan yang kurang jelas

sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai ada percakapan

lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana

klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang

dapat membahayakan. (stuart,2007)

a. Data Objektif

1) Bicara atau tertawa sendiri.

2) Marah-marah tanpa sebab

3) Mengarahkan telinga kea rah tertentu

4) Menutup telinga
b. Data Subjektif

1) Mendengar suara atau kegaduhan

2) Mendengar suara yang mengajak bercakap – cakap

3) Mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya

2. Halusinasi Penglihatn

Halusinasi pengelihatan adalah stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya,

gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan

biasa yang menyenangkan atau menakut ksn seperti melihat monster. (stuart,2007)

a. Data Objektif

1) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu

2) Ketakutan Kepada sesuatu yang tidak jelas

b. Data Objektif

1) Melihat bayangan, sinar bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu

atau monster.

3. Halusinasi Penghidu

Halusinasi Penghidu adalah membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin,

dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenang kan. Halusinasi penghidu

sering akibat stroke, tumor, kejang , atau dimensia. (stuart,2007)

a. Data Objektif

1) Menghidu sedang membaui bau-bauan tertentu

2) Menutup hidung

b. Data Subjektif

1) Membaui bau-bauan seperti bau darah, urin, feses kadang-kadang bau itu

menyenangkan
4. Halusinasi Pengecap

Halusinasi pengecap adalah Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau

feses. (stuart,2007)

a. Data Objektif

1) Sering meludah

2) Muntah

b. Data Subjektif

1) Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses

5. Halusinasi Perabaan

Halusinasi Perabaan adalah mengalami nyeri atau ketidak nyamanan tanpa

stimulus yang jelas. Rasa tesentrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau

orang lain. (stuart,2007)

a. Data Objektif

1) Menggaruk-garuk permukaan kulit

b. Data Subjektif

1) Menyatakan ada serangga di permukaan kulit.

2) Merasa tersengat listrik

6. Halusinasi seksual

Persepsi tentang alat genital yang palsu, penderita merasa adanya sensasi

luar biasa pada alat genitalnya.

7. Halusinasi kinesti

Persepsi palsu pada seseorang setelah mengalami operasi besar/ mayor.

8. Agnosia

Gangguan persepsi yang ditandai dengan ketidakmampuan mengenal dan

menginterpretasikan kesan sensorik.


D. Proses Terjadinya Halusinasi

Halusinasi berkembang melalui emat fase, yaitu sebagai berikut :

1. Fase Pertama

Disebut juga dengan fase comporting yaitu fase yang menyenangkan. Pada

tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.

Karakteristik : Klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa

bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien melamun

dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.

Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir

tanpa suara, pergerakan mata cepat, respons verbal yang lambat jika sedang asyik

dengan halusinasinya, dan suka menyendiri.

2. Fase Kedua

Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi

menjijikkan, termasuk dalam psikotik ringan.

Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan, kecemasan

meningkat, malamun dan berfikir sendiri menjadi dominan. Mulai dirasakan adanya

bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat

mengontrolnya.

Perilaku klien : meningkatnya tanda – tanda system saraf otonom seperti

peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya

dan tidak bisa membedakan realitas.

3. Fase Ketiga

Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi

berkuasa. Termasuk kedalam gangguan psikotik.


Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan

mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.

Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya

beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor, dan

tidak mampu mematuhi perintah.

4. Fase Keempat

Adalah fase conquering atau panic yaitu klien lebur dengan halusinasinya.

Termasuk dalam psikotik berat.

Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan

memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang control, dan tidak dapat

berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.

Perilaku klien : Perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku

kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak mampu merespons terhadap

perintah kompleks, dan tidak mampu berespons lebih dari satu orang.

E. Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Persepsi Sensori :


Core Problem Halusinasi Penglihatan dan
Pendengaran

Isolasi Sosial : Menarik


Diri

Gangguan Konsep diri :


Harga Diri Rendah
Pohon masalah terdiri dari masalah utama, penyebab, dan akibat. Masalah

utama adalah prioritas masalah klien dari beberapa masalah yang dimiliki oleh klien.

Umumnya, masalah utama berkaitan erat dengan alasan masuk atau keluhan utama.

Penyebab adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang merupakan penyebab

masalah utama. Masalah ini dapat pula disebabkan oleh salah satu masalah yang lain,

demikian seterusnya. Akibat adalah adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang

merupakan efek atau akibat dari masalah utama.

F. Penatalaksanaan

1. Penderita per Individu

2. Farmakotherapi ( anti psikotik ) harus ditinjang oleh psikoterapi seperti Klorpromazin

150 – 600 mg / hari, Haloperidol 5 – 15 mg / hari, Porpenozin 12 – 24 mg / hari dan

Triflufirazin 10 – 15 mg / hari. Obat dimulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis

anjuran, dina ikkan dosis tiap 2 minggu dan bisa pula dinaikkan sampai mencapai

dosis ( stabilisasi ) , kemudian diturunkan setiap 2 minggu sampai mencapai dosis

pemeliharaan. Dipertahankan 6 bulan – 2 tahun ( diselingi masa bebas obat 1 – 2 hari /

minggu ). Kemudian tapering off, dosis diturunkan tiap 2 – 4 minggu dan dihentikan.

3. Satu macam pendekatan terapi tidak cukup, tujuan utama perawatan dirumah sakit

adalah ikatan efektif antara pasien dan system pendukung masyarakat.

( Arif Mansjoer, 1999 : 2000 ).

G. Asuhan keperawatan

1. Pengkajian

Menurut Stuart dan Laraia pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar

utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan

perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data

biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Data pengkajian kesehatan jiwa dapat
dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap

stressor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Keliat, 2005).

Untuk dapat menjaring data yang diperlukan umunya, dikembangkan formulir

pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memudahkan dalam pengkajian. Isi

pengkajian meliputi :

a. Identitas klien

b. Keluhan utama atau alasan masuk

c. Faktor predisposisi

d. Aspek fisik atau biologis

e. Aspek psikososial

f. Status mental

g. Kebutuhan persiapan pulang

h. Mekanisme koping

i. Masalah psikososial dan lingkungan

j. Pengetahuan

k. Aspek medic

Kemudian data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua macam

sebagai berikut :

a) Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui

observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.

b) Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga.

Data ini diperoleh melalui wawancara perawat kepada klien dan keluarga. Data

yang langsung didapat oleh perawat disebut sebagai data primer, dan data yang

diambil dari hasil catatan tim kesehatan lain sebagai data sekunder.
Perawat dapat menyimpulkan kebutuhan atau masalah klien dari kelompok

data yang dikumpulkan. Kemungkinan kesimpulan adalah sebagai berikut :

a. Tidak ada masalah tetapi ada kebutuhan

1) Klien tidak memerlukan peningkatan kesehatan, tetapi hanya memerlukan

pemeliharaan kesehatan dan memerlukan tindak lanjut secara periodik karena

tidak ada masalah serta klien telah mempunyai pengetahuan untuk antisipasi

masalah.

2) Klien memerlukan peningkatan kesehatan berupa upaya prevensi dan promosi,

sebagai program antisipasi terhadap masalah.

b. Ada masalah dengan kemungkinan

1) Resiko terjadi masalah karena sudah ada faktor yang dapat menimbulkan

masalah.

2) Aktual terjadinya masalah disertai data pendukung.

c. Data yang diperoleh kemudian dikelompokkan dan perawat langsung merumuskan

masalah keperawatan dan masalah kolaboartif. Menurut FASID pada tahun 1983

dan INJF di tahun 1996, umumnya sejumlah masalah klien saling berhubungan

serta dapat digambarkan sebagai pohon masalah (Keliat, 2005).

2. Diagnosa keperawatan

a. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi Penglihatan dan Pendengaran

b. Isolasi Sosial : Menarik Diri

c. Gangguan Konsep diri : Harga diri rendah

d. Resiko Perilaku Kekerasan

3. Rencana tindakan keperawatan

a. Dx: Gangguan persepsi sensori halusinasi

Tujuan umum: klien tidak mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan
Tujuan Khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.

Intervensi :

Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi

terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non

verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan

panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji,

bersikap empati dan menerima klien apa adanya.

Dorong klien mengungkapkan perasaannya.

Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.

2. Klien dapat mengenal halusinasinya.

Intervensi :

Adakan kontak sering dan singkat.

Observasi segala perilaku klien verbal dan non verbal yang berhubungan

dengan halusinasi.

Terima halusinasi klien sebagai hal yang nyata bagi klien, tapi tidak nyata bagi

perawat.

Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan

situasi.

Diskusikan dengan klien faktor predisposisi terjadinya halusinasi.

3. Klien dapat mengontrol halusinasi.

Intervensi :

Diskusikan dengan klien tentang tindakan yang dilakukan bila halusinasinya

timbul.
4. Klien dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusinanya.

Intervensi :

Diskusikan dengan klien tentang cara memutuskan halusinasinya.

Dorong klien menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasi.

Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali

cara memutuskan halusinasinya.

5. Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol halusinasinya.

Intervensi :

Diskusikan dengan klien tentang cara memutuskan halusinasinya.

Dorong klien menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasi.

Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali

cara me mutuskan halusinasinya.

Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengontrol halusinasinya.

Kaji kemampuan keluarga tentang tindakan yg dilakukan dalam merawat klien

bila halusinasinya timbul.

Diskusikan juga dengan keluarga tentang cara merawat klien yaitu jangan

biarkan klien menyendiri, selalu berinteraksi dengan klien, anjurkan kepada

klien untuk rajin minum obat, setelah pulang kontrol 1 x dalam sebulan.

4. Implementasi

a. Strategi pelaksanaan klien

Sp pasien:

SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi (isi, frekuensi, waktu),

mengajarkan bahwa suara itu tidak nyata, bagaimana respon dia, bsagaimana

respon orang lain ketika halusinasinya timbul, menjelaskan cara-cara


mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara

pertama: menghardik halusinasi.

SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara

kedua:bercakap-cakap dengan orang lain 

SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga:

melaksanakan aktivitas terjadwal 

SP 4 Pasien: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur

b. Strategi pelaksanaan keluarga

SP 1 Keluarga : Pendidikan Kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis

halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara-cara

merawat pasien halusinasi.

SP 2 Keluarga: Melatih keluarga praktek merawat pasien langsung         

dihadapan pasien

SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

5. Evaluasi

a. Evaluasi pasien

Asuhan keperawatan klien dengan halusinasi berhasil jika klien

menunjukkan kemampuan mandiri untuk mengontrol halusinasi dengan cara yang

efektif yang dipilihnya. Klien juga diharapkan sudah mampu melaksanakan

program pengobatan berkelanjutan mengingat sifat penyakitnya yang kronis

Evaluasi asuhan  keperawatan berhasil jika keluarga klien juga

menunjukkan kemampuan menjadi sistem pendukung yang efektif untuk klien

mengatasi masalah gangguan jiwanya. Kemampuan merawat di rumah dan

menciptakan lingkungan kondusif bagi klien di rumah menjadi ukuran


keberhasilan asuhan keperawatan, di samping pemahaman keluarga untuk

merujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai jika muncul gejala-gejala relaps.

b. Evaluasi keluarga

Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan asuhan

keperawatan pada pasien dengan halusinasi. Dukungan keluarga selama pasien di

rawat di rumah sakit sangat dibutuhkan sehingga pasien termotivasi untuk

sembuh. Demikian juga saat pasien tidak lagi dirawat di rumah sakit (dirawat di

rumah). Keluarga yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien

mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun demikian

jika keluarga tidak mampu merawat pasien, pasien akan kambuh bahkan untuk

memulihkannya lagi akan sangat sulit. Untuk itu perawat harus memberikan

pendidikan kesehatan kepada keluarga agar keluarga mampu menjadi pendukung

yang efektif bagi pasien  dengan halusinasi baik saat di rumah sakit maupun di

rumah.

Tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga pasien

halusinasi adalah: 

1. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien

2. Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi

yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi,

dan cara merawat pasien halusinasi.

3. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat

pasien dengan halusinasi langsung di hadapan pasien

4. Buat perencanaan pulang dengan keluarga

Anda mungkin juga menyukai