December 2015 at Dentalhospital of Jember University)
December 2015 at Dentalhospital of Jember University)
Abstract
Background: The high prevalence, complexity and negative impacts of angular cheilitis
are affecting the patient quality of life indicates the importance of the disease caring and
treating. Collecting data is required to identifying the disease frequency in a population
as an early step attempted to planing, preventing, caring, and healing the disease.
Objective: to determine the incidence rate of angular cheilitis at Dental Hospital of
Jember University on October-December 2015, and the distribution based on age, sex,
nutritional status, and residece. Method: This observasional descriptive study used
cross sectional survey design. The study was conducted by identifying sample with
angular cheilitis patient were found on October-December 2015 at Dental Hospital of
Jember University. Result and conclusions: The incidence rate is 6,7%. The
distribution based on age, sex, nutritional status and residence are most common in
children 5-11 (89,2%), male (62,5%), malnutrition status (52%) and rural (59%), so that
the rate is estimate the risk factor of angular cheilitis increase in children, male,
malnutrition and villagers.
Abstrak
Latar belakang: Kasus angular cheilitis yang kompleks, prevalensi yang cukup tinggi dan
munculnya dampak negatif yang mempengaruhi kualitas hidup penderitanya
mengindikasikan pentingnya perawatan dan penanggulangan penyakit ini. Perlu
dilakukan pendataan untuk mengetahui frekuensi penyakit pada suatu populasi sebagai
langkah awal dalam upaya perencanaan, pencegahan, perawatan, dan pengobatan
penyakit. Tujuan: Mengetahui insidensi penderita Angular cheilitis di RSGM Universitas
Jember pada bulan Oktober – Desember tahun 2015 dan distribusinya menurut usia,
jenis kelamin, status gizi, dan tempat tinggal. Metode Penelitian: Jenis penelitian yang
digunakan adalah observasional deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian
dilakukan dengan mendata penderita angular cheilitis yang dijumpai selama bulan
Oktober-Desember di RSGM Universitas Jember, kemudian dihitung angka insidensinya
dan dianalisa secara deskriptif distribusinya berdasarkan usia, jenis kelamin, status gizi,
dan tempat tinggal. Hasil dan Kesimpulan: Angka insidensi selama sebesar 6,7%.
Distribusi penderita angular cheilitis tertinggi pada kelompok usia anak-anak 5-11 tahun
(89,2%), jenis kelamin laki-laki (62,5%), status gizi kurang (52%), dan pasien yang
berasal dari daerah pedesaan (59%), sehingga dapat disimpulkan risiko seseorang
terkena angular cheilitis meningkat pada kelompok usia anak-anak, jenis kelamin laki-laki,
status gizi kurang, dan meningkat pada daerah pedesaan.
Universitas Jember pada periode waktu tersebut yang terlalu lama. Pada pasien lanjut usia,
cenderung meningkat dengan insidensi terbesar penurunan tinggi oklusal atau desain gigi tiruan
pada bulan Desember yaitu 9,9%. Angka yang sudah tidak adekuat atau resorpsi dan
tersebut menggambarkan kemungkinan atau atropi tulang alveolar dapat mengakibatkan
probabilitas risiko terkena penyakit angular oklusi yang buruk dan dapat menyebabkan
cheilitis juga meningkat pada bulan tersebut lipatan yang dalam pada sudut mulut. Lipatan
[16]. yang dalam di sudut mulut memungkinkan saliva
Penderita angular cheilitis yang dijumpai untuk keluar dari mulut, saliva cenderung
pada penelitian ini didominasi oleh pasien anak- terkumpul di daerah tersebut sehingga
anak. Perbedaan angka insidensi tiap bulannya menciptakan lingkungan yang lembab dan
dimungkinkan berkaitan dengan target kondusif bagi pertumbuhan jamur atau bakteri
pemenuhan rekruitment kasus oleh mahasiswa [20].
profesi. Bulan Desember merupakan jadwal Hasil penelitian menunjukkan bahwa
akhir semester sekolah dasar dimana siswa angular cheilitis lebih sering dijumpai pada laki-
telah menjalani ujian akhir sekolah, oleh karena laki. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang
itu jadwal di sekolah tidak terlalu padat, menyebutkan bahwa insidensi angular cheilitis
sehingga mahasiswa profesi lebih mudah dalam meningkat dua kali lipat pada jenis kelamin laki-
membawa anak-anak sekolah dasar untuk laki [9]. Hal ini diduga disebabkan oleh
dijadikan pasien. kebutuhan asupan nutrisi yang berbeda antara
Angular cheilitis sering terjadi pada anak- anak laki-laki dan perempuan. Anak laki-laki
anak [7]. Pendapat tersebut sejalan dengan lebih banyak melakukan aktivitas fisik, sehingga
hasil penelitian ini, didapatkan angular cheilitis memerlukan energi lebih banyak daripada anak
paling sering terjadi pada kelompok usia anak- perempuan [22]. Selain itu nilai metabolisme
anak 5-11 tahun (89,2%). Tingginya kelompok basal (BMR) pada perempuan lebih rendah
usia anak-anak yang terkena angular cheilitis daripada laki-laki dengan berat badan yang
diduga berhubungan dengan faktor asupan sama. BMR dipengaruhi oleh jaringan aktif di
nutrisi. Faktor etiologi utama angular cheilitis dalam tubuh [23]. Otot dan kelenjar adalah
pada masa anak-anak ialah defisiensi nutrisi, jaringan aktif sedangkan tulang dan lemak
seperti defisiensi zat besi, vitamin B, atau asam merupakan jaringan tak aktif. Perempuan
folat [17]. Asupan gizi yang masuk pada usia 5- umumnya mempunyai jaringan lemak (tak aktif)
11 tahun mayoritas digunakan tubuh untuk lebih banyak dibandingkan laki-laki. Jalannya
pertumbuhan, serta perkembangan organ dan metabolisme di dalam jaringan aktif lebih cepat
tulang, sehingga persentase asupan nutrisi daripada metabolisme di dalam jaringan tak aktif
untuk pertumbuhan jaringan perifer kurang karena otot dan kelenjar lebih banyak
tercukupi [18]. Kebutuhan energi anak juga lebih memerlukan energi dalam melakukan fungsinya,
besar karena mereka banyak melakukan sehingga energi minimal yang diperlukan untuk
aktivitas fisik, misalnya olah raga, bermain atau mempertahankan proses-proses hidup yang
membantu orang tua [19]. pokok pada perempuan umumnya lebih rendah
Angular cheilitis bisa disebabkan oleh daripada laki-laki [24].
banyak faktor dan dapat terjadi pada semua Perbedaan insidensi antara laki-laki dan
usia [15]. Pernyataan tersebut dibuktikan oleh perempuan juga dapat dilihat dari aspek
hasil penelitian ini dimana angular cheilitis psikologi. Perempuan lebih memperhatikan
ditemukan pada usia remaja. Angular cheilitis
penampilan fisiknya dibandingkan dengan pria
pada remaja diduga berhubungan dengan
penyakit sistemik. Seseorang yang menderita [25]. Perempuan pada umumnya lebih suka
anemia, diabetes mellitus dan merias diri sedangkan laki-laki mengekspresikan
immunodeficiency syndrome (AIDS) berisiko diri dengan suatu tindakan daripada
tinggi terkena angular cheilitis [20]. Studi memperhatikan penampilannya [26]. Tanda-
epidemiologi yang dilakukan pada tahun 2006 di tanda perubahan kematangan dari segi
Turkey pada remaja umur 13-16 tahun psikologis sudah dimulai saat usia 8 tahun bagi
menunjukkan bahwa angular cheilitis memiliki
anak perempuan, sedangkan bagi anak laki-laki
hubungan yang signifikan dengan anemia [21].
Angular cheilitis dijumpai juga pada orang baru dimulai saat usia 10 tahun [27].
lanjut usia. Faktor predisposisi angular cheilitis Perkembangan psikologis anak mempengaruhi
pada orang lanjut usia adalah penurunan kemampuan anak untuk menjaga kebersihan
dimensi vertikal dan penggunaan gigi tiruan rongga mulut [28]. Menurut penelitian Daranita
(2011), tingkat kebersihan rongga mulut dengan lainnya diperlukan dalam transkripsi gen untuk
kategori baik tertinggi pada anak perempuan, replikasi sel, perbaikan sel, dan proteksi.
sedangkan tingkat kebersihan mulut dengan Kekurangan nutrisi menyebabkan terganggunya
fungsi proteksi, perbaikan, dan pergantian sel-
kategori buruk lebih tinggi pada anak laki-laki
sel epitel di sudut mulut sehingga menimbulkan
dibandingkan anak perempuan [29]. Kebersihan gambaran klinis berupa angular cheilitis [35].
rongga mulut yang baik menurunkan risiko Persentase terjadinya angular cheilitis
terjadinya angular cheilitis, sehingga perempuan juga dapat dipengarui oleh daerah tempat
memiliki risiko menderita angular cheilitis lebih tinggal. Distribusi angular cheilitis berdasarkan
kecil daripada laki-laki [30]. tempat tinggal pada penelitian ini menunjukkan
Angular chilitis pada anak berhubungan bahwa penderita angular cheilitis lebih banyak
dengan nutrisi, dibuktikan oleh hasil penelitian pada pasien yang berasal dari daerah
ini bahwa distribusi angular cheilitis berdasarkan perdesaan daripada daerah perkotaan. Pada
status gizi pada usia 5-11 tahun paling banyak penelitian-penelitian sebelumnya juga
terjadi pada status gizi kurang. Hal ini ditemukan perbedaan prevalensi angular
menunjukkan anak dengan status gizi kurang cheilitis pada penduduk yang letak geografisnya
akan lebih mudah mengalami angular cheilitis berbeda, yaitu dibuktikan oleh penelitian Ulfa
dibandingkan anak dengan gizi baik. Hal ini (2013) dimana terdapat perbedaan prevalensi
dimungkinkan karena anak dengan status gizi angular cheilitis di dataran tinggi dan dataran
kurang, mempunyai tingkat imunitas yang lebih rendah pada siswa SD di Kecamatan
rendah dibandingkan anak dengan status gizi Tempuredjo Kabupaten Jember [36]. Dikuatkan
baik karena sistem imunitas salah satunya dengan penelitian Sudibyo (2008) bahwa
dipengaruhi oleh status gizi [31]. Pada status ulserasi, luka, erosi, fissure pada commisurres
gizi kurang, terjadi penurunan imunitas dengan dijumpai sebesar 1,79% pada masyarakat desa,
berkurangnya jumlah sel-T helper dan dan 1,25% pada masyarakat kota di wilayah
terganggunya fagositosis serta memori puskesmas Kota Surabaya [37]. Menurut
imunologik belum sempurna sehingga pusat Sulistyoningsih (2011), kebutuhan gizi
respon imun tubuh yaitu limfosit T tidak dapat seseorang dapat dipengaruhi oleh daerah
memproduksi sitokin dan mediator sebagai tempat tinggal. Perbedaan geografis mampu
pertahanan tubuh [32] mempengaruhi corak kehidupan masyarakat.
Kekurangan gizi dapat karena kekurangan Ragam corak kehidupan masyarakat, misalnya
zat besi, vitamin B, asam folat, dan biotin. pola konsumsi dapat berpengaruh terhadap
Defisiensi pada satu jenis nutrisi dapat berperan asupan nutrisi mereka [36]. Begitu pula
kepada defisiensi nutrisi-nutrisi yang lainnya [33] perbedaan pola konsumsi pada masyarakat
Defisiensi nutrisi seperti defisiensi zat besi, desa dan kota. Menurut Badan Pusat Statistik
vitamin B, dan asam folat berkaitan dengan (1994), masyarakat di kota lebih mementingkan
angular cheilitis. Keduanya saling berhubungan, kandungan zat gizi makanan dari bahan
karena zat besi dan vitamin adalah zat yang makanan yang dikonsumsi, dilihat dari keadaan
esensial untuk mempertahankan sistem imun, sosial ekonomi penduduk lebih mampu,
bila tidak mencukupi, sistem imun akan tersedianya fasilitas kesehatan yang memadai,
melemah dan mikroorganisme yang biasa fasilitas pendidikan lebih baik, dan tersedianya
menjadi flora normal seperti candida albicans tenaga kesehatan. Sedangkan di desa, pola
dapat berproliferasi dan menyebabkan infeksi konsumsi masyarakat kurang memenuhi syarat
[34]. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan dilihat dari keadaan sosial ekonomi yang tidak
keutuhan jaringan epitel berkurang. Mukokutan mampu, fasilitas kesehatan yang terbatas,
junction yang merupakan daerah peralihan fasilitas pendidikan kurang, dan tersedianya
antara kulit dan mukosa mulut dengan epitel tenaga kesehatan serta lapangan kerja
mukosa yang lebih tipis dibanding epitel kulit penduduk mayoritas petani dan buruh [38].
menjadi lebih rentan terhadap infeksi [33].
Gizi kurang khususnya yang disebabkan Simpulan dan Saran
oleh defisiensi zat besi berpengaruh terhadap
proliferasi sel terutama sel mukosa, karena Data hasil penelitian menunjukkan
fungsi zat besi secara fisiologis meliputi bahwa angka insidensi Angular cheilitis di
pertumbuhan/proliferasi sel, penyembuhan luka, RSGM Universitas Jember pada bulan Oktober
respon imunitas, dan mempertahankan struktur – Desember tahun 2015 adalah 6,7%, artinya
protein dan membran sel. Zat besi dan nutrisi sebesar 6,7% dari populasi pasien RSGM
Universitas Jember menderita angular cheilitis [10] Atmarita S. Analisis Situasi Gizi dan
dalam tiga bulan. Distribusi penderita angular Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Gramedia;
cheilitis tertinggi pada kelompok usia anak-anak 2006.
5-11 tahun (89,2%), jenis kelamin laki-laki [11] John P. Textbook of Oral Medicine 3 rd Ed.
(62,5%), status gizi kurang (52%), dan pasien New Delhi: Jaypee Brothers; 2014.
yang berasal dari daerah pedesaan (59%). [12] Scully C, Flint SR, Bagan JV, Porter SR, &
Sehingga dapat disimpulkan risiko seseorang Moos, KF. Oral and Maxillofacial Disease.
terkena angular cheilitis meningkat pada 4th ed. United States: CRC Press; 2010.
kelompok usia anak-anak, jenis kelamin laki-laki, [13] Kleinman P. Head, Shoulders, Pee, and
status gizi kurang, dan meningkat pada daerah Moles: An Eyes and Ears and Mouth and
pedesaan. Nose Guide to Self Diagnosis. USA: Adams
Saran dari penelitian ini adalah perlu Media; 2012.
dilakukan penelitian lebih lanjut untuk [14] Maryani L, Muliani R. Epidemiologi
mengetahui insidensi dan distribusi angular Kesehatan Pendekatan Penelitian.
cheilitis dengan jumlah populasi yang lebih Yogyakarta: Graha Ilmu; 2010.
besar pada masyarakat di daerah tertentu, perlu [15] Schachner LA, Hansen RC. Pediatric
dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai Dermatology. China: Mosby Elsevier; 2011.
faktor-faktor individu lain yang berhubungan [16] Timmreck TC. Epidemiologi Suatu
dengan angular cheilitis seperti keadaan sosial Pengantar. Alih bahasa oleh Munaya
ekonomi, pendidikan, dan pekerjaan, dan perlu Fauziah,dkk. Jakarta; EGC. 2004.
adanya kegiatan penyuluhan oleh tenaga [17] Decker RT, David AS. Connie CM. Nutrition
kesehatan terhadap masyarakat khususnya and Oral Medicine. New Jersey: Human
daerah perdesaan tentang gizi dan kesehatan Press; 2005.
mulut sebagai salah satu upaya pencegahan [18] Suryanah. Keperawatan anak untuk siswa
kekurangan gizi sekaligus pencegahan angular SPK. Jakarta: EGC; 1996.
cheilitis. [19] Judarwanto, Widodo., Pemberian AA-DHA
bermanfaat untuk kecerdasan?. Majalah
Daftar Pustaka FORUM. No (27); 2006.
[20] Schalock PC, Hsu JTS, & Arndt KA.
[1] Greenberg MI. Text-Atlas Emergency Lippicott's Primary Care Dermatology.
Medicine. Philadhelphia: Lippicott William & Philadelphia: Lippicott William & Walkins;
Wilkins; 2005. 2012.
[2] Laskaris G. Color Atlas of Oral Disease in [21] Parlak AH, Koybasi S, Yavuz T, Yesildal N,
Children and Adolescents. German: Thieme; Anul H, Aydogan I, et al., Prevalence of Oral
2011. Lesion in 13-16 year old student in Duzce,
[3] Murray JJ, Nunn JH, Steele J. The Turkey. Blackwell Munksgaard. 2006; 12(6):
Prevention of Oral Disease. 4th ed. 553-8.
Newyork: Oxford University Press; 2008. [22] Damayanti, D. Makanan Anak Usia
[4] Lebwohl MG, Heyman WR, & Coulson I. Sekolah. Jakarta: PT Gramedia; 2011.
Treatment of Skin Disease. 4th ed. China: [23] Marks, Dawn B. Biokimia Kedokteran
Elsevier Saunders; 2014. Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta:
[5] Rietschel RL & Fowler J. Fisher’s Contact EGC; 2000.
Dermatitis. Ontario: BC Decker Inc; 2008. [24] Suharjo, Kusharto CM. Prinsip-prinsip Ilmu
[6] Griffiths C, Barker J, Bleiker T, Chalmers R, Gizi. Yogyakarta: Kanisius; 2004.
& Creamer D. Rook's Textbook of [25] Papalia DE, Olds SW, & Feldman RD.
Dermatology. UK: John Willey & Sons Ltd; Human Develompmental. Jakarta: Salemba
2016. Medika; 2009.
[7] Cameron P, Jelinek G, Everitt I. Textbook of [26]Brouwer MA. Alam Manusia dalam
Paediatric Emergency Medicine. Toronto: Fenomenologi. Jakarta: PT. Gramedia;
Elsevier Health Sciences; 2006. 1998.
[8] Ghom AG, Anil S. Textbook of Oral [27] Qaradhawy Y. Anakku Mari Belajar Tentang
Medicine. 3rd ed. New Delhi: Jaypee Seks. Jakarta: Lintera Antar Nusa; 2006.
Brothers Medical Publisher; 2014. [28] Christie D, Viner D. ABC of Adolescent:
[9] Lyons, F. Dermatology for the advance Adolescent Development. BMJ. 2005;
practice nurse. US: Springer Publishing 30(30): 1-4.
Company; 2014. [29] Daranita. Hubungan Pengetahuan tentang
Kesehatan Gigi dan Mulut. Sikap dan terjadinya Angular cheilitis pada anak usia
Tindakan Pemeliharaan Kesehatan Gigi 5-12 tahun di lima panti asuhan di kota
dengan Status Kebersihan Gigi dan Mulut Medan. Dentika Dental Journal 11(2); 2006.
pada Anak usia 9-12 tahun. Tidak [35] Dennis M, Bowen WT, & Cho L.
diterbitkan. Skripsi. Universitas Hasanudin Mechanisms of Clinical Signs. Australia:
Makassar; 2011. Elsevier;2012.
[30] Acton QA. Stomatognathic Disease: New [36] Ulfa. Prevalensi Angular Cheilitis pada
Insights for the Healthcare Professional. anak SD Usia 6-8 tahun di wilayah dataran
Georgia: Scholary Editions; 2011. rendah dan dataran tinggi Kecamatan
[31] Aspinall R. Ageing the Immune System in Tempurejo Kabupaten Jember. Tidak
Vivo: Commentary on the 16th session Diterbitkan. Skripsi. Jember:
of British Society for Immunology Annual Universitas Jember; 2013.
Congress Harrogate December 2004 [37] Sudibyo. Profil Kesehatan Gigi dan Mulut
Immunity and Ageing 2005; (2): 5-10. Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan
[32] Soedarmo SPS, Garna H, Satari HI. Buku berdasarkan standar penilaian dari World
Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI; Health Organization. Tidak diterbitkan.
2008. Universitas Hang Tuah Surabaya; 2008.
[33] Decker RT, David AS, Connie CM.
Nutrition and Oral Medicine. New Jersey:
Human Press; 2005.
[34] Sjuaibah. Hubungan Status Gizi dengan