ISI
Di Indonesia banyak Aborsi yang dilakukan secara tidak aman bagi kesehatan
perempuan yang melakukannya, walaupun perempuan dari segala segi kehidupan di
Indonesia kemungkinan besar telah menggunakan pelayanan aborsi, informasi tentang
karakteristik perempuan-perempuan yang melakukan aborsi umumnya didapat dari
penelitianpenelitian yang dilakukan di klinik-klinik dan rumah sakit. Oleh karena itu
perempuan yang melakukan aborsi di luar fasilitas tersebut termasuk mereka yang
melakukan upaya aborsi sendiri
tidak terwakili dalam penelitianpenelitian tersebut. Dari penelitian-penelitian yang telah
dilakukan terbukti bahwa sebagian besar perempuan yang melakukan aborsi atau
induksi haid di klinik atau rumah sakit
memiliki profil khusus, mereka cenderung sudah menikah dan berpendidikan.
Aborsi Yang Tidak Aman
Banyak aborsi yang dilakukan di Indonesia adalah tidak aman. Tidak seperti
aborsi yang aman, aborsi yang tidak aman dapat membahayakan kesehatan dan nyawa
perempuan yang melakukannya, dan derajat keamanannya tergantung dari prosedur dan
metode yang digunakan oleh pemberi layanan kesehatan. Pemilihan perempuan untuk
jenis pelayanan aborsi yang akan digunakannya bervariasi
tergantung dari tempat tinggal perempuan tersebut. Para peneliti mengestimasikan
bahwa rumah sakit dan staf yang memberikan pelayanan alat kontrasepsi, dokter
spesialis kebidanan dan kandungan dan bidan melakukan sekitar 85% dari aborsi yang
dilakukan di tempat pelayanan kesehatan di daerah perkotaan, dan dukun
bersalin melakukan sekitar 15% dari aborsi. Dilain pihak, di daerah pedesaaan, dukun
bersalin diestimasikan melakukan lebih dari empat perlima aborsi yang terjadi. Secara
keseluruhan, hamper setengah dari semua perempuan yang mencari pelayanan aborsi di
Indonesia lari pada dukun bersalin, dukun tradisional atau ahli pijat yang menggunakan
cara pemijatan untuk menggugurkan kandungan.
(Perempuan-perempuan yang mengupayakan untuk melakukan aborsi sendiri tidak
termasuk dalam perkiraan ini).
3. PIL RU 486
Masyarakat menamakannya "Pil Aborsi Perancis". Teknik ini menggunakan 2
hormon sintetik yaitu mifepristone dan misoprostol untuk secara kimiawi
menginduksi kehamilan usia 5-9 minggu. Di Amerika Serikat, prosedur ini
dijalani dengan pengawasan ketat dari klinik aborsi yang mengharuskan
kunjungan sedikitnya 3 kali ke klinik tersebut. Pada kunjungan pertama, wanita
hamil tersebut diperiksa dengan seksama. Jika tidak ditemukan kontra-indikasi
(seperti perokok berat, penyakit asma, darah tinggi, kegemukan, dll) yang malah
dapat mengakibatkan kematian pada wanita hamil itu, maka ia diberikan pil RU
486.
4. Suntikan Methotrexate (MTX)
Prosedur dengan MTX sama dengan RU 486, hanya saja obat ini disuntikkan ke
dalam badan. MTX pada mulanya digunakan untuk menekan pertumbuhan pesat
sel-sel, seperti pada kasus kanker, dengan menetralisir asam folat yang berguna
untuk pemecahan sel. MTX ternyata juga menekan pertumbuhan pesat
trophoblastoid - selaput yang menyelubungi embrio yang juga merupakan cikal
bakal plasenta. Trophoblastoid tidak saja berfungsi sebagai 'sistim penyanggah
hidup' untuk janin yang sedang berkembang, mengambil oksigen dan nutrisi dari
darah calon ibu serta membuang karbondioksida dan produk-produk buangan
lainnya, tetapi juga memproduksi hormon hCG (human chorionic gonadotropin),
yang memberikan tanda pada corpus luteum untuk terus memproduksi hormon
progesteron yang berguna untuk mencegah gagal rahim dan keguguran.
Resiko Aborsi
Aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan seorang
wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa jika seseorang melakukan aborsi ia “tidak
merasakan apa-apa dan langsung boleh pulang”.
Ini adalah informasi yang sangat menyesatkan bagi setiap wanita, terutama mereka yang
sedang kebingungan karena tidak menginginkan kehamilan yang sudah terjadi.
Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal seperti
berikut ini:
1. Kehilangan harga diri (82%)
2. Berteriak-teriak histeris (51%)
3. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)
4. Ingin melakukan bunuh diri (28%)
5. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%)
6. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%)
BAB I
PENDAHULUAN
Dengan melakukan sosialisasi yang lebih untuk pemakaian KB yang tepat atau
cocok bagi wanita yang telah menikah dan tidak menginginkan kehamilan lagi,
karena kebanyakan wanita yyang telah menikah terkadang masih salah
menggunakan KB, terkadang mereka mamakai KB yang tidak tepat atau tidak
sesuain dengan wanita tersebut. Sehingga, keamilan yang tidak diinginkan akan
terjadi.
Dengan mensosialisasikan kepada para remaja sejak dini akan bahayanya free
sex atau sex bebas, karena sekarang ini budaya barat tersebut sudah banyak
dilakukan oleh para remaja Indonesia, yang mengakibatkan adanay kehamilan
yang tidak di dinginkan atau kehamilan diluar nikah
Aborsi terjadi dikarenakan adanya free sex yang dilakukan para re3maja
Indonesia
Selain itu, aborsi juga dapat terjadi karena tidak inginnya seseorang untuk
memiliki keturunan lagi
Aborsi dapat menyebabkan resiko kesehatan pada wanita tersebut, baik secara
fisik maupun mental (psikologis)
Tidak adanya persediaan kondom yang efektif di Indonesia
Kurangnya kesadaran para remaja akan bahaya sex bebas
Banyaknya budaya barat yang telah diadopsi ke budaya timur
DAFTAR PUSTAKA
http://www.guttmacher_institute.com/Aborsi_diIndonesia/kesimpulan,2008,07