Anda di halaman 1dari 3

NARASI PEMAHAMAN PENGURANGAN

RISIKO BENCANA

KELUARGA SIAGA BENCANA

Kita menyadari bahwa kita berada pada Lempeng Eurasia, Lempeng Samudra Hindia-
Australia dan Lempeng Samudra Pasific yang merupakan Lempeng Tektonik. Lempeng-
lempeng tersebut sampai sekarang masih terus aktif dan saling bergerak, hal inilah yang
menyebabkan terjadinya gempa bumi dan tsunami. Oleh karena itu, kita rakyat Aceh hidup
pada daerah yang rawan akan bencana tsunami membuat penerapan mitigasi bencana yang
baik dan terpadu sangat diperlukan untuk mengurangi risiko dari ancaman gempa dan
tsunami. Yang mana kita tahu bahwa risiko itu muncul dari interaksi yang dihasilkan antara
kerentanan dan bahaya yang ada dan berbanding terbalik dengan kapasitas. Untuk
mengurangi risiko maka nilai kerentanan dikecilkan dan nilai kapasitas ditingkatkan.
Mengingat Aceh adalah salah satu daerah di Indonesia yang sangat tinggi terhadap
risiko bencana, maka setiap kepala keluarga harus mempunyai pengetahuan tentang
kebencanaan. Salah satu musibah terbesar dalam sajarah peradaban modern umat manusia
pernah terjadi di daerah ini yaitu gempa bumi dan bencana tsunami dipenghujung tahun 2004
lalu, saat itu telah menghancurkan wilayah pantai Aceh. Kondisi kerusakan infrastruktur yang
sangat parah dengan ratusan ribu korban jiwa setidaknya mengisyaratkan bahwa masyarakat
Aceh saat itu tidak siap menghadapi bencana. Bahkan hampir tidak ada pengetahuan yang
cukup mengenai bencana tsunami, walaupun kajian para ahli tsunami Aceh menengarai
bahwa sudah pernah terjadi bencana tsunami dalam sejarah Aceh sebelum tsunami Desember
tahun 2004. Walaupun segelintir masyarakat pernah mendengar atau mengetahui istilah “ie
beuna” atau “smong” di wilayah Simeulu, namun tetap saja pengetahuan masyarakat Aceh
secara umum terhadap bahayanya gelombang tsunami dan cara meminimalisir korban jiwa
saat itu sangatlah minim atau bahkan hampir tidak ada.
Dalam rangka membangun kepala keluarga yang tangguh terhadap bencana dan
meningkatkan pengetahuan kebencanaan guna melindungi diri beserta anggota keluarganya,
Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat telah menerbitkan Undang-undang
No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana. Undang-undang ini disusun dengan
menggunakan paradigma bahwa penanggulangan bencana harus dilakukan secara terencana,
terpadu dan terkoordinasi dengan melibatkan para pemangku kepentingan. Undang-undang
ini telah memberi mandat pada pemerintah untuk memberikan perlindungan pada masyarakat
dari ancaman bencana. Sebagai wujud dari pengejawantahan pembukaan Undang-undang
Dasar Tahun 1945.
Unit terkecil dari masyarakat disebut keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak
yang berkumpul di bawah satu atap dan saling ketergantungan. Dari kumpulan berbagai
keluarga maka disebutlah masyarakat. Dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua
pribadi yang tergabung karena hubungan perkawinan, hubungan darah dan hubungan secara
angkat atau disebut juga sebagai saudara angkat. Setiap keluarga mempunyai pimpinan yaitu
disebut sebagai kepala keluarga. Kepala keluarga adalah orang yang utama dan pertama
bertanggung jawab terhadap keselamatan anggota keluarga. Seorang ayah mempunyai
peranan penting dalam melindungi anggota keluarga, baik keselamatan jasmani maupun
keselamatan secara rohaniah.
Pengetahuan yang merupakan produk kegiatan berpikir sebagai obor pencerahan
peradaban dimana manusia menemukan dirinya dan menghayati hidup dengan lebih
sempurna. Oleh karena itu, jika ingin mengetahui sesuatu, tentu ada suatu dorongan dari
dalam diri manusia yang mengajukan pertanyaan dan perlu jawaban yang memuaskan
keingintahuannya. Sesuatu yang diketahui manusia disebut pengetahuan. Dengan kata lain,
pengetahuan sebagai suatu gambaran objek-objek eksternal yang hadir dalam pikiran
manusia. Oleh karenanya untuk penanggulangan bencana maka perlu pengetahuan bencana
yaitu faktor yang sangat penting untuk menyelamatkan anggota keluarga dari ancaman
bencana. Bencana yang sering terjadi dapat dijadikan suatu pengalaman atau pelajaran yang
sangat bernilai akan pentingnya pengetahuan tentang bencana yang harus dimiliki oleh setiap
individu terutama yang berada di daerah rawan bencana.
Penanggulangan bencana berbasis keluarga merupakan serangkaian aktivitas kepala
keluarga pada saat pra, emergency dan pasca bencana untuk mengurangi jumlah korban baik
jiwa, kerusakan sarana/prasarana dan terganggunya peri kehidupan berumah tangga dan
lingkungan hidup dengan mengandalkan sumber dan kemampuan yang dimiliki oleh kepala
keluarga. Penanggulangan bencana sebagai upaya bersama antara masyarakat, LSM, swasta
dan pemerintah. Pada intinya konvensional menempatkan masyarakat dalam arti besar
sebagai korban dan penerima bantuan sehingga menimbulkan ketidakberdayaan dan
ketergantungan yang akhirnya tanpa disadari akan memperlambat proses pemulihan karena
tidak ada keswadayan. Dengan pengetahuan kebencanaan yang dimiliki oleh kepala keluarga
salah satunya adalah menempatkan keluarga sebagai pusat penanggulangan bencana, tidak
hanya menjadi objek, tapi juga subjek. Pengetahuan terkait dengan persiapan menghadapi
bencana pada kepala keluarga yang rentan bencana menjadi fokus utama. Berbagai
pengalaman menunjukkan bahwa kesiapan menghadapi bencana ini seringkali terabaikan
pada keluarga yang belum memiliki pengalaman langsung dengan bencana.

Indonesia Rawan Bencana


Berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk
Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana atau United Nations Intrernational
Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR) bahwa, Indonesia adalah negara yang paling
rawan terhadap ancaman bencana. Di antara jenis bencana dimaksud adalah gempa bumi,
letusan gunung api, tsunami, banjir, tanah longsor, badai, angin topan, wabah penyakit, polusi
lingkungan, kekeringan, kecelakaan industri dan lain-lain. Berbagai jenis bencana tersebut
terjadi di lingkaran wilayah Indonesia seperti termaktub dalam Undang-undang No. 24 Tahun
2007. Selain itu, kompleksitas kondisi demografis, sosial dan ekonomi di Indonesia turut
berkontribusi pada tingginya tingkat kerentanan masyarakat dalam menangani bencana
menyebabkan risiko bencana di Indonesia menjadi tinggi. Di sisi lain, kebanyakan
pembangunan tidak disertai studi kelayakan yang berakibat timbulnya berbagai bencana.
Setiap tahun, puluhan bencana terjadi hampir di setiap daerah di Indonesia, terutama di
Propinsi Aceh. Propinsi Aceh merupakan salah satu wilayah yang dilalui oleh jalur patahan
aktif yang dikenal dengan nama Patahan Sumatera. Patahan Sumatera adalah patahan yang
aktif dan sangat panjang, membentang dari Lampung sampai ke Laut Andaman. Berdasarkan
kajian dari para pakar bahwa di Aceh, Sesar Besar Sumatera terpetakan beberapa segmen, di
antaranya Sesar Aceh, Seulimum dan Tripa. Selain itu, terdapat pula struktur sesar lokal lain,
seperti sesar Lhokseumawe dan Sesar Samalanga-Sipopok. Gempa bumi muncul akibat
perubahan tiba-tiba pada permukaan bumi disepanjang sesar. Perubahan dan pergerakan
kerak bumi dapat melepaskan energi. Energi inilah yang dirasakan sebagai gempa bumi.
Gempa dapat terjadi di darat maupun di laut. Gempa yang terjadi di bawah laut dapat
menyebabkan tsunami. Tsunami dapat dipicu oleh bermacam-macam disturbance berskala
besar terhadap air laut, misalnya gempa bumi, pergeseran lempeng, meletusnya gunung
berapi di bawah laut. Atau tumbukan benda langit. Namun, yang sering terjadi diakibatkan
oleh gempa bumi bawah laut.
Jalur Evakuasi Gempa Bumi Berpotensi Tsunami
Berdasarkan kejadian gempa bumi 11 April 2012 yang lalu banyak masyarakat
terjebak dipersimpangan jalan karena belum ada SOP gempa bumi berpotensi tsunami pada
waktu itu. Seharusnya kepala keluarga begitu ada peringatan dini tsunami, kepala keluarga
tidak lagi mencari anggota keluarganya dan begitu juga dengan anggota keluarga tidak lagi
mencari kepala keluarganya. Sebagaimana pernyataan dari Prof. Dr. Srimulyani yang
mengatakan bahwa wilayah-wilayah yang terkena dampak bencana tsunami seperti Miyako
memperlihatkan “awareness” yang cukup dikalangan masyarakat terkait bencana gempa dan
tsunami. “Awareness” ini juga terlihat dari insfrastruktur yang dibangun dan sistem evakuasi
bencana. Artinya, masyarakat Jepang sangat siap menghadapi bencana termasuk pengurangan
risiko bencana. Sebuah keluarga di Jepang, terkadang memiliki sebuah tempat yang sudah
disepakati sebagai tempat evakuasi mereka kalau terjadi bencana, artinya mereka tidak harus
saling mencari dan panik ketika tidak menemukan keluarganya.
Evakuasi masyarakat di daerah berisiko adalah prioritas pertama setelah peringatan
dini tsunami diterima atau tanda peringatan alam mengisyaratkan segera datangnya
gelombang tsunami. Oleh karena itu pemerintah sebaiknya mengatur jalur-jalur evakuasi
yang berjejer rapi dibangun terintegrasi dengan jalan raya secara sistem radius sehingga
masyarakat yang mau menyelamatkan diri, dapat melakukannya dalam hitungan waktu yang
cepat tanpa harus terjebak macet di jalan ketika semua orang menyelamatkan diri. Selain
mengatur jalur evakuasi, pemerintah juga melakukan usaha sosialisasi dan simulasi
pergerakan kepala keluarga dan anggota keluarga perlu dilakukan agar mengurangi
ketidakteraturan pergerakan manusia pada saat bencana. ketidakteraturan rute pergerakan
menyebabkan penumpukan manusia pada titik-titi ruas jalan dan persimpangan jalan yang
berakibat terjadinya kemacetan dan antrian sehingga waktu tempuh menuju tempat aman
lebih lambat.
Selain itu rakyat Aceh harus tahu tentang system peringatan dini tsunami (early warning
system). Pengalaman mengajarkan kita bahwa sebelum tsunami menerjang memang air laut
surut drastis, seperti yang terjadi pada tsunami Aceh tahun 2004 yang lalu. Mengingat pada
saat itu masyarakat belum ada pengetahuan tentang kebencanaan, maka masyarakat berlarian
ke pantai untuk menangkap ikan, yang selanjutnya mendadak sontak gelombang tsunami
dengan magnitudo ketinggian lebih dari 8 meter menggulung mereka. Sebenarnya, surutnya
air laut tidak reliable juga sebagai tanda akan datangnya tsunami karena memang setiap hari
air laut mengalami pasang surut dengan amplitudo yang bervariasi sesuai dengan posisi bumi
terhadap benda-benda diruang angkasa terutama bulan dan matahari. Namun demikian,
tanda-tanda alam dan perilaku binatang dalam merespon akan datangnya bencana tersebut
dapat digunakan untuk melengkapi kesempurnaan teknologi system peringatan dini tsunami
yang telah dibangun. Artinya dalam system peringatan dini, semua indicator dijadikan
sebagai komponen yang saling sinergi untuk membangun kehandalan system.

Anda mungkin juga menyukai