Anda di halaman 1dari 22

SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU

TIM PENGASUH
NS. FADHILA. M.Kep
ASWADI, M.Si
Perbedaan SPGDT Sehari-hari
dengan SPGDT BENCANA
Salah satu upaya untuk meningkatkan
pembangunan kesehatan yakni dengan
meningkatkan mutu pelayanan yang
bersifat darurat dalam penanganan
pasien atau korban bencana, sehingga
sangat diperlukan suatu sistem
penanganan pasien yang dilakukan
secara terpadu dan terintegrasi dengan
melibatkan beberapa pihak.
Mengapa kita harus mengetahui perbedaan SPGDT sehari-hari
dengan SPGDT Bencana

Indonesia dikenal sebagai daerah rawan bencana atau


ring of fire, dimana disusun oleh beberapa lempengan
yang dapat menyebabkan gempa bumi dan tsunami
saat terjadi pergeseran lempengan. Hal ini disebabkan
oleh kondisi geografis Indonesia yang terletak diantara
tiga (3) lempeng antara lain lempeng Indo-Australia,
lempeng Eurasian dan lempeng Pasifik. Sementara itu
bencana-bencana lain seperti tanah longsor, banjir,
kebakaran hutan, petir, angin puting beliung
merupakan salah satu bentuk dampak kerusakan
SPGDT
SPGDT adalah sebuah sistem penanggulangan pasien
gawat darurat yang terdiri dari unsur, pelayanan pra
rumah sakit, pelayanan di rumah sakit, dan antar
rumah sakit. Pelayanan berpodoman pada respon
cepat yang menekankan time saving is life and limb
saving, yang melibatkan pelayanan oleh masyarakat
awam umum dan khusus petugas medis, pelayanan
ambulan gawat darurat dan sistem komunikasi.
Tujuan SPGDT
1. Meningkatkan akses & mutu
pelayanan kegawatdaruratan
2. Mempercepat waktu
penanganan (response time) &
menurunkan angka kematian &
kecacatan
• Gawat darurat sering diidentikkan dengan bencana
dan penanganannya. Menurut UU nomor 44 tahun
2009, gawat darurat adalah Keadaan klinis pasien
yang membutuhkan tindakan medis segera guna
penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan
lebih lanjut. Bencana Alam berupa gempa, likuifaksi
dan tsunami yang menerjang Palu dan sekitarnya
membuka mata kita dan menyadarkan kembali akan
pentingnya penanganan korban/pasien sesegera dan
seaman mungkin.
• Banyak korban meninggal diakibatkan kurang
tanggapnya pelayanan Gawat Darurat. Kondisi
seperti itu turut menjadi dasar terbitnya PMK
Nomor 19 Tahun 2016 tentang Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat, dimana
peningkatan jumlah korban/pasien yang meninggal
dan mengalami kecacatan pada kejadian gawat
darurat merupakan dampak dari penanganan
korban/pasien gawat darurat yang kurang optimal.
Hal ini pula yang melatar belakangi dilaksanakannya
Pertemuan Implementasi Sistem Penanggulangan
Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) Call Center 119 dan
Public Safety Center 119
PMK 19/2016 tentang SPGDT
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan
tindakan medis segera untuk penyelamatan nyawa dan
pencegahan kecacatan.
2. Pelayanan Gawat Darurat adalah tindakan medis yang
dibutuhkan oleh Korban/Pasien Gawat Darurat dalam waktu
segera untuk menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan.
• Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu yang selanjutnya
disingkat SPGDT adalah suatu mekanisme pelayanan
Korban/Pasien Gawat Darurat yang terintegrasi dan berbasis call
center dengan menggunakan kode akses telekomunikasi 119
dengan pelayanan Korban/Pasien Gawat Darurat yang terintegrasi
dan berbasis call center dengan menggunakan kode akses
telekomunikasi 119 dengan melibatkan masyarakat.
• Kode Akses Telekomunikasi 119, yang selanjutnya disebut Call
Center 119 adalah suatu desain sistem dan teknologi menggunakan
konsep pusat panggilan terintegrasi yang merupakan layanan
berbasis jaringan telekomunikasi khusus di bidang kesehatan.
• Pusat Komando Nasional (National Command Center) adalah pusat
panggilan kegawatdaruratan bidang kesehatan dengan nomor kode
akses 119 yang digunakan di seluruh wilayah Indonesia.
• Pusat Pelayanan Keselamatan Terpadu/Public Safety Center yang
selanjutnya disebut PSC adalah pusat pelayanan yang menjamin
kebutuhan masyarakat dalam hal-hal yang berhubungan dengan
kegawatdaruratan yang berada di kabupaten/kota yang merupakan
ujung tombak pelayanan untuk mendapatkan respon cepat.
• Korban/Pasien Gawat Darurat adalah orang yang berada dalam
ancaman kematian dan kecacatan yang memerlukan tindakan medis
segera.
• Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden
dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
• Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang
memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah otonom.
• Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
• Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang
membidangi pelayanan kesehatan.
Alur Pelayanan dalam SPGDT
Fasilitas di NCC dan PSC
• Panggilan Darurat 1. Call Tracker
2. Algoritma
3. Informasi faskes
4. Informasi TT
5. Halo Kemkes
6. Informasi
Ambulans
Bencana 7. Aplikasi
PSC reporting dan
Waktu layanan dashboard
operasional 24 jam Kab/Kota monitoring

Unit diluar kesehatan


Pasien
PSC
Implementasi SPGDT dapat
dibagi dalam sistem
penanggulangan gawat darurat
terpadu sehari-hari dan sistem
penanggulangan gawat darurat
terpadu bencana.
PENYEDIAAN FASILITAS KESEHATAN
UU 36/2009 ttg Suatu alat dan/atau tempat yang
Kesehatan digunakan untuk menyelenggarakan
upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh
DEFINISI FASYANKES
Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat

1. Faskes Tingkat Pertama


2. Faskes Tingkat Kedua
3. Faskes Tingkat Ketiga
UU 36/2009 ttg
Kesehatan

Pasal 31,
dalam keadaan darurat
Fasyankes wajib:

Memberikan pelayanan kesehatan bagi


penyelamatan nyawa pasien dan
pencegahan kecacatan terlebih dahulu
–Dilarang menolak pasien dan/atau meminta
uang muka
Penyediaan fasyankes saat bencana, melalui:
1. Optimalisasi fasyankes yang ada dan
masih berfungsi
2. Dinkes menjalin kerjasama/jejaring dg
fasyankes diluar wilayahnya
3. Mendirikan pos kesehatan/RS lapangan
dengan mempertimbangkan besarnya
dampak bencana, lokasi poskes/RS dg
lokasi dan karakteristik bencana
misal pd bencana kebakaran hutan, maka
poskes lapangan mempunyai pengaturan
udara/ventilasi yg baik
SISTEM NASIONAL PENANGGULANGAN
BENCANA
• Indonesia menyadari bahwa masalah kebencanaan harus
ditangani secara serius sejak terjadinya gempabumi dan
disusul tsunami yang menerjang Aceh dan sekitarnya pada
2004. Kebencanaan merupakan pembahasan yang sangat
komprehensif dan multi dimensi. Menyikapi kebencanaan
yang frekuensinya terus meningkat setiap tahun, pemikiran
terhadap penanggulangan bencana harus dipahami dan
diimplementasikan oleh semua pihak. Bencana adalah
urusan semua pihak. Secara periodik, Indonesia
membangun sistem nasional penanggulangan bencana.
Sistem nasional ini mencakup beberapa aspek antara lain :
Legislasi
Dari sisi legislasi, Pemerintah Indonesia telah
mengesahkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Produk
hukum di bawahnya antara lain Peraturan
Pemerintah , Peraturan Presiden, Peraturan Kepala
Kepala Badan, serta peraturan daerah.
Kelembagaan
Kelembagaan dapat ditinjau dari sisi formal dan
non formal. Secara formal, Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) merupakan
focal point lembaga pemerintah di tingkat pusat.
Sementara itu, focal point penanggulangan
bencana di tingkat provinsi dan kabupaten/kota
adalah Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD).
Dari sisi non formal, forum-forum baik di tingkat
nasional dan lokal dibentuk untuk memperkuat
penyelenggaran penanggulangan bencana di
Indonesia. Di tingkat nasional, terbentuk Platform
Nasional (Planas) yang terdiri unsur masyarakat sipil,
dunia usaha, perguruan tinggi, media dan lembaga
internasional.
Pendanaan
Saat ini kebencanaan bukan hanya isu lokal atau
nasional, tetapi melibatkan internasional.
Komunitas internasional mendukung Pemerintah
Indonesia dalam membangun manajemen
penanggulangan bencana menjadi lebih baik. Di sisi
lain, kepedulian dan keseriusan Pemerintah
Indonesia terhadap masalah bencana sangat tinggi
dengan dibuktikan dengan penganggaran yang
signifikan khususnya untuk pengarusutamaan
pengurangan risiko bencana dalam pembangunan.
Berikut beberapa pendanaan yang terkait dengan
penanggulangan bencana di Indonesia :
• Dana DIPA (APBN/APBD)
• Dana Kontijensi
• Dana On-call
• Dana Bantual Sosial Berpola Hibah
• Dana yang bersumber dari masyarakat
• Dana dukungan komunitas internasional
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai