Anda di halaman 1dari 8

PERANAN AHLI GEOLOGI DI NUSA TENGGARA BARAT DALAM

MITIGASI BENCANA GEOLOGI


PERANAN AHLI GEOLOGI DI NUSA TENGGARA BARAT DALAM MITIGASI
BENCANA GEOLOGI
Kusnadi, Radyus Ramli Hindarman, Muhamaddin, Heryadi Rachmat

IAGI NUSRA Jl. Majapahit No. 40 Mataram Telp. (0370)621356


Fax.(0370)625766 E-Mail : kusnadi.dpe@gmail.com

 Abstrak

 Wilayah Nusa Tenggara Barat menempati posisi tatanan geologi yang kompleks
dimana terjadi benturan antara dua lempeng bumi Indo-Australia dan Eurasia yang terus
bergerak membentuk wilayah Nusa Tenggara Barat mengalami proses geologi yaitu
sedimentasi, pengangkatan, perlipatan dan patahan. Proses geologi ini selain menyebabkan
Nusa Tenggara  Barat memiliki sumberdaya mineral dan panas bumi,  juga mengakibatkan
wilayah Nusa Tenggara Barat memiliki gunung api aktif, memiliki pusat – pusat gempa bumi,
dan memiliki sebaran potensi rentan tanah longsor. Hal ini menyebabkan wilayah Nusa
Tenggara Barat memiliki potensi untuk terkena bencana geologi yaitu letusan gunungapi,
gempa bumi, tsunami dan tanah longsor.
Selama kurun waktu lebih kurang tiga puluh tahun wilayah Nusa Tenggara Barat
(NTB), telah kerap kali mengalami bencana geologi yang berupa gempa bumi dan tsunami,
letusan gunungapi, tanah longsor, dan amblesan tanah (subsidence). Bencana geologi ini
telah menimbulkan korban jiwa maupun kerusakan harta benda, antara lain : gempa
bumi/tsunami (Lunyuk 1979, Lombok Barat 1979, 2004 dan Dompu 2003), letusan
gunungapi (Rinjani 1994, 2004, 2009 dan Sangeang Api 1985, 1997, 2009) dan tanah
longsor (Cerorong 1994, Pusuk 2000, dan Dusun Kerujuk Pamenang), penurunan tanah
(Dusun Terangtawah, Pamenang Lombok Barat 200),serta banjir bandang (Sumbawa dan
Lombok Barat 2009).
Bencana alam berupa letusan gunungapi, gempabumi/tsunami, tanah longsor dan
penurunan tanah, merupakan bencana yang tidak dapat dicegah dengann ilmu
pengetahuan serta teknologi yang ada sekarang dan sampai saat ini belum mampu
memprediksi secara tepat kapan bencana tersebut dapat terjadi untuk itu, ahli geologi di
Nusa Tenggara Barat yang tergabung dalam IAGI Pemda NTB telah melakukan kegiatan
mitigasi bencana geologi mulai dari identifikasi, pemetaan daerah rawan bencana, dan
penyusunan rencana strategi (penyuluhan, publikasi dll). Hal ini bertujuan untuk mengurangi
dampak dari bencana alam tersebut.
Untuk kelancaran kegiatan mitigasi bencana geologi juga di butuhkan sinergitas
dari berbagai pihak baik pemerintah, masyarakat maupun lembaga yang terkait.

PENDAHULUAN

Bencana alam adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, yang
mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan
lingkungan, kerusakan sarana prasarana dan fasilitas umum serta menimbulkan gangguan
terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat”.  Sedangkan pengertian mengenai
Bencana alam beraspek geologi secara umum, adalah bencana alam yang diakibatkan oleh
proses geologi berupa :gempabumi, letusan gunungapi dan gerakantanah, banjir, dll.
Di wilayah Nusa Tenggara Barat telah terjadi "bencana alam  beraspek geologi” yang telah
menimbulkan korban jiwa dan kerusakan harta benda  cukup besar. Hal ini disebabkan
posisi Indonesia terletak pada kelompok lingkaran ‘Api Pasifik’ yang merupakan tempat tiga
lempeng berukuran benua   (Lempeng Hindia-Australia, Lempeng Pasifik dan Lempeng
Eurasia), berinteraksi dan berbenturan (collision) satu dengan lain yang geraknya dapat
bersifat ‘divergensi’, ‘konvergensi’ atau ‘shear’ (gesekan). Batas lempeng ini sangat labil dan
ditandai oleh gunungapi yang aktif serta kegempaan yang tinggi, di tempat inilah tertumpuk
energi raksasa yang sewaktu-waktu terlepas dalam bentuk gempabumi atau letusan
gunungapi, serta kelainan gejala geofisik lain seperti anomali gravitasi, magnetisme dan
sebagainya.
 

Secara umum Penanggulangan bencana dapat diartikan sebagai "segala upaya dan kegiatan yang
meliputi mitigasi, pengawasan, penyelamatan, rehabilitasi dan rekonstruksi baik sebelum, saat dan setelah
bencana terjadi”. 
Wilayah Nusa Tengara Barat terdiri atas dua pulau utama yaitu Pulau Lombok dan Pulau
Sumbawa, dengan luas total ± 20.153 km2; dan penduduk  ± 3.646.000 jiwa.

Dari beberapa kejadian bencana alam beraspek geologi, seringkali satu bencana  diikuti 
bencana lainnya yang merupakan bencana susulan (sekunder) namun tidak kalah
bahayanya. Sebagai contoh bila terjadi gempabumi dapat terjadi gerakantanah atau
longsoran dan pada musim hujan dapat terjadi banjir bandang. Sedangkan  akibat letusan
gunungapi yang menghasilkan timbunan material di bagian lereng, pada musim hujan dapat
pula terjadi banjir lahar atau banjir bandang.

BENCANA ALAM GEOLOGI DI WILAYAH NUSA TENGGARA BARAT

             Nusa Tenggara Barat merupakan kelanjutan Jalur Sumatera-Jawa yang termasuk


dalam Kumpulan Sunda dan terletak pada pertemuan 2 lempeng, yaitu Lempeng Hindia-
Australia dan  Eurasia yang ditandai munculnya 3 gunungapi aktif dan kegempaan yang
tinggi (Gambar 1).

Lempeng-lempeng tersebut mempunyai sifat yang berlainan, Lempeng Asia bersifat asam
dan Lempeng-lempeng Hindia-Austalia dan Pasifik bersifat basa, akibatnya gunungapi di
Indonesia sifatnya eksplosif, sulit diduga  dan sulit dikendalikan. Sebaliknya gunungapi yang
muncul di tengah Lempeng Samudera seperti di Hawaii dan Islandia umumnya tidak
eksplosif.     

Dari hasil pengamatan beberapa kejadian bencana alam geologi di wilayah Nusa Tenggara
Barat, baik yang diperoleh langsung di lapangan maupun dari catatan sejarah (laporan),
umumnya bencana alam gempabumi selalu diikuti dengan gerakantanah dan banjir.
Demikian pula letusan gunungapi umumnya selalu diikuti dengan bencana banjir,
adakalanya disertai dengan gerakantanah. Berikut ini adalah beberapa catatan bencana
alam geologi berupa gempabumi, letusan gunungapi dan gerakantanah, sebagian disertai 
banjir yang paling menonjol di wilayah Nusa Tenggara Barat.

GEMPABUMI, TSUNAMI, GERAKANTANAH DAN BANJIR

Kejadian Gempabumi di wilayah Nusa Tenggara Barat telah menimbulkan korban jiwa dan
kerusakan harta benda cukup besar, umumnya apabila gempabumi disertai tsunami
(gelombang pasang) yang kemudian diikuti dengan gerakantanah dan banjir. Gempabumi
tersebut diantaranya adalah :
         Gempabumi disertai Tsunami Lunyuk Sumbawa,  pada 17 Agustus 1977 dengan
epicentrum 11,1O LS, 119,0O BT, magnitude 7 Skala Richter, kedalaman 33 km, bencana
yang ditimbulkan 107 orang tewas, 54 orang hilang, 440 rumah hancur, 467 perahu
hilang/rusak, 10 sekolah dan rumah guru ambruk.
         Gempabumi Lombok, 30 Mei 1979 dengan epicentrum 8,207 O LS dan 115,549O BT (pantai
Tanjung), magnitude 6,5 skala Richter, kedalaman 25 km, dan juga mengakibatkan tanah
longsor telah menimbulkan korban jiwa 28 orang meninggal, 29 orang lukaberat dan 50
orang luka ringan. Kerusakan fisik berupa sarana peribadatan 295 buah rusak berat dan 203
rusak ringan, sarana pendidikan 88 rusak berat dan 109 rusak ringan, sarana kesehatan 6
rusak berat dan 6 rusak ringan, sarana perekonomian 111 rusak berat dan 5 rusak ringan,
sarana pemerintahan 49 rusak berat dan 24 rusak ringan, rumah 3977 rusak berat dan 5868
rusak ringan
         Gempabumi Dompu, 23 Januari 2003 terjadi pukul 08.08 Wita dengan episentrum 8,2º LS &
118,57º BT pada kedalaman 33 km, dengan magnitute 5 SR atau  V-VI skala MMI. Korban
dan kerusakan berupa 2 org luka berat, 504 bangunan rusak meliputi: rumah penduduk,
puskesmas & fasilitas pendidikan, 1.977 warga kehilangan tempat tinggal di desa Daha &
Hu’u, Kecamatan Hu’u, Kabupaten Dompu. Gempa terasa V-VI MMI di Dompu. Pusat
gempa di laut Flores,  40 km utara Bima (Gambar 10), sarana perekonomian sekitar 111
rusak berat dan 5 rusak ringan.
         Gempabumi Lombok,  2 Januari 2004 terjadi pada pukul: 03: 59: 30,02 WIB, Magnitude :
5,4 SR (USGS, USA). Kedalaman : 33 Km pusat gempabumi (epicenter) : 8,4 o LS dan
115,95o BT. Pusat gempabumi berkemungkinan pada sistem sesar naik busur belakang
(Flores) di wilayah utara Nusatenggara.. Kerusakan di Pulau Lombok (kota Mataram,
Kecamatan Sikur, Montong Gading, Pemenang, Sekotong, Selagalas, Cakranegara,  dan
Kecamatan Batukliang), berupa 32 orang luka-luka, 2.224 rumah penduduk rusak, 24 masjid
dan musholla rusak, 7 sekolah dan 1 tempat Pendidikan Al Quran (TPA) rusak, 9 rumah
guru rusak.  (Gambar 12).
         Gempabumi Sumbawa dan Bima terjadi pada bulan Juni dan Juli 2009 pada posisi 7,74 o LS
- 117,23o BT (14 Juni 2009); 10,9o LS - 117,66o BT (9 Juli 2009) dan 8,93o LS – 117,75o BT
(20 Juli 2009) berkekuatan 5,4 – 5,7 SR dengan kedalaman pusat gempa antara 40 – 21
km, sejauh ini kerusakan yang dilaporkan terjadi di Desa Labangka, 13 rumah penduduk
rusak, dan 3 diantaranya tidak bias dihuni (Gambar 1) dan gempa-gempa tersebut tidak
meinbulkan korban jiwa.

Letusan Gunungapi dan Banjir

Gunungapi aktif tipe A di wilayah Nusa Tenggara Barat berjumlah sekitar 3 buah yang
termasuk dalam Kumpulan Sunda, terdapat di Pulau Lombok dan Sumbawa. Masing-masing
gunung tersebut sebagai berikut :
         G. Rinjani (+3726 m) merupakan gunungapi tertinggi kedua di Indonesia setelah G. Kerinci
(+3800m) di Sumatera, dan Gunung Barujari yang muncul dari kawah lamanya .
         G. Tambora merupakan gunungapi paling banyak menelan korban di Indonesia, bahkan di
dunia (lk 92.000 jiwa) akibat letusannya tahun 1815,  sehingga membentuk kaldera
berdiameter ± 7 km dengan kedalaman ± 1 km dan abunya telah mempengaruhi perubahan
global pada iklim.
         Gunung Sangeang Api adalah gunungapi aktif tipe strato yang terletak di P. Sangeang. 
Sifat erupsinya adalah eksplosif dan ada juga kombinasi eksplosif dengan efusif yang
dicirikan  oleh pembentukan kubah lava, guguran lava pijar dan leleran lava,

Berikut adalah letusan gunungapi yang diserati banjir yang terjadi di wilayah Nusa Tenggara
Barat,  diantaranya adalah :
         Letusan Sangeangapi sejak tahun tahun 1953, 1985 dan 1997 (Gambar.1) telah
menghasilkan aliran lava, awan panas, jatuhan piroklastika dan banjir lahar, sehingga
menyebabkan beberapa kali  pengungsian seluruh penduduk dari Sangeang Pulau ke
Sangeang Darat. Pada tahun 2009 aktivitas vulkanik pada gunung ini mulai aktif kembali
sejak tanggal 2 Juni 2009, dimana dari pantauan visual tampak hembusan asap putih
dengan ketinggian maksimum ± 15 m dari bibir kawah
         Letusan G. Barujari tahun 1944, 1966 dan pada Juni 1994 (Gambar.2)  telah menghasilkan
aliran lava, endapan piroklastika dan banjir lahar. Akibat letusan terakhir ini, endapan
abunya telah telah menyebabkan banjir lahar yang memakan korban 37 orang meninggal,
kerusakan bangunan/rumah, sawah dan pendangkalan saluran irigasi. Di samping itu
puluhan jadwal penerbangan internasional dari dan ke Denpasar tertunda, karena lemparan
abu hasil letusan G. Barujari  cukup tinggi.
Setelah periode 1994, sampai saat ini Gunung Barujari telah mengalamai 2 kali letusan yaitu
pada tahun 2004 dan Mei 2009. Letusan pada periode 2009 (Gambar.3) menghasilkan
material berupa debu, pasir, lava dan batu pijar yang jatuh/terendapkan disekitar kawah.
Jatuhan abu juga dapat tersebar di sekeliling G. Rinjani tergantung pada arah angin. Apabila
letusannya membesar ancaman bahaya akan terjadi di bagian utara G. Rinjani, terutama di
daerah aliran Sungai Kokok Putih yang berhulu di area bukaan kawah. Apabila terjadi
limpahan air Danau Segara Anak, akibat letusan, maka dapat menyebabkan banjir bandang
di Sungai Kokok Putih.

Banjir Bandang dan Gerakantanah

Selama kurun waktu 30 tahun, di wilayah Nusa Tenggara Barat telah terjadi beberapa kali
gerakantanah dan banjir yang  menimbulkan korban jiwa dan kerusakan harta benda. Lokasi
kejadian tanah longsor dan banjir tersebut diantaranya :
         Dusun Cerorong, Kecamatan Pringgarata Kabupaten Lombok Tengah tahun 1994, terjadi
longsoran yang membentuk lembah yang luas dan dalam (>30 m), berjarak sekitar 40 meter
dari pemukiman, jalan dan sekolah yang sekarang telah direlokasi ke tempat baru. Pada
tahun yang sama di Dusun Berora Kecamatan Gerung Lombok Barat, juga terjadi longsor
yang merenggut korban jiwa 4 orang dan kerusakan pada rumah penduduk.
         Gunung Pusuk, Kecamatan Aikmel (tahun 1997) terjadi longsoran yang menyebabkan
putusnya jalan pintas antara Aikmel dengan Desa Sembalun yang menyebabkan korban
jiwa. Pada tahun yang sama di Dusun Batubolong, Kecamtan Gunung Sari Lombok Barat,
terjadi longsoran yang menyebabkan retakan dan bergeraknya tanah secara perlahan-lahan
seluas ± 20.000 m2, dan diungsikannya penduduk sebanyak 11 KK.
         Dusun Manggala Kabupaten Lombok Barat, pada bulan Januari 1999 terjadi longsoran
yang menyebabkan rumah tertimbun lumpur dan gelundungan batu dengan diameter
sampai 1 m, sehingga penduduk diungsikan.
         Jalan trans Sumbawa Besar – Lunyuk pada km 67- km 86 longsoran terjadi hampir tiap
tahun di musim penghujan dan pernah mengakibatkan terisolirnya Kota Kecammatan
Lunyuk, karena terputusnya jalan.
         Dusun Ni’u Kecamatan Rasana’e Kabupaten Bima (tahun 2000) terjdi longsoran seluas
18.900 m2 menyebabkan kerusakan pada ladang dan pekuburan penduduk.
         Dusun Terong Tawah, Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat pada tahun 2001,
terjadi amblesan yang mengakibatkan amblesnya rumah penduduk akibat adanya aliran air
tanah yang mengerus dan membentuk rongga di bawah tanah.
         Dusun Kerujuk, Kecamatan Pemenang Barat, Kabupaten Lombok barat tahun 2002 terjadi
longsoran yang menyebabkan terkuburnya ladang, 7 buah rumah penduduk serta hewan
piaraan, diakibatkan perubahan fungsi lahan.
         Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat, Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok
utara, Kota mataram dan Kabupaten Sumbawa Barat pada bulan Januari 2009, terjadi banjir
bandang dan tanah longsor yang mengakibatkan kerusakan jalan, perumahan penduduk,
lahan pertanian dan korban jiwa. Banjir ini diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi, jenis
litologi dan perubahan tata lahan dari hutan menjadi fungsi lahan lainnya seperti ladang,
kebun atau pemukiman sehingga lahan menjadi kritis.
         Mambalan dan Desa Mekarsari, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat April
2009. Gerakan tanah yang terjadi berupa longsoran bahan rombakan, material longsoran
berupa aliran lumpur dan batuan piroklastik (tras batuapung). Longsoran terjadi pada tebing
sungai di bagian hulu dan lereng perbukitan yang banyak dimanfaatkan sebagai lokasi
pemukiman. Disamping itu juga terjadi banjir akibat volume air hujan yang berlebihan dan
pemampatan material longsor pada bagian hulu sungai sehingga sungai tidak mampu
menampung air sehingga melimpah kebagian samping sungai mencapai 10–50 m.

LANGKAH-LANGKAH PENANGGULANGAN BENCANA ALAM


         
Untuk  mengatisipasi bencana alam beraspek geologi tersebut, para ahli geologi diwilayah
Bali-Nusa Tenggara yang tergabung dalam IAGI Pengda Nusa Tenggara telah melakukan
berbagai upaya ‘penanggulangan’ berupamitigasi, kewaspadaan dan penyuluhan yang
dilakukan sebelum terjadinya bencana. Sedangkan  penyelidikanadakalanya
disertai penyuluhan dilakukan pada saat setelah terjadinya bencana. Dalam melakukan
upaya penyelidikan, para ahli geologi di lapangan bekerjasama dengan para ahli dari
berbagai disiplin ilmu  terkait untuk membuat suatu rekomendasi sebagai langkah-langkah
penanggulangan. Penjelasan mengenai kegiatan penanggulangan tersebut adalah sebagai
berikut :
         Mitigasi adalah segala upaya dan kegiatan yang dilakukan untuk meniadakan sebagian
atau seluruh bencana yang terjadi, diantaranya berupa menyiapkan peta rawan bencana
gunungapi, gempabumi ,  gerakantanah dan pembangunan pos pengamat gunungapi,
gempabumi dan gerakantanah.  
         Kewaspadaan adalah segala upaya dan kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi dan
memperkecil akibat-akibat yang ditimbulkan oleh bencana, diantaranya berupa kegiatan
pemantauan, penyuluhan dan pelatihan, gawar dini dan penyebaran informasi.
         Rekomendasi dibuat berdasarkan hasil pemantauan di lokasi kejadian berupa penyelidikan
geologi yang meliputi penyebab terjadinya bencana dan memprediksi kemungkinan
terjadinya bencana susulan serta langkah-langkah yang harus dilakukan.
          Penyuluhan dan Pelatihan adalah  kegiatan yang dapat dilakukan langsung di lokasi pada
saat setelah terjadinya bencana atau  secara periodik di wilayah-wilayah yang berpotensi
bencana alam beraspek geologi. Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan
kemampuan/keterampilan masyarakat dan Aparat setempat, dalam menghadapi terjadinya
bencana agar mampu melakukan pencegahan dan mitigasi serta penanganan bencananya.

Berdasarkan beberapa pengalaman, bencana alam geologi berupa gempabumi dan  letusan
gunungapi umumnya sering diikuti oleh jenis bencana alam lainnya seperti tsunami, 
gerakantanah dan banjir. Sehingga untuk membuat rekomendasi penanggulangannya,
harus bersifat ‘konperhensif’ dan disesuaikan dengan kondisi potensi bencana alam geologi
setempat. 

Berikut adalah beberapa upaya penanggulangan bencana alam geologi yang umum harus
dilakukan. 
         Langkah Penanggulangan Bencana Alam Gempabumi
Penyusun peta zona rawan gempabumi beserta ikutannya seperti tsunami dan tanah
longsor, penyusunan persyaratan pembanguan, gedung/ bangunan bekerjasama dengan
pihak terkait, pemantauan/monitoring lokasi-lokasi rawan gempa, penyelidikan di lokasi
kejadian bencana alam gempabumi dan penyiapan penduduk melalui penyuluhan dan
pelatihan.
         Langkah Penanggulangan Bencana Alam Letusan Gunungapi
Mengadakan sosialisasi Peta Daerah Bahaya Gunungapi (Rawan Bencana Gunungapi),
Pemantauan/monitoring gunungapi secara visual, seismik, petrokimia, kimia, kemagnetan,
deformasi muka bumi, tahanan jenis dan statistik, Penyelidikan di lokasi kejadian letusan
gunungapi dan Penyiapan penduduk melalui penyuluhan dan pelatihan
         Langkah Penanggulangan Bencana Alam Gerakantanah
Penyusunan Peta Zona rawan gerakan tanah, Pemantauan/monitoring lokasi-lokasi rawan
gerakantanah, Penyelidikan di lokasi terjadinya gerakantanah dan Penyiapan penduduk
melalui penyuluhan dan pelatihan.
         Langkah Penanggulangan Bencana Alam Banjir
Penyusunan peta Zona rawan banjir, Pemantauan/monitoring lokasi-lokasi banjir,
Pembuatan bangunan penanggulangan banjir, Penyelidikan di lokasi kejadian bencana alam
banjir dan Penyiapan penduduk melalui penyuluhan dan pelatihan.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat dibuat dari hasil uraian di atas adalah sebagai berikut :
         Wilayah Nusa Tenggara Barat terletak pada pertemuan 2 lempeng, yaitu Lempeng Hindia-
Australia dan  Eurasia sehingga merupakan daerah labil dan berpotensi akan terjadinya
bencana alam geologi berupa gempabumi, letusan gunungapi, gerakantanah dan banjir. Hal
ini ditandai dengan munculnya 3 gunungapi aktif dan kegempaan yang tinggi.
         Bencana alam geologi adalah suatu gejala alam yang tidak dapat dicegah dan selalu
dikaitkan dengan  bahaya terhadap jiwa manusia, kerugian harta benda dan kerusakan
lingkungan hidup.  Untuk mengantisipasi berbagai bencana tersebut, para ahli geologi yang
tergabung dalam IAGI Nusa Tenggara telah melakukan berbagai upaya penanggulangan
berupa mitigasi, kewaspadaan, penyelidikan, penyuluhan dan pelatihan. Penyelidikan
merupakan kegiatan yang dilakukan pada saat setelah terjadinya bencana untuk
mengetahui penyebab bencana dan kemungkinan bencana susulan yang mungkin timbul,
sebagai bahan rekomendasi kepada instansi terkait untuk penanggulangan bencana
tersebut.
         Proses tektonik lempeng adalah motor penggerak letusan gunungapi dan gempabumi serta
bencana alam geologi lainnya, sehingga pengertian tentang proses ini dapat membantu kita
dalam usaha menanggulangi bencana-bencana tersebut. Geosains khususnya geofisika
adalah pengetahuan yang mempelajari sifat fisika bumi. Salah satu tujuan utama ilmu
geofisika adalah meramalkan kejadian mendatang termasuk bencana alam gempabumi,
letusan gunungapi dan banjir.
Foto  dan peta kejadian bencana geologi di Provinsi Nusa Tenggara Barat

DAFTAR PUSTAKA

1.      Adjat Sudradjat.,  1992. Majalah Pertambangan dan Energi No. 6/Thn XVII/1992.


2.      ……………………., 1989. Forecasting And Mitigation Hazard In Indonesia. in : Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi,  Geologi Kuarter Kaitannya Dengan Bencana
Alam. : 24-40
3.      ................................, 199?, Seputar Gunungapi dan Gempabumi, Ilham Jaya Bandung.
4.      Alzwar, M., 1989. Gunungapi aktif di Indonesia, Ancaman Bahaya dan Usaha
Penanggulangannya, Direktorat Vulkanologi Bandung.
5.      Heryadi Rachmat, 1990. Mengenal Tata Cara Pencegahan dan Penanggulangan
Bencana Alam Geologi, Kanwil Dep. Pertambangan dan Energi Prop. NTB.
6.      Heryadi Rachmat, 2004, Mengenal Ancaman Bencana Geologi, Ikatan Ahli Geologi
Indonesia Pengurus daerah Nusa Tenggara.
7.      ……………..dan Suratno, 1993, Penyuluhan Bencana Alam Di Kab. Sikka, Ende,
Manggarai dan Ngada (Flores),  Kanwil Dep. Pertambangan dan Energi Prop. NTB.
8.      Katili, J.A., 1986.  Laksana Beraraknya Mega, CV. Bina Jasa Offset Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai