Anda di halaman 1dari 31

Apa Pentingnya Asesmen Nasional?

Pada aktivitas sebelumnya, telah dijelaskan bahwa Asesmen Nasional perlu dilakukan
untuk meningkatkan mutu pendidikan. Pertanyaannya, mutu pendidikan seperti apa
yang diharapkan? Apakah mutu pendidikan dapat dilihat dari hasil Ujian Nasional saja
seperti yang selama ini terjadi?
Peningkatan mutu sistem pendidikan tidak hanya berorientasi pada pencapaian siswa
dalam menguasai materi pelajaran dan nilai ujian akhir, apapun sebutannya.
Keberhasilan sistem pendidikan lebih difokuskan pada pencapaian kompetensi siswa
yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap. Terlebih pada era transformasi
pendidikan abad ke-21, dimana arus perubahan menuntut siswa menguasai berbagai
kecakapan hidup yang esensial untuk menghadapi berbagai tantangan abad ke-21
dimana siswa memiliki kecakapan belajar dan berinovasi, kecakapan menggunakan
teknologi informasi, kecakapan hidup untuk bekerja dan berkontribusi pada
masyarakat.

Pertanyaannya, bagaimana cara mengukur kompetensi tersebut? Ya, menggunakan


Asesmen Nasional. Asesmen Nasional diberlakukan sebagai alat ukur untuk
mengetahui ketercapaian kompetensi yang harus dikuasai siswa. Asesmen Nasional
tidak hanya memotret hasil belajar kognitif siswa, sebagaimana yang terjadi dalam
Ujian Nasional namun juga memotret hasil belajar sosial emosional. Termasuk di
dalamnya sikap, nilai, keyakinan, serta perilaku yang dapat memprediksi tindakan dan
kinerja siswa di berbagai konteks yang relevan. 
Selain tuntutan kecakapan abad 21, profil pelajar Pancasila juga menjadi rujukan
pencapaian karakter bagi seluruh siswa di Indonesia. Bahkan profil pelajar pancasila ini
sudah merangkum serangkaian kecakapan hidup abad 21. Karakter pelajar Pancasila
yang ingin dicapai oleh siswa yaitu:
1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.
2. Berkebhinekaan global
3. Mandiri
4. Bernalar kritis 
5. Kreatif
6. Gotong royong

Silakan membaca penjelasan lebih rinci mengenai profil pelajar Pancasila melalui tautan
berikut ini Profil Pelajar Pancasila
Untuk itu, penting bagi guru dan siswa untuk mengadopsi proses pembelajaran yang
berfokus pada pengembangan kompetensi. Pencapaian kompetensi siswa dapat diukur
dari pemahaman konsep, dan keterampilan menerapkan konsep dalam berbagai
konteks. Dengan demikian, siswa tidak hanya menguasai konten semata, tetapi lebih
menguasai pemahaman secara mendalam terhadap konsep yang dapat diterapkan di
berbagai konteks kehidupan. Hal ini yang diharapkan sebagai peningkatan hasil
pembelajaran siswa. Capaian kompetensi siswa secara holistik inilah yang ingin
dievaluasi melalui Asesmen Nasional.
Bagaimana keterkaitan Asesmen Nasional dengan kecakapan abad 21 dan profil pelajar
Pancasila? Simak penjelasannya pada materi yang telah disediakan berikut ini. 

Tujuan dan Manfaat Asesmen Nasional


Perubahan sistem evaluasi dari Ujian Nasional ke Asesmen Nasional merupakan upaya
untuk memperbaiki kualitas pendidikan secara menyeluruh. Asesmen Nasional
dirancang untuk menghasilkan informasi akurat untuk memperbaiki kualitas belajar-
mengajar, yang pada gilirannya akan meningkatkan hasil belajar siswa. 
1. Asesmen Nasional menghasilkan informasi untuk memantau: (a) perkembangan
mutu dari waktu ke waktu, dan (b) kesenjangan antar bagian di dalam sistem
pendidikan (misalnya di satuan pendidikan: antara kelompok sosial ekonomi, di satuan
wilayah antara sekolah negeri dan swasta, antar daerah, ataupun antar kelompok
berdasarkan atribut tertentu). 
2. Asesmen Nasional bertujuan untuk menunjukkan apa yang seharusnya menjadi
tujuan utama sekolah, yakni pengembangan kompetensi dan karakter siswa. 
3. Asesmen Nasional juga memberi gambaran tentang karakteristik esensial sebuah
sekolah yang efektif untuk mencapai tujuan utama tersebut. Hal ini diharapkan dapat
mendorong sekolah dan Dinas Pendidikan untuk memfokuskan sumber daya pada
perbaikan mutu pembelajaran.
Maka dari itu, hasil Asesmen Nasional sendiri diharapkan mampu memberikan
manfaat, bukan sekedar nilai belaka. Pada tahun 2021, Mendikbud telah menyatakan
bahwa hasil Asesmen Nasional dimaksudkan sebagai peta awal mutu sistem
pendidikan secara nasional. Asesmen Nasional tidak akan digunakan untuk
mengevaluasi kinerja sekolah maupun daerah.

Membandingkan Asesmen Nasional dengan Ujian Nasional


Pertanyaan-pertanyaan yang seringkali muncul terkait dengan penghapusan Ujian
Nasional dan pemberlakuan Asesmen Nasional antara lain apakah Asesmen Nasional
adalah pengganti Ujian Nasional. Timbul pula kekhawatiran mengenai persiapan
siswa, guru dan sekolah menghadapi Asesmen Nasional.

Berikut penjelasan setiap poin pembeda AN dan UN:


1. Tujuan penyelenggaraan Asesmen Nasional dan Ujian Nasional tidak sama.
Seperti yang telah dijelaskan pada topik dan aktivitas sebelumnya, Asesmen Nasional
bertujuan untuk mengevaluasi mutu sistem pendidikan di Indonesia, sedangkan Ujian
Nasional bertujuan untuk mengevaluasi capaian hasil belajar siswa secara individu. 
2. AN diberlakukan untuk semua jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah
pertama, dan pendidikan menengah atas. Ini termasuk MI, MTS dan MAN, serta
program kesetaraan. Sementara UN berlaku mulai jenjang pendidikan menengah
pertama dan atas saja.
3. Asesmen Nasional tidak diselenggarakan pada akhir jenjang pendidikan
sebagaimana Ujian Nasional, melainkan di tengah jenjang pendidikan. Yaitu pada kelas
5, 8, 11. Hal ini dilakukan untuk mendorong guru dan sekolah melakukan tindak lanjut
perbaikan mutu pembelajaran setelah mendapatkan hasil laporan AN. Jadi bukan
sekedar untuk mengetahui capaian hasil belajar siswa sebagai salah satu syarat
kelulusan.
4. Pada pelaksanaannya, Asesmen Nasional menggunakan metode survei. Metode
survei dilakukan dengan mengambil sampel siswa diambil secara acak dari setiap
sekolah. Berbanding terbalik dengan Ujian Nasional yang menggunakan metode sensus
dimana semua siswa di seluruh Indonesia wajib mengikutinya.
5. Model soal asesmen yang diberikan dalam AN lebih bervariasi bukan sekedar
pilihan ganda dan uraian singkat sebagaimana yang diberikan dalam UN.
6. Salah satu komponen hasil belajar murid yang diukur pada asesmen nasional
adalah literasi membaca dan numerasi. Asesmen ini disebut sebagai Asesmen
Kompetensi Minimum (AKM) karena mengukur kompetensi mendasar atau minimum
yang diperlukan individu untuk dapat hidup secara produktif di masyarakat.
Sementara Ujian Nasional berbasis mata pelajaran yang memotret hasil belajar murid
pada mata pelajaran tertentu. Hal inilah yang terkadang memberi kesan mata pelajaran
yang penting dan kurang penting dalam pendidikan. Dalam hal ini, AKM memotret
kompetensi mendasar yang diperlukan untuk sukses pada berbagai mata pelajaran. 
7. Metode penilaian AN dan UN pun berbeda meskipun keduanya berbasis
komputer. AN menggunakan metode penilaian Computerized Multistage Adaptive
Testing  (MSAT). MSAT ialah metode penilaian yang mengadopsi tes adaptif, dimana
setiap siswa dapat melakukan tes sesuai level kompetensinya.
Bapak dan Ibu telah membandingkan Asesmen Nasional dan Ujian Nasional. Sebagai
tanggapan atas pemberlakuan Asesmen Nasional, berbagai respons pun muncul dari
sejumlah pihak mengenai kebijakan ini. Apakah kebijakan ini hanya sekedar
penggantian nama semata? Menurut Anda, apakah Asesmen Nasional merupakan
pengganti Ujian Nasional?
Benar. Asesmen Nasional bukan pengganti Ujian Nasional. Selain dari teknis
pelaksanaannya, cakupan Asesmen Nasional berbeda jika dibandingkan dengan Ujian
Nasional. Asesmen Nasional lebih memberikan gambaran yang lebih utuh dan luas
mengenai mutu pendidikan, bukan hanya secara kognitif, namun juga karakter dan
iklim belajar.  
Evaluasi Ujian Nasional
IN PROGBerdasarkan penjelasan pada aktivitas sebelumnya, Bapak dan Ibu telah
membandingkan Asesmen Nasional dan Ujian Nasional. Kebijakan pelaksanaan
Asesmen Nasional juga berangkat dari evaluasi yang dilakukan terhadap Ujian
Nasional yang telah berlangsung selama ini. Ujian Nasional menjadi lebih berorientasi
pada pencapaian hasil belajar individu dan pembelajaran yang berorientasi pada ujian.
Sasaran kompetensi yang diharapkan sebagai perbaikan mutu pendidikan sendiri
seringkali terabaikan. Selain itu, beberapa poin evaluasi berikut ini juga menjadi
pertimbangan untuk menghentikan pelaksanaan Ujian Nasional dan menetapkan
penyelenggaraan Asesmen Nasional. 
Pertama, Butir-butir soal UN hanya mengukur kemampuan kognitif siswa, sehingga
input dan proses pembelajaran kurang dapat tergambarkan dengan baik. Hal ini belum
sejalan dengan tujuan pendidikan yang ingin mengembangkan kemampuan berpikir
tingkat tinggi serta kompetensi lain yang relevan dengan Abad 21, sebagaimana
tercermin pada Kurikulum 2013. Harapan untuk mengevaluasi keterampilan siswa
dalam menerapkan pengetahuan serta konsep melalui berbagai konteks kehidupan,
serta menunjukan karakter sebagaimana yang diharapkan dalam profil pelajar
pancasila belum lengkap dilakukan melalui UN saja.
Kedua, UN kurang dapat dimanfaatkan guru untuk memperbaiki pembelajaran pada
subjek siswa yang sama. Asesmen Nasional dirancang untuk memberi dorongan lebih
kuat ke arah pengajaran yang inovatif dan berorientasi pada pengembangan
kompetensi, termasuk di dalamnya kemampuan bernalar.
Ketiga, UN kurang optimal sebagai alat untuk mengevaluasi mutu pendidikan secara
nasional. Hal ini disebabkan UN diterapkan di akhir jenjang pendidikan lebih
sebagai assessment of learning yang mengukur capaian akhir, bukan sebagai
sebagai assessment for learning, yang mengukur proses pembelajaran. Hasil UN tidak
bisa digunakan untuk mengakomodir kebutuhan belajar yang diperlukan siswa. 
Pemberlakuan Asesmen Nasional ini merupakan sinyalemen yang kuat dari
pemerintah untuk terus memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia. Dan dari ketiga
poin tersebut, maka sesungguhnya yang perlu dipersiapkan untuk menghadapi
Asesmen Nasional adalah pemahaman mengenai tujuan dan manfaat Asesmen
Nasional, serta implikasinya pada perubahan praktik dan strategi pembelajaran di
kelas. Siswa, guru, orangtua, kepala satuan pendidikan tidak lagi direkomendasikan
untuk berlatih soal-soal persiapan AKM sebagaimana penilaian yang berbasis ujian.

Kriteria Peserta Pelaksana Asesmen Nasional


Pada topik sebelumnya, telah dibahas tentang perbedaan AN dan UN. Kali ini, kita
akan mengidentifikasi dimana letak perbedaanya. Apakah perbedaannya ada di dalam
teknis penyelenggaraan atau dalam pelaksanaannya? Mari, kita mencermati dan
menyimak infografis ini. 
Asesmen Nasional akan diikuti oleh seluruh satuan pendidikan tingkat dasar dan
menengah di Indonesia, serta program kesetaraan yang dikelola oleh PKBM. Di tiap
satuan pendidikan, Asesmen Nasional akan diikuti oleh sebagian peserta didik kelas V,
VIII, dan XI yang dipilih secara acak oleh Pemerintah. Untuk program kesetaraan,
Asesmen Nasional akan diikuti oleh seluruh peserta didik yang berada pada tahap
akhir tingkat 2, tingkat 4 dan tingkat 6 program kesetaraan.
Mengapa Asesmen Nasional hanya diikuti oleh sebagian siswa? 
Hal ini terkait dengan tujuan dan fungsi Asesmen Nasional. Asesmen Nasional tidak
digunakan untuk menentukan kelulusan menilai prestasi siswa sebagai seorang
individu. Evaluasi hasil belajar setiap individu siswa menjadi kewenangan pendidik.
Pemerintah melalui Asesmen Nasional melakukan evaluasi sistem. Asesmen Nasional
merupakan cara untuk memotret dan memetakan mutu sekolah dan sistem pendidikan
secara keseluruhan. Karena itu, tidak semua siswa perlu menjadi peserta dalam
Asesmen Nasional. Yang diperlukan adalah informasi dari sampel yang mewakili
populasi siswa di setiap sekolah pada jenjang kelas yang menjadi target dari Asesmen
Nasional.
Mengapa yang menjadi sampel adalah siswa kelas V, VIII dan XI? 
Hasil Asesmen Nasional diharapkan menjadi dasar dilakukannya perbaikan
pembelajaran. Pemilihan jenjang kelas V, VIII dan XI dimaksudkan agar siswa yang
menjadi peserta Asesmen Nasional dapat merasakan perbaikan pembelajaran ketika
mereka masih berada di sekolah tersebut. Selain itu, Asesmen Nasional juga digunakan
untuk memotret dampak dari proses pembelajaran di setiap satuan pendidikan. Murid
kelas V,VIII, dan XI telah mengalami proses pembelajaran di sekolahnya, sehingga
sekolah dapat dikatakan telah berkontribusi pada hasil belajar yang diukur dalam
Asesmen Nasional. 
Perlu diketahui, selain peserta didik, Asesmen Nasional juga akan diikuti oleh semua
guru dan kepala sekolah di setiap satuan pendidikan. Informasi dari peserta didik,
guru, dan kepala sekolah diharapkan memberi informasi yang lengkap tentang kualitas
proses dan hasil belajar di setiap satuan pendidikan. Sementara Asesmen Kompetensi
Minimum untuk pendidikan kesetaraan berfungsi sebagai ujian kesetaraan. 
Merumuskan Butir Soal Asesmen Nasional
Pada aktivitas sebelumnya, Anda sudah mempelajari bagaimana teknis  pelaksanaan
Asesmen Nasional. Pada aktivitas ini, Anda akan mempelajari secara khusus,
bagaimana butir-butir soal yang akan diberikan dalam Asesmen Nasional, khususnya
Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). AKM merupakan bagian dari Asesmen
Nasional yang mencakup asesmen kompetensi mendasar, yaitu literasi membaca dan
asesmen kompetensi numerasi. 


Bentuk soal Asesmen Nasional AKM,  terdiri dari pilihan ganda, pilihan ganda
kompleks, menjodohkan, isian singkat dan uraian.
1. Pilihan ganda, siswa hanya dapat memilih satu jawaban benar dalam satu soal. 
2. Pilihan ganda kompleks, siswa dapat memilih lebih dari satu jawaban benar
dalam satu
3. Menjodohkan, siswa menjawab dengan dengan cara menarik garis dari satu titik
ke titik lainnya yang merupakan pasangan pertanyaan dengan jawabannya.
4. Isian singkat, siswa dapat menjawab berupa bilangan, kata untuk menyebutkan
nama benda, tempat, atau jawaban pasti lainnya. 
5. Uraian, siswa menjawab soal berupa kalimat-kalimat untuk menjelaskan
jawabannya.
Murid kelas V akan mengerjakan 30 butir soal untuk mengukur kompetensi literasi
membaca dan 30 butir soal untuk mengukur kompetensi numerasi. Sedangkan siswa
kelas VIII dan XI akan mengerjakan 36 butir soal untuk mengukur kompetensi literasi
membaca dan 36 butir soal untuk mengukur kompetensi numerasi.
AKM dilaksanakan secara adaptif, sehingga setiap siswa akan menempuh soal yang
sesuai dengan tingkat kemampuan siswa itu sendiri. AKM mengukur kompetensi
mendasar yang perlu dipelajari semua siswa tanpa membedakan peminatannya. Oleh
karena itu seluruh siswa akan mendapat soal yang mengukur kompetensi yang sama.
Keunikan konteks beragam materi kurikulum lintas mata pelajaran dan peminatan
tercermin dalam ragam stimulus soal-soal AKM.
AKM disusun berdasarkan indikator-indikator kompetensi yang membentuk lintasan
kompetensi hasil belajar yang bersifat kontinum. Pusat Asesmen dan Pembelajaran
Kemdikbud menyediakan contoh soal AKM pada
laman: https://pusmenjar.kemdikbud.go.id/akm

Konsep Literasi Membaca


Literasi membaca termasuk dalam kompetensi yang paling mendasar yang ingin
dievaluasi dalam Asesmen Kompetensi Minimum. Sebelum membahas lebih jauh
mengenai asesmen Literasi membaca dalam AKM, Bapak dan Ibu perlu meninjau
kembali apa yang dimaksud dengan literasi membaca dan menulis. 
Literasi baca dan tulis adalah pengetahuan dan kecakapan untuk membaca, menulis,
mencari, menelusuri, mengolah, dan memahami informasi untuk menganalisis,
menanggapi, dan menggunakan teks tertulis untuk mencapai tujuan, mengembangkan
pemahaman dan potensi, serta untuk berpartisipasi di lingkungan sosial.
Literasi membaca dan menulis, tidak seperti sebutannya, mencakup kemampuan yang
lebih dari sekedar mampu mengeja kalimat dan menuliskannya. Literasi membaca dan
menulis, perlu dikembangkan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih bermakna
terkait berbagai cakupan dan konteks kehidupan. Di dalam lingkungan satuan
pendidikan, kompetensi literasi yang terus berkembang memungkinkan siswa untuk
dapat menggunakannya dalam berbagai mata pelajaran.
Mengenal Asesmen Kompetensi Minimum Literasi Membaca
Asesmen Kompetensi Minimum merupakan penilaian kompetensi mendasar yang
diperlukan oleh semua siswa untuk mampu mengembangkan kapasitas diri dan
berpartisipasi positif pada masyarakat. Terdapat dua kompetensi mendasar yang
diukur AKM, yaitu literasi membaca dan numerasi. Pada topik ini, Bapak dan Ibu guru
akan mempelajari lebih jauh mengenai Asesmen Literasi Membaca yang berlaku untuk
Asesmen Kompetensi Minimum yang akan diberikan pada siswa. Dalam penilaiannya
asesmen literasi membaca tidak hanya mengukur topik atau konten tertentu tetapi
berbagai konten, berbagai konteks dan pada beberapa tingkat proses kognitif. Konten
pada Literasi Membaca menunjukkan jenis teks yang digunakan, dalam hal ini
dibedakan dalam dua kelompok yaitu teks informasi dan teks fiksi. Kemudian, tingkat
proses kognitif menunjukkan proses berpikir yang dituntut atau diperlukan untuk
dapat menyelesaikan masalah atau soal. Pada Literasi Membaca, level tersebut adalah
menemukan informasi, interpretasi dan integrasi serta evaluasi dan refleksi. Sedangkan
konteks menunjukkan aspek kehidupan atau situasi untuk konten yang digunakan.
Konteks pada AKM dibedakan menjadi tiga, yaitu personal, sosial budaya, dan
saintifik. Untuk mempermudah Bapak dan Ibu memahami penilaian asesmen literasi
membaca silakan cek infografis berikut:
Menganalisis Tahap Asesmen Literasi Membaca Tingkat SMA
Selanjutnya, Bapak dan Ibu akan berlatih menganalisis tahap asesmen pada tingkat
SMA. Pada tingkat SMA terdapat 2 level pembelajaran, mari kita pelajari setiap level
pembelajaran yang ada pada tingkat SMA. 
Pada level pembelajaran 1 untuk kelas 9 dan 10, siswa akan belajar sesuai tingkat
kognitif pada literasi membaca hanya saja siswa pada kelas 9 dan 10 akan
menggunakan konten yang terus meningkat sesuai dengan jenjangnya. Siswa akan
memahami teks secara literal dan menyusun inferensi, membuat koneksi dan prediksi
baik teks tunggal maupun teks jamak. Siswa juga menilai format penyajian dalam teks
dan merefleksi isi wacana untuk pengambilan keputusan, menetapkan pilihan, dan
mengaitkan isi teks terhadap pengalaman pribadi Bapak dan Ibu juga dapat melihat
penjelasan yang lebih lengkap melalui link Level Pembelajaran 1 Literasi Membaca
Teks Fiksi dan Level Pembelajaran 1 Literasi Membaca Teks Informasi
Pada level pembelajaran 2 untuk kelas 11 dan 12, sama seperti level pembelajaran 1
siswa juga akan belajar sesuai tingkat kognitif pada literasi membaca hanya saja siswa
pada kelas 11 dan 12 akan menggunakan konten yang terus meningkat sesuai dengan
jenjangnya. Siswa akan memahami teks secara literal dan menyusun inferensi,
membuat koneksi dan prediksi baik teks tunggal maupun teks jamak. Siswa juga
menilai format penyajian dalam teks dan merefleksi asumsi, ideologi, atau nilai yang
terkandung dari teks sastra atau teks informasi untuk memahami cara pandang penulis
sesuai jenjangnya. Bapak dan Ibu juga dapat melihat penjelasan yang lebih lengkap
melalui link Level Pembelajaran 2 Literasi Membaca Teks Fiksi dan Level Pembelajaran
2 Literasi Membaca Teks Informasi

Latihan Membuat Soal Asesmen Literasi Tingkat SMA


Dari penjelasan pada aktivitas-aktivitas sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa butir-
butir soal asesmen literasi AKM melibatkan proses penalaran yang tidak dapat
dipersiapkan melalui program bimbingan belajar intensif yang berfokus pada latihan-
latihan soal saja. Proses penalaran siswa justru perlu lebih banyak dikembangkan dan
dipupuk melalui strategi pembelajaran di kelas. 
Anda telah mengenali level-level perkembangan kompetensi literasi siswa SMA. Pada
aktivitas ini, Bapak dan Ibu akan berlatih membuat butir soal literasi yang akan
membantu siswa Anda untuk berlatih menggunakan kompetensi literasi untuk bernalar
dalam pembelajaran di kelas. Bagaimana langkahnya? Mari kita berlatih.
1. Pertama, pahami kompetensi literasi membaca siswa yang Anda ampu. Dari situ
Anda dapat memilih teks yang sesuai. Misalnya, dari kedua teks berikut ini manakah
yang paling sesuai dengan level yang anda ampu, Apakah teks 1, atau teks 2? Jelaskan.
2. Kedua, setelah memilih teks bacaan sesuai dengan level kompetensi siswa yang
Anda ampu, pilihlah salah satu kompetensi yang ingin Anda kembangkan dan
evaluasi. 
3. Ketiga, dari kompetensi literasi tersebut, cobalah membuat 3 buah soal dengan
bentuk yang berbeda-beda berdasarkan teks yang Anda pilih tadi. 
Pertanyaan-pertanyaan yang dikembangkan atas dasar kompetensi, bukan hafalan
materi semata, memberikan kesempatan pada siswa untuk terus mengembangkan
kemampuan dasar literasinya dalam penalaran. 
Konsep Numerasi
Numerasi termasuk dalam kompetensi yang paling mendasar yang ingin dievaluasi
dalam Asesmen Kompetensi Minimum. Sebelum membahas lebih jauh mengenai
asesmen numerasi dalam AKM, Bapak dan Ibu perlu meninjau kembali apa yang
dimaksud dengan numerasi.
Numerasi merupakan suatu kompetensi yang mencakup pengetahuan, keterampilan,
perilaku, dan disposisi yang dibutuhkan siswa untuk menggunakan matematika dalam
cakupan dan situasi yang lebih luas. Numerasi menuntut siswa untuk mengenali dan
memahami peran matematika di dunia, memiliki disposisi dan kapasitas untuk
menggunakan pengetahuan dan keterampilan matematika untuk memecahkan masalah
dalam kehidupan nyata.
Secara umum kompetensi numerasi ditandai dengan kemampuan seseorang untuk;
bernalar, mengambil keputusan yang tepat, dan memecahkan masalah. Kemampuan ini
dalam penerapannya terkait dengan mata pelajaran lain yang siswa pelajari.
Untuk lebih jelas mempelajari bagaimana kompetensi numerasi dievaluasi dalam
asesmen kompetensi minimum, Anda dapat melanjutkan pada aktivitas selanjutnya.
Mengenal Asesmen Kompetensi Minimum Numerasi
Pada topik sebelumnya Bapak dan Ibu telah mempelajari Butir Soal Asesmen Literasi
tingkat SMA. Pada topik ini, Bapak dan Ibu guru akan mempelajari lebih jauh
mengenai Asesmen Numerasi untuk tingkat SMA. Dalam penilaiannya asesmen literasi
membaca tidak hanya mengukur topik atau konten tertentu tetapi berbagai konten,
berbagai konteks dan pada beberapa tingkat proses kognitif. 
Pada Numerasi, konten dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu Bilangan,
Pengukuran dan Geometri, Data dan Ketidakpastian, serta Aljabar.  Kemudian, tingkat
proses kognitif menunjukkan proses berpikir yang dituntut atau diperlukan untuk
dapat menyelesaikan masalah atau soal. Pada Numerasi, ketiga level tersebut adalah
pemahaman, penerapan, dan penalaran.  Sedangkan konteks menunjukkan aspek
kehidupan atau situasi untuk konten yang digunakan. Konteks pada AKM dibedakan
menjadi tiga, yaitu personal, sosial budaya, dan saintifik. 
Untuk mempermudah Bapak dan Ibu memahami penilaian asesmen literasi membaca
silakan cek infografis berikut:
Menganalisis Tahap Asesmen Numerasi Tingkat SMA
Pada aktivitas sebelumnya Bapak dan Ibu telah belajar menganalisis tahap asesmen
numerasi tingkat SMA. Pada topik ini, Bapak dan Ibu akan mengenal contoh-contoh
butir asesmen numerasi tingkat SMA.
Pada tingkat SMA terdapat 1 level pembelajaran. Pada level pembelajarannya terdapat
3 konten yang dipelajari yakni, geometri dan pengukuran, aljabar, serta data dan
ketidakpastian.
Pada level pembelajaran 1 untuk kelas 10, siswa akan belajar geometri dengan
memahami dan menggunakan perbandingan trigonometri serta ,menghitung volume
dan luas permukaan. Selain itu siswa juga akan mempelajari persamaan dan
pertidaksamaan, relasi dan fungsi bilangan, termasuk pola bilangan. Dan akan
mempelajari data dan representasi juga ketidakpastian dan peluang.  Bapak dan Ibu
juga dapat melihat penjelasan yang lebih lengkap melalui link Level Pembelajaran 1
Numerasi.

Latihan Membuat Soal Asesmen Numerasi Tingkat SMA


Bagaimana langkahnya? Mari kita berlatih.
1. Pertama, pahami kompetensi numerasi siswa yang Anda ampu. Dari situ Anda
dapat memilih kasus yang sesuai. Misalnya, dari kedua gambar berikut ini manakah
yang paling sesuai dengan level yang anda ampu, Apakah gambar 1, atau gambar 2?
Jelaskan.
2. Kedua, setelah memilih kasus sesuai dengan level kompetensi siswa yang Anda
ampu, pilihlah salah satu kompetensi yang ingin Anda kembangkan dan evaluasi. 
3. Ketiga, dari kompetensi numerasi tersebut, cobalah membuat 3 buah soal
dengan bentuk yang berbeda-beda berdasarkan gambar yang Anda pilih tadi. 
Pertanyaan-pertanyaan yang dikembangkan atas dasar kompetensi, bukan hafalan
materi semata, memberikan kesempatan pada siswa untuk terus mengembangkan
kemampuan dasar numerasinya dalam penalaran. 
Mengidentifikasi 4 Kategori Tingkat Penguasaan Kompetensi
Anda telah sampai pada topik yang terakhir dari Bimtek Guru Belajar Seri Asesmen
Kompetensi Minimum. Pada topik-topik sebelumnya Anda telah memahami mengenai
konsep Asesmen Nasional, teknis pelaksanaannya, AKM sebagai bagian dari AN, serta
memahami contoh-contoh butir soal AKM literasi membaca dan numerasi. Sekarang
Anda akan menggali pemahaman mengenai apa yang terjadi setelah Asesmen
Kompetensi Minimum dilaksanakan.
Tahap lanjutan setelah pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum adalah tahap
Pelaporan hasil asesmen. Sesuai dengan tujuannya, Asesmen Kompetensi Minimum
dirancang untuk memberikan informasi mengenai tingkat kompetensi dasar siswa,
berupa kompetensi literasi membaca dan numerasi. 
Dari laporan hasil Asesmen Kompetensi tersebut, satuan pendidikan dapat melihat
tingkat penguasaan kompetensi siswanya. Penguasaan kompetensi literasi membaca
dan numerasi siswa dikategorikan dalam 4 tingkatan. Untuk lebih memahami
penjelasan kompetensi pada setiap kategori, Anda dapat membaca infografik berikut
ini 

Tingkat kompetensi tersebut dapat dimanfaatkan guru berbagai mata pelajaran untuk
menyusun strategi pembelajaran yang efektif dan berkualitas sesuai dengan tingkat
kompetensi siswa. Dengan demikian “Teaching at the right level” dapat diterapkan.
Pembelajaran yang dirancang dengan memperhatikan tingkat capaian siswa akan
memudahkan siswa menguasai konsep, keterampilan dan konten yang diharapkan
pada suatu mata pelajaran. Anda dapat membaca informasi selengkapnya pada tautan
berikut ini AKM dan Implikasinya pada Pembelajaran

Menjelaskan Perbedaan Pembelajaran Berbasis Kompetensi dengan Berbasis Konten


Laporan hasil Asesmen Kompetensi Minimum yang menunjukan kategori kompetensi
dasar sekolah, perlu ditindaklanjuti dengan perubahan strategi pembelajaran. Sejalan
dengan tujuan Asesmen Nasional untuk mencapai kompetensi siswa dan peningkatan
mutu pendidikan, maka praktik pembelajaran pun sedikit demi demi sedikit perlu
berubah dari pembelajaran yang berbasis konten menuju pembelajaran yang berbasis
kompetensi. 
Kompetensi diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan baik,
misalnya mampu melakukan tugas atau pekerjaan secara efektif. Kompetensi juga
mencakup pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan soal,
atau bahkan keterampilan yang jauh lebih besar dan lebih beragam. Misalnya
memimpin organisasi.
Pada pembelajaran berbasis kompetensi, siswa diharapkan mampu
mendemonstrasikan pengetahuan, penguasaan konsep, dan keterampilan dalam dan
sebagai proses pembelajaran. Karakteristik utama dari pembelajaran berbasis
kompetensi adalah fokusnya pada tingkat penguasaan. Dalam sistem pembelajaran
berbasis kompetensi, siswa melakukan pembelajaran sesuai dengan tahapan
penguasaan kompetensinya hingga tuntas sebelum akhirnya mampu melanjutkan pada
tahap penguasaan kompetensi berikutnya. Sebagai sebuah proses, pembelajaran
berbasis kompetensi ini membutuhkan waktu sehingga sedikit demi sedikit siswa
menunjukan penguasaan pengetahuan, konsep dan keterampilan untuk memecahkan
masalah. Termasuk menunjukan karakter yang ingin dicapai. Bukan sekedar
menguasai konten materi pembelajaran semata.
Kekuatan pembelajaran berbasis kompetensi terletak pada fleksibilitasnya karena siswa
dapat bergerak dengan kecepatan belajar mereka sendiri. Ini mendukung siswa dengan
latar belakang pengetahuan yang beragam, tingkat literasi yang berbeda dan bakat
terkait lainnya. Tantangan pembelajaran berbasis kompetensi bagi guru antara lain
adalah, kemampuan untuk mengidentifikasi tahapan kompetensi dasar siswa termasuk
literasi dan numerasi. Namun laporan hasil AKM dapat membantu memetakan
tahapan kompetensi siswa. 
Analisis Kategori Penguasaan Kompetensi untuk Tindak Lanjut Pembelajaran
IN PROGRESS
Tidak semua siswa akan mencapai level mahir dalam waktu yang bersamaan. Akan
tetapi setiap usaha dan proses yang dilakukan siswa untuk mencapai level yang lebih
tinggi, tentu akan menunjukan peningkatan kinerja siswa. Dimana siswa menjadi lebih
fasih dan terampil. Kefasihan mengacu pada kelancaran mereka dalam melakukan
pekerjaannya. Siswa menjadi lebih yakin pada kemampuannya jika siswa dapat naik ke
level penguasaan yang lebih tinggi. Keterampilan mengacu pada kemampuan untuk
beradaptasi dan bereaksi terhadap situasi baru untuk “bergerak dengan cepat”
berdasarkan informasi baru. 
Setiap kategori tingkat penguasaan kompetensi, sebagaimana telah dibahas pada
aktivitas sebelumnya, tentu memiliki kebutuhan dan pendekatan tersendiri. Sebelum
menentukan tindak lanjut yang tepat, Guru perlu menganalisis setiap kategori
kompetensi siswanya.
Pada infografik berikut ini, disajikan contoh analisis tingkat kompetensi berdasarkan 
kebutuhan, pendekatan, struktur pembelajaran. Penjelasan ini diadaptasi dari
penjelasan tahapan penguasaan Marc Rosenberg (2012). Silakan membaca dan
mencermatinya. 



Merekomendasikan Strategi Pembelajaran Berdasarkan Hasil Laporan Asesmen


Kompetensi Minimum
Dengan penjelasan dan ilustrasi yang diberikan diharapkan guru dan pemangku
kepentingan pendidikan lainnya dapat memperoleh gambaran AKM secara
komprehensif. Seperti telah disampaikan dan ditunjukkan, meskipun AKM tidak
mengukur secara spesifik capaian belajar pada mata pelajaran, namun pelaporan hasil
AKM dapat dimanfaatkan untuk perbaikan proses pembelajaran pada berbagai mata
pelajaran. Tentunya dengan didasarkan pada analisis hasil laporan Asesmen
Kompetensi Minimum.
Implikasi tingkat kompetensi pada pembelajaran dapat dilihat melalui contoh mata
pelajaran IPS berikut ini. Disajikan bacaan berisi materi baru mengenai koperasi:
menjelaskan definisi, fungsi, manfaat dan beragam contoh baik. Guru diharapkan
menyesuaikan pembelajarannya sesuai tingkat kompetensi murid. Misalnya:
1. Murid di tingkat Perlu Intervensi Khusus belum mampu memahami isi bacaan,
murid hanya mampu membuat interpretasi sederhana. Guru IPS tidak cukup bertumpu
pada materi bacaan tersebut. Murid perlu diberi bahan belajar lain secara audio, visual
dan pendampingan khusus. 
2. Murid di tingkat Dasar telah mampu mengambil informasi dari teks, namun
tidak memahami secara utuh isi topik koperasi. Murid dapat diberi sumber belajar
pendamping dalam bentuk catatan singkat atau simpulan untuk pemahaman yang
utuh.
3. Murid di tingkat Cakap mampu memahami dengan baik isi teks mengenai
koperasi, namun belum mampu merefleksi. Murid dapat diberi pembelajaran
identifikasi kondisi lingkungan murid, mengaitkan dengan fungsi dan manfaat
koperasi. 
4. Murid di tingkat Mahir mampu memahami isi bacaan dan merefleksi kegunaan
koperasi dari teks yang diberikan oleh guru. Guru dapat melakukan pembelajaran
berupa menyusun beragam strategi pemanfaatan koperasi.
Untuk melihat contoh-contoh ragam strategi pembelajaran berdasarkan kategori tingkat
penguasaan kompetensi, Anda dapat membaca lebih jauh pada tautan berikut ini AKM
dan Implikasinya pada Pembelajaran

Contoh Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi pada Mata Pelajaran


Pada aktivitas sebelumnya, Bapak dan Ibu telah memahami bahwa laporan hasil
Asesmen Nasional mengidentifikasi tingkat kompetensi literasi dan numerasi siswa
dalam sebuah satuan pendidikan ke dalam 4 kategori. Anda juga telah memahami
bagaimana laporan hasil AKM dianalisis untuk menentukan tindak lanjut dalam
strategi pembelajaran yang lebih berbasis penguasaan kompetensi, bukan berfokus
pada konten saja.
Contoh praktik baik berikut ini, akan memberikan gambaran pada Bapak dan Ibu
bagaimana praktik pembelajaran yang berbasis kompetensi. Selain itu contoh berikut
ini juga memberikan gambaran bagaimana literasi dan numerasi terintegrasi dalam
pembelajaran.





Contoh Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi:
1. Modul Belajar Literasi dan Numerasi Jenjang SD. Klik di Modul Literasi dan
Numerasi
2. Surat Kabar Guru Belajar Edisi Ke-21: Literasi untuk Belajar. Klik
di http://bit.ly/skgurubelajar021

Segitiga Belajar: Kurikulum, Asesmen dan Pembelajaran


Apa sebenarnya peran asesmen dalam peningkatan kualitas pembelajaran murid? Apa
keterkaitan antara asesmen, kurikulum dan pembelajaran dalam menyediakan
pengalaman belajar murid yang berkualitas?

Asesmen seringkali dipersepsikan sebagai upaya menentukan nilai murid. Tidak heran
apabila banyak dari kita yang berusaha keras melakukan upaya agar nilai murid kita
setinggi mungkin. Nilai murid menjadi sasaran kinerja. Padahal peran asesmen yang
pertama dan utama bukan lah menentukan nilai murid.
Peran pertama dan utama asesmen harus dilihat sebagai bagian dari proses
pembelajaran yang utuh. Kerangka yang sering digunakan adalah segitiga belajar yang
mengkaitkan antara asesmen, kurikulum dan pembelajaran. Segitiga belajar membantu
kita tidak melihat asesmen, kurikulum dan pembelajaran sebagai aspek yang berdiri
sendiri. Guru dan pemimpin sekolah dapat melakukan penyelarasan antar 3 aspek
yang menentukan pengalaman belajar murid.
Dalam segitiga belajar, maka makna masing-masing segi adalah sebagai berikut:
Kurikulum: Seperangkat kompetensi yang penting dikuasai murid dengan
menggunakan cara belajar dan asesmen tertentu. Pengembangan kurikulum, selain
mengacu pada tantangan dunia nyata, hendaknya mengacu pada hasil asesmen dan
refleksi praktik pembelajaran.
Pembelajaran: Serangkaian aktivitas yang dirancang dan dilakukan di ruang kelas
berdasarkan kompetensi awal murid yang diketahui dari hasil asesmen dan untuk
mencapai sasaran kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum. Pembelajaran
memadukan informasi dari asesmen dengan informasi dari kurikulum. Keseimbangan
antara paduan tersebut yang akan menghasilkan pembelajaran yang optimal.
Asesmen: Proses mengumpulkan, menganalisis dan melaporkan sejumlah informasi
yang terkait pencapaian kondisi murid dan penguasaan suatu kompetensi tertentu.
Asesmen diagnosis: asesmen di awal untuk merancang strategi pembelajaran. Asesmen
formatif: asesmen sepanjang proses belajar untuk melakukan perbaikan dan
penyesuaian pembelajaran. Asesmen sumatif: asesmen di akhir untuk menentukan
level penguasaan kompetensi oleh murid.
Pemahaman terhadap segitiga belajar akan membawa kita pada kebutuhan membaca
laporan Asesmen Kompetensi Minimum dan menggunakannya untuk perbaikan
kualitas pembelajaran. Bagaimana cara membaca dan menggunakannya? Pelajari topik
modul berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai