Anda di halaman 1dari 101

MEKANISME KOPING IBU TERHADAP PENERIMAAN ANAK TUNARUNGU

DI SLB PELITA HATI PEKANBARU


TAHUN 2020

Karya Tulis Ilmiah

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan


Pendidikan Program Studi D-III Keperawatan
Universitas Abdurrab

Oleh:

ANNISA KUSNANDARI
1714401001

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
2020
202
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

Karya Tulis Ilmiah Ini Telah Diperiksa, Disetujui Untuk Dipertahankan


Dihadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah Program Studi D-III Keperawatan
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Abdurrab

Nama : Annisa Kusnandari


Nim : 1714401001
Judul KTI : Mekanisme Koping Ibu Terhadap Penerimaan Anak
Tunarungu di Sekolah Luar Biasa (SLB) Pelita Hati
Pekanbaru tahun 2020

Pekanbaru, April 2020


Ketua Penguji

(Ns. Putri Wulandini S. S,kep. M,kes)


NIK : 144010111015

Penguji I Penguji II

(Ns. Andalia Roza, S.Kep,M.Kes) (Ns. Roni Saputra S.kep,M,kes)


NIK : 144010211016 NIK : 144010316023
Mengesahkan
Ketua program studi DIII keperawatan
Universitas Abdurrab
Pekanbaru

(Ns. Putri Wulandini S. S,kep. M,kes)


NIK : 144010111015
MEKANISME KOPING IBU TERHADAP PENERIMAAN ANAK TUNARUNGU
DI SLB PELITA HATI PEKANBARU
TAHUN 20201
Annisa kusnandari2, Putri Wulandini3, Yulia Febrianita4
ABSTRAK
Koping adalah dimana seseorang yang mengalami stress atau ketegangan
psikologik dalam menghadapi masalah kehidupan sehari-hari yang memerlukan
kemampuan pribadi maupun dukungan dari lingkungan, agar dapat mengurangi
stress yang dihadapinya. Tunarungu merupakan istilah umum untuk menunjukkan
seseorang yang mengalami tuli (deaf) dan kekurangan pendengaran (hard of
hearing), yang disebabkan oleh adanya kerusakan atau ketidak fungsian pada alat
pendengaran. Dan mekanisme koping adalah setiap upaya yang diarahkan pada
pelaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menganalisis mekanisme koping ibu dalam menerima
anak tunarungu di sekolah luar biasa (SLB) pelita hati pekanbaru. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, yaitu untuk
melihat dari pengalaman ibu yang memiliki anak tunarungu, bagaimana
mekanisme koping yang dilakukan ibu. instrumen pada penelitian ini adalah
keseluruhan ibu yang anaknya terkena gangguan tunarungu di sekolah luar biasa
(SLB) Pelita Hati Pekanbaru yang berjumlah 35 siswa. Hasil dari penelitian ini
adalah didapatkan 8 informan dimana seluruh informan mendapatkan solusi yang
tepat hanya saja memiliki perbedaan di waktu mendapatkan solusinya saja,
diantaranya 3 informan mendapatkan solisi lebih cepat dan tepat dibandingkan
kelima informan lainnya. Disarankan agar seluruh ibu yang mengalami hal yang
sama dapat menemukan solusi yang tepat seperti kedelapan informan tersebut.
Kata kunci: mekanisme koping, tunarungu, SLB
Referensi: 22 (2008-2017)
MOTHERS COPING MECHANISMS FOR THE ACCEPTANCE OF DEAF CHILDREN
IN SLB PELITA HATI PEKANBARU
YEAR 20201
Annisa kusnandari2, Putri Wulandini3, Yulia Febrianita4

ABSTRACT
Coping is where someone who experiences stress or psychological tension in
dealing with problems of daily life that requires personal ability or support from
the environment, in order to reduce the stress they face. Deaf is a general term to
indicate someone who is deaf and hearing deficiency, which is caused by damage
or malfunction in the hearing instrument. And coping mechanism is any effort
directed at the implementation of stress, including efforts to solve problems
directly and the defense mechanism used to protect themselves. The purpose of
this study is to analyze the coping mechanism of mothers in accepting deaf
children in special schools pelita hati Pekanbaru. This study uses a qualitative
method with a phenomenological approach, which is to see from the experience of
mothers who have deaf children, how the coping mechanism is done by mothers.
The instrument in this study was that all mothers whose children were affected by
hearing impairment in the Pelita Hati Special School of Pekanbaru amounted to
35 students. The results of this study are obtained 8 informants where all the
informants get the right solution but only have differences in the time of getting
the solution, including 3 informants getting the solution faster and more
accurately than the other five informants. It is recommended that all mothers who
experience the same thing find the right solution such as the eight informants.

Keywords: coping mechanism, hearing impaired, SLB


Reference: 22 (2008-2017)
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi ALLAH SWT atas karunia dan rahmat-NYA sehingga
peneliti telah dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul
“MEKANISME KOPING IBU TERHADAP PENERIMAAN ANAK
TUNARUNGU DI SEKOLAH LUAR BIASA PELITA HATI PEKANBARU
TAHUN 2020.”
Dalam penyelesaian Penelitian ini, peneliti merasakan betapa besarnya
manfaat bantuan yang telah diberikan oleh semua pihak, sehingga dapat dijadikan
suatu pedoman dan landasan peneliti dalam menggali semua permasalahan yang
erat kaitannya dengan Proposal.
Sehubungan dengan itu, peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam menyusun Karya
Tulis Ilmiah ini, mudah-mudahan mendapat pahala disisi ALLAH SWT yang
maha kuasa, Aamin. Dengan segala kerendahan hati, peneliti mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Prof. Susi Endrini, S.Si., M.Sc., PhD selaku Rektor Universitas Abdurrab
Pekanbaru.
2. Dr. Feriandri Utomo, M.Biomed seklaku Dekan Universitas Abdurrab
Pekanbaru
3. Ns. Putri Wulandini.s, S.Kep, M.Kes selaku ketua program studi Diploma
Keperawatan Universitas Abdurrab Pekanbaru dan pembimbing I Karya
Tulis Ilmiah yang telah meluangkan waktu, memberi masukan dan
bimbingan sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan
4. Rimi Kalteza, S.Pd selaku kepala sekolah di sekolah luar biasa (SLB)
Pelita Hati Pekanbaru
5. Ns.Yulia Febrianita, M.Kep selaku pembimbing II Karya Tulis Ilmiah
yang telah meluangkan waktu, memberi masukan dan bimbingan sehingga
Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan.
6. Seluruh Staf Dosen Keperawatan yang telah membantu dalam proses
penulisan Karya Tulis Ilmiah

i
7. Ayahanda Iskandar Muda Lubis dan Ibunda Kustiningsih yang telah
memberikan motivasi dan do‟a kepada Peneliti selama penyusunan KTI ini
8. Rekan-rekan beserta sahabat seperjuangan Program Studi D-III
Keperawatan Universitas Abdurrab Pekanbaru. Terimakasih atas bantuan
dan dorongan kepada peneliti baik selama mengikuti pendidikan maupun
dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Semoga segala kebaikan
mendapatkan balasan dari ALLAH SWT.

Peneliti menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak


kekurangan, untuk itu peneliti berharap adanya masukan berupa kritikan dan saran
yang membangun dan mendukung untuk kesempurnaan dalam penulisan Karya
Tulis Ilmiah ini sehingga bermanfaat bagi pembaca

Pekanbaru, 6 April 2020

peneliti

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
ABSTRAK
ABSTRACT

KATA PENGANTAR ............................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 6
1.3 Tujuan Peneliti................................................................................ 6
1.4 Manfaat Peneliti .............................................................................. 7
1.4.1 Manfaat Teoritis .................................................................... 7
1.4.2 Manfaat Praktis ...................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori ................................................................................
2.1.1 Mekanisme Koping ................................................................ 9
a) Definisi Mekanisme Koping ........................................... 9
b) Macam-macam mekanisme koping ................................. 11
c) Sumber Koping ............................................................... 16
d) Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme koping .... 16
2.1.2 Tunarungu ............................................................................. 18
a. Definisi Tunarungu ........................................................ 18
b. Dampak anak Tunarungu ................................................ 20
c. Klasifikasi anak Tunarungu............................................. 21
2.2 Definisi Operasional ...................................................................... 23
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................

iii
3.1 Desain penelitian ........................................................................... 25
3.2 Tempat Dan Waktu Penelitian ........................................................ 25
3.2.1 Tempat Penelitian ................................................................. 25
3.2.2 Waktu Penelitian ................................................................... 25
3.3 Populasi dan Subjek Penelitian
3.3.1 Populasi ................................................................................ 25
3.3.2 Subjek ................................................................................. 26
3.4 Etika Penelitian .............................................................................. 26
3.5 Instrumen Penelitian ....................................................................... 27
3.6 Pengumpulan Informasi .................................................................. 28
3.7 Prosedur Pengolahan Informasi ...................................................... 28
3.8 Pengolahan Informasi .................................................................... 29
3.9 Analisa Informasi ........................................................................... 29
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................
4.1 Hasil Penelitian ............................................................................... 30
4.2 Pembahasan .................................................................................... 72
BAB V PENUTUP .................................................................................
5.1 Kesimpulan..................................................................................... 81
5.2 Saran .............................................................................................. 82
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Definisi Operasional ................................................................ 23

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 2. Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 3. Lembar Wawancara

Lampiran 4. Surat Penelitian

Lampiran 5. Lembar Konsultasi

Lampiran 6. Daftar Riwayat Hidup

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Prevalensi menurut World Health Organization (WHO) pada tahun

2012 menyebutkan terdapat 5,3% atau 360 juta jiwa penduduk dunia

mengalami kecacatan pada pendengaran. Dari jumlah tersebut 328 juta jiwa

atau sekitar 91% adalah orang dewasa (sekitar 183 juta adalah laki-laki dan

143 juta adalah perempuan) dan sisanya sebanyak 32 juta orang atau sekitar

9% adalah anak-anak (Kemenkes RI, 2013).

Berdasarkan data dari Kementerian Sosial RI, (2011), jumlah

penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 3,11%, atau sebesar 6,7 juta

jiwa. Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan RI, jumlah penyandang

disabilitas lebih besar, yaitu: 6% dari total populasi penduduk Indonesia. Akan

tetapi, bila mengacu pada standar Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO)

yang lebih ketat, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 10 juta

jiwa, sementara rata-rata jumlah penyandang disabilitas di negara berkembang

sebesar 10% dari total populasi penduduk. Dari 16% dari angka kelahiran tiap

tahunnya atau sekitar 5000 anak mengalami gangguan pendengaran hingga

tunarungu (Prahita, Dewi & Fauziah, 2014).

Prevalensi data dari Dinas Sosial Kota Pekanbaru (2016), jumlah

penyandang disabilitas Kota Pekanbaru yang mengalami tunarungu sebanyak

71 orang yang meliputi Kecamatan Tampan 4 orang, Kecamatan Payung

Sekaki 3 orang, Kecamatan Bukit Raya 4 orang, Kecamatan Marpoyan Damai

1
10 orang, Kecamatan Tenayan Raya 25 orang, Kecamatan Lima Puluh 3

orang, Pekanbaru Kota 2 orang, Kecamatan Sail 3 orang, Kecamatan Sukajadi

6 orang, Kecamatan Senapelan 3 orang, Kecamatan Rumbai 2 orang dan

Kecamatan Rumbai Pesisir 6 orang (Putra, 2017).

Anak dalam keluarga adalah tokoh yang akan lahir sebagai sosok ideal

bagi ibu. Anak juga sebagai miniatur ayahnya. Namun, tidak semua anak

dilahirkan menjadi sosok ideal bagi ibu disebabkan sebagian ibu melahirkan

anak cacat atau memiliki berbagai kekurangan. Anak berkebutuhan khusus

adalah anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan fungsional

meliputi perkembangan sensorimotor, kognitif, kemampuan berbahasa,

keterampilan diri, konsep diri, kemampuan berinterasi sosial, serta kreativitas

(Delphie, 2014).

Tunarungu merupakan istilah umum untuk menunjukkan kepada

seorang yang mengalami tuli (deaf) dan kekurangan pendengaran (hard of

hearing), yang disebabkan oleh adanya kerusakan atau ketidak fungsian pada

alat pendengaran, sehingga mengakibatkan perkembangan bahasa terhambat

dan memerlukan suatu pelayanan khusus dalam mengembangkan potensinya

(Gunawan, 2012).

Dampak dari seseorang yang mengalami ketidak mampuan mendengar

(biasanya pada tingkat 70 desiBell atau lebih) akan mengalami kesulitan untuk

dapat mengerti atau memahami pembicaraan orang lain melalui

pendengarannya dengan atau tanpa menggunakan alat bantu dengar.

Sedangkan orang yang kurang dengar adalah seseorang yang mengalami

2
ketidakmampuan mendengar (biasanya pada tingkat 35–69 desiBell) sehingga

mengalami kesulitan untuk mendengar, tetapi tidak menghambat pemahaman

bicara orang lain melalui pendengarannya, dengan atau tanpa menggunakan

alat bantu dengar (hearing aid) (Gunawan, 2012).

Setiap orangtua menginginkan anaknya terlahir normal, sehat jasmani

dan rohani, tidak kekurangan suatu apapun. Orangtua berharap anak dapat

tumbuh dan berkembang seperti anak-anak lainnya. Namun lain halnya ketika

orangtua mendapati putra atau putrinya mengalami hambatan dalam

pendengaran sehingga mengakibatkan hambatan dalam perkembangan

bahasanya dan akhirnya membuat anak kesulitan berkomunikasi yang dapat

mempengaruhi seluruh perkembangan sepanjang hidup (Arani, 2010).

Menurut Gunawan, D (2012) Tunarungu merupakan istilah umum

untuk menunjukkan kepada seorang yang mengalami tuli (deaf) dan

kekurangan pendengaran (hard of hearing), yang disebabkan oleh adanya

kerusakan atau ketidak fungsian pada alat pendengaran, sehingga

mengakibatkan perkembangan bahasa terhambat dan memerlukan suatu

pelayanan khusus dalam mengembangkan potensinya. Dampak dari seseorang

yang mengalami ketidak mampuan mendengar (biasanya pada tingkat 70

desiBell atau lebih) akan mengalami kesulitan untuk dapat mengerti atau

memahami pembicaraan orang lain melalui pendengarannya dengan atau

tanpa menggunakan alat bantu dengar. Sedangkan orang yang kurang dengar

adalah seseorang yang mengalami ketidakmampuan mendengar (biasanya

pada tingkat 35–69 desiBell) sehingga mengalami kesulitan untuk mendengar,

3
tetapi tidak menghambat pemahaman bicara orang lain melalui

pendengarannya, dengan atau tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing

aid).

Orang tua adalah orang pertama yang memikul tanggung jawab

pengasuhan untuk anak-anaknya terutama pada anak penyandang tunarungu.

Dimana peran ibu sangat penting dalam mengasuh anaknya terutama pada

penyandang tunarungu agar seorang penyandang tunarungu dapat berkembang

secara maksimal . Namun, tidak semua ibu yang dapat mengendalikan setres

nya. Oleh karena itu, dalam upaya untuk dapat rnenghadapi stres yang timbul

dari situasi anak yang menyandang ke tunarunguan, orang tua perlu secara

aktif mencari dan membekali diri dengan informasi yang dibutuhkan berkaitan

dengan ketunarunguan.

Coping adalah dimana seseorang yang mengalami stres atau ketegangan

psikologik dalam menghadapi masalah kehidupan sehari-hari yang

memerlukan kemampuan pribadi maupun dukungan dari lingkungan, agar

dapat mengurangi stres yang dihadapinya. Dengan kata lain, coping adalah

proses yang dilalui oleh individu dalam mengatasi situasi stresfull. Coping

tersebut adalah merupakan respon individu terhadap situasi yang mengancam

dirinya baik fisik maupun psikologik (Rasmun, 2012).

Mekanisme coping adalah setiap upaya yang diarahkan pada

pelaksanaan stres, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan

mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melinduni diri (Susilo, 2011).

Selain itu, Nursalam (2010) juga mengatakan bahwa mekanisme coping

4
adalah mekanisme yang digunakan individu untuk menghadapi perubahan

yang diterima. Apabila mekanisme coping berhasil, maka seseorang tersebut

akan dapat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Mekanisme coping

dapat dipelajari sejak awal timbulnya stressor dan seseorang menyadari

dampak dari stressor tersebut. Kemampuan coping dari individu tergantung

dari temperamen, persepsi, dan kognisi serta latar belakang budaya atau norma

diamana ia dibesarkan.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh Pratiwi (2014) di

yayasan pendidikan anak cacat (YPAC) surakata yang berjudul tentang

Perilaku Koping Terhadap Ibu Yang Memiliki anak down syndrome adalah,

banyak informen yang menunjukkan perilaku maladaptif karena berfikiran

bahwa anaknya tidak berguna dimasa depan nanti, namun koping maladaptif

yang dilakukan oleh informan tersebut hanya terjadi pada kurun waktu yang

singkat, selama kurang lebih 1 Minggu. Kondisi tersebut berubah dikarenakan

informan telah mendapatkan dukungan yang besar dari pihak keluarga dan

terutama dari suami.

Berdasarkan hasil wawancara kepada tiga orang ibu yang berada di

Sekolah Luar Biasa Pelita Hati Pekanbaru, beliau mengatakan jumlah siswa

Tunarungu yang lebih banyak selain Sekolah Luar Biasa lainnya yang berada

di pekanbaru, yaitu berjumlah 35 orang siswa (Kepala Sekolah SLB).

Berdasarkan survey awal yang peneliti lakukan kepada ibu siswa yang berada

di Sekolah Luar Biasa tersebut, terdapat tiga orang ibu menunjukkan respon

koping maladaptif, namun hal tersebut tidak berlangsung lama. Ny.K

5
mengatakan “pertama saat memiliki anak dengan keadaan cacat dia merasa

terpukul dan takut dibenci keluarganya, namun itu hanya berlangsung 1 bulan

karena dukungan dan support dari keluarganya”. Kemudian pada “Ny. S

mengatakan saat itu dia sangat terpukul karena keadaan anaknya dan tak lama

suami nya meninggal, ny. S membutuhkan waktu lebih kurang 3 bulan

lamanya untuk menerima segala keadaannya”. Terakhir pada Ny. W dia

mengatakan “pertama pasti susah menerima di karenakan itu adalah anak satu

satunya, namun karna dukungan suami dan keluarga sangat penuh maka Ny.W

dapat menerima keadaan tersebut dalam 2 minggu”.

Dari uraian latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang “Mekanisme Koping Ibu Terhadap Penerimaan

Anak Tunarungu Di SLB Pelita Hati Pekanbaru Tahun 2020”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dimana peranan ibu sangat penting

dalam mendidik anak penyandang tunarungu. Peneliti merasa tertarik untuk

mengetahui secara lebih dalam tentang bagaimana koping ibu dalam

menerima anak penderita tunarungu.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis mekanisme koping ibu

dalam menerima anak tunarungu di sekolah luar biasa (SLB) Pelita Hati

Pekanbaru.

6
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan tentang gambaran interaksi dan pengalaman seorang ibu

dalam pengasuhan anak, khususnya pengasuhan dengan anak tunarungu

di Sekolah luar biasa (SLB) Pelita Hati.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Bagi profesi Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi

dan masukan untuk perawat tentang koping ibu yang memiliki anak

dengan gangguan tunarungu.

1.4.2.2 Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

para ibu yang memiliki anak tunarungu mengenai hal-hal yang

berkaitan dengan tunarungu supaya dapat lebih mengerti dan

memahami tentang tunarungu.

1.4.2.3 Bagi Peneliti lain

Manfaat untuk peneliti lain diharapkan dapat menjadi wacana

untuk penelitian tentang penerimaan diri ibu yang memiliki anak

tunarungu.

7
1.4.2.4 Bagi sekolah luar biasa (SLB)

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumber

informasi dan masukan untuk tenaga pendidik agar mengetahui

bagaimana mekanisme koping ibu terhadap menerima anak dengan

tunarungu.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Mekanisme Koping

2.1.1.1 Definisi

Koping merupakan suatu proses kognitif dan tingkah laku

bertujuan untuk mengurangi perasaan tertekan yang muncul ketika

menghadapi situasi stres (Rubbyana, 2012). Mutoharoh, (2010)

mendefinisikan coping sebagai upaya untuk mengatur, memenuhi

kebutuhan dan mengatasi masalah yang bersifat menantang,

mengancam, membahayakan, merugikan, atau menguntungkan

seseorang.

Koping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang

dihadapi atau beban yang diterima tubuh dan beban tersebut

menimbulkan respon tubuh yang sifatnya nonspesifik yaitu stres.

Apabila mekanisme koping ini berhasil, seseorang akan dapat

beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut (Ahyar, 2010).

Mekanisme koping diartikan sebagai proses atau cara untuk

mengelola dan mengolah tekanan psikis (baik secara eksternal maupun

internal) yang terdiri atas usaha baik tindakan nyata maupun tindakan

dalam bentuk intrapsikis seperti peredaman emosi, pengolahan input

dalam kognitif (Hasan & Rufaidah, 2013). Mekanisme koping juga

9
didefinisikan sebagai suatu proses tertentu yang disertai dengan suatu

usaha dalam rangka merubah domain kognitif dan atau perilaku secara

konstan untuk mengatur dan mengendalikan tuntutan dan tekanan

eksternal maupun internal yang diprediksi akan dapat membebani dan

melampaui kemampuan dan ketahanan individu bersangkutan

(Rubbyana, 2012). Mekanisme koping melibatkan kemampuan-

kemampuan khas manusia seperti pikiran, perasaan, pemrosesan

informasi, proses belajar, mengingat dan sebagainya. Strategi koping

tujuannya untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan atau tekanan baik

dari dalam maupun dari luar (Hasan & Rufaidah, 2013).

Coping berasal dari kata cope yang bermakna harafiah pengatasan

atau penanggulangan. Istilah coping merupakan istilah jamak dalam

psikologi maka penggunaan istilah tersebut dipertahankan dan

langsung diserap ke dalam bahasa Indonesia untuk membantu

memahami bahwa koping tidak sesederhana makna harafiahnya

(Rubbyana, 2012). Strategi koping bukan tindakan yang diambil

individu dalam satu waktu namun lebih tepatnya suatu set dari respon

yang terjadi tiap waktu dimana lingkungan dan individu saling

mempengaruhi (Taylor, 2012).

Mekanisme koping didefinisikan sebagai proses tertentu yang

disertai usaha mengubah domain kognitif dan atau prilaku secara

konstan untuk mengendalikan tuntutan dan tekanan eksternal atau

internal yang diprediksi akan dapat membebani dan melampaui

10
kemampuan ketahanan individu. Koping sangat multidimensi dan

fleksibel pada individu terutama ketika berhadapan pada situasi dan

keadaan yang menyebabkan mereka mengambil tindakan untuk

mengatasi dan memodifikasi strategi yang sesuai (Aldwin, 2010).

2.1.1.2 Macam-macam Mekanisme Koping

Macam-macam mekanisme koping menurut Sujono & Teguh (2009)

ada dua yaitu:

a. Mekanisme koping yang berpusat pada masalah (Problem Focused

Coping Mechanism)

Mekanisme koping yang berpusat pada masalah ini diarahkan

untuk mengurangi tuntutan-tuntutan situasi yang mengurangi stres

atau mengembangkan sumber daya untuk mengatasinya.

Mekanisme koping ini bertujuan untuk menghadapi tuntutan secara

sadar, realitis, objektif dan rasional.

Menurut Sujono & Teguh (2009) hal-hal yang berhubungan

dengan mekanisme koping yang berpusat pada masalah adalah:

1) Konfrontasi koping (Confrontative coping)

Menggambarkan usaha-usaha untuk mengubah keadaan

atau masalah secara agresif, menggambarkan tingkat kemarahan

serta pengambilan resiko. Mekanisme koping ini dapat

kontruktif jika mengarah pada pemecahan masalah tetapi juga

11
dapat destruktif jika perasaan stres diekpresikan secara negative

dan agresif.

2) Isolasi (Withrawl behavior)

Individu berusaha untuk menarik diri baik fisik maupun

psikologi dari lingkunagan atau tidak mau tahu masalah yang

sedang dihadapi. Menarik diri secara fisik yaitu seseremaja

menjaukan diri dari sumber masalah, seseremaja juga dapat

menarik diri secara psikologis seperti menjadi apatis, bersikap

mengalah dan kurang keinginan.

3) Kompromi (Compromise)

Menggambarkan usahaa untuk mengubah keadaan dengan

hati-hati, meminta bantuan dan kerja sama dengan keluarga dan

teman kerja atau mengurangi keinginan lalu memilih jalan

tengah dengan cara mengubah cara yang tidak efektif dalam

bertindak, mengganti tujuan dan mengorbankan aspek

kepentingan pribadi.

b. Mekanisme Koping yang Berpusat pada Emosi (Emotion Focused

Coping mechanism)

Mekanisme koping yang berpusat pada emosi ini, dipusatkan

untuk mengurangi stress emosional, misalnya dengan yang

digunakan sebagai mekanisme koping yang berpusat pada emosi

menurut Sujono & Teguh (2009) antara lain:

12
1) Denial

Denial adalah upaya yang dilakukan untuk menghindari

realitas ketidaksetujuan dengan cara mengabaikan atau

menolak untuk mengenalinya. Penggunaaan pertahanan denial

ini tidak akan merubah masalah, tidak memecahkan masalah,

dan tidak akan merubah realitas.

2) Rasional

Memberikan penjelasan yang diterima secara social atau

tampaknya masuk akal untuk menyesuaikan implus, perasaan,

perilaku dab motif yang tidak dapat diterima.

3) Regresi

Menghindari stress terhadap karakteristik perilaku dari

tahap perkembangan yang lebih awal. Seseremaja berperilaku

seperti pada saat stress belum dirasakan.

4) Identifikasi

Proses individu mencoba untuk menjadi seperti remaja

lain atau seseremaja yang di kagumi oleh individu tersebut

dengan menirukan pikiran perilaku keseukaannya.

5) Sublimasi

Penerimaan tujuan pengganti yang diterima secara social

karena dorongan yang merupakan saluran normal ekspresi

terhambat.

13
6) Represi

Dorongan impolunter dari pikiran yang menyakitkan atau

konflik, atau ingatan dari kesadaran pertahanan ego yang

primer yang lebih cenderung memperkuatkan mekanisme ego

yang lain.

7) Proyeksi

Tidak dapat ditoleransi perasaan emosional atau motivasi

kepada remaja lain.

8) Konpensasi

Proses dimana seseremaja dengan citra diri yang kurang

berupaya menggantikan dengan menekan pada kelebihan lain

yang dianggapnya sebagai asset.

9) Mengalihkan

Mengalikan emosi yang seharusnya diarahkan pada remaja

atau benda tertentu kebenda atau remaja yang netral atau tidak

membahayakan.

10) Reaksi Formasi

Pembentukan sikap kesadaran dan pola perilaku yang

berlawanan dengan apa yang benar-benar dirasakan atau

dilakukan oleh remaja lain.

11) Disosisasi

Pemisahan dari setiap kelompok netral atau perilaku dari

seluruh kesadaran atau identitas.

14
12) Intelektualisasi

Alasan atau logika yang berlebihan yang digunakan untuk

menghidari perasaan-perasaan mengganggu yang dialami.

13) Introyeksi

Tipe identifikasi yang hebat dimana individu menyatukan

kualitas atau nilai-nilai remaja lain atau kelompok kedalam

struktur egonya sendiri.

14) Isolasi

Memisahkan komponen emosional dari pikiran yang dapat

temporer atau jangka panjnag

15) Spriting

Memandang remaja dan situasi sebagai semuanya baik

atau semuanya buruk, gagal untuk mengintegrasikan kualitas

negative dari positif seseremaja.

16) Supresi

Suatu proses yang sering disebut sebagai mekanisme

pertahanan diri, tetapi benar-benar merupakan analog represi

(mengarah pada represi).

17) Udoing

Bertindak atau berkomunikasi yang secara sebagian

meniadakan yang sudah ada sebelumnya (mekanisme

pertahanan diri primitive).

15
2.1.1.3 Sumber koping

Menurut Susilo (2011) sumber koping adalah suatu evaluasi

Terhadap pilihan koping dan strategi seseremaja. Individu dapat

mengatasi stres dapat ansietas dengan menggunakan sumber koping di

lingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk

menyelesaikan masalah. Selain itu dukungan sosial, keyakinan dan

budaya dapat membantu seseremaja mengintegrasikan pengalaman

yang menimbulkan stres dan mengadopsi strategi koping yang

berhasil.

2.1.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi

a) Harapan akan self-efficacy, harapan akan self-efficacy berkenaan

dengan harapan terhadap kemampuan diri dalam mengatasi

tantangan yang kita hadapi, harapan terhadap kemampuan diri

untuk menampilkan tingkah laku terampil, dan harapan terhadap

kemampuan diri untuk dapat menghasilkan perubahan hidup

(Mutoharoh, 2010).

b) Dukungan sosial, individu dengan dukungan sosial yang tinggi

akan mengalami stres yang rendah ketika mengalami stres, dan

mereka akan mengatasi stres atau melakukan strategi koping yang

lebih baik (Taylor, 2012).

c) Optimisme, pikiran yang optimis dapat menghadapi suatu

masalah lebih efektif dibandingkan pikiran yang pesimis

16
berdasarkan cara individu melihat suatu ancaman. Individu

dengan pikiran optimis akan melihat masalah sebagai sesuatu hal

yang harus dihadapi sehingga mereka memilih menyelesaikan

masalah yang ada (Mutoharoh, 2010).

d) Pendidikan, tingkat pendidikan individu memberikan kesempatan

yang lebih banyak terhadap diterimanya pengetahuan baru

(Mutoharoh, 2010).

e) Jenis kelamin, terdapat perbedaan mekanisme koping antara laki-

laki dan perempuan. Anak laki-laki sering menunjukkan perilaku-

perilaku yang kita anggap sulit yaitu gembira berlebihan dan

kadang-kadang melakukan kegiatan fisik yang agresif,

menentang, menolak otoritas. Perempuan diberi penghargaan atas

sensitivitas, kelembutan, dan perasaan kasih (Mutoharoh, 2010).

Pemilihan mekanisme koping dipengaruhi oleh penilaian kognitif

terhadap stresor atau penilaian primer. Individu menetapkan

mekanisme koping yang dirasakan efektif untuk mengatasi situasi

yang dirasakan mengancam melalui identifikasi terhadap sumber

daya yang dimilikinya. Keberhasilan dari mekanisme koping yang

digunakan akan menentukan derajat stres yang dirasakan.

Penggunaan jenis mekanisme koping dinyatakan efektif bila dapat

mengatasi sumber stres (Madonna, 2014).

Cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan

ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi kesehatan

17
fisik atau energi, ketrampilan mengatasi masalah, ketrampilan

sosial dan dukungan sosial serta materi.

1) Kesehatan fisik.

Kesehatan merupakan hal yang penting dalam usaha

mengatasi stress, individu dituntut untuk mengerahkan tenaga

yang cukup besar.

2) Keyakinan atau pandangan positif.

Ketrampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari

informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah

dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan,

kemudian mempertimbangkan alternative tersebut

sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada

akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu

tindakan yang tepat.

2.1.2 Tunarungu

2.1.2.1 Definisi

Tunarungu merupakan istilah umum untuk menunjukkan kepada

seorang yang mengalami tuli (deaf) dan kekurangan pendengaran

(hard of hearing), yang disebabkan oleh adanya kerusakan atau

ketidak fungsian pada alat pendengaran, sehingga mengakibatkan

perkembangan bahasa terhambat dan memerlukan suatu pelayanan

khusus dalam mengembangkan potensinya (Gunawan, 2012).

18
Menurut suharmini (2009), tunarungu dapat diartikan sebagai

keadaan dari seorang individu yang mengalami kerusakan pada indera

pendengaran sehingga menyebabkan tidak bisa menangkap berbagai

rangsang suara, atau rangsang lain melalui pendengaran.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), menyatakan

bahwa tunarungu adalah istilah lain dari tuli yaitu tidak dapat

mendengar karena rusak pendengaran. Secara etimologi, tunarungu

berasal dari kata “tuna” dan „rungu‟. Tuna artinya kurang dan rungu

artinya pendengaran. Jadi, orang dikatakan tunarungu apabila ia tidak

mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara.

Sejalan dengan hal tersebut, Effendi (2009) menyatakan bahwa

anak tunarungu adalah anak yang jika dalam proses mendengar

terdapat satu atau lebih organ telinga bagian luar, organ telinga bagian

tengah, dan organ telinga bagian dalam yang mengalami gangguan

atau kerusakan disebabkan penyakit, kecelakaan atau sebab lain yang

tidak diketahui sehingga organ tersebut tidak dapat menjalankan

fungsinya dengan baik. Lakshita (2012) juga mengungkapkan bahwa

tunarungu adalah kondisi di mana individu mengalami gangguan

dalam pendengaran, baik itu permanen maupun tidak permanen.

Pendapat-pendapat tersebut juga dikuatkan oleh pendapat dari Wasita

(2012) menyatakan bahwa tunarungu merupakan suatu istilah umum

yang menunjukkan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang

berat, digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar. Orang tuli adalah

19
yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat

proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik menggunakan

ataupun tidak menggunakan Alat Bantu Dengar (ABD) yang dapat

membantu keberhasilan proses informasi bahasa melalui pendengaran.

2.1.2.2 Dampak Anak Tunarungu

Effendi (2009) menyampaikan bahwa anak yang mengalami

kelainan pendengaran seringkali dihinggapi rasa terguncang akibat

tidak mampu mengotrol lingkungannya. Penderita akan mengalami

berbagai hambatan dalam perkembangannya terutama dalam aspek

bahasa, serta kecerdasan dan penyesuaian sosial. Oleh karena itu

diperlukan suatu layanan khusus untuk meningkatkan potensi anak

tunarungu. Proses masuknya suara pada penderita tunarungu

mengalami masalah sebab organ pendengaran di bagian luar, bagian

tengah dan bagian dalam yang menghubungkan ke saraf pendengaran

sebagai organ terakhir dari rangkaian proses pendengaran mengalami

gangguan. Terganggunya organ ini berpengaruh pada kepekaan dalam

menerima suara.

Dampak langsung dari ketunarunguan adalah terhambatnya

komunikasi verbal/lisan baik saat berbicara maupun saat memahami

pembicaraan orang lain, sehingga sulit berkomunikasi dengan orang

lain menggunakan bahasa verbal. Hambatan tersebut berdampak pula

pada proses pendidikan dan pembelajaran anak tunarungu. Oleh

20
karena itu anak yang mengalami tunarungu memerlukan layanan

khusus untuk mengembangkan kemampuan berbahasa dan berbicara,

sehingga dapat meminimalisir dampak dari ketunarunguan yang

dialaminya.

2.1.2.3 Klasifikasi anak Tunarungu

Effendi (2009) menyatakan bahwa di tinjau dari kepentingan

tujuan pendidikannya, secara terperinci anak tunarungu dapat

dikelompokkan menjadi sebagai berikut:

a) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30 dB

(slight losses), untuk kepentingan pendidikannya hanya

memerlukan latihan membaca gerak bibir untuk memahami

percakapan.

b) Anak tunarungu yang mengalami kehilangan pendengaran antara

30-40 dB (mild losses), untuk kepentingan pendidikannya anak

tunarungu kelompok membaca bibir, latihan pendengaran, latihan

berbicara, artikulasi, serta latihan kosa kata.

c) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60 dB

(moderate losses), untuk kepentingan pendidikannya pada anak

tunarungu kelompok tersebut memerlukan latihan membaca bibir.

d) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60-75 dB

(severe losses), untuk kepentingan pendidikannya pada anak

tunarungu kelompok tersebut memerlukan latihan pendengaran

21
secara intensif, latihan membaca bibir, dan latihan pembentukan

kosakata.

e) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 75 dB

keatas (profoundly losses), untuk kepentingan pendidikannya

anak tunarungu kelompok ini yaitu membaca bibir, latihan

mendengar untuk kesadaran bunyi, latihan membentuk dan

membacara ujaran dengan menggunakan metode-metode

pengajaran yang khusus, seperti tactile kinesthetic, visualisasi

yang di bantu dengan segenap kemampuan inderanya yang

tersisa.

Lakshita (2012), mengungkapkan pengklasifikasian anak

tunarungu dapat dilihat dari segi penerimaan informasi.

Pengklasifikasian anak tunarungu dibagi menjadi dua yaitu

kelompok anak kurang dengar dan kelompok anak tuli. Pertama

anak tuli yaitu anak yang mengalami kehilangan kemampuan

mendengar, sehingga proses masuknya informasi melalui indera

pendengaran menjadi terhambat walaupun memakai alat bantu

dengar ataupun tidak menggunakan alat bantu dengar. Kedua

anak kurang dengar, yaitu anak yang mengalami kehilangan

sebagian pendengaran, tetapi anak tersebut masih memiliki sisa

pendengaran sehingga penggunaan alat bantu dengar akan

membantu proses penerimaan informasi melalui indera

pendengaran.

22
2.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara

operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti

untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu

objek atau fenomena (Notoatmodjo, 2012). Variabel penelitian operasional

sebagai berikut:

Tabel 1.1 Definisi Operasional


Variable Definisi Kategori Cara Pengukuran
Operasional
Mekanisme Suatu cara atau Ibu yang Data pendapat
koping ibu usaha yang memiliki tentang mekanisme
dilakukan ibu anak koping ibu terhadap
untuk tunarungu penerimaan anak
mengendalikan tunarungu diambil
suatu masalah dari hasil survei
yang terjadi baik yang dilakukakan
yang mengancam dengan cara
fisik maupun mengajukan
psikologi beberapa pertanyaan
berupa wawancara
ke responden dengan
menggunakan tape
recorder /
Handphone.

23
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan

fenomenologi, yaitu untuk melihat dari pengalaman ibu yang memiliki anak

tunarungu, bagaimana mekanisme koping yang dilakukan ibu. Subjek

penelitian ini diambil di Sekolah luar biasa (SLB) Pelita Hati Pekanbaru.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Luar Biasa (SLB) Pelita hati.

3.2.2 Waktu

Dari persiapan proposal pada bulan Oktober 2019, penelitian

yang dilaksanakan pada bulan Januari –februari 2020 dan di paparkan

pada bulan Maret 2020.

3.3 Populasi dan Subjek Penelitian

3.3.1 Populasi

Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif. Responden pada

penelitian ini adalah keseluruhan ibu yang anaknya terkena gangguan

tunarungu di Sekolah Luar Biasa (SLB) Pelita Hati Pekanbaru yang

berjumlah 35 siswa.

24
3.3.2 Subjek

Subjek atau responden disebut juga dengan istilah informan,

yaitu orang yang memberi informasi tentang data yang diinginkan

peneliti dan berkaitan dengan penelitian yang sedang dilaksanakan.

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek yaitu ibu yang memiliki

anak dengan kondisi tunaru ngu di Sekolah Luar Biasa (SLB) Pelita

Hati Pekanbaru.

Penelitian ini menggunakan teknik sampling snaw ball yang

merupakan suatu metode untuk mengidentifikasi, memilih dan

mengambil sampel dalam suatu jaringan atau rantai hubungan secara

terus-menerus. (Nurdiani, 2014). Dalam penelitian ini, peneliti akan

memilih beberapa ibu untuk dilakukan penelitian dengan cara

wawancara terstruktur yang bertujuan untuk mengumpulkan data

sehingga ditemukan beberapa pendapat ibu yang sama dalam

menghadapi permasalahannya.

3.4 Etika Penelitian

Etika dalam suatu penelitian adalah:

1) Lembar persetujuan penelitian (Informed concent)

Lembar persetujuan ini diberikan dan dijelaskan kepada responden

yang akan diteliti yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul

penelitian serta peneliti menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian

yang akan dilakukan. Setelah memberikan penjelasan kepada responden

25
akan maksud dan tujuan peneliti dan subjek setuju menjadi responden

dalam penelitian, maka responden harus menandatangani lembar

persetujuan yang berisikan bahwa mereka setuju untuk menjadi

responden dalam penelitian tanpa ada unsur pemaksaan. Jika responden

menolak untuk menjadi responden maka peneliti tidak akan memaksa

dan tetap menghormati hak-hak subjek.

2) Tanpa nama (Anonymity)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek dan menjamin hak-hak

responden peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar

pengumpulan data yang di isi subjek tetapi hanya mencantumkan kode

pada lembar pengumpulan data tersebut.

3) Kerahasiaan (Confidentially)

Kerahasiaan informasi yang diberikan responden akan dijamin oleh

peneliti, hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau

dilaporkan sebagai hasil penelitian.

3.5 Instrument penelitian

Alat pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan tape recorder

dan lembar wawancara terstruktur, yaitu dengan sejumlah pertanyaan yang

ditanyakan langsung seperti wawancara mendalam yang bertujuan untuk

memperoleh informasi dari subjek mengenai hal-hal yang dirasakan ibu saat

mengetahui anak dengan tunarungu.

26
3.6 Pengumpulan Informasi

Pengumpulan informasi merupakan kegiatan penelitian untuk

mengumpulkan informasi. Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

dalam satu tahap, yaitu men gumpulkan data dengan cara wawancara

mengenai “Mekanisme Koping Ibu terhadap Penerimaan Anak Tunarungu”.

3.7 Prosedur Pengolahan Informasi

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan prosedur berikut:

1. Setelah proposal penelitian mendapat persetujuan dari pembimbing.

Peneliti mengurus surat permohonan izin ke Program Studi DIII

Keperawatan Universitas Abdurrab.

2. Surat tersebut kemudian diteruskan kebidang pendidikan dan penelian

di Sekolah Luar Biasa (SLB) untuk mendapat izin melakukan

penelitian.

3. Berkenalan dengan calon subjek serta menjelaskan tujuan dan manfaat

penelitian serta menjamin hak-hak subjek, bila subjek bersedia maka

dipersilahkan untuk menandatangani lembar persetujuan (informed

consent) sebagai subjek.

4. Proses pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara langsung

kepada responden dan di rekam menggunakan tape recorder.

5. Setelah pengumpulan data kemudian dianalisa dengan membuat catatan

berupa dokumentasi.

27
3.8 Pengolahan Informasi

Penelitian ini menggunakan audit trail untuk mencapai reliabilitas,

Cara-cara pelaksanaan audit trail dalam penelitian ini yaitu :

1. Peneliti melakukan wawancara dengan subjek penelitian

2. Hasil wawancara ditranskip kebentuk tulisan

3. Mengelompokkan hasil perolehan data sesuai dengan perumusan

masalah

4. Peneliti melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing

5. Melakukan revisi sesuai arahan dosen pembimbing.

3.9 Analisa Informasi

Adapun analisa data yang digunakan untuk mencapai penelitian ini adalah:

1. Membuat transkip wawancara dan laporan hasil observasi.

2. Mencari kategori, Pengkatagorian permasalahan dalam penelitian ini,

yaitu: mengelompokkan bentuk perilaku coping yang dilakukan ibu

berdasarkan aspek emosi ibu dan aspek pada pokok permasalahan.

3. Mendeskripsikan kategori, Kategori menggambarkan dan menjelaskan

tentang perilaku coping yang diterapkan ibu yang memiliki anak

Tunarungu.

4. Pembahasan hasil penelitian, Deskripsi katagori yang sudah diperoleh

kemudian dibahas dengan mengkaitkan teori-teori mengenai perilaku

coping pada ibu yang memiliki anak Tunarungu.

28
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Februari

2020 terhadap 8 Responden tentang “Mekanisme koping ibu terhadap

penerimaan anak Tunarungu di Sekolah Luar Biasa (SLB) Pelita Hati

Pekanbaru tahun 2020“ maka hasil penelitian disajikan dalam bentuk

percakapan.

Wawancara dilaksanakan mulai dari tanggal 06 februari 2020

dengan 8 orang narasumber yang dilakukan di SLB Pelita Hati Pekanbaru.

Narasumber yang berhasil diwawancarai secara intensif dengan nama

menggunakan inisial, yaitu SN, SF, VV, KD, HS, FD, RD, dan AA.

Wawancara dengan narasumber dengan inisial SN dilaksanakan pada hari

Kamis, 6 Februari 2020; narasumber dengan inisial SF dilaksanakan pada

hari Selasa, 11 Februari 2020; narasumber dengan inisial VV dilaksanakan

pada hari Rabu, 12 Februari 2020; narasumber dengan inisial KD

dilaksanakan pada hari Kamis, 13 februari 2020; narasumber dengan

inisial HS dilaksanakan pada hari Jum‟at, 14 februari 2020; narasumber

dengan inisial FD dilaksanakan pada hari Senin, 17 februari 2020;

sedangkan narasumber dengan inisial RD dilaksanakan pada hari Selasa,

29
18 Februari 2020; dan narasumber terakhir berinisial AA dilaksanakan

pada hari Rabu, 19 februari 2020.

a) Responden SN

Annisa Kusnandari:

“Assalammu‟alaikum bu, perkenalkan saya Annisa Kusanandari

mahasiswi dari universitas abdurrab, disini saya bertujuan untuk

melakukan pengambilan data atau sampel untuk penelitian saya.

Apakah ibu bersedia?”

Informan 1:

“Oke siap”

Annisa Kusnandari:

“Pertanyaan pertama, bisa tidak ibu jelaskan sedikit saja permasalahan

atau kejadian apa saja yang ibu hadapi saat mengetahui anak ibu

mengalami tunarungu?”

Informan 1:

“Awalnya mungkin komunikasi karena kita tahu dia tuna rungu

otomatis kan pendengaran, otomatis juga komunikasi antara saya

dengan anak mungkin agak terganggu. Iya mau tidak mau harus

dijalanin bagaimana caranya, bagaimana solusinya supaya antara saya

30
dan anak bisa berkomunikasi walaupun dari faktor pendengaran

kurang, ya misalnya mungkin dengan bahasa isyarat atau dengan cara

lambat-lambat atau dengan mimik cara bicara kita menyampaikan ke

dia”.

Annisa Kusnandari:

“Kan tadi ibu bilang komunikasi dan ibu kan juga tau kalau anaknya

terkena usia 3 atau 4 tahun terus saat ibu mengurusnya, apakah ibu

ada perasaan kesal atau gimana bu?”

Informan 1:

“Kalau pada saat mengurusnya ya itu pengen bilang begini ya gak

dengar, mau tidak mau harus mengulanginya lagi. Bukan dengan

suara melainkan dengan gerakan. Berarti harus berulang-ulang biar dia

paham dengan apa yang kita sampaikan”.

Annisa Kusnandari;

“Bagaimana cara ibu mengatasi kejadian atau masalah yang ibu

hadapi selama mengetahui anak ibu mengalami tunarungu?”

Informan 1:

“Ya kalau untuk saat sekarang atau untuk beberapa tahun terakhir,

ikhlas menerima kondisi anak seperti itu ya dijalani aja. Justru ibu

anggap B ini normal kalau ibu anggap dia tunarungu, ibu beranggapan

31
berarti ibu ngomong dia susah. Tapi kalau ibu beranggapan dia normal

mungkin komunikasi kami lebih gampang walaupun harus pakai

bahasa isyarat, harus memperagakan apa yang kita sampaikan, dijalani

aja”.

Annisa Kusnandari:

“Waktu ibu pertama mengetahuinya, apakah ibu langsung menerima

atau butuh waktu berapa lama?”

Informan 1:

“Sepertinya butuh waktu, karena kaget gitu. Biasanya umur sekian

anak-anak orang sudah bisa bicara, kalau dipanggil ada responnya ini

malah kenapa tidak direspon. Setelah dilakukan pemeriksaan ya fifty-

fifty lah menerima nggak-nggak juga. Ya sejalan waktu Insyaallah

sampai detik ini ikhlas menjalaninya, menerimanya kalau B

tunarungu”.

Annisa Kusnandari:

“Kira-kira berapa lama waktu ibu untuk mengikhlaskannya?”

Informan 1:

“Mungkin berapa bulan lah kayaknya, soalnya kan sempat kepikiran.

Udahlah gak usah sekolah. Cuman setelah itu Allah kasih hidayah ini

anak selamanya tidak mungkin kecil seperti ini dan gak mungkin

32
dibawah ketiak ibunya, gak mungkin bergantung dengan ibunya.

Istilahnya untuk hidupnya bagaimana, untuk dia berumah tangga

gimana yaudahlah akhirnya ibu ikhlas menerima dan ibu sekolahkan”.

Annisa Kusnandari:

“Dan pada akhirnya ibu menerimanya?”

Informan 1:

“Alhamdulillah, sampai detik ini justru B kebanggan buat ibu, disatu

sisi dia kekurangan disatu sisi dia ada kelebihan bagi ibu.”

Annisa Kusnandari:

“Kalau boleh tau, kelebihan apa yang dibanggakan?”

Informan 1:

“Kalau dia mungkin lebih cepat responnya ke ibu, lebih peduli. Terus

kalau main-main IT ini mungkin lebih cepat tangkapnya, nggak tau

juga mungkin anak-anak zaman sekarang lebih kuat kesana tapi lebih

cepat tangkapnya. Ya ibu banggakan ya itu dia, dia lebih sayang

walaupun dia istilahnya disatu sisi dia kurang tapi dia punya

kelebihan. Apalagi sekarang dia suka ikut lomba, suka tampil main

angklung di sekolahnya. Karena kan disekolahnya ada kelompok

angklung dan dia salah satu pemainnya dan dia tidak malu untuk

tampil, nggak malu dia untuk mengekspresikan apa yang ada dirinya”

33
Annisa Kusnandari:

“Selama ibu masukin dia di SMP, berapa lama waktu bintang

beradaptasi dengan lingkungan sekolahnya?”

Informan 1:

“Alhamdulillah, kalau bintang beradaptasi yang ibu tau cepat. Soalnya

pas waktu pertama kali diajak sekolah disana memangkan melihat

situasi dulu kan, pertama kali ada anak SLB tunarungu juga kalau gak

salah punya mainan, mainan bintang dibuang ke kolam. Terus ditanya,

ma mau disini? Dan alhamdulillah dia mau. Mungkin dia tau kalau dia

kekurangan dan terus lingkungannya juga begitu. Alhamdulillah sih

dan dia punya sahabat karib bertiga terus satu lagi pindah ke SLB

Pembina. Sampai hari ini komunikasi lancar mereka. Jadi

beranggapan dia tidak dibatasi karena kekurangannya itu untuk

bergaul dirumah pun dia punya kawan. Walaupun dia seperti itu tetapi

kawannya tau kalau dia itu punya kekurangan di segi pendengaran”

Annisa Kusnandari:

“Sebelum ibu memilih untuk memasukkan SLB, ibu pernah tidak

membawa ke dokter untuk mencoba menggunakan alat bantu

dengar?”

34
Informan 1:

“Pernah, pas itulah yang tau umur 4 atau 5. Periksa ke AwalBros. Dan

Dari hasil pemeriksaan dokter memang menyatakan kalau B ini

pendengarannya kurang, jadi dia nawarin untuk periksa khusus untuk

alat bantu pendengaran ke daerah. Ibu pilih Padang. Yaudah terus di

cek pendengaran kedua-duanya dan memang tingkat pendengaran

bintang itu memang besar kerusakannya. Sehingga kalau untuk

mendengar suara kita itu tidak bisa. Normal bagi dia suara klakson

truk besar sama suara pesawat.”

Annisa Kusnandari:

“Ada yang ingin ibu sampaikan atau ceritakan lagi?”

Informan 1:

“Kalau bagi ibu sih pengalaman kayak ada anak-anak sini yang tidak

disekolahkan. Ya mungkin orangtuanya sama dengan ibu waktu

pertama kali buat apa. Udahlah biarkan saja anak seperti ini gak usah

dianggap kayak anak-anak lain.tapi lama-lama pastilah dia tumbuh

besar dan gak mungkin dia tidak butuh pendidikan, tidak butuh untuk

masa depan dia. Jadi yaa menurut ibu apapun kondisi anak kita yang

dikasih Allah itu lah yang terbaik untuk kita. Karena pernah ada yang

bilang justru anak-anak kayak gini kalau orangtuanya ikhlas

menerimanya dan membesarkan itu salah satu langkah untuk masuk

35
surga. Jadi ikhlas dan menerimanya saja. Anggap itu kelebihan bukan

kekurangan”

Annisa Kusnandari:

“Terimakasih ibu atas waktu dan tempat yang sudah disediakan, kalau

pertanyaannya ada yang menyinggung Nisa minta maaf”

Informan 1:

“Iya sama-sama nis”

Annisa Kusnandari:

“Assalammu‟alaikum”

Informan 1:

“Wa‟alaikumsalam”

b) Responden SF

Annisa kusnandari:

“Assalamualaikum perkenalkan saya mahasiswa universitas

abdurrab,ee disini saya ingin bertanya kepada ibu sebelumnya bisa

tidak sedikit ibu ceritakan kejadian atau masalah apa saja yang ibu

hadapi saat mengetahui anak ibu terkena tunarungu?”

36
Informan 2:

“Kalau itukan pertanyaan itukan sebenarnya gini,semua orang tua saat

mengetahui anaknya terkena tunarungu otomatis semuanya kan pasti

drop. Intinyakan kita harus bisa mencari solusi jalan terbaik agar anak

kita bisa normal atau bagaimana biar bisa lebih bagusnya cuman itu

aja”

Annisa kusnandari:

“Kemudian selama ibu mengetahui awal mulanya anak ibu terkena

tunarungu saat usia berapa?”

Informan 2:

“Itu diumur sekitar jalan 1 tahun”

Annisa kusnandari:

“Saat itu apa aja yang udah ibu lakukan untuk proses pengobatan atau

pemeriksaan awal nya?”

Informan 2:

“pengobatan pertama disitu kita dari test bera dulu,tes bera dulu

kemampuan pendengarannya sampai titik berapa,waktutukan di

pekanbaru belum ada untuk pemeriksaan bera jadi kami bawa

kepadang. Jadi disitukan dites dulu berapa nilai kemampuan telingan

kanan dan kirinya”

37
Annisa kusnandari:

“Bagaimana perasaan ibu saat itu,kan pastinya semua orang tua

kecewa dan sedih awal mengetahui anaknya terkena

tunarungu,bagaimana cara ibu menghadapi itu? Berapa lama ibu dapat

menerima keadaan itu?”

Informan 2:

“sebenarnya kalo itukan untuk menerima keadaan itu beda beda orang

dek,ada yang kecewa. Ada yang marah. Kalo saya saat itu udah pasrah

karna yakin kalo allah gak akan ngasi ujian diluar batas kemampuan

hambanya dek”

Annisa kusnandari:

“Dari beberapa orangtua yang pernah saya jumpai dengan memiliki

anak keadaan khusus, tidak semua orang memilih anaknya untuk

disekolahkan. Kenapa saat itu ibu memilih untuk menyekolahkan anak

ibu disini?”

Informan 2:

“Pertama gini anak anak yang ga disekolahkan itukan ada

pertimbangan masing-masing orang tuanya. Kalo saya mikirnya tiap-

tiap anak pasti punya masa depan jadi kalo tidak kita sekolahkan sama

saja kita kaya memutuskan masa depan anak tersebut. Anak anak

harus punya bekal untuk dirinya sendiri karna ga selamanya dia sama

38
kita nantinya. Mungkin beberapa orang tua yang memilih anak tidak

disekolahkan karna kurangnya dana juga ataupun waktu, karna anak

anak kaya gitu kan gabisa langsung ditinggal orang tua nya karna

terkadang beberapa anak ada yang hiperaktif dan harus bersama orang

tuanya. Tapi kalo saya mikirnya gimanapun kondisi anak saya ya

harus saya sekolahkan pokoknya”

Annisa kusnandari:

“Sebelumnya ibu bilang tau anak ibu dengan kondisi tersebut usia 1

tahun, saat itu berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk

mengikhlaskan atau menerima kondisinya?”

Informan 2:

“Ya kalo ditanya ikhlas sebenarnya gaikhlas dek, tapi sebagai

orangtua maunya yang terbaik untuk anaknya. Gimanapun kondisinya

dia tetep anak saya,rezeki dan titipan tuhan ke saya. Saya hanya

lakukan yang terbaik untuk anak saya dan serahkan semuanya sama

tuhan yang maha segala-Nya”

Annisa kusnandari:

“Baiklah buk, sebelumnya anisa minta maaf ya bu kalo ada salah kata

dalam bertanya atau sampai bikin ibu tersinggung. Sekali lagi makasi

banyak ya bu udah bersedia menceritakan dan meluangkan waktu

nya”

39
Informan 2:

“Iya dek sama-sama, iya gak apa-apa hehe..”

c) Responden VV

Annisa kusnandari:

“assalmualaikum perkenalkan nama saya annisa kusnandari

mahasiswa universitas abdurrab, disini saya ingin minta waktu ibu

sebentar untuk saya wawancara,pertanyaannnya.. bisa tidak sedikit ibu

ceritakan kejadian atau masalah apa saja yang ibu hadapi saat pertama

kali mengetahui anak ibu terkena tunarungu?”

Informan 3:

“Ooh itu..karna ini anak yang kedua jadi saya sudah tau tahapan

tumbuh kembang anak itu bagaimana. Jadi waktu dia umur umur 2

minggu atau 3mingguan gitulah jadi dia anak ini udah mulai gak

respon. Ada suara dia gada,biasanyanyakan anak-anak suka kaget,kalo

ini dia gak kaget sama sekali. Gada kaget gada..padahal itu rumah

dipinggir jalan, seharusnya kan suara mobil atau suara apa gtukan

harus kaget gitukan. Kalo ini dia gada kaget-kaget. Ee setelah itu

sebulan kemudian harusnya udah mulai baguskan pendengaran anak-

anak kecil tu. Sebulan kemudian pun gak sama sekali. Saya coba

belikan mainan buat anak-anak yang ada bunyi-bunyian gak juga

40
sama sekali. Makanya dari situ saya udah mulai bertanya-tanya gitu

kayak mana anak saya”

Annisa kusnandari:

“Pilihan apa yang ibu ambil pada saat itu?”

Informan 3:

“Ee saya pergi kedokter anak,ke dokter anak dulu dari dokter anak tu

saya Tanya dulu ini anak saya gimana dok, kan dia ada jadwal rutin

imunisasi tu ke dokter anaknya,jadi pas itu saya Tanya, saya tanya ke

dokternya ini anak saya gimana? kenapa gada responnya dok atau

memang ada keluhan atau gimana. Jadi waktu dokter tu ngasi tau

kalau masi sekecil ini belum bisa. Kalau mau chek chek kaya gitu

harus diumur 2 tahun keatas untuk chek bera itukan,tes beranya. Tulah

makanya saya tunggu sampai itu. Dah dicobak-cobak, udah dites-tes

gitu dirumah juga sering diajak ngobrol tapi dia emang gak ini..

cuman dia suaranya keluar,suaranya keluar nah karna udah dibilang

kaya gitu sama dokter anak dioperlah dulu karna umurnya sudah 1

tahun 8 bulan kedokter THT dulu periksa kelengkapan semuanya

dulu. Di dokter THT ternyata kata dokter THT bilang lengkap, bagus,

gendang telinga bagus, semuanya bagus. Coba kita tes bera saja.

Cuman waktu dia masi kecil test bera belum ada disini, yang ada

cuman di sumbar sama di medan. Saya bawalah dia ke padang karna

disitu dia yang ada kan. Itulah tes bera, hasil tes bera tu.udah dikasi

41
desibbel yang paling tinggi udah 125 kalo gasalah jadi emang

garespon sama sekali. Jadi dokterpun gada nyarani untuk buat ngasi

alat bantu dengarpun engga”

Annisa kusnandari:

“Jadi ibu inisiatif sendiri?”

Informan 3:

“Ha jadi ya kalo dah kayak gitu ya, coba-coba lah diterapi bu. Dokter

tu ngasi solusi gimana kalau kita tes tanam implant. Cuman kami

gajamin 100% kalo itu bisa dengar. Yaudah gada lagi saya coba ituin.

Saya coba-coba terapi tapi bukan terapi-terapi dokter ya, terapi-terapi

yang konfensional gitu. Soalnya dokternya bilang semuanya lengkap

yang gak nyampai itu saraf sarafnya ke otak. Saraf saraf telinga nya ke

otak”

Annisa Kusnandari:

“Berati ibu taunya setelah ditest beranya itu baru tau semuanya atau

udah dari bayi ibu udah feeling saat itu?”

Informan 3:

“Ya udah feling saya pas saat dia umur 3 minggu – 4 minggu dia udah

garespon sama sekali itu saya udah felling.”

42
Annisa kusnandari:

“Berapa lama ibu,pasti semua orang tua bakalan nolak dan berkecil

hati,mikir kenapa kok anak saya bisa kayak gini,berapa lama ibu bisa

melewati masa masa seperti itu?”

Informan 3:

“Oo ho‟oh ho‟oh iyaiya. O gak saya udah ikhlas kok, gak saat anak

saya usia udah 2bulan 3bulan itu saya udah pasrah aja oh mungkin ini

udah takdir saya,saya ikhlas”

Annisa kusnandari:

“Kenalan saya ada juga yang kaya kondisi itu,tapi anaknya lebih milih

belajar online dan diam dirumah sama orangtuanya. Nah gimana

pendapat ibu pertama kali milih kalau anak ibu harus di sekolahkan?”

Informan 3:

“Ohh saya gak setuju kayak gitu, anak saya harus sekolah. Anak

sayakan cuman kalo semuanyakan dia normal cuman telinganya aja,

kayak gini malah dokter saya bilang anak anak tunarungu ini daya

tangkapnya lebih cepat dibanding anak yang normal,makanya anak

saya harus sekolah. Makanya saya cari-cari sekolah yang disekitar

rumah saya”

43
Annisa kusnandari:

“Sebelumnya makasi atas waktunya, maaf menggagu,maaf kalo

pertanyaan anisa juga menyinggung hati”

Informan 3:

“Oh iya gapapa iya gapapa hehe”

Annisa kusnandari:

“Makasih banyak ya bu yaa..”

Informen 3:

“Iya sama sama hehe”

d) Responden KD

Annisa kusnandari:

“Assalamu‟alaikum perkenalkan nama saya annisa kusnandari

mahasiswa universitas abdurrab, disini saya ingin minta waktu ibu

sebentar untuk saya wawancara seputar tentang ibu dalam mengurus

anak ibu. Apakah ibu bersedia?”

Informan 4:

“Wa‟alaikumsalam, oh iya silahkan..”

44
Annisa kusnandari:

“Baik bu.. bisa tidak sedikit ibu ceritakan kejadian atau masalah apa

saja yang ibu hadapi saat pertama kali mengetahui anak ibu terkena

tunarungu?”

Informan 4:

“Hmm..gimana ya.. kalau saya saat itu benar-benar kaget awal tau

anak saya dibilang kaya gitu. Karna ini anak pertama saya dan saat itu

saya mengurusnya dibantu orang tua saya dan mertua saya. Nah di

sekitar umur 6 bulan saya melihat anak saya makin nampak kaya tidak

pada anak usianya. Orangtua saya menyuruh membawa anak saya ke

dokter anak untuk konsultasi ke dokter kenapa anak saya kok tidak

ada respon saat diajak bicara atau diberi mainan yang ada bunyi-bunyi

nya. Nah karna usianya yang masi kecil saat itu jadi belum bisa.

Akhirnya saya tunggu usianya 2tahun 3 bulan saat itu. Dan ternyata

kata dokter setelah dibawa periksa bera, kerusakannya sudah tinggi.

Anak ini tidak dapat mendengar sama sekali”

Annisa kusnandari:

“Kalo boleh tahu,bagaimana perasaan ibu saat itu? Ya annisa yakin

pasti tiap ibu merasa sedih dan siapa sih yang mau kondisi anak

seperti itu.. namun tiap orangtua berbeda-beda cara melewati

masalahnya..”

45
Informan 4:

“Ya gimana ya, namanya orangtua dek dan anak pertama lagi,kalau

terpukul atau kecewa ya sudah pasti. Namun pada saat itu saya udah

pasrahkan aja sama yang diatas, karna itu semua juga titipan dari

Allah ke saya. Rezeki dari allah ke saya. Jadi saya udah ikhlas. Saat

dia usia 7 bulan itu awal dia sudah mulai terlihat berbeda saya mulai

serahin semua ke Allah. Saya berusaha untuk ikhlas dan menjaga atau

merawat anak tersebut sepenuh hati dan sedikitpun saat tidak ada

menyesal atau marah. Karna saya yakin allah gak pernah tidur dan dia

tahu batas kemampuan hambanya. Jadi saya dengan suami udah ikhlas

apapun kondisinya. Dan saya sama suami berusaha nyari solusi yang

terbaik untuk memperbaiki kondisi anak saya saat itu, saya coba

dengan alat bantu dengar juga tapi dia ga nyaman. Dan akhirnya saya

coba masukin dia kesekolah yang memang khusus untuk anak seperti

kondisi anaka saya. Sampai saat hamil anak kedua saya juga sempat

takut terjadi hal yang sama. Namun balik lagi saya selalu berfikir

positif dan serahin sama allah. Alhamdulillah nya sehat dan tidak

terjadi apa apa. Disitu saya semakin yakin kalau allah itu adil dan

gapernah tidur untuk dengar doa hambanya”

Annisa kusnandari:

“MasyaAllah buu.. kemudian bu apa alasan ibu saat itu memilih anak

ibu untuk disekolah kan di SLB?”

46
Informan 4:

“Awalnya saya gamau takut dia terasingkan dari teman-temannya.

Namun saya terpikir bahwasannya anak saya ga selamanya ditangan

saya, suatu saat nanti dia bakal tumbuh dewasa dan harus nentuin

masa depannya sendiri. Kalau saya ikutin ego saya sama saja saya

akan mematikan masa depan anak saya sendiri, dia hanya tidak bias

mendengar. Melihat dan berjalan serta nulis pun dia mampu, jadi

disitu saya mulai cari SLB yang terdekat dari rumah dan akhirnya

saya masukin ke sini. Dan Alhamdulillah nya dia nyaman dan betah.

Bahkan setiap pagi dia bangun sendiri dan meyiapkan segala

urusannya. Dan saya perhatikan abang sama adeknya juga lebih sabar

yang abangnya dan dia lebih penyayang ke siapapun. Dia juga lebih

cerdas dan cepat tanggap dalam belajar sesuatu yang baru. Apalagi

kayak computer dan handphone wah jangan ditanya lagi, saya saja

terkadang malu karena anak saya bakal kode “tidak mama salah”

haha”

Annisa kusnandari:

“Baiklah buk, sebelumnya annisa minta maaf ya bu kalo ada salah

kata dalam bertanya atau sampai bikin ibu tersinggung. Sekali lagi

makasi banyak ya bu udah bersedia menceritakan dan meluangkan

waktu nya.. masi ada yang ingin ibu sampaikan atau ceritakan?”

Informan 4:

47
“Oh iyaiya sama-sama.. gapapa dek..udah segitu dulu aja ya saya ada

janji dikantor soalnya”

Annisa kusnandari:

“Baik bu makasih banyak ya bu, hati-hati dijalan.. assalamu‟alaikum”

Informan 4:

“Iyadek samasama waalaikumsalam, permisi ya.”

Annisa kusnandari:

“Iya buk, hati hati.”

e) Responden HS

Annisa kusnandari:

“Assalamualaikum perkenalkan nama saya annisa kusnandari,

mahasiswa dari universitas abdurrab D3 keperawatan, ingin

mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibu, apakah ibu bersedia?”

Informan 5:

“Walaaikumsalam insyaalah bersedia”

48
Annnisa kusnandari:

“Bisa tidak sedikit ibu ceritakan kejadian atau masalah apa saja yang

ibu hadapi saat awal ibu mengetahui anak ibu terkena tunarungu?”

Informan 5:

“Yang pertama kali.. pertama kali tau anak kita kena tunarungu ya

terkejut,ya sedikit kecewa pasti,tapi ya terkejut tapi setelah itu kita

ambil solusinya gimana keadaan anak kita sudah seperti ini, mau

gamau harus kita terima dengan ikhlas dengan rasa tanggung jawab

sebagai orang tua kita cari solusinya pertama kali yang kita lakukan ya

pergi kedokter.”

Annisa kusnandari:

“Kira kira waktu anak ibu usia berapa ibu mengetahui kalau anak ibu

terkena tunarungu?”

Informan 5:

“Kurang lebih seminggu dua minggu karna pada saat itu kok gada

reaksi apa apa walaupun terjadi dengar suara keras dia kok diam,tidur

kok nyenyak. Nah dari situ kita amati sehari dua hari ya sampe kurang

lebih dua minggu baru kita tau kok gini anak itu dah. Dah dari situ

kita tau bahwa anak kita itu gak kayak biasanya”

49
Annisa kusnandari:

“Feeling..”

Informan 5:

“Ya begitulah..”

Annisa kusnandari:

“Kemudian apa yang ibu pikirkan sampai ibu memilih anak ibu harus

disekolahkan.”

Informan 5:

“Ya harus sekolah itu wajib,seperti apapun kondisi anak kita selama

dia masih bisa berjalan,tegak duduk. Ya kita sekolahkan, dia kalo

sekarang disekolahkan di slb lah karna dalam kondisi anak kita kurang

sempurna,atau yang biasa dibilang cacat ya harus tetep sekolah. Untuk

tujuan kita cuman satu biar dia yang pertama kita inginkan anak kita

dapat normal bisa mendengar kembali gimana caranya? Ya mungkin

dengan jalan pendidikan walaupun dia tidak bisa mendengar tapi bisa

beraktivitas seperti orang biasa yang seakan akan dia mendengar

dengan cara bersekolah”

Annisa Kusnandari:

“Kemudian bagaimana cara ibu menghadapi kejadian kejadian

tersebut saat mengurus anak ibu?”

50
Informan 5:

“Yang pasti kita belajar ikhlas,istiqomah,menerima apa adanya yang

pastinya kita tetap ikhtiar gimana anak kita lebih baik dari seperti

yang kita inginkan”

Annisa kusnandari:

“Kira kira berapa lama waktu ibu dapat menerima kondisi atau

keadaan anak ibu pada saat itu?”

Informan 5:

“Menerimanya ya…saat itu sebetulnya gasiap siap gasiap entah

jangka waktunya kapan kita ga menyadari. Tapi lambat laun ya harus

kita terima harus kita lawetan, jangka waktunya kita gatau tapi

insyaallah lambat laun kita harus menerima nya”

Annisa kusnandari:

“Aa masi ada yang ingin ibu ceritakan?”

Informan 5:

“Saya kira hanya itu aja untuk bahan pertimbangan.”

Annisa kusnandari:

“Baikbuu makasi ya buk yaa”

51
Informan 5:

“Iyaa..”

f) Responden FD

Annisa kusnandari:

“Assalamualaikum, perkenalkan nama saya annisa bu dari universitas

abdurrab jurusan keperawatan, disini saya ingin meminta waktu ibu

sebentar untuk saya wawancara seputar ibu saat mengurus anak ibu.

Apakah ibu bersedia?”

Informan 6:

“Waa‟laikumsalam iya boleh,semester berapa ya dek?”

Annisa kusnandari:

“Semester 6 bu.. wawancara ini untuk penuhin syarat tugas akhir saya

hehe”

Informan 6:

“Oh yaudah yaudah silahkan dimulai”

52
Annisa kusnandari:

“Baik bu.. maaf sebelumnya bu,bisa tidak ibu ceritakan sedikit

kejadian atau masalah yang ibu hadapi saat awal mengetahui anak ibu

terkena tunarungu?”

Informan 6:

“Hmm.. kejadian yaa? Kalo kejadian ya banyak ya dari awal drama

pengurusan anak sampai saat ini. Apalagi saya dulunya bukan dari

wanita yang baik-baik dan dan bisa dikatakan nakal. Saat itu saya

melahirkan dan saya dibantu oleh orangtua saya. Nah saat itu saya gak

paham dengan pengurusan anak ataupun tahap kembang anak. Jadi

saat usia sebulan gitu orangtua saya bilang anak saya ini sepertinya

ada kelainan. Karna dia gapernah respon sama sekali saat ada suara

suara.”

Annisa kusnandari:

“Kemudian saat itu apa yang ibu lakukan?”

Informan 6:

“Ya itu ibu saya saat ada jadwal imunisasi di posyandu dia sampaikan

kebidan nya,ibu saya ceritakan tentang kondisi saya saat hamil dan

bertanya apakah itu pengaruh atau tidak. Dan mereka bilang

berkemungkinan besar itu berpengaruh besar sama janin saya.

Yasudah disitu saya mulai yakin kalo itu kesalahan saya. Dan saya

53
tidak pernah membenci anak ini,karna selain ujian dia adalah hasil

tebusan dosa saya bisa jadi dek”

Annisa kusnandari:

“Maaf bu..kalau anisa boleh tau saat itu apa yang ibu gunakan?”

Informan 6:

“Ya dulu saya nakal banget, cewe malam dan saat hamil saya masi

merokok saat itu”

Annisa kusnandari:

“Kemudian saat ibu sudah mengetahui kondisi anak ibu seperti itu dan

bagaimana cara ibu menghadapi semua masalah atau kejadian

tersebut?”

Informan 6:

“ya pertama saya merasa bersalah dek dan mulai dapat hidayah untuk

merubah pola hidup saya. Dan saya berusaha jalani itu semua dan

ngurus dia sendiri. Untungnya saya punya orangtua yang sabar

kebangetan sama saya,jadi karna ibu saya juga saya bisa kuat. Dan

awalnya saya merasa malu karna dia laki laki mikir besar mau jadi

apa, siapa yang mau dengan kondisi anak saya seperti ini nantinya.

Saya takut dia juga tidak bisa memiliki pendamping yang serius. Tapi

saya sadar allah bakal adil se adil-adilnya sama umatnya.”

54
Annisa kusnandari:

“Maaf bu..tapi ibu juga tidak boleh teru-terusan larut untuk

menyalahkan diri sendiri. Setidaknya ibu udah bisa berjuang sejauh ini

untuk memperbaiki masa depan anak ibu. Urusan jodoh atau maut

sudah diatur bu,jangan pernah takut akan rencana allah. Karna allah

tahu yang terbaik untuk hambaNya.”

Informan 6:

“Iyaiya dek betul itu, makanya saat ini saya apapun yang dimintak

sama D selalu saya usahakan. Saat dia pengen sekolah dan apapun

untuk bahan belajarnya saya tebus untuk dia.”

Annisa kusnandari:

“Apakah ada cara lain yang ibu lakukan untuk mengatasi masalah

selama mengurus anak ibu?”

Informan 6:

“Ya itu tadi paling berserah diri sama allah dan mohon ampun. Terus

saya harus sabar saat beerkomunikasi dengan anak saya karna

kondisinya. Saya kira itu saja hehe”

55
Annisa kusnandari:

“Baiklah bu makasi banyak ya bu.. maaf kalau perkataan atau

pertanyaan dari saya ada yang menyinggung perasaan ibu. Masih ada

yang ingin ibu ceritakan lagi?”

Informan 6:

“Oh iya gapapa dek santai aja, sekiranya itu saja dulu karna saya mau

antar pesanan jahitan orang”

Annnisa kusnandari:

“Baik buu.. makasi banyak ya bu, maaf mengganggu waktunya.. hati

hati dijalan, assalamualaikum”

Informan 6:

“Iya samasama dek, yup yup walaikumsalam”

g) Responden RD

Annisa kusnandari:

“Assalamu‟alaikum bu, perkenalkan saya anisa mahasiswa dari

keperawatan abdurrab, boleh saya minta waktu ibu sebentar untuk

saya wawancara tentang ibu dalam menghadapi kondisi anak ibu?”

56
Informan 7:

“Wa‟alikumsalam, oh iya iya. Boleh silahkan..”

Annisa kusnandari:

“Ibu sedang buru-buru?”

Informan 7:

“Hehe iya tapi gapapa,sebentar aja dek”

Annisa kusnandari:

“Oke baik bu, langsung saja kalo gitu ya bu..”

Informan 7:

“Iya dek”

Annisa kusnandari:

“Maaf sebelumnya bu.. bisa tidak ibu ceritakan sedikit kejadian atau

masalah apa saja yang ibu hadapi saat mengetahui anak ibu terkena

tunarungu?”

Informan 7:

“Nah kalo pertanyaan itu pastinya banyak yang dilewati ya dari masa

awal saya mengetahui dan saat itu saya bener bener kecewa dan takut

banget kalau kondisi anak saya tidak diterima seutuhnya oleh keluarga

saya juga saat itu. Namun suami saya Alhamdulillah dia tak

57
berkomentar apapun malah dia yang menyemangati saya dan

mengajarkan kepada saya untuk ikhlas terus dan tetap bersyukur

kepada allah walaupun kondisi sedang tidak seperti yang saya

harapkan. Saat itu dia menangis layaknya bayi pada umumnya.

Namun beberapa hari saat setelah pulang dari RS anak saya tidak

pernah merespon suara suara bahkan saat di panggil pun dia tidak

kaget. Biasanya bayi saat dengan suara keras kaya tv gitukan kaget ya.

Yaudah dari situ saya dan suami sudah yakin kondisi anak saya

dengan keadaan berbeda. Tapi saya tidak pernah memperlakukannya

layaknya kalo bahasa kasarnya anak yang cacat. Saya tetep

menganggapnya sama layaknya anak pada umumnya.”

Annisa kusnandari:

“Kalo saya boleh tahu bagaimana perasaan ibu saat mengetahuinya?”

Informan 7:

“ya gimana ya pastinya kecewa, sedih cuman saat itu sayalangsung

menepis semua kesedihan tersebut karna saya tahu bahwasannya

semua yang diberikan inikan titipan sementara. Jadi saat saya tahu

pertama saya mulai menerima kondisinya dan tetap mengurusnya,

sampai keluarga saya takut saya baby blues tapi syukurnya tidak.

Karna saya ikhlas beneran ikhlas insyaAllah. Sebagai orang tua saya

harus bisa mencari solusi dan bertanggung jawab”

58
Annisa kusnandari:

“Masyaallah, saat itu pilihan atau perawatan tindak lanjut seperti apa

yang ibu lakukan?”

Informan 7:

“Saya bawa ke dokter anak dan saya minta rujuk untuk chek bera saat

itu, nah setelah saya tahu hasilnya disitu saya udah gak kaget lagi

karna menjelang usia nya 2 tahun saya udah tidak peduli kondisinya

gimanapun. Saya hanya mencoba mencari solusi saat itu,apakah bisa

dibantu dengan alat bantu dengar. Nah kata dokter bisa, disitu saya

coba kan dia menggunakan alat itu namun dia tidak nyaman dan dia

memilih tak memakainya. Sampai sekarang dia gamau makai nya.”

Annisa kusnandari:

“Saat itu bagaimana cara ibu mengahadapi atau mengatasi masalah

dalam menerima kondisi anak ibu pada saat itu?”

Informan 7:

“Ya gimana ya, saya gapernah ngerasa ada masalah karna dukungan

keluarga yang kuat dan sayang sama anak saya juga. Jadi saya lebih

legowo saat itu dalam mengurus anak dan menerima kenyataan hidup

saya yang bagi orang lain itu pahit dek. Cuman kendala saya saat itu

hanya komunikasi, namun untungnya dia anaknya lebih perasa dari

59
pada anak normal lainnya. Karna dia tanpa saya marahin pun tau kalo

dia salah dan langsung minta maaf sama saya.”

Annisa kusnandari:

“Masyaallah, kemudian apa alasan ibu sampai milih dia

disekolahkan?”

Informan 7:

“Ya itu tadi dek, saya gapernah nganggap dia cacat dan saya gapernah

malu dengan kondisi anak saya. Kalau saya tidak nyekolahin sama

saja saya menyetop masa depan anak saya. Karna anak ini cuman

titipan dan gaselama nya dia akan sama saya,tiap anak kan punya

masa depan nya masing-masing.”

Annisa kusnandari:

“Baik buu, terimakasih atas waktunya buu, maaf kalau ada yang

menyinggung perasaan ibu”

Informan 7:

“Ohiya iya gapapa, dulu saya juga pernah jadi mahasiswa kaya kamu,

jadi saya paham. Gapapa santai aja, saya juga minta maaf waktu saya

terbtas soalnya orang kantor udah nelfon terus dari tadi dek hehe”

Annisa kusnandari:

“Hehe iya buk gapapa,makasi banyak dan hati hati dijalan”

60
Informan 7:

“Iya dek sama sama, pamityaa, permisi”

Annisa kusnandari:

“Iya buuu”

h) Responden AA

Annisa kusnandari:

“Assalamu‟alaikum, maaf ganggu waktunya bu, perkenalkan saya

annisa mahasiswa keperawatan dari universitas abdurrab. Disini saya

mau minta waktu ibu sebentar untuk saya wawancara seputar kondisi

ataupun kejadian yang ibu hadapi saat mengetahui anak ibu terkena

tunarungu, apakah ibu berkenan?”

Informan 8:

“Wa‟alaikumsalam, iya boleh nak”

Annisa kusnandari:

“Baiklah bu, terimakasi atas kesempatan dan waktunya. Pertama,

bisakah ibu ceritakan sedikit kejadian atau masalah yang terjadi saat

awal ibu mengetahui bahwasannya anak ibu terkena tunarungu?”

61
Informan 8:

“Iya nak, apa ya dulu awal saya tau itu pas dia usia 5 bulanan, saya ga

nyangka anak saya ada kelainan saat itu karna dia tetap menangis

layaknya anak normal. Atau mungkin karna saya yang terlalu kurang

memperhatiin tahap tumbuh kembang anak saya karna saya biasa

menyerahkan dengan baby sitter nya. Namun saat itu hujan dan petir

besar, disitu kami dirumah semua kaget. Namun anak saya tidak, dia

tetap tidur pules, nah kemudian saya coba dengan cara lain namun

saya liat dia tidak dapat merespon suara pada sat itu. Ya saat itu

masalah yang paling sulit saya hadapi cara komunikasi nya ajasih saya

rasa”

Annisa kusnandari:

“Bagaimana perasaan ibu saat mengetahui kondisi anak ibu saat itu?”

Informan 8:

“Ya gimana ya, namanya orangtua saat itu saya bener-bener kecewa

terus sempat khilaf mengatakan bahwasannya allah gak adil sama

saya, karna saya nunggu anak sangat lama. Dan gataunya dapat titipan

dengan keadaan yang kurang. Cuman seiring berjalannya waktu

sampai saat ini saya masih terus terusan belajar untuk ihklas dan

bersyukur aja sih kuncinya.”

62
Annisa kusnandari:

“Bagaimana cara ibu saat itu menghadapi masalah atau kejadian

selama awal ibu mengetahui kondisi anak ibu tunarungu sampai saat

ini?”

Informan 8:

“Ya saya mencoba mengurus anak saya sama hal nya cara orangtua

lain mengurus anak-anaknya. Saat itu saya berkecil hati dan sempat

minder dengan teman-teman saya. Cuman saat itu anak saya selalu

bisa diajak kompromi dan seperti paham akan kondisi saya. Disitu

saya mulai makin ngerasa saya perlu buka hati dan mata selebar

mungkin. Saat itu saya mengurus dibantu ibu mertua saya karna

orangtua saya udah gak ada lagi. Akhirnya saya jalani aja dan

menghadapi kenyataan yangs ada.”

Annisa kusnandari:

“Kenapa akhirnya ibu memilih untuk menyekolahkan anak ibu

disini?”

Informan 8:

“Ya awalnya saya dilema sekali ingin sekolah atau tidak, karna

biasanya dia belajar dirumah menggunakan gadget saat itu. Dia masuk

sd ini telat, saat umur nya udah 8 tahun, karna banyak yang saya

pertimbangkan dan sampai akhirnya anak saya minta untuk bisa

63
bersekolah juga. Karna anak saya semangat sekolahnya tinggi dan

saya sebagai orangtua juga gaboleh menutup social anak saya, saya

sebagai orangtua juga ingin melihat anak saya sukses dan bahagia.”

Annisa kusnandari:

“Apakah ibu sudah mencoba periksa kedokter dan menggunakan alat

bantu dengar saat itu?”

Informan 8:

“Oh sudah, tapi dia bilang berisik dan takut mendengar suara-suara.

Ya karna biasanya dia tidak mendengar suara apapun, sekarang

mendengar suara orang dan kendaraan sekaligus dia seperti ketakutan

dan stress, jadi dia memilih untuk tidak menggunakannya.”

Annisa kusnandari:

“Baik buu, kira-kira masih ada yang ingin ibu ceritakan lagi atau

bagaimana bu?”

Informan 8:

“Sekiranya segitu saja nak”

Annisa kusnandari:

“Sebelumnya terimakasih banyak buu sudah bersed ia untuk saya

wawancara dalam syarat memenuhi tugas akhir saya. Kalau sekiranya

64
pertanyaan saya atau ucapan saya menyakiti atau menyinggung

perasaan ibu, annisa minta maaf buu”

Informan 8:

“Oh iya gapapa, semoga lancer kuliahnya yaa..”

Annisa kusnandari:

“Masyaallah, aamiin allahumma aamiin, terimakasih banyak bu..

assalamu‟alaikum”

Informan 8:

“Iya nak sama-sama hehe, wa‟alaikumsalam”

Dari 8 pendapat ibu diatas tadi beberapa ibu memiliki kesamaan yang

tidak jauh berbeda dikarenakan semua ibu mengalami dan memiliki

perasaan yang sama. Peneliti memilih 3 pendapat ibu yang paling serupa

yaitu Responden berinisial VV, KD, dan RD.

Saat ditanya bagaimana perasaan ibu saat mengetahui keadaan

anaknya saat itu ibu berinisial VV menjawab menjawab, “Oo ho‟oh ho‟oh

iyaiya. O gak saya udah ikhlas kok, gak saat anak saya usia udah 2bulan

3bulan itu saya udah pasrah aja oh mungkin ini udah takdir saya,saya

ikhlas” (12 februari 2020).

Dan pendapat dari ibu berinisial KD saat diwawancara dengan

pertanyaan serupa dia menjawab, “Ya gimana ya, namanya orangtua dek

65
dan anak pertama lagi,kalau terpukul atau kecewa ya sudah pasti. Namun

pada saat itu saya udah pasrahkan aja sama yang diatas, karna itu semua

juga titipan dari Allah ke saya. Rezeki dari allah ke saya. Jadi saya udah

ikhlas. Saat dia usia 7 bulan itu awal dia sudah mulai terlihat berbeda saya

mulai serahin semua ke Allah. Saya berusaha untuk ikhlas dan menjaga

atau merawat anak tersebut sepenuh hati dan sedikitpun saat tidak ada

menyesal atau marah. Karna saya yakin allah gak pernah tidur dan dia

tahu batas kemampuan hambanya. Jadi saya dengan suami udah ikhlas

apapun kondisinya. Sampai saat hamil anak kedua saya juga sempat takut

terjadi hal yang sama. Namun balik lagi saya selalu berfikir positif dan

serahin sama allah. Alhamdulillah nya sehat dan tidak terjadi apa apa.

Disitu saya semakin yakin kalau allah itu adil dan gapernah tidur untuk

dengar doa hambanya.” ( 13 februari 2020).

Dan pendapat terakhir dari ibu berinisial RD menjawab “ya gimana ya

pastinya kecewa, sedih cuman saat itu sayalangsung menepis semua

kesedihan tersebut karna saya tahu bahwasannya semua yang diberikan

inikan titipan sementara. Jadi saat saya tahu pertama saya mulai menerima

kondisinya dan tetap mengurusnya, sampai keluarga saya takut saya baby

blues tapi syukurnya tidak. Karna saya ikhlas beneran ikhlas insyaAllah.

Sebagai orang tua saya harus bisa mencari solusi dan bertanggung jawab”

(18 Februari 2020).

Dari tiga pendapat responden tersebut dapat saya simpulkan nyatanya

semua orang tua pada umumnya akan merasa kecewa. Namun, tiga orang

66
ibu tersebut tidak larut dalam kekecewaannya. Dan dia memilih ikhlas dan

malah menerima dengan lapang hati karna percaya akan Allah swt,

bahwasannya itu titipan allah dan semua sudah diukur oleh allah batas

kemampuannya untuk menerima ujian.

Pertanyaan selanjutnya tentang apa saja kejadian atau masalah yang

dihadapi saat awal mengetahui anaknya terkena tunarungu. Saat di

wawancara responden berinisial VV mengatakan, “Ooh itu..karna ini anak

yang kedua jadi saya sudah tau tahapan tumbuh kembang anak itu

bagaimana. Jadi waktu dia umur umur 2 minggu atau 3 mingguan gitulah

jadi dia anak ini udah mulai gak respon. Ada suara dia gada,

biasanyanyakan anak-anak suka kaget,kalo ini dia gak kaget sama sekali.

Gada kaget gada..padahal itu rumah dipinggir jalan, seharusnya kan suara

mobil atau suara apa gitukan harus kaget gitukan. Kalo ini dia gada kaget-

kaget. Ee setelah itu sebulan kemudian harusnya udah mulai baguskan

pendengaran anak-anak kecil tu. Sebulan kemudian pun gak sama sekali.

Saya coba belikan mainan buat anak-anak yang ada bunyi-bunyian gak

juga sama sekali. Makanya dari situ saya udah mulai bertanya-tanya gitu

kayak mana anak saya” (12 februari 2020).

Sedangkan pendapat responden berinisial KD mengatakan,

“Hmm..gimana ya.. kalau saya saat itu benar-benar kaget awal tau anak

saya dibilang kaya gitu. Karna ini anak pertama saya dan saat itu saya

mengurusnya dibantu orang tua saya dan mertua saya. Nah di sekitar umur

6 bulan saya melihat anak saya makin nampak kaya tidak pada anak

67
usianya. Orangtua saya menyuruh membawa anak saya ke dokter anak

untuk konsultasi ke dokter kenapa anak saya kok tidak ada respon saat

diajak bicara atau diberi mainan yang ada bunyi-bunyi nya. Nah karna

usianya yang masi kecil saat itu jadi belum bisa. Akhirnya saya tunggu

usianya 2 tahun 3 bulan saat itu. Dan ternyata kata dokter setelah dibawa

periksa bera, kerusakannya sudah tinggi. Anak ini tidak dapat mendengar

sama sekali” (13 februari 2020).

Kemudian pendapat ibu berinisial RD saat diwawancara mengatakan

“Nah kalo pertanyaan itu pastinya banyak yang dilewati ya dari masa awal

saya mengetahui dan saat itu saya bener bener kecewa dan takut banget

kalau kondisi anak saya tidak diterima seutuhnya oleh keluarga saya juga

saat itu. Namun suami saya Alhamdulillah dia tak berkomentar apapun

malah dia yang menyemangati saya dan mengajarkan kepada saya untuk

ikhlas terus dan tetap bersyukur kepada allah walaupun kondisi sedang

tidak seperti yang saya harapkan. Saat itu dia menangis layaknya bayi pada

umumnya. Namun beberapa hari saat setelah pulang dari RS anak saya

tidak pernah merespon suara suara bahkan saat di panggil pun dia tidak

kaget. Biasanya bayi saat dengan suara keras kaya tv gitukan kaget ya.

Yaudah dari situ saya dan suami sudah yakin kondisi anak saya dengan

keadaan berbeda. Tapi saya tidak pernah memperlakukannya layaknya

kalo bahasa kasarnya anak yang cacat. Saya tetep menganggapnya sama

layaknya anak pada umumnya.” (18 Februari 2020).

68
Dari pertanyaan kedua nyatanya setiap ibu awalnya menemukan

keanehan saat si anak mulai tidak bisa mendengar suara suara disekitar

nya. Sekitar usia 2 minggu sampai 1 tahun. Dan tiga ibu tersebut juga

memilih cara yang sama dan tepat pada saat itu. Yaitu membawa anaknya

kedokter.

Pertanyaan berikut nya yaitu bagaimana cara ibu saat menghadapi

keadaan atau kejadian tersebut, dan responden dengan inisial VV

mengatakan “saat itu dia memilih untuk membawa kedokter dulu agar

mengetahui kejelasan kondisi anaknya kemudian dia mencari solusi

terbaik untuk anaknya dengan mencoba terapi terapi sederhana dan

memilih untuk memasukkan anak nya kesekolah agar dia dapat lebih baik

lagi layaknya anak normal lainnya” (12 Februari 2020).

Kemudian pendapat dari responden berinisial KD mengatakan,

“membawa anak saya ke dokter anak untuk konsultasi ke dokter kenapa

anak saya kok tidak ada respon saat diajak bicara atau diberi mainan yang

ada bunyi-bunyi nya. Nah karna usianya yang ma si kecil saat itu jadi

belum bisa. Akhirnya saya tunggu usianya 2tahun 3 bulan saat itu. Dan

ternyata kata dokter setelah dibawa periksa bera, kerusakannya sudah

tinggi. Anak ini tidak dapat mendengar sama sekali” “Dan saya sama

suami berusaha nyari solusi yang terbaik untuk memperbaiki kondisi anak

saya saat itu, saya coba dengan alat bantu dengar juga tapi dia ga nyaman.

Dan akhirnya saya coba masukin dia kesekolah yang memang khusus

untuk anak seperti kondisi anaka saya” (13 februari 2020).

69
Kemudian terakhir, pendapat dari ibu berinisial RD mengatakan “Saya

bawa ke dokter anak dan saya minta rujuk untuk chek bera saat itu, nah

setelah saya tahu hasilnya disitu saya udah gak kaget lagi karna menjelang

usia nya 2 tahun saya udah tidak peduli kondisinya gimanapun. Saya

hanya mencoba mencari solusi saat itu,apakah bisa dibantu dengan alat

bantu dengar. Nah kata dokter bisa, disitu saya coba kan dia menggunakan

alat itu namun dia tidak nyaman dan dia memilih tak memakainya. Sampai

sekarang dia gamau makai nya.” (18 Februari 2020).

Kesimpulan dari pertanyaan tentang bagaimana cara menghadapi

masalah yang terjadi, ketiga responden yang berinisial SF,KD dan RD

memiliki pendapat yang serupa. Yaitu, mereka memilih ikhlas dan

membawa ke dokter dan melakukan pemeriksaan Brain Evoked Response

Auditory (BERA) yang dilakukan pada usia kurang lebih 2 tahun. Serta

memilih solusi yang terbaik untuk anak mereka dengan cara pemeriksaan

lebih lanjut dan memilih untuk menyekolahkan agar dapat merasakan

bangku pendidikan layaknya anak yang normal.

4.2 Pembahasan

Hasil wawancara mendalam terhadap partisipan yang memiliki anak

penyandang tunarungu menunjukkan berbagai macam ungkapan perasaan

dan berbagai cara ibu dalam menghadapi kesulitan dan bertahan selama

memberikan perawatan kepada anak. Ibu sebagai partisipan dalam

70
penelitian ini mengungkapkan responnya dengan berbagai macam

pernyataan. Berikut tema ungkapan ibu yang memiliki anak penyandang

tunarungu tentang bagaimana nnperasaan mereka saat awal mengetahui

kondisi anaknya kemudian kejadian atau masalah apa saja yang dihadapi

serta bagaimana cara seorang ibu tersebut menghadapi atau mengatasi

masalah tersebut.

4.2.1 Mekanisme koping ibu terhadap penerimaan anak tunarungu

Penelitian ini menyatakan bahwa ibu yang memiliki anak

penyandang tunarungu pada awalnya akan merasa tidak percaya,

syok, kecewa sedih dengan diagnosa bahwa anak mereka

mengalami tunarungu, namun seiring dengan berjalannya waktu

ibu akan berusaha untuk menerima keadaan yang menimpa

anakanya. Ibu menganggap semua yang terjadi merupakan jalan

yang telah ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa, mengganggap

bahwa anak penyandang tunarungu merupakan titipan dari Tuhan

dan dipercaya untuk menjadi ibu dari anak yang berkebutuhan

khusus serta ibu merasa tidak perlu berlarut – larut dalam

kesedihan dan rasa tidak terimanya terhadap keadaan anak. Ibu

lebih memilih untuk mendoakan anak agar semakin banyak

perkembangan dan mengusahakan yang terbaik bagi anak,

bersyukur dengan keadaan anak saat ini tanpa harus menuntut dan

71
memaksakan keadaan anak. Ibu percaya bahwa anak akan

menjadi lebih baik dimasa yang akan datang.

Ibu yang telah mencapai tahap penerimaan akan berusaha

untuk mencari informasi, menceritakan keadaan anak pada suami

dan juga orang tua sehingga mereka dapat mencari solusi yang

terbaik demi perkembangan anaknya. Ibu mencari penanganan

yang terbaik untuk perkembangan anaknya, mulai dari membawa

anak konsultasi kepada dokter dan disertai juga dengan

pemeriksaan lanjut yang disarankan dokter.

Nirmala (2013) mengatakan bahwa di mana orang tua

mulai menyadari dan menerima kondisi anaknya adalah

merupakan awal dari munculnya makna hidup. Kesadaran bahwa

anak sangat membutuhkan ibu dalam perkembangannya, ibu akan

mulai mencari berbagai informasi mengenai latihan-latihan guna

meningkatkan ketidakmampuan yang dimiliki oleh anak.

Ibu dengan anak penyandang tunarungu akan sangat

memerlu kan informasi yang benar tentang keadaan yang dialami

anak, cara penanganan yang tepat bagi anak penyandang

tunarungu serta bagaimana agar orangtua mampu menjalankan

peran dan fungsi mereka dengan baik hal ini berkaitan dengan

teori “Becoming Mother” Ramona T. Mercer menyebutkan

bahwa wanita yang menjadi ibu menghadapi situasi yang

kompleks dengan model peran yang terbatas. Mercer dalam hal

72
ini menekankan bahwa seorang ibu harus mampu mengenali

perubahan yang yang diperlukan, mencari informasi, mencari role

model dan menguji kompetensinya sendiri dalam menghadapi

anak sehingga ibu mampu untuk menjalankan peran dan fungsi

disaat ibu mengalami berbagai permasalah terutama dalam

memberikan perawatan kepada anak penyandang tunarungu.

Identitas peran ibu dapat dicapai ketika ibu mengalami

kepuasan dalam menjalankan perannya, percaya diri dan adanya

kedekatan dengan anaknya. Peran menjadi ibu dapat dicapai

ketika ibu merasa ada keseimbangan secara internal antara peran

sebagai seorang ibu bagi anak penyandang tunarungu dan harapan

ibu terhadap anak dimasa depan hal yang menciptakan kedekatan

antara orang tua dan anak sehingga dapat menunjang anak.

Penelitian ini juga menyatakan bahwa ibu dengan anak

penyandang tunarungu dalam menghadapi berbagai kesulitan

selama melakukan perawatan kepada anak penyandang

tunarungu, ibu berusaha untuk menyesuaikan diri dengan

berbagai perilaku anak, melewati setiap kesulitan – kesulitan yang

dirasakan dengan penuh kesabaran, membangun semangat dari

dalam diri, memperbanyak melatih cara berkomunikasi dengan

anak dan juga dengan orang – orang sekitar dalam hal ini ibu

membagikan keluh kesah yang dirasakan kepada orang – orang

yang ibu anggap dapat dipercaya. Ibu merasa tidak perlu berlarut

73
– larut dalam rasa putus asa yang dirasakan. Ibu berusaha untuk

mencari solusi, mencari jalan keluar yang terbaik dan berfokus

untuk memberikan perawatan kepada anak serta tidak putus untuk

berdoa mencari ketenangan kepada Tuhan.

Penyesuaian diri orang tua terhadap perilaku anak

tunarungu sangat diperlukan karena keadaan anak yang tidak

normal membutuhkan penanganan yang khusus untuk dapat

membimbing perilaku yang baik dan benar, agar anak tunarungu

tidak merasa diasingkan oleh keluarga ataupun lingkungan

sekitarnya. Pernyataan tersebut sejalan dengan apa yang

dikatakan oleh Nainggolan, J.A (2016) pada penelitiannya

mengatakan bahwa orang tua terkadang merasa jenuh, lelah,

kesal dalam menghadapi anak dimana anak yang sering

mempunyai kemauan yang sulit dimengerti oleh orang tua, namun

seiring berjalanya waktu orang tua berusaha untuk menjalani

hidupnya dengan penuh rasa bersyukur dan menyadari bahwa

anaknya membutuhkan kasih sayang dan perhatian yang lebih

dalam mengasuhnya. Orang tua yang menghadapi berbagai

kesulitan selama merawat anak perlu melakukan penyesuaian diri

terhadap perilaku – perilaku anak yang menyulitkan orang tua

agar ibu dapat menangani perilaku anak dengan baik.

Das, S (2017) pada penelitiannya mengatakan bahwa

dukungan yang dapat ibu terima dengan cara berbicara dan

74
menceritakan kesulitan–kesulitan yang dirasakan dengan teman–

teman dan keluarga sebagai cara untuk menangani emosi mereka.

Peneliti berpendapat bahwa pada tahap penerimaan ini ibu

akan lebih mampu untuk beradaptasi dengan keadaan anak,

menyadari bahwa anak sangat membutuhkan peran seorang ibu

dalam kehidupannya. Sikap penerimaan ibu terhadap keadaan

anak ini terjadi karena kemampuan ibu dalam melakukan

penyesuain diri dan regulasi emosi yang baik, sehingga ibu dapat

membentuk sebuah koping yang adaptif.

75
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada bulan januari-

februari 2020 terhadap 8 informan tentang “Mekanisme koping ibu

terhadap penerimaan anak Tunarungu di Sekolah Luar Biasa (SLB) Pelita

Hati Pekanbaru tahun 2020”. Hasil analisis dari kedelapan informan

didapatkan hasil yang menyatakan bahwa kedelapan informan tersebut

sudah menerima keadaan yang terjadi kepada anaknya. Namun, hanya

saja berbeda dalam segi waktu, ada yang cepat dan ada juga yang sedikit

lambat. Jika dijabarkan maka didapatkan 3 informan yang telah mencari

solusi dengan lebih cepat dan tepat.

Pendapat yang sama dari kedelapan informan yaitu, informan yang

berinisial SF, KD, dan, RD dimana informan tersebut mengatakan bahwa

“informan tidak larut dalam kekecewaannya dan informan tersebut

memilih untuk ihklas dan menerima dengan lapang hati karena informan

percaya akan rencana Allah swt, bahwasannya anak adalah titipan Allah

dan semua sudah diukur batas kemampuannya dalam menerima ujian”.

ke lima informan lainnya yang berinisial SN, HS, FD, VV, dan, AA

sebenarnya juga mendapatkan solusi yang tepat sama seperti ketiga

informan lainnya hanya saja membutuhkan lebih banyak waktu untuk

memahami karena adanya sedikit kekecewaan saat mengetahui hal itu,

membutuhkan sedikit waktu untuk bisa menerima apa yang sedang

76
terjadi, dan mencari solusi untuk jalan keluar yang terbaik seperti yang

sudah dilakukan hingga saat ini.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi profesi Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi

dan masukan untuk perawat tentang koping ibu yang memiliki anak

dengan gangguan tunarungu.

5.2.2 Bagi Institusi Pendidikan Universitas Abdurrab Pekanbaru

Diharapkan hasil penelitian ini dijadikan dasar penelitian

berikutnya bagi yang ingin melanjutkan penelitian tentang hal-hal

yang berkaitan dengan tunarungu supaya dapat lebih mengerti dan

memahami tentang tunarungu.

5.2.3 Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para

ibu yang memiliki anak tunarungu mengenai hal-hal yang berkaitan

dengan tunarungu supaya dapat lebih mengerti dan memahami tentang

tunarungu.

5.2.4 Bagi bidang penelitian

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan

referensi untuk penelitian selanjutnya.

77
5.2.5 Bagi Sekolah Luar Biasa (SLB)

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumber informasi

dan masukan untuk tenaga pendidik agar mengetahui bagaimana

mekanisme koping ibu terhadap menerima anak dengan tunarungu.

78
DAFTAR PUSTAKA

Ahyar. (2010). Konsep diri dan mekanisme koping dalam aplikasi proses
keperawatan. Diakses pada 30 maret 2017 dari
http://ahyarwahyudi.wordpress.com/2010/02/11/konsep-diri-danmekanisme-
koping-dalam-proses-keperawatan/

Aldwin, C . M,. Yancura, L.A., dan Boeninger,D.K. (2010). Coping Across the
Life Span. Dalam M.E. Lamb, dan A.M. Freund, The Hanbook of life span
Devolpment: social and Emotional Development . New Jersey : Jhon Willey
dan Sons, Inc.

Arani, E. W. (2010). Fakultas psikologi universitas muhammadiyah surakarta


2010. 0–8.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. Riset Kesehatan


Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes
RI; 2013.

Das, S. et all .(2017). impact of stress, coping, social support, and resilience of
families having children with autism: A North East India-based study. Asian
Journal of Psichyatri. 28, 133 – 139.

Delphie, Bandi. 2014. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (dalam setting


Pendidikan Inklusi). Bandung: PT Refika Aditama. Hal 114

Effendy, Uchjana. 2009. Ilmu Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Hasan, R & Rufaidah, E.R. (2013). Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan
Strategi Coping Pada Penderita Stroke RSUD Dr. Moewardi Surakarta.Jurnal
Talenta Psikologi. Vo. 2 No. 1. Hal 41-62.

Kementerian Kesehatan RI. Situasi Penyandang Disabilitas. Jakarta :Kementerian


Kesehatan RI; 2014

Lakshita, N. Belajar Bahasa Isyarat Untuk Anak Tunarungu (Dasar).


Yogayakarta: Javalitera; 2012.

Mutoharoh, Itoh. (2010). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Mekanisme


Koping Klien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa di
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Tahun 2009. Jakarta: FKIK UIN
Syarif Hidayatullah

Mutaharoh, Eka Dewi. 2011. Pengaruh Gaya Belajar dan Kesulitan Belajar

79
Terhadap Prestasi Belajar IPA . Skripsi. Surakarta : UMS (tidak diterbitkan).

Nurdiani, N. (2014). Teknik Sampling Snowball dalam Penelitian Lapangan.


ComTech: Computer, Mathematics and Engineering Applications, 5(2),
1110. https://doi.org/10.21512/comtech.v5i2.2427

Nainggolan, J. A. (2016) Penyesuaian Diri Orangtua Dan Keberfungsian Keluarga


Yang Memiliki Anak Penyandang Autisme Di Samarinda. Journal Psikologi,
4(2).

Nirmala, A.P (2013). Tingkat Kebermaknaan Hidup dan Optimisme Pada Ibu
yang Mempunyai Anak Berkebutuhan Khusus. _Development and Clinical
Psychology_, 6-12

Notoatmodjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta: 2012

Pratiwi, M. indah. (2014). Perilaku Coping Pada Ibu Yang Memiliki Anak Down
Syndrome Naskah. 2014, 561–565.

Prahita, sinta dewi, Dewi, kartika sari, & Fauziah, N. (2014). perasaan
ambivalen, terpukul, dan bingung. Ketunarunguan anak memunculkan
masalah dalam keluarga dan masyarakat. Masalah yang muncul berdampak
munculnya perasaan. 1–10.

Surya Dharma. (2008). Modul Guru Pembelajar.

Rasmun. (2012). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan


Keluarga. Jakarata : CV Sagung Seto

Riyadi Sujono dan Teguh Purwanto. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta : Graha Ilmu

Rubbyana,Urifah. (2012). Hubungan Antara Strategi Koping dan Kualitas Hidup


pada Penderita Skizofrenia Remisi Simptom. Jurnal Psikologi Klinis dan
Kesehatan Mental. Vol.1.No.02,Juni 2012.

Susilo , R. 2011. Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Taylor, S.E, Peplau, L.A., Sears, D.O. 2012. psikologi sosial edisi Kedua Belas,
Jakarta: Kencana

Tin Suharmini.2009. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus.Yogyakarta:Kanwa


Publisher

Tohirin. (2016). Metode Penelitian Kualitatif Dalam Pendidikan Dan Bimbingan

80
Konseling, Jakarta: Rajawali Press.

Wasita,Ahmad. 2012. Seluk beluk tunarungu dan tunawicara serta strategi


pembelajarannya. Yogyakarta: Javalitera.

81
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth.

Ibu Calon Responden Di Sekolah Luar Biasa (SLB) Pelita Hati

Pekanbaru

Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa Program Studi
Diploma III Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Abdurrab Pekanbaru.

Nama : ANNISA KUSNANDARI

NIM : 1714401001

Alamat : Jl. Purwodadi No.161

Sebagai persyaratan tugas akhir dari Program Studi Diploma III


Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Abdurrab
Pekanbaru, Saya akan melakukan penelitian tentang “Mekanisme Koping Ibu
Terhadap Penerimaan Anak Tunarungu Di Sekolah Luar Biasa (SLB) Pelita
Hati Pekanbaru Tahun 2020”. Dengan tujuan penelitian untuk mengetahui
bagaimana mekanisme koping ibu saat menerima kondisi anak dengan keadaan
khusus seperti Tunarungu di Sekolah Luar Biasa (SLB) Pelita Hati Pekanbaru
Tahun 2020. Untuk keperluan penelitian tersebut Saya mohon kesediaan Ibu
untuk menjadi responden dalam penelitian ini, selanjutnya Saya mohon kesedian
Ibu untuk menjawab beberapa pertanyaan saya dengan kejujuran dan apa adanya.
Jawaban Ibu akan dijamin kerahasiaannya. Demikian permohonan ini, atas
bantuan dan partisipasi Bapak/Ibu Saya ucapkan terima kasih.

Pekanbaru, Januari 2020.

Peneliti

Annisa Kusnandari
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Setelah membaca dan mendengarkan penjelasan dari peneliti, saya yang


bertanda tangan di bawah ini:

Nama Inisial ibu : ____________________

Nama Inisial Anak : ____________________

Bersedia menjadi responden dalam penelitian yang dilakukan oleh Annisa


Kusnandari, mahasiswa Program Studi Diploma III Keperawatan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Abdurrab Pekanbaru yang akan
mengadakan penelitian dengan judul “mekanisme koping ibu terhadap
penerimaan anak tunarungu di sekolah luar biasa SLB Pelita Hati pekanbaru”

Saya bersedia untuk membantu penelitian ini secara sukarela tanpa


paksaan dari siapapun.

Pekanbaru, Januari 2020

Responden

_____________________
MEKANISME KOPING IBU TERHADAP PENERIMAAN ANAK

TUNARUNGU

DI SLB PELITA HATI PEKANBARU 2019

PEDOMAN WAWANCARA

A. Data Diri

No. Urut Partisipan :

Inisial :

Alamat :

B. Pedoman Wawancara

1. Bagaimana perasaan ibu saat pertama mengetahui kondisinya?

2. Bisa sedikit ibu ceritakan kejadian apa saja yang ibu hadapi saat

mengetahui bahwasaannya anak ibu mengalami Tunarungu?

3. Kemudian bagaimana cara ibu mengatasi ataupun menghadapi

kejadian tersebut saat mengetahui bahwasannya anak ibu mengalami

Tunarungu?
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Annisa Kusnandari


TTL : 28 Agustus 1999
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Ayah : Iskandar
Ibu : Kustiningsih
Alamat : Jl. Purwodadi No. 161

No Riwayat Pendidikan Tempat Tahun lulus


1 SDIT Raudhaturrahmah Pekanbaru Pekanbaru 2011
2 SMP N 21 Pekanbaru Pekanbaru 2014
3 SMAS Al-Huda Pekanbaru Pekanbaru 2017
4 DIII Keperawatan Universitas Abdurrab Pekanbaru 2020
2
3
4
5

Anda mungkin juga menyukai