Anda di halaman 1dari 5

Maspari Journal 01 (2010) 11-15

http://masparijournal.blogspot.com

! " #

$ %& &%'%( $ ) '% * &%'%( $$ &' * &%'%

"+ $ + ,$ ) + )
$ + ) ! # $+ * + # + *&%%&- . $
+ / 01 &2 . '34'% + + 5 $ $ - $ ,$
6- 7 $ ) $ , $ $ - . $ , $
,$ $ - "+ $ + -8
) '9 + - /, $ )$ $ + $ $ -

41 ) 8 # " " ,$

5 5 5 5 5 5 5 )
5 5 + 0 ! * + # +
* + &%%&- 5 + / 01 + &2 . 5
$ + '34'% - 5 5 5 5 5 5
$ 6 - -7 + 5 - 8 5 5 5 5
5 + $ 5 5 - +5 $ : -;
5 5 + 5 5 '9 - /5 5
5 55 ++ 5 + 5 $-

41 ) 8 # " " ,$

I. PENDAHULUAN Teluk Gdansk, Poland kepadatan sel mencapai


350 juta sel L-1. Spesies ini adalah spesies
Fenomena ledakan populasi alga secara kosmopolitan khususnya di kawasan muara.
besar-besaran di kawasan perairan Pantai Lido, Spesies P. minimum telah dinyatakan juga
Johor Bahru pada Juli 2002 adalah disebabkan menghasilkan toksik yang dapat mengancam
oleh dinoflagelat Prorocentrum minimum. Pada kesehatan manusia dan membunuh ikan-ikan
kejadian tersebut kepadatan P. minimum (Denardou-Queneherve 1999; Grzebyk et al.
mencapai 200.000 sel L-1. Tangen (1979) 1997; Okaichi & Imatomi 1979; dan Shimsizu
melaporkan kepadatan 1.8x106 sel L-1 semasa 1987). Toksin tersebut dinamakan Venerupin.
bloom P. minimum di Oslofjord, manakala Ekstrak sel P. minimum yang dilaporkan
Witek et al. (2000) menunjukkan semasa mempunyai aktivitas hemolitik yang kuat.
kejadian pasang merah (red tides) yang Sejauh ini kajian ketoksikan P. minimum dari
disebabkan P. minimum pada tahun 1997 di Malaysia belum pernah dilakukan.

. 4 " - <2&=''>?'''?( ,- <2&=''>?'''?


4 @ -$
. + A &%'% B B4 C==0&%?=%>>0%'
Kejadian ledakan populasi spesies Tabel 1. Skala simptom-simptom yang
tersebut kemungkinan akan mendatangkan digunakan bagi menilai aktivitas
masalah kepada hidupan laut dan/atau manusia ekstrak terhadap tikus dalam Unit
sekiranya, karena spesies dapat menghasilkan Tikus (MU).
toksin. Untuk itu perlu dilakukan uji dalam Unit
menentukan aktivitas bioaktif P. minimum. Tikus Obserpasi Simptom-simptom
(MU)
II. BAHAN DAN METODE Normal, tidak nampak tanda-tanda
0
keracunan
Kultur untuk uji ketoksikan dilakukan 1 Tingkahlaku tidak normal
dalam elemeyer satu liter. Sel-sel dituai pada 2 Mempunyai sifat tertekan yang lemah
fasa eksponensial dengan dengan centrifuge 3 Sifat tertekan yang tinggi
pada kecepatan 5000 rpm selama lima menit. 4 Ketahanan hidup lebih dari 1 jam
Supernatant dibuang dan pelet sel ditambahkan 5 Mati cepat, kurang dari 1 jam
metanol 100% dengan perbandinga 3:1 (vol). Sel
dipecahkan dengan sonikasi selama 2-3 menit. Aktivitas tikus untuk suatu ekstrak
Setelah itu, sel centrifuge untuk mendapatkan ditentukan dengan formula Denardou-
supernatant. Setiap kultur diproses secara Queneherve (1999):
triplikat.
Untuk biossay tikus, toksin diekstrak Am = (B/V) x (C/20 g)
dalam metanol merujuk metode Yasumoto et al.
(1987). Metanol dikeringkan dalam rotovapor dimana:
untuk mendapatkan residu. Kemudian Am = Aktivitas tikus (MU L-1);
dilarutkan residu dengan larutan 1% Tween 60 B = Pengaruh (MU);
dalam penimbal/Bafer Pofat Salin (PBS). Ekstrak V = volume suntikan (L);
toksin tersebut disimpan pada suhu -20o C. C = Berat tikus (g);
Ekstrak toksin dicairkan 1x, 2x dan 10x
dengan larutan 1% Twen 60 dalam PBS. 2.3 Uji Hemolitik
Sebanyak satu mL ekstrak disuntikan kepada Untuk ujian hemolitik dua jenis ekstrak
tikus secara intra peritoneal (i.p.) (Gambar 1). disediakan, yaitu ekstrak yang larut dalam air
Setiap pencairan ekstrak disuntik ke dalam dua dan ekstrak yang larut dalam organik. Kultur
ekor tikus. Tikus yang digunakan adalah tikus pada fasa eksponensial dituai dan dicentrifuge
jantan strain BALB/C yang mempunyai berat pada kecepatan 5000 rpm selama lima menit.
badan sekitar 20 gram, berumur 30-40 hari. Pelet sel dibilas dua kali dengan air suling.
Simptom-simptom yang terdapat pada tikus Untuk ekstrak air, pelet sel dicampur larutan
diamati selama 24 jam mengikut Denardou- PBS dengan perbandingan 1:1 (vol) dan
Queneherve (1999) (Tabel 1). disonikit selama tiga menit di atas es. Setelah
sel dicampurkan, centrifuge pada kecepatan
5000 rpm selama lima menit. Supernatant
diambil dan disimpan pada 4o C. Untuk ekstak
larut organik, pelet sel yang telah dibilas
dengan ddH2O ditambahkan metanol 100%
dengan nisbi 1:3 (vol) dan disonikat selama tiga
menit. Kemudian centrifuge pada kecepatan
5000 rpm selama lima menit untuk memisahkan
pelet dan supernatant. Supernatan dan
Gbr 1. Penyuntikan ekstrak kepada tikus secara dikeringkan dengan menggunakan rotovapor.
intra peritoneal (i.p.) Residu yang terhasil ditimbang dan dilarutkan
dalam PBS dengan nisbi 1:1 (vol).
Uji hemolitik terhadap darah kelinci
dilakukan mengikuti metode Bernheimer
(1988). Darah kelinci ternyata fibrin dibilas !
hingga bersih dengan menggunakan larutan
PBS pada kecepatan 2500 rpm selama lima
menit pada suhu 4o C. Eriktrosit kemudian
dilarutkan dalam PBS pada kepekatan 2% (vol).
Ekstrak P. minimum dilakukan pencairan (25%,
50%, 75% dan 100%). Larutan ekstrak kemudian
ditambahkan pada larutan eritrosit pada nisbi
1:4 (vol). Campuran dieram pada suhu kamar
selama 30 menit dan serapan dibaca dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 545
nm. Setiap ekstrak diuji secara triplikat.
Aktivitas hemolitik ekstrak dibandingkan
Gbr 2. Aktivitas ekstrak toksin larut dalam
dengan larutan standar saponin.
larutan PBS dibandingkan dengan
III. HASIL DAN DISKUSI aktivitas saponin.
Tabel 2. menunjukkan ekstrak P.
minimum bersifat toksik terhadap tikus dengan Aktivitas hemolitik juga diperoleh dari
nilai aktivitas toksin 2.831-9.095 MU L-1 pada ekstrak dalam pelarut organik (Gambar 3).
pencairan 1, 2 dan 10 kali. Simptom-simptom Aktivitas ekstrak toksin yang diperoleh adalah
yang nyata adalah kejang otot dan diare. Walau pada kisaran 0.34-0.40 ng saponin L-1 sel-1.
bagaimanapun tidak ada kematian tikus
diperoleh setelah pengamatan selama 13 jam.
!

Tabel 2. Ketoksikan kultur sel P. minimum


dalam Unit Tikus. Nilai adalah rata-
rata untuk tiga sampel.
Pencairan Berat Unit Aktivitas
ekstrak tikus tikus toksin pada
(ml) (g) (MU) tikus (MU L-1)
1 ml 19.36 3 2.904
(tiada
18.87 3
pencairan) 2.831
0.5 mL (2 17.78 2 5.334
X) 18.4 2 3.680
Gbr 3. Aktivitas ekstrak toksin larut dalam
0.1 mL (10 18.19 1 9.095
pelarut organik dibandingkan dengan
X) 17.77 1 8.885
aktivitas saponin.

Ekstrak toksin ketiga-tiga sampel dalam


Hasil pengamatan di lokasi persampelan
PBS menunjukkan pengaruh hemolitik pada
menunjukkan kematian ikan, tetapi tidak ada
eritrosit kelinci. Aktivitas ekstrak toksin adalah
kasus keracunan kerang-kerangan pada
pada kisaran 0.33-0.37 ng saponin L-1 sel-1
manusia dilaporkan. Ini berbeda dengan
(Gambar 2).
kejadian bloom spesies lain seperti Pyrodinium
bahamense dan Alexandrium minutum yang
menyebabkan kerang menjadi toksik (Usup et
al. 2002). Namun kematian ikan besar-besaran
di perairan Filipina Utara Januari hingga
"

Februari 2002 telah dikaitkan dengan ledakan P. perairan Mediterranean tidak menunjukkan
minimum. Ledakan spesies tersebut kesamaan dengan spesies P. minimum dari
menyebabkan rendahnya DO perairan yang perairan Jepang. Spesies dari Mediterranean
mencapai 1.95-2.25 mg L-1 (Azanza et al. 2005). tidak menunjukkan pengaruh toksik pada
Ikan mati di lokasi persampelan semasa hepatosit kerang-kerangan yang dikultur.
kejadian ledakan P. minimum menunjukkan Sedangkan penelitian terhadap larva Diptera
bahwa kandungan DO yang sangat bervariasi menunjukkan toksin P. minimum bertindak
sehingga kejadian ikan mati tersebut mungkin menghalang saluran-saluran ion kalsium.
terjadi disaat DO pada tingkat terendah. Sedangkan menurut Hegaret et al. (2004) P.
Hasil uji bioassy tikus menunjukkan minimum dapat merusakkan alat pernafasan
spesies P. minimum adalah bersifat toksik. kerang-kerangan. Pengaruh yang disebabkan P.
Simtom-simtom yang ditunjukkan oleh tikus minimum tersebut 35% lebih tinggi
adalah kejang-kejangan dan diare. Pengaruh dibandingkan dengan dinoflagelata lain.
tersebut berkurangan apabila ekstrak dicairkan. Manakala Denardou-Queneherve et al. (1999)
Walau bagaimanapun kepekatan maksimum menunjukkan P. minimum dapat menyebabkan
ekstrak toksin yang disuntik kepada tikus tidak keracunan kerang-kerangan secara alami dan
menyebabkan kematian. Hasil uji ketoksikan dapat menimbulkan risiko pada kesehatan
pada penelitian ini mempunyai perbedaan manusia. Hasil berbagai penelitian tersebut ini
dengan kasus kematian manusia akibat menunjukkan bahwa ketoksikkan isolat P.
keracunan kerang-kerangan yang disebabkan P. minimum mungkin berbeda mengikut lokasi
minimum yang dilaporkan di Jepang dan geografi.
Mexico (Nakazima 1968; dan Okaichi & Berdasarkan hasil uji hemolitik
Imatomi 1979). menunjukkan pengaruh aktivitas hemolitik baik
Merujuk penelitian Nakazima (1968), P. dalam pelarut PBS maupun organik adalah
minimum dapat menyebabkan keracunan relatif sama. Kajian Deeds et al. (2002)
venerupin shellfish poisoning (VSP), yang dapat menunjukkan kultur P. minimum yang diisolat
menyebabkan keracunan sistem gastrointestin dari perairan Maryland dan California bahagian
pada manusia. Kasus kematian manusia yang utara tidak mempunyai aktivitas hemolitik. Ini
disebabkan venerupin telah dilapokan di Jepang. adalah jelas berbeda dengan isolat dari
Sementara Hashimoto (1979), menyatakan Malaysia.
terdapat enam kasus keracunan kerang- Pengaruh kejadian pasang merah yang
kerangan pada manusia di Jepang yang dilaporkan selama ini secara umum dapat
mengakibatkan 542 orang keracunan dengan mengancam kehidupan organisme laut.
angka kematian 185 orang (34% mati). Okaichi Dampak utama adalah pada sektor industri
dan Imatomi (1979) telah mencoba perikanan, walaupun spesies penyebab tersebut
menidentifikasi struktur kimia venerupin tetapi tidak bersifat toksik atau mempunyai
gagal. ketoksikan yang rendah. Kerugian dalam sektor
Toksin yang dihasilkan oleh P. minimum perikanan ini telah terjadi di Filipina Utara
masih belum dikenal dengan tepat, walaupun pada Januari hingga Februari 2002. kejadian
banyak penelitian yang telah dilakukan. ikan mati secara besar-besaran yang disebabkan
Menurut Shimizu (1987), spesies P. minimum ledakan P. minimum. Kerugian tersebut
dapat menghasilkan dua jenis toksin, yaitu mencapai US$ 120,000 (Azanza et al. 2005).
hepatotoksin dan toksin DSP. Sedangkan Manakala Morton et al. (2002) menyatakan
Grzebyk et al. (1997) pula menunjukkan toksin bahwa spesies ini tidak menghasilkan unsur-
P. minimum adalah bersifat polar dan unsur bioaktif. Walaupun begitu ledakan
merupakan neurotoksin. spesies ini tetap dapat mengancam kehidupan
Penelitian yang dilakukan Denardou- organisme laut karena menyebabkan
Queneherve et al. (1999) menunjukkan kekurangan oksigen terlarut di perairan dan
pengaruh toksik spesies P. minimum dari berakibat fatal.
!

IV. KESIMPULAN Morton, S.L., Faust, M.A, Fairey, E.A. &


Moerller, P.D.R. 2002. Morphology and
Data awal menunjukan ekstrak dari P.
toxicity of Prorocentrum arabianum sp. nov.
minimum mempunyai pengaruh toksik terhadap
(Dinophyceae) a toxic planktonic
tikus. Ekstrak toksin spesies ini juga
dinoflagellate from the Gulf of Oman,
menunjukkan pengaruh hemolitik terhadap
Arabian Sea. Harmful Algae 1: 393-400.
eritrosit kelinci. Jenis toksin belum diketahui
Nakazima, M., 1968. Studies on the source of
dan perlu dilaksanakan penelitian selanjutnya.
shellfish poison in Lake Hamana-IV:
Identification and collection of the
DAFTAR PUSTAKA noxious dinoflagellate. Bulletin of the
Azanza, R.V., Fukuyo, Y., Yap, L.G. & Japanese Society of Scientific Fisheries 34:
Takayama, H. 2005. Prorocentrum 130-132.
minimum bloom and its possible link to a Okaichi, T. & Imatomi, Y. 1979. Toxicity of
massive fish kill in Bolinao, Pangasinan, Prorocentrum minimum var. mariae-
Northern Philippines. Harmful Algae 4: lebouriae assumed to be a causative agent
519–524 of short-necked clam poisoning. Dlm.
Bernheimer, A. W. 1988. Assay of hemolytic Hallegraeff, G.M., Anderson, D.M. &
toxins. Methods Enzymology 165: 213-217. Cembella, A.D. (pnyt.). Manual on harmful
Deeds, J.R., Terlizzi, D.E., Adolf, J.E., Stoecker, marine microalgae, hlm. 486. New York:
D.K. & Place, A.R. 2002. Toxicity activity UNESCO Publishing.
from culture of Karlodinium micrum Shimizu, Y. 1987. Dinoflagellate toxins. Dlm.
(=Gyrodinium galatheanum) (Dinophyceae) Witek, B., & Plinski, M. (pnyt.). The first
a dinoflagellate associated with fish recorded bloom of Prorocentrum minimum
mortalities in an estuarine aquaculture (Pavillard) Schiller in the coastal zone of the
facility. Harmful Algae 1: 169-189. Gulf of Gdansk, hlm. 30. Poland:
Denardou-Queneherve, A., Grzebyk, D., Oceanologia.
Pouchus, Y.P., Sauviat, M.P., Alliot, E., Tangen, K. 1979. Brown water in the Oslofjord,
Biard, J.F., Berland, B. & Verbist, J.F. 1999. Norway, in September 1979 caused by the
Toxicity of French strains of the toxic Prorocentrum minimum & other
dinoflagellate Prorocentrum minimum diniflagellates. Dlm. Witek, B., and
experimental and natural contaminations Plinski, M. (pnyt.). The first recorded bloom
of mussels. Toxicon 37: 1711-1719. of Prorocentrum minimum (Pavillard)
Grzebyk, D., Denardou, A., Berland, B. & Schiller in the coastal zone of the Gulf of
Pouchus, Y.F. 1997. Evidence of a new Gdansk, hlm. 29. Poland: Oceanologia.
toxin in the red tide dinoflagellate Usup, G., Pin, C.P., Ahmad, A. & Teen, L.P.
Prorocentrom minimum. Journal of Plankton 2002. Alexandrium (Dinophyceae) species
Research 19: 1111-1124. in Malaysia waters. Harmful Algae 1: 265-
Hashimoto, Y. 1979. Marine toxins and other 275.
bioactive marine metabolites. Dlm. Witek, B. & Plinski, M. 2000. The first recorded
Hallegraeff, G.M., Anderson, D.M. & bloom of Prorocentrum minimum
Cembella, A.D. (pnyt.). Manual on harmful (Pavillard) Schiller in the coastal zone of
marine microalgae, hlm. 486. New York: the Gulf of Gdanks. Oceanologia 42(1): 29-
UNESCO Publishing. 36.
Hegaret, H. & Wikfors, G.H. 2005. Effects of Yasumoto, T., Seino, N., Murakami, Y. &
natural and field-simulated blooms of the Murata, M. 1987. Toxins produced by
dinoflagellate Prorocentrum minimum benthic dinoflagellates. Biol. Bull. 172: 128-
upon hemocytes of eastern oysters, 131.
Crassostrea viriginica, from two different
populations. Harmful Algae 4: 201–209

Anda mungkin juga menyukai