Anda di halaman 1dari 36

METODE PENELITIAN

JURUSAN FARMASI
POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR

PENETAPAN KADAR FENOLIK EKSTRAK TERPURIFIKASI ETIL


ASETAT DAUN KERSEN (Muntingia calabura L.) SECARA
SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

OLEH :

Nama : Dian Ainun Zhafirah

Nim : PO714251171015

Kelas/ Tingkat : D.IV/III

Dosen Pembimbing : Drs. Tahir Ahmad, M.Kes., Apt

JURUSAN FARMASI
POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia dikenal sebagai salah satu Negara yang kaya akan

keanekaragaman hayati dimana terdapat banyak tumbuhan yang bisa digunakan

sebagai obat. Dimana tanaman tersebut dapat ditemukan di mana saja karena

keberadaannya tersebar luas dimuka bumi ini.

Kersen (Muntingia calabura L.) merupakan tanaman yang telah lama

digunakan masyarakat untuk berbagai tujuan pengobatan antara lain sebagai obat

batuk, sakit kuning, dan asam urat (Isnarianti, 2013).

Kersen (Muntingia calabura L.) merupakan tanaman yang kerap ditemui

di pinggir jalan sebagai tanaman perindang. Tanaman ini dinyatakan memiliki

manfaat yang tinggi sebagai tanaman obat. Hal ini didukung oleh beberapa

penelitian pada kulit batang, buah maupun daun kersen yang dinyatakan

mengandung senyawa protein, flavonoid, asam askorbat, polifenol, dan

alfatokoferol (Azmathulla, 2015). Kandungan senyawa daun kersen antara lain

flavonoid, tannin, triterpen, saponin, dan polifenol menunjukkan adanya aktivitas

antioksidan (Zakaria, 2017).

Skrining fitokimia daun kersen menunjukkan adanya flavonoid, saponin,

tanin, triterpen, dan steroid (Amiruddin, 2007). Daun kersen mengandung

flavonoid, tanin, triterpen, saponin dan polifenol (Priharyanti, 2007).


Berdasarkan uji fitokimia ekstrak etanol, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat

dan fraksi air dari daun kersen mengandung alkaloid, fenolik, flavonoid dan

tannin. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Puspitasari & Wulandari

(2017) fraksi etil asetat memiliki kandungan fenolik total yang lebih besar

dibandingkan dengan ekstrak etanol, fraksi n-heksan dan fraksi air yaitu sebesar

510,75 mg/gram.

Berdasarkan hasil penelitian yag telah dilakukan oleh Marjoni, Afrinaldi &

Novita (2015) kadar fenolik total yang terdapat pada daun kersen setara dengan

asam galat 2,86 mg/50 g daun segar.

Ekstraksi purifikasi dilakukan untuk mengeliminasi adanya senyawa

karbohidrat dan atau lipid dalam ekstrak kasar, sehingga kadar fenoliknya menjadi

lebih besar dalam ekstrak terpurifikasi (Hajnos, 2007).

Proses purifikasi adalah metode untuk mendapatkan komponen bahan

alam murni bebas dari komponen kimia lain yang tidak dibutuhkan. Untuk

tingkatan kemurnian (purity) suatu struktur senyawa tertentu, kemurnian bahan

harus 95-100% (Nugroho et al, 2013).

Etil asetat bersifat semi polar sehingga diharapkan dapat menarik senyawa

polar dan non polar (Tensiska, 2007). Etil asetat merupakan pelarut dengan

toksisitas rendah yang bersifat semi polar sehingga diharapkan dapat menarik

senyawa yang bersifat polar maupun nonpolar (Putri, Warditiani & Larasanty,

2013).
Berdasarkan hal diatas maka dilakukan penelitian penentuan kadar fenolik

pada ekstrak terpurifikasi daun kersen dengan menggunakan spektrofometri UV-

Vis.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ekstrak terpurifikasi etil asetat daun kersen

(Muntingia calabura L.) mengandung senyawa fenolik ?

2. Berapakah kadar fenolik yang terkandung didalam ekstrak terpurifikasi etil

asetat daun kersen (Muntingia calabura L.) ?

C. Maksud dan Tujuan Penelitian

1. Maksud

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya senyawa

fenolik yang terkandung didalam ekstrak terpurifikasi etil asetat Daun Kersen

(Muntingia calabura L.)

2. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar

senyawa fenolik yang terkandung didalam ekstrak terpurifikasi

etil asetat Daun Kersen (Muntingia calabura L.) .


b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk menentukan kadar

fenolik yang terkandung didalam ekstrak terpurifikasi etil asetat Daun

Kersen (Muntingia calabura L.) dengan menggunakan spektrofotometri

UV-Vis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman

1. Klasifikasi Tanaman

Klasifikasi dari Daun Kersen (Muntingia calabura L.) adalah sebagai

berikut (Integrated Taxonomic Information System, 2019) :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Viridiplantae

Infrakongdom : Streptophyta

Superdivisi : Embryophyta

Divisi : Tracheophyta

Subdivisi : Spermatophytina

Class : Magnoliopsida

Superorder : Rosanae

Order : Malvales

Famili : Muntingiaceae

Genus : Muntingia L.

Spesies : Muntingia calabura L.


2. Nama Lain

Nama lain dari Daun Kersen (Muntingia calabura L.) yaitu Kerupuk

Siam (Melayu), Manzanitas (Fhiliphina), Cherry (Jamaika), Singapore cherry

(Inggris), Blanco (Spanyol), Baleci (Lumajang), Ceri (Jakarta), Kresen

(Semarang) (BPOM vol 2: ed 1, 2006).

3. Morfologi Tanaman

Kersen, tanaman berbuah kecil yang disukai anak-anak dan burung.

Pertumbuhannya bias mencapai tinggi 12 m, dengan cabang-cabang mendatar

dan menggantung di ujungnya membentuk naungan yang rindang. Pada

ranting dan daunnya terdapat rambut halus bercampur dengan kelenjar. Ia

selalu hijau, berbunga, dan berbuah sepanjang tahun (Nuraini, 2014)

Daunnya tidak simetris, dengan tulang daun menyirip dan tepi berberigi.

Pada ketiak agak disebelah atas tumbuhnya daun muncullah bunga yang

terdiri dari 1-3 (-5) kuntum, tangkainya panjang, berkelamin 2, dan

berbilangan 5. Kelopak berbagai dalam, taju meruncing bentuk benang,

rambut halus; mahkota bertepi rata, berbentuk bundar telur terbalik, putih tiis,

gundul. Benang sari berjumlah 10 hingga lebih dari 100 helai. Bunga yang

mekar menonjol keluar, ke atas helai-helai daun; namun setelah menjadi buah

menggantung ke bawah, tersembunyi di bawah helai daun. Umumnya hanya

satu-dua bunga yang menjadi buah di dalam tiap berkasnya. Buah berdiameter

hingga 1,5 cm berbentuk seperti ceri, berwarna hijau saat muda dan memerah

saat tua (Nuraini, 2014)


4. Kandungan Kimia Tanaman

Daun kersen mengandung tannin, flavonoid (isoflavon glikon), dan

saponin (Nuraini, 2014).

Senyawa aktif yang dimiliki oleh daun kersen yang memiliki aktivitas

antioksidan diantaranya adalah fenolik, flavonoid, dan alkaloid (Puspitasari &

Wulandari, 2017).

5. Manfaat Tanaman

Khasiat dari daun kersen adalah sebagai berikut Diabetes, Hipertensi,

Kolestrol, Menghambat pertumbuhan sel kanker payudara, Tonsilitis/radang

amandel, Mengurangi radang dan menurunkan panas (Nuraini, 2014).

B. Ekstraksi

1. Definisi Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan cair, kental atau kering yang merupakan hasil

proses ekstraksi atau penyarian suatu matriks atau simplisia menurut cara yang

sesuai. Ekstrak cair diperoleh dari ekstraksi yang masih mengandung sebagian

besar cairan penyari. Ekstrak kental akan didapat apabila sebagian besar cairan

penyari sudah diuapkan, sedangkan ekstrak kering akan diperoleh jika sudah

tidak mengandung cairan penyari (Hanani, 2017).

Ekstraksi merupakan proses yang dilakukan oleh cairan penyari untuk

menarik keluar zat akrif yang beberapa terdapat pada tanaman obat. Zat aktif

berada didalam sel, sehingga untuk dapat mengeluarkan zat aktif dari dalam

sel diperlukannya suatu cairan penyari atau pelarut tertentu. Cairan penyari
yang biasa digunakan adalah methanol, etanol, kloroform, heksan, eter, aseton,

benzene dan etil asetat (Najib, 2018).

Ekstraksi merupakan proses pemisahan senyawa dari matriks atau

simplisia dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Peran ekstraksi dalam

analisis fitokimia sangat penting kar,ena sejak tahap awal hingga akhir

menggunakan proses ekstraksi, termaksud fraksinasi dan pemurnian (Hanani,

2017).

2. Tujuan Ekstraksi

Tujuan ekstraksi adalah menarik atau memisahkan senyawa dari

campurannya atau simplisia. Pemilihan metode dilakukan dengan

memperhatikan antara lain sifat senyawa, pelarut yang digunakan, dan alat

tersedia. Struktur setiap senyawa, suhu dan tekanan merupakan factor yang

perlu diperhatikan dalam melakukan ekstraksi (Hanani, 2017).

3. Metode Ekstraksi

Beberapa metode ekstraksi yang umum digunakan antara lain (Hanani,

2017) :

1) Maserasi

Maserasi adalah cara ekstraksi simplisia dengan merendam dalam pelarut

pada suhu kamar sehingga kerusakan atau degradasi metabolit dalam

diminimalisasi. Pada maserasi, terjadi proses keseimbangan konsentrasi

antara larutan diluar dan didalam sel sehingga diperlukan penggantian

pelarut secara berulang. Kinetika adalah cara ekstraksi, seperti maserasi

yang dilakukan dengan pengadukan, sedangkan digesti adalah cara


maserasi yang dilakukan pada suhu yang lebih tinggi dari suhu kamar,

yaitu 40-600C.

2) Perkolasi

Perkolasi adalah cara ekstraksi simplisia menggunakan pelarut yang selalu

baru dengan mengalirkan pelarut melalui simplisia hingga senyawa tersari

sempurna. Cara ini memerlukan waktu yang lebih lama dan pelarut yang

lebih banyak.

3) Refluks

Refluks adalah cara ekstraksi dengan pelarut pada suhu titik didihnya

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relative konstan

dengan adanya pendingin balik agar hasil penyarian lebih baik atau

sempurna refluks umumnya dilakukan berulang-ulang (3-6 kali) terhadap

residu pertama. Cara ini memungkinkan terjadinya penguraian senyawa

yang tidak tahan panas.

4) Soxhletasi

Soxhletasi adalah cara ekstraksi menggunakan pelarut organik pada suhu

didih dengan alat soxhletasi. Pada soxhletasi simplisia dan ekstrak berada

pada labu berbeda. Pemanasan mengakibatkan pelarut menguap dan uap

masuk dalam labu pendingin. Hasil kondensasi jatuh bagian simplisia

sehingga ekstraksi berlangsung terus-menerus dengan jumlah pelarut

relatif konstan. Ekstraksi ini dikenal sebagai ekstraksi sinambung.


5) Infusa

Infusa adalah cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut air pada suhu

96-98oC selama 15-20 menit (dihitung setelah suhu 96 oC tercapai).

Bejanainfusa tercelup dengan tangas air. Cara ini sesuai dengan simplisia

yang bersifat lunak seperti bunga dan daun.

6) Dekok

Dekok adalah cara yang mirip dengan infusa hanya saja waktu ekstraksi

yang lebih lama yaitu 30 menit dan suhunya mencapai titik didih.

7) Destilasi (Penyulingan)

Destilasi merupakan cara ekstraksi untuk menarik atau menyari senyawa

yang ikut menguap dengan air sebagai pelarut. Pada proses pendinginan,

senyawa dan uap air akan terkondensasi dan terpisah menjadi destilat air

dan senyawa yang diekstraksi. Cara ini umum digunakan untuk menyari

minyak atsiri dalam tumbuhan.

8) Lawan Arah (Counter Current)

Cara ekstraksi ini serupa dengan cara perkolasi, tetapi simplisia bergerak

berlawanan arah yang digunakan. Cara ini banyak digunakan untuk

ekstraksi herbl dalam skala besar.

9) Ultrasonik

Ekstraksi ultrasonik melibatkan penggunaan gelombang ultrasonik

dengan frekuensi 20-2000 kHz sehingga permeabilitas dinding sel

meningkat da nisi sel keluar. Frekuensi getaran mempengaruhi hasil

ekstraksi.
C. Purifikasi

Ekstrak yang diperoleh dari proses ekstraksi simplisia tanaman obat

dengan menggunakan pelarut organik atau air seringkali mengandung senyawa

yang tidak diinginkan seperti zat warna (pigmen), karbohidrat, lilin, resin dan

sejenisnya. Keberadaan senyawa tersebut seringkali merugikan pada kestabilan

dan mengurangi kadar senyawa aktif di dalam ekstrak sehingga harus dihilangkan.

Purifikasi ekstrak diharapkan dapat meningkatkan khasiat ekstrak disamping

memperkecil jumlah dosisnya. Selain itu, tujuan purifikasi ekstrak yaitu untuk

menghilangkan senyawa-senyawa pengganggu namun tetap mempertahankan

senyawa aktifnya (Warditiani dkk., 2014).

Ekstrak dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu ekstrak kasar dan ekstrak

dimurnikan. Ekstrak kasar artinya ekstrak yang mengandung semua bahan yang

tersari dengan menggunakan pelarut organik, sedangkan ekstrak dimurnikan

adalah ekstrak kasar yang telah dimurnikan dari senyawa-senyawa inert melalui

proses penghilangan lemak, penyaringan menggunakan resin atau adsorben.

Ekstrak murni lebih disukai karena mempunyai bahan aktif atau komponen kimia

yang jauh lebih tinggi dibandingkan ekstrak kasar, sebagai contoh kandungan

senyawa aktif dalam ekstrak kasar 20%, setelah dimurnikan senyawa aktif akan

meningkat menjadi 60 %. Produk biofarmaka dengan kandungan senyawa aktif

yang tinggi diperlukan proses pemurnian lebih lanjut dari ekstrak kasar (Hernani,

2007).

Proses pemurnian memiliki tujuan untuk menghilangkan atau

memisahkan senyawa yang tidak dikehendaki semaksimal mungkin tanpa


berpengaruh pada senyawa kandungan yang dikehendaki, sehingga diperoleh

ekstrak yang lebih murni (Depkes, 2000).

D. Fenolik

1. Pengertian Fenolik

Istilah senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari

tumbuhan, yang meliputi ciri yang sama yaitu cincin aromatik yang

mengandung satu atau dua penyulih hidroksil. Senyawa fenol cenderung

mudah larut dalam air karena umumnya mereka sering kali berkaitan dengan

gula sebagai glikosida, dan biasanya terdapat dalam vakuola sel (Harborne,

1987)

Beberapa ribu senyawa fenol alam telah diketahui strukturnya.

Flavonoid merupakan golongan terbesar, tetapi fenol monosiklik sederhana,

fenilpropanoid, dan kuinon fenolik juga terdapat dalam jumlah besar.

Beberapa golongan bahan polimer penting dalam tumbuhan lignin, melanin,

dan tanin adalah senyawa polifenol dan kadang-kadang satuan fenolik

dijumpai pada protein, alkaloid, dan diantara terpenoid (Harborne, 1987).

Gambar 1. Rumus Struktur Fenol


Senyawa fenolik adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih

gugushidroksi yang menempel di cincin aromatic. Dengan kata lain, senyawa

fenolik adalah senyawa yang sekurang-kurangnya memiliki satu gugus fenol.

Terkait dengan senyawa fenolik, seringkali terjadi kerancuan pada pengertian

istilah polifenol kadang disalahartikan sebagai bentuk polimerisasi senyawa

fenolik, padahal polifenol hanya merupakan satu senyawa yang memiliki lebih

dari satu gugus fenol (Seafast, 2012).

Senyawa fenolik dialam terdapat sangat luas mempunyai variasi

struktur yang luas, mudah ditemukan disemua tanaman, daun, bunga, dan buah.

Ribuan senyawa fenolik dialam telah diketahui strukturnya antara lain

flavonoid, fenol monosiklik sederhana, fenil propanoid, polifenol (lignin

melanin, tannin), dan kuinon fenolik (Fauziah, 2008).

Seyawa fenolik sangat peka terhadap oksidasi enzim atau mungkin hilang

pada proses isolasi akibat kerja enzim fenolase yang terdapat dalam tumbuhan.

Ekstraksi senyawa fenolik tumbuhan dengan etanol mendidih biasanya

mencegah terjadinya oksidasi enzim. Semua senyawa fenolik berupa senyawa

aromatic sehingga semuanya menunjukkan serapan kuat didaerah spectrum

UV. Selain itu secara khas senyawa fenolik menunjukkan geseran batokrom

pada spektrumnya bila ditambahkan basa. Karena itu cara spektrometri penting

terutama untuk identifikasi dan analisis kuantitatif senyawa fenolik (Harborne,

1987).

Asam galat adalah senyawa golongan asam fenolik C6-C1 atau

hidroksibenzoat, yaitu asam 3,4,5-trihidroksibenzoat. Asam galat adalah


subunit dari galotanin, yaitu polimer heterogen yang mengandung berbagai

molekul asam galat yang saling terkait dengan asam galat lain serta

dengan sukrosa dan gula lainnya (Salisbury, 1995).

Gambar 2. Rumus Struktur Asam Galat

Asam galat (GA) adalah senyawa fenolik. Secara kimiawi dikenal

sebagai 3, 4, 5-trihydroxybenzoic acid. Struktur asam galat memiliki fenolik

kelompok yang merupakan sumber atom hidrogen yang tersedia sehingga

radikal yang diproduksi dapat didelokalisasi di atas struktur fenolik (Nicolic,

2006).

Ketertarikan dalam senyawa ini adalah karena aktivitas farmakologisnya

sebagai penangkal radikal. Telah terbukti memiliki potensi pencegahan dan

efek terapeutik pada banyak penyakit, di mana stres oksidatif telah terlibat,

termasuk penyakit kardiovaskular, kanker, gangguan neurodegeneratif dan

penuaan (Karamae, Kosinska & Pegg, 2005).

Asam galat merupakan salah satu senyawa aktif yang banyak

dimanfaatkan di bidang medis. Senyawa ini terdapat sebagai metabolit

sekunder pada tanaman (Vazirian et al., 2011). Keberadaan asam galat dalam
tanaman terdapat pada konsentrasi yang kecil. Asam galat dapat bergabung

dengan glukosa membentuk tanin terhidrolisis (Hagerman, 2002).

Asam galat murni berbentuk bubuk organik Kristal tak berwarna dan

merupakan molekul bebas atau bagian dari molekul tanin. Asam galat

mempunyai sifat antifungal, antiokasidan, dan antiviral (Nely & Fardiaz,

2007).

2. Manfaat Fenolik

Fenol dapat digunakan sebagai antiseptik seperti yang digunakan Sir

Joseph ister saat mempraktikkan pembedahan antiseptik. Fenol merupakan

komponen utama pada antiseptik dagang, triklorofenol atau dikenal sebagai

TCP (Trichlorophenol). Fenol juga merupakan bagian komposisi beberapa

anastetika oral, misalnya semprotan kloraseptik. Peran fenol dalam dunia

farmasi adalah sebagai bahan pembuatan obat-obatan (bagian dari produksi

aspirin, pembasmi rumput liar, dan lainnya. Fenol terkonsentrasi dapat

mengakibatkan pembengkakan kimiawi pada kulit yang terbuka (Fessenden,

1986).

3. Fungsi Fenolik

Fungsi senyawa fenol yang sudah diketahui adalah sebagai pembangun

dinding sel, pigmen bunga dan enzim (Hanani, 2017).

Senyawa fenolik berfungsi sebagai pelindung terhadap sinar

UV-B dan kematian sel untuk melindungi DNA dari dimerisasi dan kerusakan

(Lai & Lim, 2011).


E. Spektrofotometri Uv-Vis

Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari

spectrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spectrum

dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas

cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer

digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi terebut ditransmisikan,

direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar,

1990).

Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitans atau absorbans

suatu contoh sebagai fungsi panjang gelombang; pengukuran terhadap suatu

deretan contoh pada suatu panjang gelombang tunggal mungkin juga dapat

dilakukan (Underwood, 1981).

Pada spektrofotometri UV-Vis ada beberapa istilah yang digunakan terkait

dengan molekul, yaitu kromofor, auksokrom, efek batokromik atau pergeseran

merah, efek hipokromik atau pergeseran biru, hipsokromik, dan hipokromik

(Suhartati, 2013)

Kromofor adalah molekul atau bagian molekul yang mengabsorbsi sinar

dengan kuat di daerah UV-Vis, misalnya heksana, aseton, asetilen, benzena,

karbonil, karbondioksida, karbonmonooksida, gas nitrogen (Suhartati, 2013).

Auksokrom adalah gugus fungsi yang mengandung pasangan elektron bebas

berikatan kovalen tunggal, yang terikat pada kromofor yang mengintensifkan

absorbsi sinar UV-Vis pada kromofor tersebut, baik panjang gelombang maupun

intensitasnya, misalnya gugus hidroksi, amina, halida, alkoksi (Suhartati, 2013).


Efek batokromik atau pergeseran merah adalah terjadi perubahan absorbsi

panjang gelombang ke arah panjang gelombang yang lebih besar, hal ini terjadi

karena adanya substituen/auksokrom tertentu pada kromofor (Suhartati, 2013)

Efek hipsokromik atau pergeseran biru adalah terjadinya perubahan absorbsi

ke panjang gelombang yang lebih pendek. Hal ini terjadi karena perubahan pelarut

atau tidak adanya substituen/auksokrom pada suatu kromofor (Suhartati, 2013).

Efek hiperkromik adalah terjadinya peningkatan intensitas absorbs dan

hipokromik penurunan intensitas absorbsi, hal ini terjadi misalnya karena

perubahan pelarut (Suhartati, 2013).

Gambar 3. Komponen Alat Spektrofotometer UV-VIS

Adapun komponen-komponen alat Spektrofotometer Uv-Vis adalah

(Suhartati, 2013) :

1. Sumber sinar polikromatis, untuk sinar UV adalah deuterium sedangkan sinar

Visibel atau sinar tampak adalah lampu wolfram.


2. Monokromator pada spektrofotometer Uv-Vis digunakan lensa prisma dan

filter optic.

3. Sel sampel berupa kovet yang terbuat dari kuarsa atau gelas dengan lebaryang

bervariasi.

4. Detector berupa detector foto atau detector panas atau detector diode foto

berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan mengubahnya

menjadi arus listrik.

Single-beam instrument dapat digunakan untuk kuantitatif dengan mengukur

absorbansi pada panjang gelombang tunggal. Single-beam instrument mempunyai

beberapa keuntungan yaitu sederhana, harganya murah, dan mengurangi biaya

yang ada merupakan keuntungan yang nyata (Suhartati, 2013).

Double-beam instrument mempunyai dua sinar yang dibentuk oleh potongan

cermin yang berbentuk V yang disebut pemecah sinar. Sinar pertama melewati

larutan blanko dan sinar kedua secara serentak melewati sampel (Suhartati, 2013).

Spektrofotometri UV-Visible dapat digunakan untuk penentuan terhadap

sampel yang berupa larutan, gas, atau uap. Pada umumnya sampel harus diubah

menjadi suatu larutan yang jernih Untuk sampel yang berupa larutan perlu

diperhatikan beberapa persyaratan pelarut yang dipakai antara lain: 1. Harus

melarutkan sampel dengan sempurna. 2. Pelarut yang dipakai tidak mengandung

ikatan rangkap terkonjugasi pada struktur molekulnya dan tidak berwarna (tidak

boleh mengabsorpsi sinar yang dipakai oleh sampel) 3. Tidak terjadi interaksi

dengan molekul senyawa yang dianalisis 4. Kemurniannya harus tinggi (Suhartati,

2013).
Interpretasi data dilakukan dengan membuat kurva kalibrasi hubungan

antara konsentrasi dengan absorbansi untuk memperoleh persamaan regresi linier

(Marjoni, Afrinaldi, Novita, 2015).

F. Kerangka Konsep

Daun Kersen Flavonoid, Saponin,

(Muntingia calabura L.) Polifenol dan Tanin


(Puspitasari & Wulandari,
2017)

Secara empiris Daun Kersen Ekstrak purifikasi dilakukan


digunakan untuk pengobatan batuk, untuk mengeliminasi adanya
penyakit kuning, dan asam urat senyawa karbohidrat dan atau
(Puspitasari & Wulandari, 2017). lipid dalam ekstrak kasar
(Hajnos, 2007). Etil asetat
bersifat semi polar sehingga
diharapkan dapat menarik
senyawa polar dan non polar
(Tensiska, 2007)

Penetapan kadar fenolik


ekstrak etil asetat
Data Ilmiah
terpurifikasi Daun Kersen.
G. Validasi dan Reliabilitas

Validitas dijaga dengan menggunakan metode yang tervalidasi yaitu


dengan menggunakan metode SPEKTROFOTOMETRI-UV-VIS dengan kondisi
yang telah disesuaikan.

Reliabilitas data dijaga dengan sampel dibuat dalam 3 replikasi.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Pelaksanaan penelitian di Laboratorium Kimia Farmasi dan Fitokimia

Poltekkes Kemenkes Makassar jurusan Farmasi.

B. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah Daun Kersen

(Muntingia calabura L.) yang berasal dari Makassar Provinsi Sulawesi Selatan

dan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak terpurifikasi Daun

Kersen (Muntingia calabura L.).

C. Metode Kerja

Jenis penelitian yang digunakan yaitu secara eksperimental dengan

menggunakan metode ekstraksi yaitu maserasi dan pengukuran kadar fenolik

dengan alat spektrofotometer Uv-Vis

D. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat yang diguakan

Alat-alat yang digunakan adalah Mikropipet 100-1000 µL (DragonLab),

Pipet tetes, Rotary Vacum Evaporator (IKA®RV10 Basic),

Spektrofotometer UV-Vis (Thermo Scientific), Timbangan analitik (Kern)


2. Bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan adalah Ekstrak Daun Kersen (Muntingia

calabura L.), Etanol 96%, Etil asetat, dan Asam galat p.a, Aquadest.

E. Prosedur Penelitian

1. Penyiapan Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang disiapkan sesuai dengan kebutuhan penelitian

yang akan dilaksanakan.

2. Pengambilan dan Pengolahan Sampel

a. Pengambilan sampel

Populasi pada penelitian ini adalah tanaman kersen

(Muntingia calabura L.) dimana bagian tanaman yang diambil berupa

daun yang masih segar dan tidak berlubang.

b. Pengolahan sampel

Sampel daun kersen (Muntingia calabura L.) dicuci bersih dengan

menggunakan air yang mengalir setelah itu dilakukan perajangan atau

dipotong-potong kecil dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan

tanpa paparan sinar matahari langsung.

c. Ekstraksi sampel (Ekstrak Kasar)

Sampel dimasukkan ke dalam wadah maserasi sebanyak 50 gram, lalu

ditambahkan pelarut etanol 96% hingga simplisia tersebut terendam,

dibiarkan selama 24 jam dalam bejana tertutup dan terlindungi dari cahaya

matahari langsung sambil diaduk secara periodik, setelah itu dilakukan

penyaringan untuk diperoleh ekstrak etanol cair. Hasil penyarian yang


diperoleh kemudian diuapkan dengan menggunakan rotavapor. Dilakukan

remaserasi sebanyak 3 kali. Kemudian dihitung persen rendamennya

(Zakaria et al., 2007).

d. Ekstrak Terpurifikasi

Ekstrak kasar sebanyak 3 gram dimasukkan ke dalam 30 mL air

mendidih kemudian didinginkan dalam kulkas selama 12 jam. Setelah itu

disaring dan diekstraksi cair-cair dengan etil asetat : aquadest (masing-

masing 1 : 1 mL). Ekstrak etil asetat terpurifikasi diuapkan hingga

diperoleh ekstrak kental. Kemudian dihitung rendamen yang diperoleh

(Abidin et al, 2019)

3. Uji Kualitatif Fenolik

Senyawa golongan fenolik dapat dideteksi dengan menggunakan

FeCl3 1%. Pengujiannya yaitu sebanyak 1 gram sampel dilarutkan dengan

menggunakan pelarut etanol 96% sebanyak 2 mL. Larutan yang dihasilkan

diambil sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 1%.

Terbentuknya warna hijau, merah, ungu, biru, atau hitam yang kuat

menunjukkan adanya seyawa fenolik dalam sampel (Harborne, 1987).

4. Uji Kuantitatif kadar Fenolik

1. Penentuan panjang gelombang maksimal (𝜆maks)

Ditimbang sebanyak 10 mg asam galat kemudian dilarutkan dalam

10 mL aquadest sehingga diperoleh larutan asam galat dengan konsentrasi

1000 ppm. Dipipet 1 mL kemudian dicukupkan volumenya hingga 10 mL

dengan aquadest sehingga diperoleh konsentrasi 100 ppm. Dari larutan


tersebut dipipet 1 mL dicukupkan dengan aquadest hingga 10 mL

kemudian dipipet 1 mL larutan asam galat ditambahkan dengan 1 mL

reagen Folin-Ciocalteau

(1 : 9) kemudian dikocok hingga homogen diinkubasi selama 3 menit

Setelah itu ditambahkan 1 mL Na2CO3 7% kemudian diinkubasi pada suhu

ruangan selama 30 menit. Absorbansi ditentukan pada range panjang

gelombang 400-800 nm dengan menggunakan spektrofotometer Uv-Vis

(Latif, 2018).

2. Pengukuran Larutan Standar Asam Galat

Ditimbang 10 mg asam galat dilarutkan dalam 10 mL aquadest

sehingga diperoleh larutan asam galat dengan konsentrasi 1000 ppm. Dari

larutan stok dipipet 1 mL dan dicukupkan volumenya hingga 10 mL

dengan aquadest sehingga diperoleh konsentrasi 100 ppm. Dari larutan

tersebut dipipet 0,5 mL, 1 mL, 1,5 mL, 2 mL, 2,5 mL dan dicukupkan

dengan aquadest 10 hingga 10 mL, sehingga dihasilkan konsentrasi 5 ppm,

10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, 25 ppm. Dari masing-masing konsentrasi dipipet

1 mL larutan asam galat ditambahkan dengan 1 mL reagen

Folin-Ciocalteau (1 : 9) dikocok lalu diinkubasi selama 3 menit lalu

ditambahkan dengan 1 mL Na2CO3 7%. Setelah itu diinkubasi pada suhu

ruangan selama 30 menit, kemudian absorbansi diukur pada panjang

gelombang maksimum (Latif, 2018).


3. Penentuan kadar fenolik daun kersen (Muntingia calabura L.)

Ditimbang 10 mg ekstrak terpurifikasi etil asetat daun kersen

(Muntingia calabura L.) kemudian dilarutkan dalam 10 mL aquadest

sehingga diperoleh konsentrasi 1000 ppm. Kemudian dipipet sebanyak 1

mL larutan sampel kemudian dicukupkan hingga 10 mL aquadest sehingga

diperoleh konsentrasi 100 ppm. Kemudian dipipet 1 mL ditambahkan 1

mL reagen Folin-Ciocalteau (1 : 9) dikocok lalu diinkubasi selama 3

menit, ditambahkan 1 mL larutan Na2CO3 7% dikocok hingga homogen

setelah itu diinkubasi pada suhu ruangan selama 30 menit, kemudian

absorbansi diukur pada panjang gelombang maksimum. Sampel dibuat

dalam 3 replikasi (Latif, 2018).


DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z, Khaeriah, U, Zuhriana, Pratama, M, & Baits, M 2019,


‘Penentuan Aktivitas Penghambatan Tirosine Dari Ekstrak Kasar Dan
Ekstrak Terpurifikasi Daun Kelor (Moringa oleifera L.)’ IJPST, vol. 1, no.
1.

Azmathulla, KY, Subhas, CM, & Dinesha, R 2015, ‘Antioxidant Activity:


Root, Leaves, and Fruit Aqueus Extract of Muntingia calabura’,
Joutnal of Innovation in Pharmaceuticals and Biological Sciences, India.

BPOM 2006, Acuan Sediaan Herbal, vol. 2, edk 1, Badan Pengawas


Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta.

Chun, OK, Kim, DO, & Lee, CY 2003, ‘Superoxide Radical Scavenging
Activity of The Major’.

Cos, P, Hermans, N, Calomme, M 2003, ‘Comparative study of eight well-known


polyphenolic antioxidants’, J.Pharm, Pharmacol, Vol. 55.

Depkes RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat,


Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Fauziah, L 2008, ‘Studi Dimerisasi Asam’, FMIPA,Universitas Indonesia, Depok.

Fessenden, RJ & Fessenden JS 1986, Kimia Organik, edisi 3, jilid 1,


Worth Publisher, INC, Belmont, USA

Hajnos, MW, Oniszczuk, A, Szewczyk, K, and Wianowska, D, 2007 ‘Effect


of Sample Preparation Methods on The HPLC Quantitation of Some
Phenolic Acids in Plant Materials’, Acta Chromatographica.

Hanani, E 2017, Analisis fitokimia, Theresia Verinicar Dwinita, S.Farm.,


Apt & Amalia Hanif, S. Farm., Apt, Penerbit buku kedokteran EGC,
Jakarta.

Harborne, JB 1987, Metode fitokimia bandung, Penerbit ITB, Bandung.

Hernani TM dan Christina W. 2007, Pemilihan Pelarut pada Pemurnian Ekstrak


Lengkuas (Alpinia Galanga) secara Ekstraksi. Jurnal Pascapanen. Vol. 4,
No.
Isnarianti, R, Wahyudi, IA, Puspitasari, RM 2013, ‘Muntingia calabura L
Leaves Extract Inhibits Glucosyltransferase Activity of Streptococcus
mutans’, Journal of Dentistry Indonesia, vol. 20,
no. 3.

Integrated Taxonomic Information System 2019, http://www.itis.gov/, Jagung


(Zea mays L.) Diakses 1 Desember 2019.

Karamaae, MA, Kosinska, Pegg RB 2005, ‘Comparison of radical-Scavenging


activities of Selected Phenolic acids’, Pol J Food Nutr Sci, Vol. 14.

Khopkar, SM 1990, Konsep dasar kimia analitik, A. Saptorahardjo, UI-Press,


Jakarta.

Lai, YH, Lim YY 2011, ‘Evaluation of Antioxcidant Activities of the Methanolic


Extract of Selected Ferns in Malaysia’, IPCBEE.

Latif, NP 2018, ‘Penetapan Kadar Fenolik Ekstrak Etanol Daun Pacar Kuku
(Lawsonia inermis L.) Dengan Metode Spektrofotometri
UV-VIS’, S.Farm Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muslim Indonesia,
Makassar.

Marjoni, RM, Afrialdi, Novita, DA 2015, ‘Kandungan Total Fenol Dan Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Air Daun Kersen (Muntingia calabura L.)’, Jurnal
Kedokteran Yarsi, Vol. 23, No. 3.

Najib, A 2018, Ekstraksi senyawa bahan alam, Penerbit Deepublish, Yogyakarta.


Nely & Fardiaz 2007, ‘Aktivitas Antioksidan Rempah Pasar dan Bubuk Rempah
Pabrik dengan Metode Polifenol dan Uji AOM (Active Oxygen Method)’,
Institute Tehnologi Bandung, Bandung.
Nikolic, KM 2006, ‘Theoretical Study of Phenolic Antioxidans Properties in
Reaction with oxygen-centered radicals’, J Mol THEOCHEM, Vol. 774.
Nugroho, AE, Malik, A, & Pramono, S 2013 ‘Total phenolic and flavonoid
contents, and in vitro antihypertension activity of purified extract of
Indonesian cashew leaves (Anacardium occidentale L.)’. International food
research journal, vol. 20, no. 1.

Nuraini, DN 2014, Aneka daun berkhasiat untuk obat, Penerbit Gaya Media,
Yogyakarta.

Puspitasari, DA, Wulanari, LR 2017, ‘Aktivitas Antioksidan dan Penetapan Kadar


Flavonoid Total Ekstrak Etil Asetat Daun Kersen (Muntingia calabura)’,
Jurnal Pharmasciene, vol. 04, no. 02.
Rohman, A, Riyanto, S, Utari, D 2006, ‘Aktivitas Antioksidan, Kandungan
Fenolik Total dan Kandungan Flavonoid Total Ekstrak Etil Asetat Buah
Mengkudu Serta Fraksi-fraksinya’, Jurnal MFI, vol. 17. No.3

Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan, Jilid 2. Penerjemah: Lukman


DR, Sumaryono, Penerbit ITB, Bandung.

Silvia, GL, Lee, IS & Kinghom, AD 1998, ‘Spesial Problems with the Extraction
of Plants’ Human Press, Totowa New Jarsey.

Suhartati, T 2013, Dasar-dasar spektrofotomrtei UV-VIS dan spektrofotometri


massa untuk penentuan struktur senyawa organik, CV. Anugrah Utama
Raharja, Bandar Lampung.

Underwood, AL 1981, Analisa kimia Kuantitatif, edk 4, Drs. R. Soendoro,


Penerbit erlangga, Jakarta.

Vazirian, M, Khanavi, M, Amanzadeh, Y, & Hajimehdipoor, H 2011,


‘Quantification of Gallic Acid in Fruits of Three Medicinal Plants’, Iranian
Journal of Pharmaceutical Research, Vol. 10, No. 2.

Zakaria, ZA 2017, ‘Free radical scavenging activity of some plants available in


Malaysia’, IJPT, vol. 6.

Zakaria, ZA., Mustapha, S, Sulaiman, MR, Jais AMM, Somchit, MN, &
Abdullah, FC 2007, ‘The antinociceptive action of aqueous extract from
muntingia calabura leaves, the role of opioid receptors’, Med Princ Pracyt,
16.

Zakaria, ZA. A, Mohamed, MN, Jamil, SM 2011, ‘Invitro Antiproliferative And


Antioxidant Activities Of The ExtractsOf Muntingia Calabura Leaves’,
American Journal of Chinese Medicine, vol. 39, no. 1.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Kerja Ekstraksi Daun Kersen (Muntingia calabura L.)

50 gram serbuk simplisia Daun


Kersen (Muntingia calabura L.)

- Dimaserasi dengan etanol 96%


- Didiamkan selama 24 jam
- Disaring
- Maserasi dilakukan sebanyak 3x

Ekstrak etanol Residu


cair

Dimaserasi dengan etanol


96%

Ekstrak etanol Residu


cair

Ekstrak etanol Residu


cair

Ekstrak etanol
kental
Lampiran 2. Skema Kerja Ekstrak Terpurifikasi Daun Kersen
(Muntingia calabura L.)

3 gram ekstrak kasar

- Dimasukkan kedalam 30 mL
air mendidih.
- Dinginkan didalam kulkas
selama 12 jam.
- Disaring.

Diekstraksi cair-cair

- Menggunakan etil asetat :


aquadest (masing-masing 1 :
1 mL)

Ekstrak etil asetat


terpurifikasi

Diuapkan

Ekstrak kental
Lampiran 3. Skema Kerja Uji Kualitatif Fenolik

1 gram sampel

Dilarutkan dengan etanol


96% sebanyak 2 mL

1 mL larutan ekstrak

Ditambahkan 2 tetes larutan


FeCl3 1%

Terbentuknya warna hijau,


merah, ungu, biru atau hitam
kuat menunjukkan positif fenolik
Lampiran 4. Skema Kerja Penentuan Panjang Gelombang Maksimal

10 mg asam galat

- Dilarutkan dengan 10 mL
aquadest
- Dihomogenkan

Larutan stok asam galat 1000 ppm

- Dipipet 1 mL
- Dicukupkan dengan aquadest
10 mL

Konsentrasi 100 ppm

- Dipipet 1 mL
- Dicukupkan dengan aquadest
- Ditambahkan dengan 1 mL
reagen Folin-Ciocalteau (1:9)
- Dihomogenkan
- Diamkan selama 3 menit
- Ditambahkan 1 mL Na2CO3 7%
- Diinkubasi pada suhu ruangan
selama 30 menit
- Diukur absorbansi pada range
panjang gelombang 400-800
nm

𝜆 max
Lampiran 5. Skema Kerja Pengukuran Larutan Standar Asam Galat

Asam galat
Sebanyak 10 mg

- Dilarutkan dengan 10 mL
aquadest
- Dihomogenkan

Larutan stok asam galat (1000 ppm)

- Dipipet 1 mL
- Diencerkan dengan aquadest
hingga 10 mL
Kosentrasi 100 ppm

- Dibuat seri konsentrasi

5 ppm 10 ppm 15 ppm 20 ppm 25 ppm

- Ditambahkan 1 mL reagen folin


ciocalteau (1 : 9)
- Dihomogenkan
- Diamkan selama 3 menit
- Ditambahkan 1 mL larutan
Na2CO3 7%
- Dihomogenkan
- Diinkubasi pada suhu ruangan
selama 30 menit
- Diukur absorbansi pada panjang
gelombang maksimum
Kurva baku standar
asam galat
Lampiran 6. Penentuan Kadar Fenolik Ekstrak Terpurifikasi Etil Asetat Daun
Kersen (Muntingia Calabura L.)

Ekstrak terpurifikasi etil asetat


daun kersen (Muntingia
calabura L.)
10 mg

- Dilarutkan dengan aquadest hingga


volume 10 mL
- Dipipet 1 mL
- Ditambahkan 1 mL pereaksi folin
ciocalteau (1 : 9)
- Diamkan selama 3 menit
- Ditambahkan 1 mL larutan Na2CO3
7%
- Diinkubasi pada suhu ruangan
selama 30.
- Dibuat dalam 3 replikasi

Larutan sampel

- Diukur serapan pada panjang


gelombang maksimum
- Dihitung menggunakan kurva baku
yang telah diperoleh

Kadar fenolik ekstrak terpurifikasi


etil asetat daun kersen (Muntingia
calabura L.)
Lampiran 7. Gambar Tanaman

(a) (b) (c) (c)

Gambar 4. Tanaman dan Daun Kersen (Muntingia Calabura L.)

Keterangan :

(a) Tanaman Kersen


(b) Daun Kersen tampak depan
(c) Daun Kersen tampak belakang

Anda mungkin juga menyukai