Ahmad Syaiful Bahri
Ahmad Syaiful Bahri
PENDIDIKAN AGAMA
FILSAFAT KETUHANAN
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN AGRIBISNIS
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA KALIMANTAN BARAT
2020
KATA PENGANTAR
i
Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan Rahmat dan
karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “Filsafat ketuhanan” ini dapat diselesaikan
dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Makalah ini saya buat untuk melengkapi tugas mata kuliah Pendidikan Agama. Saya
ucapkan Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini. Dan saya juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi
internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan
makalah.
Saya juga mengucapkan Terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan
sebaik-baiknya. Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini
sehingga Saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
penyempurnaan makalah ini.
Saya mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan,
karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan
pasti milik kita sebagai manusia. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semuanya.
28 September 2020
Penyusun
DAFTAR ISI
ii
JUDUL HALAMAN.......................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................iii
BAB I............................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan.....................................................................................................1
BAB II...........................................................................................................2
PEMBAHASAN............................................................................................2
A. Filsafat Ketuhanan.................................................................................2
B. Konsep Ketuhanan Dalam Islam...........................................................4
C. Cakupan Kajian Ketuhan........................................................................6
D. Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Tuhan.........................................8
E. Pandangan Filosof Muslim Tentang Tuhan.........................................10
F. Kedaulatan Tuhan..................................................................................12
BAB III..........................................................................................................13
PENUTUP....................................................................................................13
A. Kesimpulan.............................................................................................13
B.Saran.......................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
C. TUJUAN
1. Mengetahui Filsafat Ketuhanan.
2. Mengetahui tentang Tuhan dalam kajian islam.
3. Mengetahui pembuktian wujud Tuhan islam.
4. Mengetahui pemikiran filosof muslim tentang Tuhan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Plato (427-348 SM) yang belum sampai kepada meyakini adanya Tuhan, dan baru
berada dalam tingkat mencari sesuatu yang abadi sebagai pencipta pertama dari alam ini
mengatakan, bahwa filsafat adalah mencari hakikat kebenaran yang asli. Sedangkan
Aristoteles (382-322 SM) yang lebih menitikberatkan penyelidikannya kepada pembagian
ilmu filsafat menerangkan, bahwa filsafat adalah semacam ilmu pengetahuan yang
mengandung kebenaran mengenai ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi,
politik dan estetika. Selain itu ia juga mengatakan, bahwa filsafat adalah ilmu yang
mencari kebenaran pertama, segala yang maujud dan ilmu tentang segala yang ada yang
menunjukkan adanya penggerak pertama.
Dengan demikian, filsafat dapat digolongkan sebagai ilmu yang mulia, karena ia berusaha
bersungguh-sungguh untuk menyingkap sesuatu yang tersebut dari yang tersurat, sehingga
dapat menangkap inti dari suatu masalah.
2
Tuhan adalah penyebab utama yang menciptakan alam beserta isinya,
yang Maha Esa dan menentukan perjalanan alam serta awal dari segalanya. Menurut
syariat Islam perkataan Tuhan diambil dari kata Ilah yaitu untuk menyatakan berbagai
objek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia.
Artinya : Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadi hawa nafsunya sebagai
Tuhan.
1. Tuhan sesuatu yang dipentingkan oleh manusia sehingga manusia merelakan dirinyta
dikuasai oleh-Nya. Perkataan dipentingkan menunjukkan/memberikan arti dapat dipuja,
dicintai, diagungkan, diharapkan, memberikan segala kebaikan dan menghindar dari matra
bahaya dan kerugian.
2. Tuhan penyebab utama dari kejadian alam semesta, segalanya tunduk terhadap perintah-
Nya, bila perintah Tuhan tidak dilaksanakan maka akan menimbulkan mala petaka pada
dirinya.
Ibnu Tamiyah memberikan definisi Ilah yaitu Allah yang dapat dipuja
dengan kecintaan, tunduk kepada-Nya, tempat berserah diri ketika dalam kesulitan, berdo’a
dan bertaubat kepada-Nya untuk kemaslahatan diri, meminta-perlindungan dari pada-Nya
dan menimbulkan ketenangan disaat mengingat-Nya dan terpaut cinta kepada-Nya.
3
yang diciptakan-Nya berdasarkan logika al-Qur’an setiap manusia berkehendak kepada
sang Pencipta yaitu Allah SWT, sebagaimana yang dinyatakan dalam satu kalimat tahlil
yang berbunyi : “La ilaahaillallah” tiada tuhan yang layak dipuja, disembah melainkan
Allah.
Apakah konsepsi tentang tuhan itu mungkin? Karena bangunan konseptual pemikiran
terdiri atas definisi-definisi yang jelas atas berbagai faktor, yang kemudian dirangkai dalam
suatu pengertian yang sistematik, koheren dan konsisten. Apakah definisi tentang tuhan itu
juga ungkin? Padahal tuhan tidak terbatas, mutlak dan ghaib.
Secara keilmuan, tuhan tak pernah dan tak mungkin menjadi kajian ilmu, karena kajian
ilmu selalu parsial, terukur dan terbatas dan dapat diuji secara berulang-ulang pada
labolatorium percobaan keilmuan. Dengan demikian, kehendak untuk membuktikan
adanya tuhan melalui pendekatan ilmu, akan mengalami kegagalan karena sudah sejak
awal tidak benar secara metodologis. Jika ilmu tidak bisa menghadirkan tuhan dalam
laboratorium untuk diujicobakan, bukan berarti lantas tuhan tidak ada, karena yang terjadi
adalah kesalahan pada pendekatan metodologisnya.
Al Qur’an menggambarkan pencarian tuhan dengan menunjuk salah satu faktor alam yang
dianggap layak sebagai tuhan, digambarkan dalam logika Nabi Ibrahim mencari tuhan-
Nya. Al Qur’an 6:76-79 menegaskan :
“Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah
Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang
tenggelam” (76). “Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah
Tuhanku". tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku
tidak memberi petunjuk kepadaku, Pastilah Aku termasuk orang yang sesat"(77).
“Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, Ini yang
lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai kaumku,
sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu-persekutukan” (78). “ Sesungguhnya
Aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan
cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan” (79).
Memasuki periode klasik, pemikiran Yunani sudah mulai turun dari alam besar, dengan
corak pemikiranya yang dualistik. Manusia sudah mulai mengambil jarak dengan alam dan
berusaha untuk mengolah alam, dan dalam proses itu yang menentukan keadaanya adalah
diri sendiri, kemampuan berfikir, bukan ditentukan dari luar dirinya. Oleh kemampuan
manusia mengolah dan menundukan alam, maka ia dapat membentuk alam seperti yang
4
dikehendakinya, seakan-akan dialah yang menentukan segala-galanya. Manusia mengatur
segalanya seperti raja dan terus mengolah bumi, kemudian menjadikan dirinya seperti
tuhan. Tuhan sebagai yang menentukan dalam kehidupan ini, dengan ditundukannya alam
oleh kecerdasan manusia, maka manusialah yang bertindak sebagai tuhan. Seperti
kekuasaan raja Fir’aun yang mengangkat dirinya sendiri sebagai tuhan yang memgang
kekuasaan mutlak, zalim, dan menindas yang lemah seperti yang digambarkan dalam Al
Qur’an.
Pada perkembangan selanjutnya, manusia telah mencapai puncak peradaban yang lebih
tinggi, dengan membangun simbol-simbol yang merefleksian kekuatan, kekayaan dan
kekuasaanya. Maka terjadilah pergeseran, dimana manusia lantas menunjukan kehebatnnya
melalui simbol yang dibuatnya sendiri, sehingga manusia memuja simbol-simbol yang
dibuatnya sendiri. Pada konsep ini, konsep tuhan atau yang dipertuhan, ternyata turun lebih
rendah lagi tingkatanya, bukan kekuasaan dibalik macro-cosmos atau salah satu faktor
dominan didalamnya dan juga bukan micro-cosmos, yaitu eksistensi manusia dengan
kekuatan ide dan kemampuan kecerdasan kreatifnya, tetapi turun pada apa yang dibuatnya
sendiri, yaitu simbolisasi dari benda-benda yang dibuatnya sendiri, dengan
mempertuhankan patung-patung, berhala-berhala.
Konsep tuhan sebagai kekuatan dahsyat yang menentukan kehidupan telah bergeser kepada
sistem konsentrasi kesatuan kerjasama elite kepentingan antara ilmu pengetahun dan
teknologi dengan kekerasan milter, kekuasaan politik dan kekuatan ekonomi industrial
yang sifatnya sudah mengglobal, yang membuat dunia makin sempit dan batas-batas
negara mulai transparan dan terbuka, menuju apa yang disebut masyarakat dunia yang
terbuka, atau open society, dimana terjadi perpindahan yang cepat dan bergerak dari satu
daerah ke daerah lain tanpa bisa dihambat.
Dalam membahas ketuhanan, setidaknya ada 5 hal yang harus dicakup, antara lain :
5
1. Wujud
Keberadaan dan eksistensi Tuhan adalah masalah yang paling awal dan mendasar. Percaya
atau tidaknya akan adanya Tuhan, pada akhirnya akan mempengaruhi cara dan pola
kehidupan yang dijalani manusia. Beberapa argumen bukti adanya Tuhan dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a. Argumen Naqli, yaitu argumen yang dikemukakan oleh ayat-ayat Al Qur’an atau
wahyu Illahi atau segala informasi yang diyakini berasal dari Tuhan. Beberapa bukti
eksistensi Tuhan dalam Al Qur’an antara lain adalah surat Al Ankabut (29):61 :
“Dan sesungguhnya jika engkau (wahai Muhammad) bertanya kepada mereka itu:
Siapakah yang menciptakan langit dan bumi, dan yang memudahkan matahari dan bulan?
Sudah tentu mereka akan menjawab: Allah. Maka bagaimana mereka tergamak
dipalingkan (oleh hawa nafsunya)”.
b. Argumen Aqli, yaitu argumen yang dikemukakan merupakan produk pemikiran rasio
akal manusia, sepanjang yang bisa dipikirkan dan yang mungkin terpikirkan.
Ada suatu ujung yang tidak digerakkan dan ujung itu merupakan suatu sumber segala
macam gerakan dan tujuan akhir semua gerakan yang disebut sebagai penggerak yang
tidak digerakan.
Setiap sesuatu tidak lepas dari hukum sebab akibat. Dalam suatu rantai sebab akibat
tersebut harus ada ujung dari pada sebab, yang menjadi sebab utama sekaligus menjadi
sumber sebab akibat dan tujuan dari sebab akibat itu.
Dalil kejadian bahwa setiap yang ada pasti ada yang mengadakan. Tidak mungkin
keberadaan alam ini tidak ada yang mengadakan. Secara rasio akan meniscayakan adanya
wujud yang pertama yang menjadi asal dan paling fundamental-sejati.
6
4. Dalil Empiris
Bukti-bukti wujud Tuhan secara empiris maksudnya adalah bukti yang didapat dari hasil
pengamatan indrawi secara langsung terhadap fenomena alam sekitar manusia, termasuk
manusia itu sendiri
Argumentasi yang berhubungan dengan keberadaan jiwa manusia misteri jiwa tau ruh
dapat mengantarkan kepada keberadaan tuhan, melalui penempaan spiritual, atau juga
melalui fenomena mimpi, sebagaimana yang dialami para Nabi dalam menerima
wahyunya.
Argumen tentang nilai baik dan buruk yang ada dalam realitas kehidupan nyata ini. Dalil
Moral menyatakan kebaikanyang dilakukan manusia akan memperoleh keselamatan
sebagai imbalanya. Sebaliknya, siapa yang berbuat kejahatan akan menerima imbalan
kesengsaraan dan penderitaan.
Pembahasan tentang dzat Allah merupakan hal yang pelik dan membutuhkan pemikiran
jernih dan mendalam. Dengan demikian larangan berfikir tentang dzat Tuhan tidak bersifat
mutlak, namun melihat keadaan pemikiran seseorang.
3. Sifat
Membahas sifat tuhan tidak bisa dilepaskan dari dzat, wujudnya dan juga namanya. Sebab
sifat adalah suatu yang melekat pada suatu realitas, yang apabila sesuatu itu lepas maka
realitas telah kehilangan sebutanya. Dalam hal pensifatan Tuhan, ada dua aliran pemikiran
yang perlu dikenal, yaitu aliran antrophomorfisme atau disebut sebagai tasybih, yaitu
menyerupakan sifat Tuhan dengan sifat manusia yang dapat dikenali dengan mudah oleh
manusia. Sementara yang kedua teophomorfisme atau tanzih, yaitu ketidakserupaan sama
sekali sifat tuhan dengan sifat manapun mahluknya, dan hanya tuhan sendiri yang tahu
hakekat sifatnya.
7
4. Nama-nama Tuhan
Nama adalah sebutan yang bersifat simbol yang dinisbahkan kepada suatu realitas. Nama-
nama tuhan adalah simbol yang digunakan untuk menunjukan realitas Tuhan, yang
mencakup wujud, dzat, dan sifat-Nya.
Yaitu apa saja yang telah, sedang dan akan dilakukan Tuhan dalam kehidupan semesta ini.
Perbuatan Tuhan, juga tidak lepas dari maujud, dzat, nama dan sifatNya.
1. Teodisme
Adalah pembenaran ajaran agama tentang kekuasaan dan aturan Tuhan yang
2. Theisme
Theisma mempercayai bahwa Theus (penamaan Tuhan dalam bahasa Yunani) itu ialah
awal dan akhir dari segala-galanya.
3. Henotheisme
istilah tersebut terkenal dalam agama Hindu dengan Trimurti, dalam agama nasrani
Trinitas atau Tritunggal. Trimurti lahir dari Politheisma. Dari sekian banyak dewa, suatu
ketika muncul tiga dewa yang dipandang paling berkuasa atau paling diperlukan. Dalam
agama Hindu Purana muncullah Brahman (Dewa yang mencipta), Wisynu (Dewa yang
8
memelihara ciptaan Brahman), dan Syiwa (Dewa yang merusak, melenyapkan apa yang
dicipta Brahman dan dipelihara oleh Wisynu).
Tuhan itu esa dalam jumlah, sifat dan perbuatan. Tuhan memiliki sifat satu-satunya, tidak
ada duanya. Tiap sifat yang ditemukan pada alam, bukan sifat Tuhan. Tiap bentuk atau
rupa yang ditemukan dalam alam (termasuk dalam alam imajinasi pikiran manusia), bukan
bentuk atau rupa Tuhan.
6. Dinamisme
Paham ini mengaku adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan manusia,
kekuatan ini terbentuk dalam kehidupan manusia , kekuatan ini terbentuk dalam
kepercayaan hayati yang ditunjukkan pada benda-benda yang dianggap keramat.
7. Animisme
Paham ini mempercayai adanyan peranan roh dalam kehidupan amnusia, roh dianggap
selalu aktif walaupun sudah mati. Paham ini membagin roh atas dua yaitu roh baik dan roh
jahat.
1. Al Kindi
Sebagai filosof pertama islam, menyatakan bahwa Tuhan sebagai sebab pertama yang
wujudnya menjadi sebab bagi wujud yang lain. Dia mempersepsikan Tuhan sebagai sebab
beranjak dari keyakinan bahwa suatu kejadian tidak bisa terjadi karena dirinya sendiri,
tetapi terjadi karena sesuatu yang lain. Sesuatu yang lain itulah yang disebut sebab,
sedangkan kejadian itu sendiri disebut akibat. Kejadian selalu mengandaikan adanya
perubahan, setiap perubahan atau kejadian membutuhkan alasan yang memadai untuk
pengaktualannya.
Tuhan dikatakan sebagai sebab pertama, yang menunjukkan betapa Ia adalah sebab paling
fundamental dari semua sebab-sebab lainnya yang berderet panjang. Sebagai sebab
pertama, maka Ia sekaligus adalah sumber, dari mana sesuatu yang lain, yakni alam
semesta berasal.
9
Ibnu Sina berpendapat bahwa Akal Pertama mempunyai dua sifat : sifat wajib wujudnya,
sebagai pancaran dari Allah, dan sifat mungkin wujudnya jika ditinjau dari hakekat dirinya.
Dengan demikian ia mempunyai tiga obyek pemikiran: Tuhan, dirinya sebagai wajib
wujudnya dan dirinya sebagai mungkin wujudnya. Dari pemikiran tentang Tuhan, timbul
akal-akal, dari pemikiran tentang dirinya sebagai wajib wujudnya timbul jiwa-jiwa dan dari
pemikiran tentang dirinya sebagai mungkin wujudnya timbul langit-langit.
Ibnu Sina dalam membuktikan adanya Tuhan Yang Maha Esa, Dialah Allah, maka ia tidak
perlu mencari dalil dengan salah satu makhluknya, tetapi cukup dalil adanya Wujud
Pertama, yakni ; Wajibul Wujud. Sedangkan jagad raya ini, yakni mumkinul wujud
memerlukan sesuatu sebab (’illat) yang mengeluarkannya menjadi wujud karena wujudnya
tidak dari zatnya sendiri. Dengan demikian, dalam menetapkan Yang Pertama (Allah, kita
tidak memerlukan perenungan selain terhadap wujud itu sendiri, tanpa memerlukan
pembuktian wujud-Nya dengan salah satu makhluk-Nya.
3. Al Ghazali
Penciptaan dunia yang berlangsung lambat laun itu mensyaratkan adanya satu pencipta,
sebab dunia tidak bisa maujud dengan sendirinya. juga sang pencipta bersifat immaterial,
sebab materi yang merupakan suatu kejadian dunia di ciptakan oleh satu pencipta. di pihak
lain, anggapan bahwa Tuhan bersifat material akan membaca suatu kemunduran yang tiada
akhir yang adalah musykil. oleh karena itu dunia ini pasti mempunyai penciptanya yang
tidak berwujud benda.dan karena dia bersifat immaterial, maka kita tidak dapat
10
mengenalinya lewat indra kita ataupun lewat imajinasi, sebab imajinisasi hanya
menggambarkan hal-hal di tangkap oleh indra.
Kekekalan dunia berarti kekekalan geraknya juga, dan gerak sebagaimana di katakan oleh
aristoteles, membutuhkan penggerak atau penyebab efesien dari gerak itu.jika penyebab
efesien ini berupa sebuah benda, maka kekuatannya tentu terbatas dan karenanya tidak
mampu menghasilkan suatu pengaruh yang tak terbatas.oleh sebab itu penyebab efesien
dari gerak kekal harus bersifat immaterial. ia tidak boleh di hubungkan dengan materi
ataupun di pisahkan darinya, ada di dalam materi itu atau tanpa materi itu, sebab-
F. KEDAULATAN TUHAN
Seluruh umat manusia dimuka bumi ini dianggap sebagai warga dari sang
pengguasa yang sebenarnya,taka da seorangpun di dunia ini , ataupun segolongan oaring
didunia ini mempunyai hak untuk menjadikan orang lain mengikuti dan tunduk
kepadanya.
Isi kandungan tauhid sebagai ide yang diterapkan berisikan asas-asas persamaan,
solidaritas, dan kebebasan . setiap orang yang bertanggung jawab atas urusan-urusan
kolektif manusia diminta pertanggung jawaban dihadapan yang maha kuasa atas terjadinya
pelanggaran terhadap ketetapanya.
Dalam konsep kedaulatan allah ini adalah bahwa umat islam, baik dalam kapasitas
kita sebagai individual maupun dalam institusi koliktif mereka, trikat harus melarang
terjadinya tindakan pelanggaran apapun.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah menyelesaikan makalah ini, Saya dapat menyimpulkan bahwa konsep Ketuhanan
dapat diartikan sebagai kecintaan, pemujaan atau sesuatu yang dianggap penting oleh
manusia terhadap sesuatu hal (baik abstrak maupun konkret). Filsafat Ketuhanan dalam
Islam merupakan aspek ajaran yang fundamental, kajian ini harus dilaksanakan secara
intensif.
Dalam membahas ketuhanan, setidaknya ada 5 hal yang harus dicakup antara lain, wujud,
dzat, nama, pebuatan dan Sifat-sifat Tuhan. Serta didalamnya terdapat beberapa hasil
pemikiran filosof muslim yang turut menyampaikan gagasanya mengenai wujud tuhan
yakni Ibnu Sina, Al Kindi, Ibnu Thufail dan Al Ghazali.
B. Saran
Sebagai seorang pemula, Saya sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu saya mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Karena saran
dan kritik itu akan bermanfaat bagi Saya untuk memperbaiki atau memperdalam kajian ini.
12
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Musa Asy’arie, FILSAFAT ISLAM Sunnah nabi dalam berfikir, Yogyakarta :
LESFI, 2013
Prof. Dr. H. Sirajuddin Zar, M.A, Filosof dan Filsafatnya, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2004
Imam Khanafie Al-Jauharie, Filsafat Islam Pendekatan Tematik, Yogyakarta: Gama Media
2006
http://alifanotes.blogspot.co.id/2015/07/filsafat-ketuhanan.html
13