Anda di halaman 1dari 15

MEDIA DAN TERORISME

(Stereotype Pemberitaan Media Barat dalam Propaganda


Anti-Terorisme oleh Pemerintah Amerika Serikat
di Indonesia Tahun 2002)

Sri Herwindya Baskara Wijaya


(r_windya@yahoo.com)
Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstrack
All year of 2002 in Indonesia, West media especially media in United States of America
(USA) preference not balance to report issues about global terrorism from USA
goverment. There are preference from part of media in West World which they see
Islam via the news as believing violence and Islam peoples as source of global terroris
wheares Islam as rahmatan lil alamin. This issues gives positive and negative effect for
muslim in the world especially in Indonesia.

Keywords : West media, global terrorism, Islam, muslim

Pendahuluan Presiden Barrack Hussein Obama,


Tragedi berdarah 11 September sosok Osama Bin Laden dengan
2001 yang terjadi delapan tahun lalu Jaringan Al Qaeda-nya tetap menjadi
masih meninggalkan trauma baik bagi buruan nomor wahid AS dan sekutu-
Amerika Serikat (AS) maupun negara- sekutunya.
negara muslim yang menjadi ”kambing Hampir semua aksi pengeboman
hitam” atas luluh-lantaknya World dan terorisme dengan sasaran AS
Trade Center (WTC) dan Pentagon, senantiasa dihubungkan dengan
simbol kedigdayaan ekonomi dan keterlibatan anggota jaringan organisasi
militer AS. Sebagai mana diketahui, yang masih dianggap ”misterius”
telunjuk mantan Presiden George hingga kini yakni Al-Qaeda. Apakah
Walker Bush langsung diarahkan benar-benar ada organisasi bernama Al-
kepada Osama bin Laden dengan Qaeda itu? Ada dugaan Al-Qaeda itu
Jaringan Al Qaeda-nya sebagai dalang sebenarnya hanyalah rekayasa CIA atau
utama peristiwa ”September Hitam” ini. setidaknya hanyalah sebutan pers Barat
Epilognya sudah sama-sama kita bagi kelompok pengikut Osama Bin
ketahui bahwa stigma teroris tidak Laden sebagaimana Pemerintah
hanya menempel pada sosok Osama bin Malaysia dan Singapura menyebut
Laden dengan Jaringan Al Qaeda-nya kelompok pengajian yang didakwahi
melainkan juga meluas ke seluruh Ustad Abu Bakar Ba’asyir dengan nama
negara muslim. Pemerintah Taliban di organisasi Jamaah Islamiyah (JI). Tidak
Afganistan pun ikut terguling dari hanya Al-Qaeda, pihak-pihak yang
kekuasaan karena dianggap melindungi diduga punya keterlibatan dengan
Sang Teroris yang paling diburu hidup jaringan tersebut baik personal maupun
atau mati oleh Barat itu. Hingga tampuk kelompok tak luput dari “perburuan”
tertinggi kepemimpinan AS kini telah AS dan sekutunya, minimal dicurigai
beralih dari Bush Junior kepada dan diawasi secara ketat dan simultan.

THE MESSENGER, Volume II, Nomor 1, Edisi Januari 2010 27


Lepas dari itu semua, yang pasti media-media di Barat berhasil
isu terorisme telah menjadikan citra membangun opini publik global seakan-
ajaran Islam dan umat Islam secara akan dalang terorisme dunia adalah
keseluruhan termasuk di Indonesia Islam dan ajarannya. Makalah ini
menjadi tersudutkan. Islam dalam mencoba menyoroti pemberitaan media
kacamata Barat dipersepsikan sebagai Amerika Serikat terkait propaganda
ajaran agama yang menghalalkan dan antiterorisme yang dilakukan
menebarkan terorisme di muka bumi. Pemerintah Amerika Serikat (AS) dari
Padahal Islam sebagai agama yang perspektif kajian komunikasi
rahmatan lil alamin (rahmat bagi alam internasional.
semesta) yang justru mengharamkan Berdasarkan uraian latar
terjadinya tindak terorisme apapun belakang di atas, perumusan masalah
dalihnya. Apalagi terorisme yang pada makalah ini adalah sebagai berikut
mengatasnamakan Islam dan umatnya :
secara totalitas. Bukan hanya a. Sejauhmana peran media
pembajakan ajaran Islam itu sendiri Barat dalam
sesuai tafsir hawa nafsunya, melainkan mempropagandakan isu
juga merusak dan merobohkan Islam terorisme yang
dan bangunannya dari dalam. dikampanyekan oleh
Akibat lain yang timbul akibat Pemerintah Amerika Serikat
petaka terorisme khususnya di Indonesia tahun 2002?
pascatragedi 11 September 2001 adalah b. Bagaimana konstruksi berita
muncul dan maraknya Islamophobia media Barat dalam
(ketertakutan atas Islam) di Barat. mempropagandakan isu
Sebagian masyarakat Barat menjadi terorisme yang
takut, khawatir hingga antipati terhadap dikampanyekan oleh
Islam dan umatnya. Tidak hanya lewat Pemerintah Amerika Serikat
lesan dan tulisan, Islamophobia juga di Indonesia tahun 2002?
mengarah ke relasi disosiatif bersifat c. Sejauhmana efek yang
destruktif fisik dan nonfisik seperti ditimbulkan akibat
”teror” mental dan fisik terutama propaganda isu terorisme di
kepada kaum muslimin yang menjadi Indonesia yang
minoritas di Barat khususnya di dikampanyekan Pemerintah
Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Amerika Serikat serta
Belanda dan Australia. Tentu saja pemberitaan soal terorisme
kondisi ini sangat tidak konstruktif bagi oleh media Barat?
dunia internasional. Tidak hanya bagi
Islam dan umatnya, namun juga bagi Melek Media
terciptanya peradaban global yang Para ahli menyebut budaya dan
damai. masyarakat mutakhir sebagai
Penghembusan isu krusial dan masyarakat yang jenuh dengan media
pelik soal terorisme oleh Barat terutama (media saturated society). Masyarakat
AS dan sekutunya kepada dunia Islam mutakhir adalah masyarakat yang
berhasil bergulir secara massif di tataran dibombardir dengan begitu banyak dan
internasional tidak lepas dari peran melimpah informasi berupa gambar,
media massa yang dimiliki Barat. teks, bunyi dan pesan-pesan visual.
Dengan kecanggihan teknologi dan Masyarakat mutakhir adalah masyarakat
banyaknya jaringan mitra yang bekerja, yang dibanjiri narkotisasi media bagi

THE MESSENGER, Volume II, Nomor 1, Edisi Januari 2010 28


masyarakat. ”Narkotisasi” merupakan Banyak di antaranya yang tidak
istilah yang digunakan informasi dan mendidik dan hanya mengedepankan
pesan-pesan komersial. Masyarakat kepentingan pemilik/pengelola media
yang jenuh media telah menyebabkan untuk mendapatkan keuntungan
narkotisasi media untuk sebanyak-banyaknya.
menggambarkan efek negatif atau Konsep melek media telah
menyimpang (disfunction) dari media dikembangkan sejak pertengahan tahun
massa. 70-an. Kemudian tahun 1976 sebuah
Istilah ini sebenarnya berasal konferensi yang disponsori Ford
dari Paul F Lazarfeld dan Robert K Foundation, Markle Foundation, dan
Merton (1948; dalam Ibrahim dan National Science Foundation
Romli, 2007: 147). Dalam eseinya, mengusulkan komponen dari kurikulum
“Mass Communication, Popular Taste melek media mencakup beberapa hal.
and Organized Social Function”, Seperti, kebiasaan-kebiasaan produksi
mereka menggunakan istilah acara TV; analisis daya pikat (appeal)
“Narcotizing Disfunction” untuk TV; karakter dan peran isyarat-isyarat
menyebut konsekuensi sosial dari media non-verbal; overview sejarah dan
massa yang sering diabaikan. Media struktur industri penyiaran; basis
massa dianggap sangat efektif membuat ekonomi untuk televisi; analisis format-
orang sangat kecanduan karena media format tipikal untuk programming
massa telah menjadi informasi apapun hiburan; keprihatinan yang pokok
bukan karena butuh, tapi karena tentang efek negative programming;
memang itulah yang terus menerus analisis nilai-nilai yang digambarkan
narkotika sosial paling efisien dan dalam isi TV; stan darstandar untuk
paling bisa diterima. Orang sebanyak- kritik isi TV; dan pengalaman langsung
banyaknya disuguhkan kepada mereka. dengan peralatan TV.
Akhirnya, orang-orang menjadi kurang Art Silverblatt dalam bukunya
tercerahkan. Atau, dalam kata-kata Media Literacy: Keys to Interpreting
Lazarfeld dan Merton, meningkatnya Media Messages (1999),
dosis komunikasi massa dengan kurang mengidentifikasi paling tidak terdapat
hati-hati bisa saja mengubah energi lima unsur fundamental dalam
manusia menjadi pengetahuan pasif pendidikan media literacy yakni
(Ibrahim&Romli, 2007 : 147-148). kesadaran terhadap dampak media,
Upaya efektif untuk menghadapi pemahaman memahami dan
efek jangka panjang dari narkotisasi mengapresiasi isi media. Terhadap
media adalah dengan menggalakkan proses komunikasi massa, strategi untuk
program ”media literacy” (pendidikan menganalisis dan mendiskusikan pesan-
melek media). Titik berat perhatiannya pesan media, pemahaman terhadap isi
adalah pemberdayaan khalayak media media sebagai teks yang menyajikan
(pembaca, pendengar dan pemirsa). pandangan bagi kehidupan dan budaya
Media literacy adalah kemampuan kita dan kesanggupan untuk menikmati,
untuk memilah, mengakses, dan memahami dan mengapresiasi isi
menganalisis isi media sehingga media.
khalayak diharapkan hanya Selain itu, ada juga yang
memanfaatkan isi media sesuai dengan menganggap bahwa program media
kepentingannya. Media literacy penting literacy sebagai perjuangan untuk
karena faktanya tidak semua isi media meraih kekuasaan (struggle of power).
massa bermanfaat bagi khalayak. Di sini melek media memiliki agenda

THE MESSENGER, Volume II, Nomor 1, Edisi Januari 2010 29


jelas untuk melakukan perlawanan Dilihat dari pelakunya,
terhadap hidden agenda atau agenda komunikasi internasional dapat
terselubung yang ada di balik media. dipandang sebagai terbagi antara :
Media literacy ini diyakini sebagai jalan 1. Official Transaction, yakni
menuju ke arah pembebasan masyarakat kegiatan komunikasi yang
dari manipulasi pikiran atau propaganda dijalankan pemerintah.
media. 2. Unofficial Transaction atau
disebut juga interaksi
Komunikasi Internasional transnasional, yakni kegiatan
Komunikasi internasional komunikasi yang melibatkan
merupakan salah satu cabang dari ilmu pihak non-pemerintah.
komunikasi. Maka tak terhindarkan Fokus studi komunikasi
komunikasi internasional pun internasional pada awalnya adalah studi
menggunakan atau meminjam konsep tentang arus informasi antar negara
ilmu komunikasi pada umumnya antara negara dan dalam perkembangannya
lain definisi komunikasi, komponen muncul studi tentang propaganda. Flow
komunikasi, model-model komunikasi, Information menyebabkan mulai
perspektif komunikasi, faktor manusia berkembangnya fokus studi komunikasi
dalam komunikasi, faktor media dalam internasional antara lain studi tentang
komunikasi dan hambatan dalam imperialisme media, globalisasi,
komunikasi (Soelhi, 2009 : 1). privatisasi, era informasi.
Komunikasi Internasional Komunikasi internasional dapat
(International Communication) adalah dipelajari dari tiga perspektif yaitu
komunikasi yang dilakukan dengan diplomatik, jurnalistik, dan
kepentingan negaranya kepada propagantistik. Perspektif diplomatik
komunikan yang mewakili negara lain. lazim dilakukan secara interpersonal
Komunikasi internasional dapat atau kelompok kecil (small group)
didefinisikan pula sebagai “sebuah lewat jalur diplomatik, komunikasi
orang-orang yang berbeda kebangsaan langsung antara pejabat tinggi negara
dan memiliki jangkauan penyampaian untuk bekerja sama atau menyelesaikan
pesan melintasi batas-batas komunikasi konflik, memelihara hubungan bilateral
yang interaksi dan ruang lingkupnya atau multilateral, memperkuat posisi
bersifat lintas negara serta berlangsung tawar, ataupun meningkatkan reputasi.
di antara wilayah suatu negara” Dilakukan pada konferensi pers,
(http://id.shvoong.com). pertemuan politik, atau jamuan makan
Sebagai sebuah bidang kajian, malam.
komunikasi internasional memfokuskan Perspektif jurnalistik dilakukan
perhatian pada keseluruhan proses melalui saluran media massa. Karena
melalui mana data dan informasi arus informasi didominasi negara maju,
mengalir melalui batas-batas negara. ada penilaian komunikasi internasional.
Subjek yang ditelaah bukanlah sekedar Penguasa arus informasi menjadi
arus itu sendiri, melainkan juga struktur gatekeeper yang mengontrol arus
arus yang terbentuk, aktor-aktor yang komunikasi. Komunikasi internasional
terlibat di dalamnya, sarana yang dalam perspektif ini didominasi negara
digunakan, efek yang ditimbulkan, serta maju, juga dijadikan negara maju
motivasi yang mendasarinya. sebagai alat kontrol terhadap kekuatan
sosial yang dikendalikan kekuatan
politik dalam percaturan politik

THE MESSENGER, Volume II, Nomor 1, Edisi Januari 2010 30


internasional. Penguasa arus informasi mencari publisitas.” Dengan kata lain,
menjadi gatekeeper yang mengontrol setiap penggunaan kekerasan untuk
arus komunikasi. Jalur jurnalistik ini jug tujuan secara sengaja dan acak terhadap
sering digunakan untuk tujuan kelompok yang dilindungi merupakan
propaganda dengan tujuan mengubah tindakan terorisme. Pelakunya bisa
kebijakan dan kepentingan suatu negara perorangan, kelompok, negara atau
atau memperlemah posisi negara lawan. agen-agen negara.
Perspektif propagandistik Terorisme adalah serangan-
umumnya dilakukan melalui media serangan terkoordinasi yang bertujuan
massa, ditujukan untuk menanamkan membangkitkan perasaan teror terhadap
gagasan ke dalam benak tindakan; sekelompok masyarakat. Berbeda
perolehan atau perluasan dukungan, dengan perang, aksi terorisme tidak
pertajam atau pengubahan sikap dan tunduk pada tatacara peperangan seperti
cara pandang masyarakat negara lain waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba
dan dipacu sedemikian kuat agar dan target korban jiwa yang acak serta
mempengaruhi pemikiran, perasaan, seringkali merupakan warga sipil.
serta terhadap suatu gagasan atau Istilah teroris oleh para ahli
peristiwa atau kebijakan luar negeri kontraterorisme dikatakan merujuk
tertentu. Propaganda merupakan kepada para pelaku yang tidak
instrumen terampuh untuk memberikan tergabung dalam angkatan bersenjata
pengaruh. Akibat komunikasi yang dikenal atau tidak menuruti
internasional dalam perspektif peraturan angkatan bersenjata tersebut.
propaganda ini, masyarakat Aksi terorisme juga mengandung
internasional saat ini hidup dengan makna bahwa serang-serangan teroris
travail détente, juga ”perang suci”. yang dilakukan tidak
berperikemanusiaan dan tidak memiliki
justifikasi, dan oleh karena itu para
Terorisme pelakunya ("teroris") layak
Terorisme biasa dirumuskan mendapatkan pembalasan yang kejam
secara singkat sebagai ”puncak (http://jhonfreedom.blogspot.com).
kekerasan”, terorisme is apex of Jika dikaitkan dengan eksistensi
violence. Kekerasan bisa terjadi tanpa media massa di ranah kontemporer ini
teror tapi tidak ada teror yang tanpa khususnya terkait propaganda
kekerasan. Menciptakan rasa ketakutan antiterorisme global ala Amerika
dan keecemasan yang mendalam tujuan Serikat, salah satu sarana untuk perang
pelaku teror. Untuk itu pelaku teror mental (terorisme) itu adalah media.
biasanya melakukan perang mental, Bagi teroris tampaknya media massa
perang urat syaraf sebagai bagian dari amat penting tidak hanya karena sifat
strategi propaganda untuk menakut- peliputannya yang sensasional tetapi
nakuti atau mengancam yang lain juga lantaran dianggap menafsirkan
(Ibrahim dan Romli, 2007). sebaik-baiknya ”videologi” dan
Kent Lyne Oots dalam bukunya ”pertunjukan” yang mereka lakukan.
A Political Organization Approach to Karena itu tidak jarang media menjadi
Transnational Terrorism (1986; dalam panggung pertunjukan teroris”. Media
Ibrahim dan Romli, 2007: 142) massa dianggap paling cerdas memilih
mengajukan sejumlah definisi mengenai sisi-sisi mana dari aksi teroris yang
”terorisme” antara lain ”sebuah perlu dan tidak perlu dilaporkan.
tindakan kriminal yang cenderung Sementara teroris yang ”kreatif” juga

THE MESSENGER, Volume II, Nomor 1, Edisi Januari 2010 31


terus menjebak media untuk menjual media dalam ikut mempromosikan
sensasi-sensasi di balik teror mereka. terorisme. Media justru telah “menjual”
George Gerbner dalam terorisme sebagai komoditas berita
tulisannya Violence and Terror in and semata. Pendeknya mereka (media)
by Media (1992; dalam (Ibrahim dan telah menjual kekerasan dan teror lewat
Romli, 2007: 145) mengkritisi peran komoditas informasi yang diberitakan.
isu terorisme ini sebagai kebijakan luar
Propaganda Antiterorisme negerinya untuk memukul setiap
Terorisme telah menjadi salah kekuatan Islam terutama sebagian
satu isu utama di pentas hubungan gerakan Islam (harakah Islamiyah) di
internasional khususnya sejak Tragedi dunia dan jaringannya dengan cap
WTC dan Pentagon 11 September 2001 “teroris” seperti HAMAS dan Jihad
di Amerika Serikat (AS). Isu mengenai Islam (Palestina), Hizbullah (Lebanon),
terorisme ini kian santer di pentas Jamaah Islamiyah (Mesir) dan lainnya.
global setelah terjadinya rentetan Di Indonesia juga tidak lepas dari
pengeboman di beberapa negara stereotipe tersebut. Beberapa gerakan
termasuk di Indonesia seperti bom Bali Islam turut menjadi target bidikan AS
I dan II, bom di Hotel JW Marriot I dan soal propaganda antiterorisme ini
II di Jakarta, bom di Hotel Ritz Carlton dengan label ”gerakan Islam radikal”
dan lainnya. Pemerintah AS dan seperti Majelis Mujahidin Indonesia
sekutunya tampak sekali bergairah (MMI), Front Pembela Islam (FPI),
mempropagandakan antiterorisme. Laskar Jihad Ahlussunnah wal Jama’ah
Terutama AS sebagai pihak yang dan lainnya. Tepatnya, setiap
sempat menjadi ”korban” keganasan kelompok-kelompok Islam yang
para teroris yang menelan ribuan dianggap memperjuangkan syariat
warganya akibat peledakan di WTC dan Islam secara formal kenegaraan,
Pentagon, 2001 silam. Maka, menentang pemerintahan sekuler serta
dikampanyekanlah propaganda secara kritis terhadap kebijakan-kebijakan
sistematis oleh Pemerintah AS Barat terutama AS dilabeli sebagai
pascatragedi 11 September 2001 ”Islam Teroris”. Jika tidak berupa
gerakan antiterorisme sehingga tindakan (konatif), minimal pelabelan
menggelinding dahsyat ke seluruh miring tersebut berupa organisasi-
penjuru dunia. Target pertamanya organisasi yang mengusung ide-ide
adalah sosok Osama Bin Laden dan radikalis-fundamentalis-teroris
organisasinya, Al-Qaeda yang (kognitif-afektif).
dicitrakan sebagai ”Musuh Amerika Stigmatisasi terhadap Islam dan
Nomor 1”. Rezim Taliban di Afganistan umatnya terutama gerakan-gerakan
yang diduga kuat melindungi milyuder Islam radikalis sebagai sponsor utama
asal Arab Saudi ini akhirnya runtuh dan terorisme global berhasil mulus salah
turut menjadi korban kampanye AS itu satunya berkat dukungan media massa
dan harus rela meninggalkan pro-Barat (AS dan sekutunya) yang
kekuasaannya di Afganistan. menciptakan opini publik melakukan
Tidak hanya sosok Osama dan ”pembunuhan karakter” (character
organisasinya, Al-Qaeda, propaganda assassination) hingga melakukan teknik
antiterorisme ini secara meluas baik propaganda ”penjulukan” (name
langsung maupun tidak langsung juga calling) bahwa Islam dan umatnya
ditujukan pihak lain terutama dunia seakan-akan sebagai aktor intelektual
Islam. AS dan sekutunya menjadikan yang menghalalkan aksi-aksi terorisme

THE MESSENGER, Volume II, Nomor 1, Edisi Januari 2010 32


dalam meraih tujuannya. Sebagian Bakar Ba’asyir yang ditulis oleh
media-media Barat telah berhasil intelejen Amerika Serikat, Raviv
menciptakan ”realitas semu” (pseudo- Chandrasekaran. Ia mensinyalir
reality) tentang isu terorisme. hadirnya jaringan terorisme di
Beberapa pemberitaan media Indonesia. Mereka memperoleh
massa Barat dan jaringannya terkait isu indikasi sejak pemboman
terorisme oleh kalangan Islam di Kedubes AS di Kenya dan
Indonesia tahun 2002 sebagaimana Tanzania, Al Qaeda mulai
yang dikutip Ibrahim dan Romli (2007: memfokuskan diri ke Indonesia,
27-37) diantaranya : negara yang memiliki jumlah
a. USA Today edisi 20 Maret 2002 muslim terbesar di dunia.
melaporkan bahwa berdasarkan d. The New York Times edisi 11-12
laporan intelejen AS, sejumlah Januari 2002 memberitakan
operasi Al-Qaeda dilakukan di belasan orang Indonesia yang
Indonesia. Menurut laporan tertangkap di Singapura dan
harian tersebut, Indonesia disebut-sebut memiliki kaitan
merupakan sarang paling yang erat dengan beberapa
nyaman dan aman bagi pelarian kelompok (teroris) di Malaysia
aktivis Al-Qaeda mengingat dan Singapura.
Indonesia adalah daerah yang e. The Straight Times edisi 9
cukup luas dan lemah dari segi Januari 2002 mengutip Berita
pengawasan pemerintah. Harian Malaysia memberitakan
b. Time Magazine edisi 15 bahwa tiga orang Indonesia
tertanggal 23 September 2002 menjadi pimpinan “kelompok
dengan judul “Confessions of an militan” tersebut (Jamaah
Al-Qaeda Terorist” (Pengakuan Islamiyah) adalah Abu Bakar
Seorang Teroris Al-Qaeda) Ba’asyir alias Abdul Samad,
pernah menurunkan tulisan Hambali alias Nurjaman Riduan
keterkaitan Abu Bakar Ba’asyir Isamuddin dan Mohamad Iqbal
(Pengasuh Pondok Pesantren Al A Rahman alias Abu Jibril.
Mukmin, Ngruki, Sukoharjo- Mereka disebutkan berasal dari
Solo) dengan jaringan terorisme Majelis Mujahidin Indonesia
internasional yang bersumber (MMI).
dari informasi dinas rahasia f. The Straight Times edisi 18
Amerika Serikat (CIA). Di Februari 2002 memberitakan
majalah internasional itu, pernyataan Menteri Senior
Ba’asyir disebut-sebut memiliki Singapura, Lee Kwan Yew
hubungan dengan Umar al- bahwa Singapura masih beresiko
Faruq yang dituding sebagai menjadi sasaran serangan teroris
pimpinan tertinggi Al-Qaeda di karena masih berkeliarannya
Asia Tenggara. Ba’asyir sebagai pemimpin-pemimpin sel
simpul dari jaringan ekstrem di Indonesia.
penggalangan dana untuk laskar g. Far Eastern Economic Review
ke Ambon. (FEER) edisi 12 Desember 2002
c. The Washington Post edisi 11 dalam wawancara What Went
Januari 2002 memuat artikel Wrong ? memberitakan
dugaan keterkaitan Al-Qaeda, pernyataan Menteri Senior
Laskar Jihad dan kelompok Abu Singapura, Lee Kwan Yew

THE MESSENGER, Volume II, Nomor 1, Edisi Januari 2010 33


bahwa masa depan Asia i. The Australian edisi 13
Tenggara terancam oleh Desember 2002 memberitakan
berkembangnya kelompok- enam pucuk pimpinan JI,
kelompok radikal Islam. termasuk Ba’asyir, menghadiri
Menurutnya di Indonesia ada sebuah pertemuan di Bangkok
100 kelompok radikal Islam (Bangkok Meeting) pada awal
yang berbahaya. Di bawah Februari 2002 untuk
kendali Ba’asyir dan Hambali, merencanakan Bom Bali.
mereka berupaya menguasai Namun berita ini langsung
Indonesia dan bercita-cita dibantah pemerintah Thailand.
mendirikan Daulah Islamiyah j. Dan lain-lain.
yang menghimpun Indonesia,
Singapura, Malaysia dan Dari berita-berita yang tersebar
Filipina dalam satu di sejumlah media massa terkemuka di
kekhalifahan. Kelompok- Barat terutama di AS, kita bisa melihat
kelompok radikal Islam ini dengan jelas gambaran atau paling tidak
tumbuh subur di era kesan umum dalam masyarakat
Pemerintahan Habibie. Bahkan internasional betapa Indonesia
Habibie dianggap menghalalkan didominasi oleh ”kelompok Islam
penggunaan simbol dan slogan militan” dan Indonesia dianggap
agama dalam wacana sebagai sarangnya kelompok Islam
perpolitikan di Indonesia. yang mengarah kepada aksi kekerasan
h. Christian Science Monitor sejak dan terorisme, terutama terhadap AS.
12 Oktober 2001 terutama
pascatragedi 12 Oktober 2002 di Konstruksi Berita Propaganda
Bali terus menerus membuat Terorisme
laporan soal sel-sel Jamaah Penggambaran secara sepihak
Islamiyah (JI) dan Al-Qaeda di dan sadar oleh media Barat seperti
Asia Tenggara termasuk di pemberitaan terkait isu-isu terorisme
Indonesia. Nama-nama dalam studi media kritis dikenal sebagai
Hambali, Ba’asyir, Al-Faruq dan teknik ”demonisasi” yakni usaha
Agus Dwikarna (salah satu WNI penciptaan nama buruk terhadap suatu
aktivis Laskar Jundullah Komite komunitas secara massif (skala besar)
Penegak Syariat Islam (KPSI) dan sistematis, biasanya melalui
Sulawesi Selatan yang ditangkap propaganda media dengan teknik
di Filipina dengan tuduhan rekayasa citra ataupun imagologi
terlibat terorisme), sudah lama- (Ibrahim dan Romli, 2002 : 65).
lama disebut. Media ini juga Dalam praktik demonisasi,
gencar mengkritik Pemerintahan pihak lain digambarkan sebagai iblis
Megawati yang dinilai “lemah atau setan yang harus diwaspadai,
dalam mengatasi aktivitas dicurigai atau kalau mungkin perlu
jaringan teroris di Indonesia”. dibasmi. Karena proses demonisasi itu
Mengutip salah satu propagandis biasanya dilakukan secara berulang-
AS, Rohan Gunaratna, koran ini ulang dan dilatari stereotipe-stereotipe
mengatakan bahwa sel Al-Qaeda mengenai ”orang atau kelompok” lain
lokal punya kemampuan sebagai musuh, maka lambat lain
melakukan aksi teror apapun di kesadaran kritis mengenai obyek yang
Indonesia. digambarkan itu pun akan hilang. Pada
gilirannya karena proses ”kolonisasi

THE MESSENGER, Volume II, Nomor 1, Edisi Januari 2010 34


kesadaran” yang dilakukan pihak Farauq dan tidak terlibat teror.
perekayasa citra atau agen-agen ”Wallahi, Demi Allah. Saya bersumpah
demonisasi, maka citra atau gambaran bahwa saya tidak mengenal Umar Al
dalam benak kita mengenai obyek, Faruq, tidak pernah menyuruh berbuat
orang atau kelompok tertentu pun akan sesuatu dan tidak pernah memberikan
terdistorsi berdasarkan kepentingan biaya kepadanya untuk melakukan
agen-agen demonisasi tersebut. seseuatu apa pu juga, tidak merasa
Sejauh pandangan penulis, membantu, menggerakkan dan atau
sebagian peliputan media Barat seperti menghasut serta dalam bentuk apapun
Majalah Time terkesan tidak profesional bahwa saya tidak pernah menyuruh dan
karena tidak menerapkan konsep cover tidak pernah membiayai siapa pun juga
both side (pemberitaan silang atau liput untuk melakukan pembunuhan terhadap
banyak pihak) demi mencari sebuah Presiden Megawati maupun presiden RI
kebenaran. Sebagai salah satu contoh, lainnya.”
Magazine edisi 15 tertanggal 23 Mengenai terorisme, Herbert
September 2002 dengan judul Strentz dalam News Reporters dan
”Confessions of an Al-Qaeda Terorist” News Sources (1989; dalam Ibrahim
(Pengakuan Seorang Teroris Al-Qaeda) dan Romli, 2007 : 28) menyatakan
pernah menurunkan tulisan keterkaitan ”terorisme bukanlah fenomena yang
Abu Bakar Ba’asyir dengan jaringan mewarnai abad ke-20, tetapi tindakan
terorisme internasional yang bersumber ini kian menonjol karena liputan media
dari informasi dinas rahasia AS (CIA). berita.” Tak disangsikan hampir
Informasi itu didapatkan CIA dari sebagian besar mengenai isu terorisme
pengakuan Umar Al Farouq, pria asal diperoleh dari media. Media tidak henti-
Kuwait yang disebut-sebut pimpinan Al hentinya menguak cerita-cerita yang
Qaeda Asia Tenggara yang ditangkap tujuannya tidak lain untuk memuaskan
AS, 5 Juni 2002 di Bogor. Tanpa para pembaca yang haus akan informasi
mengecek kebenarannya kembali mengenai aktivitas dan jaringan
langsung kepada Ba’asyir, Time terorisme. Tak ayal kalau godaan
langsung memberitakan bahwa Ba’asyir sensasi berita untuk memikat
disebut-sebut memiliki hubungan khalayakjuga sering mewarnai
dengan Umar al-Faruq yang dituding pemberitaan mengenai terorisme.
sebagai pimpinan tertinggi Al-Qaeda di Bahkan bukan tidak mungkin wartawan
Asia Tenggara. pun bisa melakukan spekulasi terhadap
Bahkan disebutkan, Ba’asyir si tersangka dalam proses pencarian
sebagai tokoh di balik rentetan kasus beritanya sehingga menggiring para
bom Natal 2000, terlibat rencana pembaca untuk membuat hubungan satu
pembunuhan terhadap Presiden RI peristiwa dengan peristiwa lain.
Megawati Soekarnoputri, sebagai Menyimak fenomena
perencana peledakan bom di Masjid pemberitaan mengenai terorisme,
Istiqlal dan simpul dari jaringan penulis melihat bahwa media memiliki
penggalangan dana untuk laskar ke kultur sendiri. Kultur media ini bisa
Ambon. Tentu saja pemberitaan Time dilihat baik pada saat pemilihan
ini dibantah keras oleh Ba’asyir. narasumber, penentuan sudut pandang
Bahkan Ba’asyir bersumpah di depan (angle), pembuatan judul utama (head
para ulama yang menjenguknya di RS line) dan bahasa (wacana) yang
PKU Muhammadiyah Solo, 21 Oktober digunakan dalam berita. Semua ini
2002 bahwa dirinya tidak kenal Al- menunjukkan bahwa media bisa

THE MESSENGER, Volume II, Nomor 1, Edisi Januari 2010 35


mempromosikan atau menyingkirkan beroperasi lewat propaganda intelejen
kelompok tertentu berdasarkan dan kontra-intelejen. Itulah sebabnya
kepentingan modal atau kuasa yang ada diantara kritikus media yang
dominan di balik kebijakan mengkritik televisi dan media telah
redaksionalnya. Dalam studi-studi dan terjebak sebagai terrorvision atau
penelitian media mutakhir memang terrorism media. Misalnya pandangan
sudah terbukti bahwa ekonomi-politik ini sebagaimana yang dikemukakan
di balik kebijakan redaksional media Edwind Diamond lewat artikelnya “The
sedikit banyak juga ikut mempengaruhi Coverage Itself – Why It Turnen into
budaya jurnalistik dan budaya media. Terrorvision” (1985; dalam Ibrahim
Dalam kasus pemberitaan dan Romli, 2002 : ).
mengenai isu terorisme, media bisa Analisis Herman (1986; dalam
masuk ”perangkap” sumber berita Ibrahim dan Romli, 2007 : 139)
tertentu yang punya ”hidden agenda” memperkuat asumsi terrorvision di atas
(agenda tersembunyi) lebih luas. bahwa sekitar selusin media telah
Dengan sumber berita yang terbatas dan memonopoli kekuatan pembentukan
sulit diakses, biasanya media cenderung agenda politik di AS. Media di AS
memanfaatkan sumber berita resmi, biasanya mengikuti agenda-agenda
baik yang bersumber dari agen-agen kebijakan luar negeri yang
resmi pemerintah maupun agen-agen dikembangkan oleh Pemerintah AS dan
yang sedang menekan atau menyingkirkan pandangan-pandangan
berkolaborasi (bekerja sama) dengan yang kritis terhadap kebijakan tersebut.
pemerintah. Media seperti ini biasanya Kalau perlu mereka ikut
cenderung mengembangkan budaya mendemonisasikan (membangun citra
jurnalisme yang dikenal sebagai buruk) ”musuh-musuh” pemerintah AS
jurnalisme pispot yaitu media dan para sambil mengidealisasikan (menyanjung-
jurnalisnya menerima informasi begitu nyanjung) negara-negara klien AS.
saja dari sumber berita tanpa mengecek Sebagai misal, Chomsky berargumen
kembali kebenaran dan keabsahannya. bahwa media secara konsisten
Apalagi ketika kompetisi memproyeksikan citra-citra negatif
antarmedia berlangsung keras, tekanan mengenai Nikaragua, yang dianggap
untuk memperoleh berita utama pun musuh selama pemerintahan Reagen
terus meningkat dan perjuangan untuk dan juga Bush sambil mengabaikan atau
menjadi yang terbaik terus menguat di menyembunyikan kejahatan yang
kalangan insan pers. Dalam kalang dilakukan oleh negara-negara klien AS
kabut kompetisi itu, tidak jarang etika seperti El Savador dan Guatemala
jurnalistik dipertaruhkan sehingga (Chomsky, 1989; Kellner, 1990, dalam
unsur-unsur sensasional seringkali lebih Ibrahim dan Romli, 2002). Maka, ”evil
menonjol daripada substansi mastermind”, ”terrorist mastermind”,
pemberitaan. Itulah yang penulis dalam hal ini “musuh simbolik” perlu
pandang terjadi di sebagian pelaporan diciptakan lewat dukungan media
mengenai isu terorisme dewasa ini. supaya ”hidden agenda” (agenda
Banyak pakar media mengkritik terselubung) itu bisa dibungkus dengan
pemberitaan tentang isu terorisme. cantik untuk mencengkeram
Pasalnya, sebagian media sendiri telah kepentingan mereka di Indonesia.
terbawa arus, tidak hanya oleh Graeme Burton
permainan skenario teroris melainkan menggarisbawahi kekuatan media
oleh agenda resmi pemerintah yang didasarkan pada uang, kekuatan hukum

THE MESSENGER, Volume II, Nomor 1, Edisi Januari 2010 36


dan kekuatan manajemen. Kekuatan ini kepada media yang memberitakan.
kemudian menjadi kekuatan untuk Terjadinya counter of media dari
membentuk produk. Produk tersebut pihak-pihak yang merasa disudutkan
kemudian memiliki kekuatan untuk (umat Islam) akibat pemberitaan
mengkomunikasikan ideologi, nilai dan subyektif oleh media-media Barat
ide. Ide-ide ini kemudian memiliki terkait terorisme. Counter of media dari
kekuatan untuk membentuk pandangan- pihak-pihak yang merasa dirugikan ini
pandangan audiens (Burton, 2008: 72). sangat penting bagi tumbuh
kembangnya jurnalisme profesional,
Efek Propaganda Antiterorisme berkualitas dan sehat. Dalam perspektif
Pemberitaan media-media Barat jurnalistik, mekanisme inilah yang
yang seolah-olah menempatkan pihak disebut dengan hak jawab yaitu hak
tertentu (Islam dan umatnya) sebagai memberikan respons atas pemberitaan
pemicu timbulnya terorisme di dunia media yang dianggap tidak sesuai
memiliki dampak yang luar biasa bagi dengan pandangan pelaku hak jawab.
peta komunikasi internasional. Respons ini berupa pelurusan berita
Setidaknya ada sejumlah dampak/efek agar ada keseimbangan pemberitaan
yang ditimbulkan dari propaganda sehingga tidak merugikan pihak-pihak
antiterorisme secara sepihak oleh Barat tertentu.
(AS dan sekutunya) tersebut baik Contoh dari counter of media
dampak positif maupun dampak negatif. adalah bantahan Pengasuh Ponpes Al
Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, Solo,
Dampak Positif Ustadz Abu Bakar Ba’asyir bahwa
Pertama, makin tumbuhnya dirinya sama sekali tidak terkait dengan
kesadaran untuk bersikap kritis atas aksi-aksi terorisme seperti yang
media di berbagai komunitas-komunitas disangkakan media-media Barat. Seperti
global terutama Dunia Islam khususnya bantahan Ba’asyir saat dirinya dirawat
umat Islam di Indonesia atas di RS PKU Muhammadiyah Solo, 21
propaganda antiterorisme yang Oktober 2002. Ia bersumpah di depan
dilancarkan AS dan sekutunya. Hal ini beberapa ulama yang menjenguknya
karena faktanya tidak semua isi media bahwa dirinya tidak kenal Al-Farauq
massa bermanfaat bagi khalayak dan tidak terlibat teror, tidak pernah
termasuk isi pemberitaan media-media menyuruh berbuat sesuatu dan tidak
Barat tentang terorisme di Indonesia. pernah memberikan biaya kepadanya
Banyak di antaranya yang tidak untuk melakukan seseuatu apa pun juga,
mendidik dan hanya mengedepankan tidak merasa membantu, menggerakkan
kepentingan pemilik / pengelola media dan atau menghasut serta dalam bentuk
untuk mendapatkan keuntungan apapun bahwa saya tidak pernah
sebanyak-banyaknya atau agenda menyuruh dan tidak pernah membiayai
tertentu secara sepihak oleh produsen siapa pun juga untuk melakukan
berita. Sikap melek dan cerdas media di pembunuhan terhadap Presiden
sini berupa kemampuan untuk memilah, Megawati maupun presiden RI lainnya.
mengakses, dan menganalisis isi media Tidak sekadar membantah dan
sehingga khalayak diharapkan hanya bersumpah, Ba’asyir juga menempuh
memanfaatkan isi media sesuai dengan jalur hukum dalam “perangnya” dengan
kepentingannya. Salah satunya dengan media khususnya Majalah Time serta
melakukan counter of media sebagai CIA. Tanggal 16 Oktober 2002, ia
perwujudan dari hak jawab khalayak bersama Tim Pengacara Muslim (TPM)

THE MESSENGER, Volume II, Nomor 1, Edisi Januari 2010 37


menggugat Time Rp 1 triliun melalui dunia oleh Ormas-Ormas Islam
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. terutama Nahdlatul Ulama (NU) melalui
Gugatan itu ditujukan kepada Time Inc., International Conference Islamic
Karl Taro Greenfield (Editor Time) dan Scholar (ICIS) dan Muhammadiyah
Jason Teja Sukmana (wartawan Time di lewat World Peace Forum (WPF).
Indonesia). Sebelumnya, 25 September Selain menyelenggarakan forum
2002, Ba’asyir dan TPM juga sendiri, NU dan Muhammadiyah
menggugat CIA melalui meja hijau sebagai dua Ormas Islam terbesar di
(Ibrahim dan Romli, 2002 : 68). Indonesia itu juga proaktif
Kedua, tumbuhnya solidaritas mengkampanyekan Islam sebagai
sesama umat Islam khususnya terkait agama damai dan toleran di berbagai
propaganda sepihak AS dan sekutunya forum-forum internasional lintas agama
termasuk kalangan media-media di dan lintas budaya seperti di forum
Barat. Hal itu tampak dari berbagai APEC, Sidang Umum Persatuan
reaksi yang muncul dari kaum muslimin Bangsa-Bangsa (PBB) dan berbagai
di seluruh dunia, tidak terkecuali di forum global lain (Shoelhi, 2009 : 225).
Indonesia. Hal itu tampak dari Pemerintah Indonesia juga
dukungan berbagai kalangan atas kasus proaktif mengkampanyekan perdamaian
dugaan terorisme yang melibatkan dunia sebagai respons atas disharmoni
Ustad Abu Bakar Ba’asyir di Tanah Air hubungan internasional yang salah
baik melalui aksi-aksi unjuk rasa hingga satunya dipicu isu terorisme global.
penggalangan bantuan hukum Seperti penyelenggaraan Global
(advokasi). Sebagai salah satu Intermedia Dialogue, 1 September 2006
contohnya adalah pernyataan sikap para di Bali dengan tema “Promoting
tokoh Islam dan Ormas-Ormas Islam di Freedom of Expression and Tolerance”
Indonesia yang dikoordinatori Majelis yang dihadiri 70 tokoh media
Ulama Islam (MUI) terkait propaganda terkemuka dari 53 negara di dunia.
antiterorisme oleh AS dan sekutunya. Selain itu, Pemerintah Indonesia sering
Bertempat di Gedung PP tampil ke berbagai forum dunia untuk
Muhammadiyah, Jakarta, 24 September menjelaskan Indonesia sebagai negara
2005, Ormas-Ormas Islam melalui cinta damai dan toleran, bukan negara
Sekretaris Umum MUI Pusat, Prof. Dr. sarang kaum radikalis dan teroris.
Dien Syamsuddin, MA menegaskan Pemerintah Indonesia juga aktif
tidak ada WNI yang terlibat dalam mengkampanyekan Islam yang dianut
jaringan terorisme, Ormas-Ormas Islam mayoritas penduduk Indonesia sebagai
di Indonesia seperti Laskar Jihad, MMI agama perdamaian, ramah dan toleran,
dan FPI bukan termasuk teroris dan bukan agama penganjur kekerasan
terlibat dalam jaringan teroris dan Islam apalagi terorisme (Shoelhi, 2009 : 221).
di Indonesia adalah Islam yang moderat
(Ibrahim dan Romli, 2002 : 76-77). Efek Negatif
Ketiga, tumbuhnya kesadaran Pertama, terjadinya konflik urat
umat Islam di Indonesia untuk ikut aktif syaraf antara Pemerintah AS dan
mengkampanyekan Islam sebagai sekutunya termasuk media-media yang
agama perdamaian atau rahmat bagi seirama dengan berbagai pihak yang
semesta alam (rahmatan lil alamin) dituduh secara langsung dan sepihak
kepada masyarakat internasional. Hal sebagai dalang terorisme dunia terutama
ini dapat dilihat dari penyelenggaraan umat Islam. Konflik tidak hanya
berbagai forum-forum perdamaian melibatkan pihak-pihak yang bertikai

THE MESSENGER, Volume II, Nomor 1, Edisi Januari 2010 38


secara personal seperti seorang Abu enggan menanggapi usulan itu. Rumor
Bakar Ba’asyir dengan Pemerintah AS, yang berkembang kemudian adalah
melainkan juga meluas ke pihak lain dugaan bahwa penangkapan Ba’asyir
dengan menggunakan sentimen- adalah ”pesanan” AS. Tuduhan bahwa
sentimen keagamaan dan kebangsaan. Ba’asyir terlibat aksi-aksi terorisme
Pihak-pihak lain yang ikut terseret arus global akhirnya tidak terbukti. Dakwaan
konflik efek propaganda antiterorisme lain pun kemudian disangkakan kepada
itu baik secara kelembagaan terutama Ba’asyir terkait status
Ormas-Ormas Islam di Indonesia. kewarganegaraannya yang dianggap
Secara global, Dunia Islam juga ”bermasalah” oleh pemerintah
mengecam aksi sepihak AS dan Malaysia. Ini karena Ba’asyir menetap
sekutunya terkait terorisme sebagai di Negeri Jiran itu saat Orde Baru
tindakan yang berlawanan dengan berkuasa. Dakwaan inilah yang
nurani kemanusiaan. Sikap kurang kemudian membawa Ba’asyir ke terali
simpati dan bahkan antipati tidak hanya besi.
ditujukan kepada Pemerintah AS dan Ketiga, munculnya stigma
sekutunya melainkan juga kepada negatif (stereotype) di dunia
media-media turut yang internasional terkait propaganda
mempropagandakan gerakan global antiterorisme AS itu, bahwa seakan-
antit-erorisme ala AS itu. akan Indonesia adalah lahan subur
Kedua, terganggunya berseminya kelompok-kelompok Islam
keharmonisan relasi secara radikal serta sarang para teroris.
kelembagaan antara Pemerintah Akibatnya, dunia internasional terutama
Republik Indonesia dengan negara-negara Barat melakukan politik
pemerintahan AS dan sekutunya ”jaga jarak” dengan pemerintah
terutama Australia dan Inggris. Indonesia seperti melakukan kebijakan
Meskipun tidak sampai pada tingkat travel warning kepada warga negaranya
parah seperti pemutusan hubungan terkait kunjungan ke Indonesia. Kondisi
diplomatik, namun sikap saling curiga ini tentu saja berdampak negatif bagi
sempat terjadi terutama pemerintah AS citra Indonesia di mata internasional
dan sekutunya. Bahkan banyak yang akhirnya berimbas pada
kalangan mengindikasikan adanya kepercayaan internasional kepada
intervensi yang kuat Pemerintah AS Indonesia terutama di sektor ekonomi.
kepada Pemerintah RI yang saat itu Tidak hanya pemerintah
dipimpin Presiden Megawati Soekarno Indonesia yang dirugikan, rakyat
Putri terkait progaganda antiterorisme Indonesia secara keseluruhan juga
global itu. menanggung akibat negatif dari
Ini terlihat saat penangkapan propaganda antiterorisme global ala AS
Abu Bakar Ba’asyir oleh Polri. itu khususnya umat Islam. Hal ini
Sejumlah kalangan menyayangkan karena umat Islam Indonesia merupakan
sikap Polri itu yang hanya dengan bukti umat mayoritas di Indonesia sekaligus
adanya pengakuan seorang Umar Al- terbesar di dunia dengan jumlah sekitar
Faruq. Ketika banyak pihak 200 juta jiwa. Selain itu, citra muslim
mengusulkan agar Al-Faruq Indonesia yang selama ini dikenal
didatangkan ke Indonesia untuk menganut Islam moderat juga ikut
dikonfrontasikan dengan Ba’asyir, para tercoreng. Nama Islam pun juga ikut
pejabat keamanan Indonesia yang tercemar di mata global seolah-olah
terkait dengan masalah ini terkesan Islam sebagai ajaran yang menghalalkan

THE MESSENGER, Volume II, Nomor 1, Edisi Januari 2010 39


kekerasan atau agama kaum teroris khususnya disebabkan beberapa
padahal Islam merupakan agama faktor seperti pandangan yang
perdamaian, Islam adalah rahmat bagi salah terhadap ajaran Islam, rasa
semesta alam (rahmatan lil alamin). benci terhadap Islam dan
umatnya, kompetisi antarmedia
dan ketidakprofesionalan
Penutup internal kerja media.
1. Kesimpulan d. Propaganda antiterorisme global
Dari uraian di atas dapat di Indonesia tahun 2002 oleh
disimpulkan beberapa hal sebagai pemerintah AS dan sekutunya
berikut : termasuk media massa
a. Sepanjang tahun 2002 di pendukungnya memberikan
Indonesia, media Barat terutama pengaruh/efek bagi bangsa
media di AS cenderung tidak Indonesia khususnya dan umat
berimbang dalam memberitakan Islam pada umumnya. Efek
seputar isu terorisme global. positif seperti Pertama, makin
Ada kecenderungan sebagian tumbuhnya kesadaran bersikap
media di Barat mengidentikkan kritis atas media Barat atas
Islam melalui pemberitaannya propaganda antiterorisme yang
sebagai ajaran kekerasan dan dilancarkan AS; Kedua,
umat Islam sebagai dalang tumbuhnya solidaritas sesama
terorisme global. Hal ini umat Islam khususnya terkait
dibuktikan dengan pemberitaan propaganda sepihak AS
miring terkait terorisme di termasuk kalangan media-media
beberapa media Barat seperti di Barat; Ketiga, tumbuhnya
USA Today, Time Magazine, kesadaran umat Islam di
The Washington Post, The New Indonesia untuk ikut aktif
York Times, The Straight Times mengkampanyekan Islam
dan lainnya. sebagai agama perdamaian atau
b. Terkait isu terorisme global rahmat bagi semesta alam
tahun 2002 di Indonesia, media (rahmatan lil alamin).
Barat terutama di AS melakukan e. Sementara efek negatif seperti
konstruksi berita yang dalam Pertama, terjadinya konflik urat
studi kritis dikenal sebagai syaraf antara Pemerintah AS dan
teknik “demonisasi” yaitu usaha sekutunya serta media-media
penciptaan nama buruk terhadap yang seirama dengan berbagai
suatu komunitas yang dilakukan pihak yang dituduh secara
secara massif (skala besar) dan langsung dan sepihak sebagai
sistematis, biasanya melalui dalang terorisme dunia terutama
propaganda media dengan umat Islam; Kedua,
teknik rekayasa citra. Dalam terganggunya keharmonisan
praktik “demonisasi”, pihak lain relasi secara kelembagaan antara
sebagai sesuatu yang harus Pemerintah Republik Indonesia
diwaspadai, diwaspadai atau dengan pemerintahan AS dan
mungkin kalau perlu dibasmi. negara-negara sekutunya.
c. Propaganda miring terkait Ketiga, munculnya stigma
terorisme global di dunia Islam negatif (stereotip) di dunia
umumnya dan Indonesia internasional terkait propaganda

THE MESSENGER, Volume II, Nomor 1, Edisi Januari 2010 40


antiterorisme AS itu, bahwa Daftar Pustaka
seakan-akan Indonesia adalah
lahan subur berseminya Ibrahim, Idi S dan Romli, Asep SM.
kelompok-kelompok Islam 2007. Amerika, Terorisme dan
radikal serta sarang para teroris. Islamophobia: Fakta dan
Imajinasi Jaringan Kaum
2. Saran Radikal. Bandung: Nuansa.
a. Bangsa Indonesia khususnya
umat Islam harus lebih cerdas Mohammad Shoelhi. 2009. Komunikasi
dalam mengkonsumsi media Internasional Perspektif
terutama media Barat. Hal ini Jurnalistik. Bandung: Simbiosa
karena tidak semua pemberitaan Rekatama Media.
media Barat sesuai dengan fakta
di lapangan tapi justru Burton, Graeme. 2008. Yang
menyudutkan pihak tertentu. Tersembunyi di Balik Media
b. Bangsa Indonesia terutama umat Pengantar kepada Kajian
Islam harus lebih meningkatkan Media. Yogyakarta: Jalasutra.
kemampuan di bidang media
terutama teknologi media agar Kovach, Bill & Rosenstiel, Tom. 2006.
tidak tergantung mengkonsumsi Sembilan Elemen Jurnalisme
informasi dari Barat seperti yang Apa yang Seharusnya Diketahui
selama ini terjadi. Wartawan dan Diharapkan
c. Bangsa Indonesia terutama umat Publik. Jakarta: Yayasan Pantau.
Islam harus lebih mewaspadai
praksis (teori dan aksi) soal Silverblatt, Art. 1995. Media Literacy:
terorisme terutama yang Keys to Interpreting Media
berkedok agama. Islam adalah Messages. London: Praeger.
agama damai, rahmat bagi
semesta alam (rahmatan lil http://jhonfreedom.blogspot.com/2009/
alamin) dan sama sekali tidak 03/pengertian-terorisme.html
mengajarkan kekerasan.
d. Kewajiban pertama jurnalisme http://id.shvoong.com/social-
adalah pada kebenaran. sciences/1877112-pengertian-
Loyalitas pertama jurnalisme ruang-lingkup-komunikasi-
adalah kepada masyarakat. internasional/
Jurnalisme harus menyiarkan
berita komprehensif dan
proporsional (Kovach &
Rosenstiel, 2006: 6).

THE MESSENGER, Volume II, Nomor 1, Edisi Januari 2010 41

Anda mungkin juga menyukai